IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN

BANGLI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENATAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

Oleh:

I Gede Handara Ratrya Pratama* Putu Gede Arya Sumerthayasa** Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak:

Artikel ini dilatarbelakangi oleh permasalahan hukum Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern. Tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk mengetahui implementasi Pasal 13 Perda Bangli 1/2016, serta untuk mengetahui faktor penghambat dalam implementasi Pasal 13 Perda Bangli 1/2016. Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian hukum empiris. Implementasi Pasal 13 ayat (1) Perda Bangli 1/2016 masih kurang karena masih terdapat 2 (dua) toko modern yang menyalahi ketentuan jarak antara toko modern dengan pasar tradisional, yang dimana hal tesebut bertentangan dengan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, yang menyatakan bahwa: “Jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dengan Pasar Tradisional paling sedikit 500 m (lima ratus meter”. Faktor penghambat dalam implementasi Pasal 13 ayat (1) Perda Bangli 1/2016 yakni: prosedur penindakan pelanggaran toko modern yang terkesan berbelit-belit serta kesadaran hukum para pelaku usaha tidak menggubris apa yang terdapat pada Pasal 13 ayat (1) Perda Bangli 1/2016.

Kata Kunci: Pasar Tradisional, Toko Modern, Kabupaten Bangli.

Abstract:

This article is motivated by legal issues in the Implementation of Bangli Regency Regulation No. 1 of 2016 concerning Protection and Structuring of Traditional Markets, Shopping Centers and Modern Stores. The purpose of writing this article is to find out the implementation of Article 13 of Regional Regulation Bangli 1/2016,

and to find out the inhibiting factors in the implementation of Article 13 of Regional Regulation Bangli 1/2016. The type of research the author uses is empirical legal research. Implementation of Article 13 paragraph (1) of Bangli Regional Regulation 1/2016 is still lacking because there are still 2 (two) modern shops that violate the provisions of the distance between modern shops and traditional markets, which is contrary to Article 13 paragraph (1) of Regional Regulations in Bangli Regency Number 1 of 2016 concerning Protection and Structuring of Traditional Markets, which states that: "The distance between Shopping Centers and Modern Stores with Traditional Markets is at least 500 m (five hundred meters). The inhibiting factor in the implementation of Article 13 paragraph (1) of Bangli Regional Regulation 1 / 2016 namely: procedures for

enforcement of violations of modern shops that seem convoluted as well as legal awareness of business actors do not heed what is in Article 13 paragraph (1) of Regional Regulation Bangli 1/2016.

Keywords:  Traditional Market, Modern Stores, Bangli

Regency.

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Di Provinsi Bali, Khususnya di Kabupaten Bangli, juga terdapat Peraturan Daerah yang mengatur mengenai pasar tradisional dan toko modern, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern (Perda 1/2016).

Pada Pasal 13 ayat (1) Perda 1/2016 tersebut, disebutkan bahwa

  • “ Jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dengan

Pasar Tradisional paling sedikit 500 m (lima ratus meter).”

Dilihat dari pengaturan diatas, terlihat bahwa “Jarak antara

Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dengan Pasar Tradisional paling sedikit 500 m (lima ratus meter), artinya kurang dari itu, merupakan suatu pelanggaran dan harus ditindak oleh pemerintah daerah setempat.”

Walaupun pengaturan mengenai Jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dengan Pasar Tradisional sudah ada, namun sepanjang sepenglihatan penulis, masih terdapat Toko Modern yang berdekatan dengan Pasar Tradisional, yaitu jaraknya kurang dari 500 m (lima ratus meter). Hal tersebut tentu menandakan adanya kesenjangan antara das sollen (peraturan) dengan das sein (pelaksanaan). Memperhatikan regulasi atau kebijakan sebagaimana dikemukakan diatas, pada dasarnya mempunyai filosofi agar keberadaan pasar-pasar modern tidak menjadi ancaman bagi keberadaan pasarpasar tradisional.

