PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG DALAM PERKAWINAN CAMPURAN ATAS KEPEMILIKAN TANAH

Oleh:

Josia Sedana Putra*

Anak Agung Sri Indrawati***

Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Dalam proses kehidupan manusia akan mengalami perkawinan di dalam hidupnya, proses terjadinya perkawinan di Indonesia akan melibatkan dan memasukkan unsur-unsur adat, berjalannya proses perkawinan juga tidak luput dari aturan yang harus ditaati. Selain perkawinan biasa, ada juga dikenal dengan perkawinan campuran yang dimana dilakukan oleh dua orang yang berbeda kewarganegaraan. Akibat dari adanya perkawinan campuran adalah pembagian harta benda di dalam perkawinan, seperti kepemilikan atas tanah, yang diketahui bahwa seorang Warga Negara Asing tidak dapat mempunyai hak milik. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, dengan melakukan pendekatan kepada undang-undang dan fakta yang terjadi di lapangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana status hukum atas tanah hak milik bersama yang diperoleh setelah perkawinan berlangsung dalam perkawinan campuran, dan juga untuk mencari tahu upaya hukum yang dapat dilakukan atas tanah hak milik bersama dengan dibuatnya perjanjian perkawinan setelah berlangsungnya perkawinan dalam perkawinan campuran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tanah hak milik setelah perkawinan berlangsung dalam perkawinan campuran adalah termasuk harta bersama jika antara suami-istri tidak terikat di dalam perjanjian

kawin atas kepemilikan atas tanah bisa diatas namakan anak-anak yang terlahir dari perkawinan yang telah menjadi Warga Negara Indonesia, namun jika diatasnamakan istri bisa saja tetapi pada waktu pembagian waris hak atas kepemilikan tanah tersebut tetap menjadi harta bersama yang bisa dijual dan diuangkan untuk pembagian kepada suami. Serta upaya hukum yang dapat dilakukan atas tanah hak milik bersama dengan dibuatnya perjanjian perkawinan setelah berlangsungnya perkawinan dalam perkawinan campuran maka tanah hak milik tersebut akan diberikan kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut, dan apabila anak-anak tersebut masih dibawah umur maka yang wajib menegakkan hak yakni para suami istri dengan membuat suatu pernyataan yang keabsahannya di legalisasi oleh Notaris, bahwa terhadap harta benda atas tanah hak milik yang diperoleh dari harta bersama dikemudian akan diatasnamakan anak-anak mereka yang berstatus Warga Negara Indonesia dan menyebutkan dengan jelas identitas anak mereka yang akan menjadi atas nama dari tanah hak milik tersebut, dan upaya yang kedua dapat dilakukan dengan cara penurunan hak atas tanah dari status Hak Milik menjadi Hak Pakai yang dapat dikuasi oleh orang asing selama jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun dan bisa di perpanjang selama 20 (dua pulu) tahun yang berdasarkan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.

Kata kunci: Kawin Campuran, Status Hak Milik, Perkawinan.

ABSTRACT

In the process of human life will experience marriage in his life, the process of marriage in Indonesia will involve and incorporate traditional elements, the running of the marriage process also does not escape the rules that must be obeyed. Apart from ordinary marriages, there are also known as mixed marriages which are carried out by two people of different nationalities. The result of a mixed marriage is the distribution of assets in the marriage, such as ownership of land, which is known that a foreigner cannot have ownership rights. The research method used is empirical legal research, by approaching laws and facts that occur in the field. The purpose of this study is to find out how the legal status of common property rights obtained after marriage takes place in mixed marriages, and also to find out legal remedies that can be done on jointly owned land by making marriage agreements after marriage

in a mixed marriage takes place. Based on the results of research conducted on land ownership after marriage took place in a mixed marriage is included joint property if between husband and wife are not bound in a marriage agreement on ownership of land can be on behalf of children born of marriages that have become Indonesian citizens, but if in the name of the wife, it is possible, but at the time of the distribution of inheritance, the right to ownership of the land remains a joint asset that can be sold and cashed for distribution to the husband. As well as legal remedies that can be carried out on jointly owned land with a marriage agreement made after the marriage takes place in a mixed marriage, the ownership of the land will be given to children born from the marriage, and if the children are under age then it is mandatory enforce the rights of the husband and wife by making a statement which is legalized by the Notary, that the assets on the land acquired from joint property will be in the name of their children who are Indonesian citizens and clearly state the identity of their child who will become on behalf of the land, and the second attempt can be made by reducing land rights from the status of ownership rights to use rights which can be controlled by foreigners for a period of 25 (twenty-five) years and can be extended for 20 ( two years) based on Article 45 of Government Regulation Number 40 of 1996 concerning land use rights, land use rights and land use rights.

