PENGARUH ZONASI PENERIMAAN PESERTA DIDIK

BARU TERHADAP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DALAM UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN

NASIONAL

A. A Istri Ratih Meliana Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana email: [email protected]

I Ketut Sudiarta, S.H., M.H., Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]

ABSTRAK

Untuk memahami bagaimana manajemen pendidikan berbasis sekolah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan untuk mengetahui pengaruh kebijakan zonasi ini terhadap manajemen berbasis sekolah. Pendekatan yang diterapkan pada tulisan ilmiah ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan dengan menggunakan penelitian yuridis normatif. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan ialah hak segala bangsa, begitu amanat pembukaan Konstitusi Negara Indonesia. Pendidikan mampu mewujudkan generasi bangsa yang berkualitas. Beberapa tahun kebelakang mencuat kebijakan yang memberlakukan sistem zonasi. Dalam aspek hukum kebijakan tersebut kemudian menjadi rancu, karena sebelumnya adalah kewenangan sekolah dan pemerintah daerah, namun kemudian diatur oleh pemerintah pusat. Hasil analisis menunjukan bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah berisi pelaksanaan pendidikan yang sifatnya desentralisasi, bukan sentralisasi, sehingga kewenangan pengelolaan pendidikan bukan pada pemerintah pusat. Berkaitan dengan pengaruh, kebijakan zonasi ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pun dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sehingga menimbulkan disharmonisasi norma dan tidak mengindahkan hierarki pembentukan aturan perundang-undangan. Sehingga dalam pembentukan kebijakan pendidikan, wajib memperhatikan hierarki yang ada agar tercipta norma yang tidak saling bertertangan satu sama lain.

Kata Kunci: Pengaruh, Zonasi, Manajemen Berbasis Sekolah.

ABSTRAK

To find out the school basis management in the Law on Sisdiknas and to know what are the influences of zonation system towards the school basis management. The approach implemented in this article is the normative legal research methodology. As we know that education is the right to all nation, as mandated in Preamble of Indonesia Constitution. Education is able to achieve a better quality of the generation of nation. These past few years, the policy of implementing zonation system arise. In legal aspects, such policy is considered unclear, as such authority was usually handled by the school and local government. However it is in sudden being transferred to the central government. The result of analysis show that the Law on Sisdiknas and the Law on Local Government regulates that the administration of education is decentralized in nature, instead of centralized, hence the authority tp administer education is not on the central government. In relation with the impact, zonation is in accordance with neither the Law on Sisdiknas nor the Law on Local Government, resulting in the inharmonization of norms and negligent towards the hierarchy on legislation drafting. Therefore in formulating policies regarding education, the existing hierarcy need to be taken into account in order to not result in any conflicting norms.

Keywords: Impact, Zonation, School Basis Management

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Salah satu hak asasi warganegara adalah memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa melihat status ekonomi, status sosial, suku, agama, etnis dan gender.1 Hal tersebut berkorelasi dengan alenia keempat pembukaan UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) yang merumuskan bahwa tujuan negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karenanya, penyelenggaran pemerintahan diharapkan membuat akses yang seluas-luasnya demi tercapainya apa yang menjadi tujuan negara tersebut.2

Dr. Lemaire berpendapat bahwa negara diserahi “bestuurzorg”, yaitu seluruh peran aktif pemerintah dalam penyelenggaraan lapangan sosial serta dalam penyelenggaraan kesejahteraan umum. Dimana pelaksanaan administrasi negara, pelaksanaannya dijalankan dalam bidang kesehatan umum, pengajaran atau pendidikan, pangan, dan agrarian.3 Pengajaran kemudian dituangkan kedalam sebuah sistem guna mewujudkan SDM yang unggul dan baik di masa depan.