Penataan ruang sangat berkaitan dengan perizinan, Pasal 163 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang disebutkan bahwa: “izin pemanfaatan dapat berupa izin prinsip, izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin lain berdasarkan ketentuan perundang-undangan”. Izin prinsip dan izin lokasi diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Izin penggunaan pemanfaatan tanah diberikan berdasarkan izin lokasi. Sedangkan izin mendirikan bangunan diberikan berdasarkan rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi. Perizinan merupakan sebuah proses, dimana diakhiri dengan keputusan dari pejabat yang berwenang menerbitkan izin, sehingga hal mendasar dari izin adalah berupa keputusan publik yang diterbitkan oleh Negara dalam hal ini pemerintah yang mendapatkan pelimpahan dari undang-undang.1

Penegakan hukum administrasi menurut ten Berge sebagaimana dikutip Philipus M. Hadjon dapat dilakukan dengan dua instrumen, yaitu pengawasan dan penegakan saksi.2 Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksa kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah refresif untuk memaksakan kepatuhan. Menurut Philipus M. Hadjon, “Maksud pengenaan sanksi sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan adalah sanksi administratif. Adapun bentuk sanksi administratif yang dikenakan dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi ruang, dan/atau denda administratif.”3

Peranan tata ruang pada hakikatnya dimaksudkan untuk mencapai pemanfaatan sumber daya optimal dengan sedapat mungkin menghindari konflik pemanfaatan sumber daya, mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup serta meningkatkan keselarasan.4 Di antara instrumen-instrumen pengendalian pemanfaatan ruang tersebut sesungguhnya yang paling memiliki peran signifikan adalah perizinan, karena perizinan memiliki fungsi preventif atau pencegahan terhadap terjadinya masalah tata ruang atau lingkungan. Perizinan ini merupakan instrumen paling ampuh untuk mengarahkan penataan ruang yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Izin yang diberikan harus memenuhi segala sesuatu yang

dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, dan di dalam syarat itulah sesungguhnya sasaran dan tujuan pemberian izin tersebut disandarkan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada akhirnya yang menjadi ujung tombak pencapaian penataan ruang adalah instrumen izin pemanfaatan ruang.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik dan ingin meneliti lebih lanjut mengenai indikasi kesenjangan yang terjadi antara das sollen dengan das sein. Kata das sein dan das sollen, keduanya diambil dari bahasa Jerman. Das sein berarti keadaan yang sebenarnya (realitas) sedangkan das sollen berarti apa yang dicita-citakan, apa yang diharapkan.5 Terkait permasalahan tersebut, penulis tertarik menulis dalam bentuk artikel yang berjudul “Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern.”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang penulis angkat pada penulisan artikel ini antara lain sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana Pengaturan dan penerapan peraturan daerah kabupaten bangli nomor    1    tahun 2016 tentang

perlindungan dan penataan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern?

  • 2.    Apakah yang menjadi faktor yang mempengaruhi implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

  • 1.    Untuk mengetahui implementasi pasal 13 Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor   1   Tahun 2016 Tentang

Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern.

  • 2.    Untuk mengetahui faktor penghambat dalam implementasi pasal 13 Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern.

  • II.    ISI MALAKAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian hukum empiris. Jenis penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini merupakan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris menjelaskan fenomena hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat.6 Dalam arti bahwa penelitian hukum ini menggunakan pendekatan dari aspek empiris yang bertumpu pada sifat hukum yang nyata/sesuai dengan kenyataan hidup dalam masyarakat.

  • 2.2.    Hasil Dan Pembahasan

    • 2.2.1.    Pengaturan Dan Penerapan Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern

Implementasi kebijakan publik adalah proses mewujudkan kebijakan publik dari kebijakan yang bersifat abstrak (tertuang

dalam suatu ketentuan atau peraturan perundangan) ke dalam bentuk yang lebih konkrit yaitu berupa tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sehingga memperoleh hasil atau dampak yang diharapkan.

Implementasi kebijakan publik pada dasarnya bukanlah proses yang sederhana, akan tetapi merupakan proses yang cukup rumit dan sulit. Eugene Bardach seorang ahli studi kebijakan menggambarkan kesulitan dalam proses implementasi kebijakan dengan pendapatnya sebagai berikut :7

“ …adalah cukup untuk membuat sebuah program dan

kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan

slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya, dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien.”