Keywords: Mixed Marriage, Ownership Status, Marriage.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Proses terjadinya perkawinan adalah melibatkan dan memasukkan unsur – unsur adat seperti nilai – nilai luhur yang telah trekandung di dalam adat-adat calon mempelai yang didasarkan atas nilai – nilai sakral hal ini terkait untuk mencapai tujuan pernikahan yakni terbentuknya keluarga yang bahagia dan kekal abadi.1

Apabila telah terjadinya perkawinan secara tidak langsung telah lahirnya ikatan  antara kerabat calon mempelai dan

mewujudkan ikatan tersebut agar menjadi rukun serta damai, sekaligus mempersatukan keluarga untuk hidup secara tertib, dan sebagai jalan untuk melahirkan generasi penerus keluarga.2

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (selanjutnya akan ditulis UU Perkawinan), Pasal 1 dijelaskan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Maka dari itu, diaturnya perkawinan ke dalam undang-undang mendapatkan perhatian bahwa perkawinan akan dianggap sah apabila dilaksanakan di hadapan pejabat yang berwenang.3 Apabila telah terjadinya perkawinan secara tidak langsung telah lahirnya ikatan antara kerabat calon mempelai dan mewujudkan ikatan tersebut agar menjadi rukun serta damai, sekaligus mempersatukan keluarga untuk hidup secara tertib, dan sebagai jalan untuk melahirkan generasi penerus keluarga.4

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan pariwisata dan budaya, hal ini menyebabkan mudahnya akses keluar masuknya Warga Negara Asing, serta banyaknya pengusaha lokal yang terlahir di Indonesia bertemu dengan Warga Negara Asing sebagai teman bisnis. Keadaan ini juga menjadi salah satu faktor terjadinya ikatan kawin campuran antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing. Berdasarkan pada Pasal 57 UU Perkawinan, mengenai kawin campuran adalah diartikan sebagai terjadinya ikatan perkawinan antara dua orang

yang berbeda warga negara (Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing). 5

Berdasarkan pengertian kawin campuran menurut Pasal 57 UU Perkawinan, ditemukanlah beberapa unsur yang terkandung di dalamnya:

  • 1.    terjadinya ikatan kawin yaitu antara manusia dengan lawan jenisnya;

  • 2.    adanya kepatuhan untuk aturan hukum yang berlainan di Indonesia;

  • 3.    sebabnya adalah status warga negara yang berbeda; dan

  • 4.    calon suami dan istri salah satunya adalah Warga Negara Indonesia.

Apabila keempat unsur diatas telah berjalan dan terjadi suatu perkawinan, maka timbullah suatu akibat hukum yang akan dihadapi oleh para pihak yang melangsungkan ikatan kawin. Akibat hukum tersebut adalah khususnya dalam segi harta kekayaan di suatu rumah tangga, harta kekayaan yang dimaksud adalah harta yang didapati oleh suami dan istri selama berlangsung ikatan kawin dan harta tersebut akan menjadi milik bersama.6

Permasalahan yang sering terjadi di dalam kawin campuran adalah permasalahan pembelian tanah. Terjadinya ikatan kawin campuran antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing tidak memungkinkan untuk Warga Negara Asing memiliki hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha dan hak guna

bangunan di Indonesia. Keadaan ini mengingatkan pada bunyi Pasal 35 UU Perkawinan yakni berkenaan dengan harta benda yang didapat saat berlangsungnya ikatan kawin adalah menjadi harta kekayaan bersama, yang menyebabkan adanya percampuran harta yang didapat selama berlangsungnya ikatan kawin dan yang berstatus Warga Negara Asing akan ikut serta dalam kepemilikan harta bersama tersebut. 7

Namun berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA yang telah menyatakan bahwa Warga Negara Asing tidak diperbolehkan menguasai hak milik atas tanah, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Apabila telah terjadi ikatan kawin campuran Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing, pada dasarnya Warga Negara Indonesia tidak diperbolehkan mempunyai hak milik atas tanah karena harta tersebut akan menjadi dan masuk ke dalam harta bersama dengan Warga Negara Asing, kecuali adanya perjanjian pra kawin dan perjanjian paska kawin yang dilakukan suami dan istri di hadapan pejabat yang berwenang.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

“Sebagaimana latar belakang tersebut, dirumuskan masalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah status hukum atas tanah hak milik bersama dalam perkawinan campuran setelah dibuatnya perjanjian perkawinan?