Dalam pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia ialah Negara hukum. Dengan demikian, maka pada proses penyelenggaraan kehidupan bernegara perlu dibuatkan sebuah aturan hukum menjadi koridor dalam berperilaku bagi warga negara. Begitu pula terhadap pendidikan yang menjadi suatu konsentrasi paling penting pada kaitan mewujudkan pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Pendidikan di Indonesia sudah memiliki instrument hukum yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya disebut UU Sisdiknas)”. Pendidikan diartikan sebagai usaha yang melandasi kesadaran dan terencana dalam rangka menciptakan proses pembelajaran serta suasana belajar sebagaimana termuat dalam UU Sisdiknas. Dalam perkembangannya pendidikan mengalami beberapa inovasi dan improvement di Indonesia.4

Kebijakan pendidikan di Indonesia kemudian menuai polemik beberapa tahun ini akibat mulai diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan

sebagaimana keudian diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Permendikbud tersebut melahirkan sebuah sistem yaitu zonasi. Sistem zonasi disusun saat periode akhir kementerian oleh Bapak Muhadjir Effendy. Sistem ini dibuat dengan tujuan pemerataan kualitas pendidikan seluruh Indonesia.5 Namun hal tersebut dianggap tidak mengindahkan desentralisasi pendidikan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU Pemerintahan Daerah). Selain itu dalam Permendikbud Nomor 14 tahun 2018 tersebut juga disebutkan bahwa ketentuan zonasi memiliki beberapa persoalan seperti jumlah anak usia sekolah yang lebih besar jumlahnya daripada daya tamping atau sekolah yang tersedia. Terlebih jumlah sekolah dalam suatu zona belum tentu bisa menampung seluruh anak usia sekolah dalam zona yang sama.6

Berdasarkan kebijakan tersebut masyarakat banyak yang merasakan imbasnya secara langsung, terutama yang memiliki putra putri yang akan mendaftar ke sekolah baru7. Selain itu, ada juga pendapat masyarakat bahwa karena adanya pembatasan kuota siswa yang berasal pada daerah bukan sekitar sekolah tujuan, para orang tua mengeluhkan sulitnya memilih sekolah yang sesuai dengan keinginan8. Mengacu pada latar belakang tersebutlah kemudian penulis tertarik untuk melihat lebih jauh terkait kebijakan ini.

Dalam beberapa penelitian sebelumnya kebijakan zonasi ini telah beberapa kali diangkat dalam berbagi jurnal ilmiah. Sebagian besar jurnal tersebut merupakan kajian hukum empiris, seperti dalam jurnal ilmiah yang berjudul “Implementasi PPDB Zonasi Dalam Upaya Pemerataan Akses Dan Mutu Pendidikan yang dikaji di Provinsi Sulawesi Tengah” tahun 2018. Dalam jurnal ilmiah tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan zonasi PPDB berhasil dalam upaya pemerataan akses dan mutu pendidikan.

Selain itu terdapat pula kajian secara yuridis normatf terhadap sistem zonasi PPDB dalam jurnal ilmiah berjudul “Analisis Yuridis Mengenai Sistem Zonasi Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru”. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan zonasi melalui Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Tentang Standar

Nasional Pendidikan dalam hal persyaratan hasil ujian nasional sebagai syarat ke jenjang selanjutnya.9

Penulis dalam hal ini adalah mengkaji Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB dengan manajemen berbasis sekolah dalam UU Sisdiknas. Dengan demikian hasil dari penelitian ini nantinya dapat menjadi acuan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan agar memperhatikan hierarki peraturan perundang-undangan sehingga tidak menimbulkan inharmonisasi norma.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang, penulis memiliki dua rumusan permasalahan menjadi berikut:

  • 1.    Bagaimana prinsip manajemen berbasis sekolah ditinjau dari UU Otonomi Daerah?

  • 2.    Bagaimana pengaruh zonasi penerimaan peserta didik baru terhadap manajemen berbasis sekolah berdasarkan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui prinsip manajemen berbasis sekolah dan untuk mengetahui dampak hukum pada kebijakan zonasi penerimaan peserta didik baru terhadap manajemen berbasis sekolah.

  • II.    Metode Penelitian

Dengan mengacu pada judul dan masalahnya, penulisan artikel ilmiah ini termasuk jenis penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian hukum ini harus memberikan wawasan terkait masalah hukum apa yang harus diangkat.