Dalam implementasi kebijakan publik meski telah melalui tahap rekomendasi yang merupakan prosedur yang relatif kompleks, tidak selalu menjamin kebijakan tersebut dapat berhasil dalam penerapannya. Terbitnya kebijakan publik dilandasi kebutuhan untuk penyelesaian masalah yang terjadi di masyarakat. Kebijakan publik ditetapkan oleh para pihak (stakeholders), terutama pemerintah yang diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Makna dari pelaksanaan kebijakan publik merupakan suatu hubungan yang memungkinkan pencapaian tujuan-tujuan atau sasaran sebagai hasil akhir dari kegiatan yang dilakukan pemerintah. Kekurangan atau kesalahan kebijakan publik akan dapat diketahui setelah

kebijakan publik tersebut dilaksanakan, keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan sebagai hasil evaluasi atas pelaksanaan suatu kebijakan.8

Terkait dengan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern, maka kita sebelumnya kita harus mengetahui jumlah pasar tradisional dan toko modern yang ada di Kabupaten Bangli. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Dinas Perijinan Kabupaten Bangli (15 Juni 2019), di Kabupaten Bangli, terdapat 4 (empat) Pasar Tradisional di 4 (empat) Kecamatan yang berbeda, antara lain sebagai berikut:

Jumlah Pasar Tradisional Di Kabupaten Bangli9

No

Nama Pasar

Kecamatan

1.

Pasar Kidul Bangli

Bangli

2.

Pasar Kayuambua

Susut

3.

Pasar Singamandawa

Kintamani

4.

Pasar Yangapi

Tembuku

Untuk Pasar Modern di Kabupaten Bangli, menurut hasil penelitian dan data yang penulis dapatkan dari Dinas Perijinan Kabupaten Bangli (15 Juni 2019), antara lain sebagai berikut:

Jumlah Toko Modern Di Kabupaten Bangli10

No

Kecamatan

Jumlah

1.

Kecamatan Bangli

10 Toko

2.

Kecamatan Susut

1 Toko

3.

Kecamatan Kintamani

5 Toko

4.

Kecamatan Tembuku

0 Toko

8 Ramdhani, A., & Ramdhani, M. A. (2017). Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan        Publik. Jurnal        Publik, 11(1),         1-12.        URL:

http://digilib.uinsgd.ac.id/5116/

9 Data diolah dari hasil penelitian penulis pada Dinas Perijinan

Kabupaten Bangli, 15 Juni 2019.

10 Data diolah dari hasil penelitian penulis pada Dinas Perijinan

Kabupaten Bangli, 15 Juni 2019.

Total

16 Toko

Berdasarkan data jumlah pasar tradisional dan toko modern yang penulis dapatkan dari hasil penelitian diatas, dapat dilihat bahwa perbandingan jumlah toko modern jauh lebih banyak dibandingkan dengan pasar tradisonal di kabupaten Bangli.

Pasal 13 ayat (1) Perda 1/2016, harus dilihat terlebih dahulu bunyi dari ketentuan pasal tersebut, yakni:

“ Jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dengan Pasar Tradisional paling sedikit 500 m (lima ratus meter).” Dilihat dari pengaturan diatas, terlihat bahwa Jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dengan Pasar Tradisional paling sedikit 500 m (lima ratus meter), artinya kurang dari itu, merupakan suatu pelanggaran dan harus ditindak oleh pemerintah daerah setempat.

Berdasarkan hasil penelitian penulis langsung di lapangan (20 Juni 2019), dari keempat pasar tradisional yang terdapat di Kabupaten Bangli, terdapat 2 (dua) toko modern yang berdekatan dengan tradisional yakni toko modern yang terletak didekat pasar kayuamba dan juga toko modern yang terletak didekat pasar singamandawa.

1. Jarak antara Toko Modern dan yang terletak didekat pasar kayuambua, kecamatan Susut yakni 70 meter, adapun hasil pengamatan penulis dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1.

Jarak PASAR KAYUAMBA dengan Toko Modern11

2. Jarak antara Toko Modern dan yang terletak didekat pasar

singamandawa, kecamatan kintamani yakni 20 meter, adapun hasil pengamatan penulis dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.2.