  • 2.    Upaya hukum apakah yang dapat dilakukan atas tanah hak milik bersama dengan dibuatnya perjanjian perkawinan

setelah berlangsungnya perkawinan dalam perkawinan campuran?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

“Tujuan dari penulisan jurnal ilmah ini tidak lain untuk mengetahui bagaimana status hukum atas tanah hak milik bersama dalam perkawinan campuran dan upaya hukum yang dapat dilakukan atas tanah hak milik bersama dengan dibuatnya perjanjian perkawinan setelah berlangsungnya perkawinan dalam perkawinan campuran.

  • II.   ISI MAKALAH

    • 2.1  Metode Penulisan

“Metode penulisan yang digunakan adalah metode penelitian empiris, yaitu pendekatan yang melihat kondisi hukum dilapangan di lingkungan masyarakat.8 Dalam hal ini penulis mempelajari permasalahan dan menggunakan bahan hukum berupa buku maupun peraturan perundang-undangan untuk mengkaji permasalahan tersebut.” 2.2 Hasil dan Pembahasan

  • 2.2.1    Status Hukum Atas Tanah Hak Milik Bersama dalam Perkawinan Campuran Setelah Dibuatnya Perjanjian Perkawinan

Perjanjian Kawin setelah berlangsungnya perkawinan dibuat agar dapat mengelola serta mengatur kekayaan dan harta yang diperoleh setelah terjadinya perkawinan, apabila terdapat kekayaan suami dan istri yang berbeda atau tidak sama. Maka berhubungan dengan hal tersebut perjanjian kawin erat

hubungannya dengan harta yang diperoleh sepanjang perkawinan.9

Di dalam UU Perkawinan, perkawinan campuran adalah perkawinan yang dilaksanakan oleh dua orang yang berbeda keyakinan dan berbeda adat dan kewarganegaraan dan dengan aturan hukum yang berbeda, seperti dapat disebutkan contohnya salah satu calon mempelai adalah yang berkewarganegaraan Indonesia dan satunya berkewarganegaraan asing.10

Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria selanjutnya ditulis UUPA telah mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang telah sesuai dengan hukum tanah nasional dan siapa sajakah yang menjadi subjek hukum dan yang berhak mempunyai hak atas tanah di negara Indonesia. Pada dasarnya hak milik atas tanah di Indonesia hanya bisa dikuasai oleh Warga Negara Indonesia saja beserta badan hukum yang disahkan oleh pemerintah, aolasan ini adalah bukti kepemilikan atas tanah berupa sertifikat hak milik dapat diturun wariskan. 11

Ada hak milik di Indonesia, ada juga hak guna bangunan dan hak guna usaha yang diatur kepemilikannya dapat dikuasai oleh Warga Negara Indonesia bersama badan hukum yang telah berdiri sesuai hukum Indonesia. Yang dapat dikuasai oleh Warga Negara Asing yang diatur hanyalah hak pakai dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.12

Apabila terjadi perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing dan dalam berlangsungnya

perkawinan telah membeli properti berupa tanah maka hak milik atas tanah tersebut akan dimiliki oleh Warga Negara Indonesia yang sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (3) yang terkandung dalam Undang-Undang Pokok Agraria.13

Mengenai status hukum terhadap sertifikat Hak Milik dalam perkawinan campuran (Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing) pada saat di dalam perkawinan berlangsung adalah menjadi status hukum harta bersama dan apabila telah dilakukan atau dibuat perjanjian perkawinan status hukum tanah hak milik adalah menjadi hak Warga Negara Indonesia.14

Berdasarkan uraian diatas, status hukum terhadap tanah hak milik setelah perkawinan berlangsung dalam perkawinan campuran adalah termasuk harta bersama jika antara suami-istri tidak terikat di dalam perjanjian kawin atas kepemilikan atas tanah bisa diatas namakan anak-anak yang terlahir dari perkawinan yang telah menjadi Warga Negara Indonesia, namun jika diatas namakan istri bisa saja tetapi pada waktu pembagian waris hak atas kepemilikan tanah tersebut tetap menjadi harta bersama yang bisa dijual dan diuangkan untuk pembagian kepada suami. Berikut status hukum terhadap tanah hak milik setelah perkawinan dalam perkawinan campuran menjadi hak milik Warga Negara Indonesia apabila diantara suami dan istri terikat di dalam perjanjian perkawinan.15

  • 2.2.2    Upaya Hukum yang dilakukan Atas Tanah Hak Milik Bersama dengan dibuatnya Perjanjian Perkawinan setelah berlangsungnya Perkawinan dalam Perkawinan Campuran

“Dalam hukum perkawinan ketentuan-ketentuan yang mengatur sangatlah bersifat memaksa yang dimana pasal-pasal yang diatur tidak mungkin dapat dikesampingkan oleh para pihak. Meskipun syarat dan ketentuan tersebut bersifat memaksa, dalam UU Perkawinan masih terdapat pasal yang lebih bersifat mengatur harta di dalam perkawinan yang dibuktikan dengan hadirnya aturan yang mendasari dibuatnya perjanjian kawin yang sebagaimana dapat dijumpai dalam Pasal 29 UU Perkawinan serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.16

Pemisahan harta yang dilakukan oleh para pihak adalah mengenai harta yang diperoleh sebelum adanya perkawinan dan menjadi harta bawaan, dan harta yang diperoleh sesudah perkawinan atau selama perkawinan berlangsung adalah harta bersama.17

Perjanjian perkawinan yang dibuat setelah berlangsungnya perkawinan oleh Warga Negara Indonesia dengan seorang Warga Negara Asing bukanlah sesuatu hal yang aneh untuk dibicarakan, karena terdapat beberapa alasan mengapa diperbolehkan membuat perjanjian perkawinan setelah perkawinan berlangsung, antara lain:18

  • 1.    Adanya kealpaan tentang ketidaktahuan akan dalam Undang-Undang Perkawinan ada ketentuan yang mengatur ada Perjanjian Kawin sebelum perkawinan.

  • 2.    Kemungkinan adanya resiko dari harta bersama, para pihak sangat memikirkan resiko harta bersama mereka terkait dengan pekerjaan para pihak yang memiliki konsekuensi dan tanggung jawab pada harta pribadi.

  • 3.    Keinginan untuk tetap dapat memiliki hak atas tanah, Undang-Undang Pokok Agraria dalam aturan pelaksanaanya menyatakan bahwa hanya Warga Negara Indonesia yang bisa memiliki sertifikat hak milik atas tanah.

Status kepemilikan hak milik atas tanah hanya diberikan oleh orang perorangan dengan status Warga Negara Indonesia berikut badan-badan hukum tertentu yang berdasarkan ketetapan pemerintah. Disamping itu, selain hak milik terdapat juga Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha yang juga hanya dapat dikuasi oleh orang perorangan dengan status Warga Negara Indonesia dan badan-badan hukum yang telah didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Terdapat juga Hak Pakai yang hanya akan diberikan kepada orang asing dan badan-badan hukum asing yang telah memiliki perwakilan di Indonesia.19 Jadi, dalam pembuatan perjanjian perkawinan terkait dengan harta bersama dalam perkawinan campuran adalah harta-harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung menjadi harta bersama, terkecuali

terdapat harta benda seperti sertifikat hak milik (kepemilikan atas tanah) hanyalah dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia.20

“Berdasarkan hasil wawancara dengan Notaris Bapak Jefriey Firmanyo Soegianto, penurunan hak atas tanah tersebut adalah dari status Hak Milik menjadi Hak Pakai yang dapat dikuasi oleh orang asing selama jangka waktu yang ditentukan berdasarkan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, yang dimiliki oleh Warga Negara Asing hanyalah berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun dan bisa diperpanjang selama 20 (dua puluh tahun) lagi.

  • III. PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

  • 1.    Status hukum atas tanah hak milik bersama dalam

perkawinan campuran setelah dibuatnya perjanjian perkawinan adalah menjadi milik pihak Warga Negara

Indonesia, dengan kepemilikan hak atas tanah bisa diatas namakan kepada anak-anak yang telah dewasa dan telah dikatakan cakap dalam melakukan perbuatan hukum serta telah berkewarganegaraan Warga Negara Indonesia.

  • 2.    Tanah hak milik yang diperoleh setelah perkawinan berlangsung diberikan kepada anak-anak mereka yang terlahir dan berstatus Warga Negara Indonesia, bisa juga status Hak Milik atas tanah tersebut diturunkan haknya

menjadi Hak Pakai yang pengurusannya akan diurus oleh Badan Pertanahan Nasional. Namun, status Hak Pakai tersebut yang dimiliki oleh Warga Negara Asing hanyalah berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun dan bisa diperpanjang selama 20 (dua puluh tahun) lagi.

  • 3.2    Saran

“Berdasarkan uraian kesimpulan diatas, maka diberikan saran sebagai berikut:

  • 1.    Bagi masyarakat yang berbeda kewarganegaraan dan ingin melangsungkan perkawinan, sebelum terjadinya perkawinan campuran maka sebaiknya membuat perjanjian kawin, yang dimana akan dilakukan pemisahan harta terlebih dahulu untuk harta yang dibawa sebelum kawin dan untuk harta yang akan diperoleh setelah perkawinan.

  • 2.    Apabila tanah tersebut dibeli oleh Warga Negara Asing, maka status tanahnya diturunkan menjadi Hak Pakai atau tetap menjadi hak milik namun dikemudian hari diwariskan atau dihibahkan kepada anak-anak yang terlahir di dalam perkawinan yang telah dewasa dan cakap dalam melakukan perbuatan hukum yang berstatus Warga Negara Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, H. Zainuddin, 2016, Metode Penelitan Hukum, Cetakan

Ketujuh, Sinar Grafika, Jakarta.

Anshary, 2016, Harta Bersama Perkawinan dan Permasalahannya, Sumber Sari Indah, Bandung.

Dahwal, Sirman, 2016, Perbandingan Hukum Perkawinan, Mandar Maju, Bandung.

Damanhuri, 2012, Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Mandar Maju, Bandung.

Darmabrata, Wahyono, 2004, Hukum Perkawinan dan Keluarga, Cetakan ke 2, Fakultas Hukum Univeersitas Indonesia, Jakarta.

Dewi Judiasih, Sonny, 2015, Harta Benda Perkawinan, PT. Refika Aditama, Bandung.

Harahap, Yahya, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni, Bandung.

Hartanto, Andy, 2017, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan, Laksbang PRESSindo, Yogyakarta.

Isnaeni, Moch., 2016, Hukum Perkawinan Indonesia, PT. Refika Aditama, Surabaya.

Sdiyat, Imam, 1981, Hukum Adat: Sketsa Asas,  Liberty,

Yogyakarta.

Wantjik, K., 1996, Hukum Perkawinan Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta.

Jurnal

Putu Rahajeng Pebriana, 2018, “Fungsi Perjanjian Perkawinan Terhadap Status Kepemilikan Harta Pada Perkawinan Campuran”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

Eddy Nyoman Winarta, 2017, “Hak Pakai Atas Rumah Hunian Warga Negara Asing Dalam Perkawinan Campuran Tanpa Perjanjian Kawin”, Jurnal

Rahmat Fauzi, 2018, “Perkawinan Campuran Dan Dampak Terhadap Kewarganegaraan Dan Status Anak Menurut Undang-Undang Di Indonesia”

Gede Ode Angga Pratama, 2018, “Pengaturan Perolehan Hak Milik Atas Tanah Dalam Perkawinan Campuran”

Laurensius Arliman S, 2019, “Peran Lembaga Catatan Sipil Terhadap Perkawinan Campuran Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan”

Indah Jacinda, 2018, “Penguasaan Tanah Di Indonesia Oleh Warga Negara Asing Melalui Perkawinan Campuran Dalam Falsafah Hukum”

M. Nur Kholis Al Amin, 2016, “Perkawinan Campuran Dalam Kajian Perkembangan Hukum: Antara Perkawinan Beda

Agama Dan Perkawinan Beda Kewarganegaraan Di Indonesia”

Agus Teresna Witaskara, 2017, “Pelaksanaan Perceraian Dalam Perkawinan Campuran (Studi Kasus Perceraian Di Pengadilan Negeri Singaraja)”

Inggit Savana Putri, 2019, Analisis Yuridis Status Kedudukan Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Campuran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia”

Winda Pebrianti, 2013, “Tinjauan Hukum Atas Hak Dan Status Kewarganegaraan Perempuan Dalam Memperoleh Status Kewarganegaraan Indonesia Karena Perkawinan Campur”

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.

15