Pendekatan yang diterapkan pada penelitian hukum ini ialah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dimana diteliti disini ialah aturan hukum yang merupakan fokus sekaligus tema utama penelitian10 dan pendekatan perundang-undangan perlu untuk melakukan pengkajian tingkat lanjut terkait landasan hukum dengan cara penelaahan undang-undang dan regulasi terkait.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Manajemen Berbasis Sekolah Ditinjau Dari UU Pemerintahan Daerah

Dampak dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah adalah pemerintah daerah diberi hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang menjadi

kewenangan pemerintah daerah (kabupaten atau kota) berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah sebagai berikut :

  • 1.    Perencanaan dan pengendalian pembangunan

  • 2.    Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang

  • 3.    Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat

  • 4.    Penyediaan sarana dan prasarana umum

  • 5.    Penanganan bidang kesehatan

  • 6.    Penyelenggaraan pendidikan

  • 7.    Penanggulangan masalah sosial

  • 8.    Pelayanan bidang ketenagakerjaan

  • 9.    Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah

  • 10.    Pengendalian lingkungan hidup

  • 11.    Pelayanan pertanahan

  • 12.    Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil

  • 13.    Pelayanan administrasi umum pemerintahan

  • 14.    Pelayanan administrasi penanaman modal

  • 15.    Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya

  • 16.    Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Konsekuensi logis dari pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah tersebut adalah perubahan terhadap manajemen pendidikan, karena itu manajemen pendidikan berbasis pusat diubah menjadi manajemen pendidikan berbasis sekolah (MBS). Pengaruh dari berlakunya UU Tentang Pemerintahan Daerah adalah bahwa otoritas daerah memiliki hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur sendiri dan mengelola urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku, yang merupakan wewenang pemerintah daerah sesuai dengan pasal 14 UU No. 32 Tahun 2004. Keberhasilan pendidikan merupakan salah satu indikator utama keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan, karenanya pemerintah sudah sepantasnya memberikan perhatian terhadap pendidikan. 11Konsekuensi logis dari penerapan UU Otonomi Daerah ialah berubahnya dalam manajemen pendidikan. Untuk alasan ini, manajemen pendidikan pusat telah diubah jadi MBS.

Kekuatan yang hakiki dari reformasi bangsa dimulai dari sumber daya manusia (SDM) yang memiliki visi, dan kepribadian yang mau mengedepankan kepentingan orang banyak dalam berbagai aspek kehidupan. Sekarang ini banyak bangsa yang mengabaikan peranan SDM sehingga mau saja menerima keadaan yang telah merendahkan harkat dan martabat bangsa yang nampak dari kemiskinan, kebodohan dan tidak tegaknya hukum.12

Manajemen adalah melakukan pengelolaan sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah/organisasi yang diantaranya adalah manusia, uang, metode, material, mesin dan pemasaran yang dilakukan dengan sistematis dalam suatu proses.13

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang

memberikan dampak yang luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya atau sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Dilibatkannya masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan. Oleh karena itu, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.14

MBS dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab) yang lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/ keluwesan lebih besar kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), dan meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.15

Manajemen sekolah (MBS) tertulis pada pasal 51, paragraf 1 UU No. 20 Tahun 2003 Sehubungan dengan Sistem Pendidikan Nasional, menjadi "Manajemen unit pendidikan anak usia dini, melakukan pendidikan dasar dan menengah mengacu pada standar layanan minimum, bersama dengan prinsip-prinsip manajemen sekolah / madrasah". Dengan demikian, prinsip Manajemen Sekolah dengan jelas tertulis dalam UU No. 20 Tahun 2003 menjadi prinsip manajemen pendidikan, baik untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah.

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan dasar hukum untuk menerapkan Manajemen Sekolah dan Pendidikan Masyarakat. Ide-ide mengacu pada hasil studi, di dalam dan luar negeri, pada sekolah yang efektif (sekolah yang efektif) yang hanya mungkin jika Manajemen Sekolah dilaksanakan, tampaknya memiliki potensi reformasi lingkungan di bidang bertema pendidikan otonomi pedagogis, untuk mendorong pengenalan MBS di Indonesia.

Manajemen pada intinya ialah pengaturan. Terry dan Franklin mengemukakan, manajemen adalah “sebuah perencanaan, pengaturan, penggerakan, dan pengendalian yang diterapkan pada sebuah proses dan aktivitas untuk menentukan dan memenuhi sasaran hasil yang diwujudkan dengan penggunaan manusia dan sumber daya lainnya”.16

Manajemen sekolah dimulai dengan diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Pada pasal 14, angka 1, huruf (f), menetapkan bahwa administrasi pendidikan adalah suatu dari otoritas pemerintah daerah. Undang-Undang tersebut kemudian dicabut dan digantikan dengan UU No. 23 Tahun 2014

oleh pemerintah daerah. Namun, kedua undang-undang tersebut pada umumnya menentukan bahwa pendidikan adalah domain pemerintah daerah.17

Dalam Undang-Undeng No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, pendidikan dikategorikan menjadi pelayanan dasar yang menjadi urusan pemerintah daerah (pasal 12 huruf a). Dengan demikian konsekuensi logis yang timbul ialah perubahan dalam manajemen pendidikan pada pusat menjadi daerah. Selain itu pada pasal 51 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan mengacu pada standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah atau madrasah”.

Slamet PH berpendapat, “pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang diterapkan dengan otonomis oleh sekolah dari sejumlah input manajemen untuk memperoleh tujuan sekolah dalam bingkai pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah dengan langsung selama proses pengambilan keputusan ialah cerminan manajemen berbasis sekolah”18.

Terkait pembentukan paradigma manajemen pendidikan, pendidikan pada awalnya diatur oleh birokrasi kantor pusat, tetapi hari ini wewenang diberikan kepada manajemen sekolah mengacu pada pada ketegangan internalnya sendiri. Dengan demikian, manajemen sekolah memberikan otonomi yang lebih besar untuk mempromosikan pendidikan di sekolah, melibatkan partisipasi masyarakat atau MBS yang tidak berfokus pada pendidikan menengah.19

Terkait tujuan, mengacu pada Umaedi, administrasi sekolah bertujuan untuk membuat sekolah mandiri dan diberdayakan untuk memberikan wewenang, memberikan tanggung jawab, pekerjaan yang bermakna, menyelesaikan masalah sekolah dalam kerja tim, keragaman diferensiasi tugas, hasil kerja yang dapat diukur, kemampuan untuk mengukur kinerja, memiliki tantangan sendiri, kepercayaan, mendengar, memuji, menghargai ide, tahu mereka adalah bagian dari sekolah, kontrol yang fleksibel, dukungan, komunikasi yang efektif, luar biasa umpan balik, sumber daya yang perlu, komunitas sekolah dapat menjadi makhluk yang bermartabat tinggi.20

Dari uraian diatas dapat disampaikan bahwa "manajemen berbasis sekolah" adalah pengelolaan input-input manajemen atau sumber daya berdasarkan otonomi yang diberikan kepada sekolah untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan.21

Mengacu pada uraian di atas, manajemen sekolah ialah koordinasi dan koordinasi sumber daya yang diterapkan oleh otonomi sekolah dari manajemen sendiri, untuk memperoleh tujuan sekolah, yang melibatkan semua elemen dengan langsung berhubungan dengan sekolah dalam keputusan partisipatif. Dengan demikian otonomi sekolah berdasarkan UU Sisdiknas dapat dijalankan secara desentralisasi dari kewenangan yang diberikan undang-undang. Daerah juga memiliki peran dalam hal ini karena salah satu kewenangannya adalah berkaitan dengan pendidikan (pasal 11 ayat (1) huruf) UU Pemerintahan Daerah).

  • 3.2    Pengaruh Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru Terhadap Manajemen Berbasis Sekolah Berdasarkan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018

Sistem zonasi relatif baru untuk sistem pendidikan Indonesia. Implementasi sistem zonasi didasarkan pada niat pemerintah untuk memberikan kesetaraan pendidikan yang lebih baik dan lebih berkualitas. Aplikasi zonasi sekolah ini tidak memiliki dasar dan telah diterapkan di negara lain selama bertahun-tahun. Misalnya, di Amerika Serikat, Australia, negara-negara Eropa dan bahkan Malaysia.22

Suatu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mendapatkan pendidikan adalah hak yang harus dilindungi, sebagaimana diatur pada pasal 12 UU No. 2. 39 Tahun 1999, tentang hak asasi manusia, yang, dalam rangka memperoleh pendidikan, mendidik dan meningkatkan kualitas hidup untuk menjadi orang yang beriman, kerohanian, tanggung jawab, moralitas, kebahagiaan dan kemakmuran, menurut hak asasi manusia, semua memiliki hak untuk perlindungan bagi pengembangan pribadi.

Di Indonesia sistem pendidikan beberapa kali mengalami perubahan yang diterapkan pemerintah. Suatu sistem terkini ialah sistem zonasi. Sistem zonasi ini menuai polemik lantaran berbagai persoalan kemudian timbul, misalnya keluhan siswa serta orang tua siswa karena tidak dapat memilih dimana tempat terbaik bagi mereka untuk menempuh pendidikan.

Dasar hukum sistem zonasi ialah Permendikbud RI No. 14 Tahun 2018 Tentang “Penerimaan Peserta Didik Baru 2018” yang kemudian disempurnakan dengan Permendikbud RI No. 20 Tahun 2019 Terkait Perubahan Atas Peraturan Mendikbud No. 51 Tahun 2018 Terkait “Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan”.

Aturan Menteri diakui keberadaannya, sejalan pada hierarki UU Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang “Pembentukan Aturan Perundang-undangan”. “Sepanjang diperintahkan oleh Aturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau aturan yang dibentuk mengacu pada kewenangan, jenis aturan ini diakui baik keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat” sebagaimana tertuang pada kententuan pasal 8 Ayat (2). Mengacu pada aturan tersebut maka posisi aturan menteri terletak dibawah undang- undang.

Pada ribuan aturan perundang-udangan di Indonesia, beberapa diantaranya mengalami konflik satu sama lain, yang dikenal menjadi dinamika norma hukum.

Terdapat dua pembedaan dinamika norma hukum yaitu dinamika norma hukum yang vertikal dan dinamika norma hukum yang horizontal. Dalam artikel ini penulis akan membahas berkaitan dengan dinamika norma hukum vertikal, yaitu antara UU Sistem Pendidikan Nasional dan Permendikbud.

Dinamika diferensial hukum vertikal adalah dinamika yang diangkat di atas atau di bawah. Dalam dinamika vertikal ini, noerma hukum berlaku, turunan, dan didasarkan pada standar hukum di atas, dan seterusnya hingga memperoleh standar hukum yang merupakan dasar dari semua praktik hukum yang terkandung di dalamnya. di bawahnya.23

Dalam karya ilmiah ini penulis melakukan kajian hukum (aturan) dimana melihat Aturan Menteri yang diterbitkan adalah produk hukum yang kurang cermat dalam melihat aturan hukum yang telah ada, dalam hal ini ialah mengacu pada UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU Pemerintahan Daerah.

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Terkait Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 51 Ayat (1) berisi “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan mengacu pada standard pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”. Manajemen berbasis sekolah/madrasah ialah “bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan” sesuai bagian penjelasan pada Pasal 51 UU diatas. Jadi UU ini memberikan wewenang kepada sekolah untuk mengelola pendidikannya.

Dalam Permendikbud No. 20 Tahun 2019, pasal 15 Ayat (1) huruf a berisi Pendaftaran Peserta Didik Baru dilaksanakan dari jalur zonasi. Hal ini adalah bagian pada intervensi pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, sehingga dampak hukum yang dapat disumpulkan adalah terjadinya sebuah konflik norma antara Permendikbud dan UU Sisdiknas, pun juga dengan UU Terkait Pemerintahan Daerah. Atau dengan kata lain, dengan pemberlakuan Permendikbud tersebut adalah sebuah pengabaian terhadap hierarki aturan perundang-undangan.

Permendikbud ini seharusnya memperhatikan UU Sisdiknas dan UU Pemerintahan Daerah yang telah dengan tegas mengatur pengelolaan pendidikan. Dengan demikian, hal tersebut akan dapat menciptakan harmonisasi norma antar aturan perundang-undangan. Banyak penelitian tentang zonasi dalam berbagai artikel jurnal ilmiah sebelumnya, namun arah pembahasannya lebih kepada pelaksanaan kebijakan. Penulis dalam hal ini melakukan kajian hukum terhadap Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 dengan mengacu pada ketentuan diatasnya yaitu UU Sisdiknas. Dimana kebijakan zonasi melalui Permendikbud tersebut bertentangan dengan manajemen berbasis sekolah yang diatur dalam UU Sisdiknas.

  • IV.    Kesimpulan

Manajemen berbasis sekolah (MBS) ialah sebuah strategi wajib yang ditetapkan menjadi standard dalam pengembangan keunggulan manajemen sekolah. Pada UU Sisdiknas, manajemen berbasis sekolah adalah kewenangan sekolah dalam mengelola pendidikannya. Hal tersebut juga diperkuat dengan UU Pemerintahan Daerah. Kedua UU tersebut berisi pelaksanaan pendidikan sifatnya desentralisasi, bukan sentralisasi.

Dampak pada pemberlakuan sistem zonasi dalam pembentukannya mengakibatkan konflik norma antara Permendikbud dan UU Sisdiknas, pun juga dengan UU Tentang Pemerintahan Daerah. Atau dengan kata lain, dengan pemberlakuan Permendikbud tersebut adalah sebuah pengabaian terhadap hierarki aturan perundang-undangan.

Prinsip manajemen berbasis sekolah harus lebih dijabarkan dalam ketentuan perundang-undangan, sehingga desentralisasi yang dimaksud tidak dapat di interpretasikan berbeda. Pemerintah daerah sesuai aturan perundang-undangan seharusnya mengedepankan kewenangannya dalam pengelolaan pendidikan di daerah. Permendikbud ini seharusnya memperhatikan UU Sisdiknas dan UU Pemerintahan Daerah yang telah dengan tegas mengatur pengelolaan pendidikan. Dengan demikian, hal tersebut akan dapat menciptakan harmonisasi norma antar aturan perundang-undangan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).

Djamali, R. Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia (RajaGrafindo Persada, 2003).

Ibrahim, Johnny. Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia

Publishing, 2006).

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009).

Musfah, Jejen. Manajemen Pendidikan Teori, Kebijakan, dan Praktik. (Kencana, 2015).

Maria Farida Indrati S. Ilmu Perundang-Undangan (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan)

(Yogyakarta: PT Kanisius, 2007).

Mulyasa, Enco. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2004).

Jurnal Ilmiah

Asran Ufandi, 7 Inovasi Pendidikan Indonesia di Era Digital, 2016, URL: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/04/12/7-inovasi-pendidikan-indonesia-di-era-digital

Hakim, L. “Pemerataan akses pendidikan bagi rakyat sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional”. EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(1)(2016)

Hidayat, Novendra. "Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Pendidikan (Studi Pada Jenjang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kota Sawahlunto)." Society 4, No. 1 (2016)

Marbun.H.E.B.”Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Untuk Golongan Keluarga Miskin (GAKIN) Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Balikpapan”, pp. 255-262. 2020. (2014).

Perdana, Novrian Satria. "Implementasi PPDB Zonasi Dalam Upaya Pemerataan Akses Dan Mutu Pendidikan." Jurnal Pendidikan Glasser 3, No. 1 (2019)

Pratiwi, S. N. “Manajemen Berbasis Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Sekolah,”

EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu Sosial 2, No, 1 (2006).

Pasaribu, Asbin. "Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional di Madrasah." EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ilmu Sosial 3, No. 1 (2017).

Ramadhan, Aditya, “Pembenahan Sekolah Melalui Ppdb Sistem Zonasi”, JurnalAsia.com. (2017)

Ristina Yudhanti, “Kebijakan Hukum Pemenuhan Hak Konstitusional Warga atas Pendidikan Dasar” dalam Jurnal Pandecta, Vol. 7 No.1, Universitas Negeri Semarang, (2012)

Sri Nurabdiah P, “Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan, Jurnal Edutech Universitas Pendidikan Indonesia 2, No, 1 (2016).

Zaenuri, Ahmad. “Kesiapan Smp Negeri 1 Petarukan Kabupaten Pemalang Dalam Melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah.” PhD diss Universitas Negeri Semarang, (2007).

Sabil, H. “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMPN 11 Kota Jambi.” Sainmatika: Jurnal Sains dan Matematika Universitas Jambi 8, No. 1 (2014).

Tri Mulyani, Dewi Tuti Muryati. “Analisis Yuridis Mengenai Sistem Zonasi Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru” Jurnal USM Law Review 3, No. 1 (2020).

Internet

Asran Ufandi, 2016, 7 Inovasi Pendidikan Indonesia di Era Digital, URL: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/04/12/7-inovasi-pendidikan-indonesia-di-era-digital, diakses pada 19 Oktober 2019.

Liputan 6, “Selain Indonesia, 3 Negara Ini Juga Terapkan Sistem Zonasi Sekolah”, URL: https://www.liputan6.com/global/read/3995066/selain-indonesia-3-negara-ini-juga-terapkan-sistem-zonasi-sekolah, Diakses pada 29 Juli 2020.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165).

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).

Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2019 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Dan Sekolah Menengah Kejuruan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1591)

Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No. 5 Tahun 2020, hlm. 1-11

11