Jarak PASAR SINGAMANDAWA dengan Toko Modern12

Berdasarkan sebagaimana dari kedua gambar diatas, keberadaan toko modern di yang terdapat di kecamatan kintamani dan juga kecamatan susut pada saat ini meruakan suatu hal yang harus disikapi. Implementasi pengaturan yang berkaitan dengan kebijakan Penataan toko modern dengan pasar tradisional di Kabupaten Bangli khusunya di Kecamatan Kintamani dan

Kecamatan Susut tidak sesuai dengan regulasi atau peraturan perundang-undangan yang ada. Pasal 13 ayat (1) Perda 1/2016, menyatakan bahwa “Jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dengan Pasar Tradisional paling sedikit 500 m (lima ratus meter), sehingga jarak pendirian toko modern di kedua kecamatan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.”

  • 2.2.2.    Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Peraturan

Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern

Menurut Soerjono Soekanto, “Penegakan hukum sebagai suatu proses yang pada hakikatnya merupakan penerapan direksi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum akan tetapi mempunyai unsur–unsur penilaian pribadi (Wayne La–Favre). Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai–nilai yang terjabarkan di dalam kaidah–kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, melahirkan dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.”13

Berbicara mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, tentu hal tersebut selalu terkait dengan efektifitas hukum. Efektifitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukumnya dapat dikatakan efektif jika terdapat kelompok hukum positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam membimbing atau merubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku hukum. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak

pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.

  • 1.    faktor hukumnya sendiri;

  • 2.    faktor penegak hukum;

  • 3.    faktor sarana atau fasilitas;

  • 4.    faktor masyarakat;

  • 5.    faktor kebudayaan.14

Kelima faktor tersebut, tidaklah disebutkan faktor mana yang sangat dominan berpengaruh atau mutlaklah semua faktor tersebut harus mendukung untuk membentuk efektifitas hukum. Namun sistematika dari kelima faktor ini jika bisa optimal, setidaknya hukum dinilai dapat efektif. Sistematika tersebut artinya untuk membangun efektifitas hukum harus diawali untuk mempertanyakan bagaimana hukumnya, kemudian disusul bagaimana penegak hukumnya, lalu bagaimana sarana dan fasilitas yang menunjang, kemudian bagaimana masyarakat merespon serta kebudayaan yang terbangun.15

Adapun faktor pendukung implementasi peraturan daerah kabupaten bangli nomor 1 tahun 2016 tentang perlindungan dan penataan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern yaitu: Faktor Hukumnya Sendiri.

Faktor Pendukung Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern yakni dengan sudah terdapatnya peraturan yang mengatur mengenai jarak antara toko modern dan pasar tradisional. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa pemerintah

daerah kabupaten bangli sudah memiliki upaya dalam mengendalikan toko modern dan melindungi pasar tradisional di kabupaten bangli.

Selain faktor pendukung sebagaimana disebutkan diatas, terdapat faktor penghambat implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern, yakni:

  • a.    Faktor Penegak Hukum

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Surya Darma, selaku Sekertaris Satpol PP Kabupaten Bangli pada tanggal 25 Juni 2019, bahwa beliau mengatakan Toko Modern yang melanggar ketentuan batas susah untuk ditindaklanjuti karena prosedur. Dalam menindak, Satpol PP harus menunggu ijin penindakan dari dinas perijinan, dan dinas perijinan harus menunggu hasil kajian dari dinas perdagangan dan perindustrian kabupaten bangli terlebih dahulu. Oleh karena itu, Satpol PP tidak bisa langsung menindaklanjuti.

  • b.    Faktor Masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Surya Darma, selaku Sekertaris Satpol PP Kabupaten Bangli pada tanggal 25 Juni 2019, bahwa beliau mengatakan para pelaku usaha tidak menghiraukan apa yang terdapat pada Peraturan Daerah. Beliau mengatakan bahwa sebelumnya lahirnya Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern, belum ada ketentuan jarak antara pasar tradisional dan toko modern, sehingga sebelum terbitnya perda 1/2016, toko modern tersebut sudah dibangun. Namun saat ini, seharusnya pelaku usaha sadar diri pada ketentuan yang

terdapat pada perda, karena ketentuan sebelumnya tidak berlaku surut, dalam artian harus mengikuti peraturan saat ini, terlebih lagi perda 1/2016 sudah berlangsung selama 2 tahun sampai saat ini.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas, adapun kesimpulan dari penulisan artikel ini antara lain sebagai berikut:

  • 1.    Implementasi Pasal 13 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern masih kurang karena masih terdapat 2 (dua) toko modern yang menyalahi ketentuan jarak antara toko modern dengan pasar tradisional, yakni yakni toko modern yang terletak didekat pasar kayuamba, kecamatan susut dan juga toko modern yang terletak didekat pasar singamandawa, kecamatan kintamani, yang dimana hal tesebut bertentangan dengan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, yang menyatakan bahwa: “Jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dengan Pasar Tradisional paling sedikit 500 m (lima ratus meter”.

  • 2.    Faktor penghambat dalam implementasi Pasal 13 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern yakni: prosedur

penindakan pelanggaran  toko modern yang  terkesan

berbelit-belit serta kesadaran hukum para pelaku usaha tidak menggubris apa yang terdapat pada Pasal 13 ayat (1)

Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern.

  • 3.2.    Saran

Berdasarkan kesimpulan, adapun saran dari penulis terkait penulisan artikel ini antara lain sebagai berikut:

  • 1.    Sebaiknya Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli bertindak tegas dalam penegakan hukum Peraturan  Daerah,

khususnya terkait permasalahan jarak antara toko modern dengan pasar tradisional ini, dengan menyederhanakan prosedur penegakan hukum Peraturan Daerah.

  • 2.    Sebaiknya Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli dalam menerima permohonan ijin mendirikan toko modern, harus mengkaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar tidak terdapat lagi toko modern yang melanggar Peraturan Daerah.

DAFTAR BACAAN

Buku

Hadjon, Philipus M.  (1993).  Pengantar Hukum Administrasi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Soekanto, Soerjono. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

Jurnal

Ardiantari, I. G. A. I., Murni, R. R., & Purwanti, N. P. (2016). Investasi Asing Sektor Pariwisata di Bidang Perhotelan di Bali. Kertha Semaya: Journal Ilmu  Hukum, 5(1). URL:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/19084

Imran, S. (2013). Fungsi Tata Ruang Dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Kota Gorontalo. Jurnal Dinamika Hukum, 13(3),                457-467.                DOI:

http://dx.doi.org/10.20884/1.jdh.2013.13.3.251

Latifa Dinar, A. N. I. Z. A. (2015). Implementasi Program Gerakan Pembangunan Desa Terpadu (Gerbang Sadu) Mandara Di Desa Sibetan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Bali   (Studi   Pada   Kelompok Usaha Ekonomi

Produktif). Publika, 3(5).                                  URL:

https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/publika/ar ticle/view/11813

Nopyandri, N. (2015). Pengaturan Wewenang Pemerintah Daerah dalam Penerapan Sanksi Administrasi Lingkungan. Jurnal Ilmu Hukum  Jambi, 6(1),  43310. URL:  https://online-

journal.unja.ac.id/jih/

Priyanta, M. (2019). Regulasi Perizinan Mendirikan Bangunan dalam Mendukung Kemudahan Berusaha Menuju Bangsa yang Adil dan Makmur. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana  Master Law  Journal), 8(3),  371-385. DOI:

https://doi.org/10.24843/JMHU.2019.v08.i03.p06.

Ramdhani, A., & Ramdhani, M. A. (2017). Konsep Umum

Pelaksanaan Kebijakan Publik. Jurnal Publik, 11(1),  1-12.

URL: http://digilib.uinsgd.ac.id/5116/

Rosana, E. (2014). Kepatuhan Hukum Sebagai Wujud Kesadaran

Hukum Masyarakat. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik           Islam, 10(1),            61-84.            DOI:

https://doi.org/10.24042/tps.v10i1.1600

Windari, R. A. (2011). Penegakan Hukum Terhadap Perlindungan Anak Di Indonesia (Kajian Normatif Atas Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat). Media Komunikasi  FIS, 10(1). DOI:

http://dx.doi.org/10.23887/mkfis.v10i1.1174

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan

Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 tahun 2012 tentang

Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional;

Peraturan Menteri Perdagangan No. 53/M-DAG/PER/12/2008

tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;

Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 1 Tahun 2016

Tentang Perlindungan Dan Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern.