PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAKAN MENCORET FASILITAS UMUM SEBAGAI PELANGGARAN KETERTIBAN UMUM DI KOTA DENPASAR
on

Vol. Xx No. Xx Bulan xx Tahun xx
E-ISSN: 2303-0585
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara
JURNAL
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAKAN MENCORET FASILITAS UMUM SEBAGAI PELANGGARAN KETERTIBAN UMUM DI KOTA DENPASAR
I Gusti Ngurah Agung Prawira Suryaditha1, I Nyoman Suyatna2 , Cokorda Dalem Dahana3
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: gungdeprawira88@gmail.com
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: nyoman_doblar@yahoo.com
3Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: dahana76@gmail.com
Info Artikel
Masuk :
Diterima :
Terbit :
Keywords :
Law Enforcement, Public Policy, Inscribing Public Facility
Kata kunci:
Penegakan Hukum, Ketertiban Umum, Mencoret Fasilitas
Umum
Corresponding Author:
I Nyoman Suyatna, E-mail: nyoman_doblar@yahoo.com Cokorda Dalem Dahana, E-mail:dahana76@gmail.com
DOI :
Xxxxxxx
Abstract
efektifitas penegakan hukum. berdasarkan faktor-faktor yang menjadi tolak ukur efektifitas penegakan hukum, hanya 1 faktor yang terpenuhi , sedangkan 4 faktor lainnya yakni faktor penegak hukum, faktor sarana atau peralatan, faktor lingkungan masyarakat, dan faktor kebudayaan masyarakat masih mengalami kendala.
Copyright © 2018JKN. All rights reserved.
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Mengingat bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum, maka segala perbuatan yang dilakukan baik oleh pelaksana negara dan warganegara harus berdasarkan atas hukum.1
Negara hukum adalah reaksi dari pemerintahan absolut sebagai perjuangan untuk menegakkan dan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia guna menghapuskan sistem pemerintahan absolut itu sendiri. Dapat dikatakan dengan adanya hukum yang melandasi suatu negara, maka hak asasi manusia didalamnya juga terlindungi. Intinya esensi dari aturan hukum adalah berfungsi untuk mengatur guna mewujudkan ketertiban, keamanan dan ketentraman di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang salah satunya dituangkan dalam bentuk peraturan-peraturan perundang-undangan yakni peraturan tentang ketertiban umum. Kendati telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, sampai saat ini masih ditemui keadaan dimana tidak terwujudnya ketertiban, keamanan dan ketentraman di masyarakat yang disebabkan oleh adanya pelanggaran-pelanggaran hukum.
Secara umum gangguan pada masyarakat dapat terjadi diakibatkan oleh suatu tindakan atau perilaku menyimpang yang ditujukan kepada masyarakat umum. Seperti contohnya tindakan mencoret atau menggambar pada dinding bangunan pemerintah, dan tempat-tempat fasilitas umum lainnya. Umumnya aksi mencoret ini terjadi di areal publik perkotaan seperti yang terjadi di Kota Denpasar dimana terlihat banyaknya coretan-coretan pada tiang listrik, gardu, halte bus, bahkan hingga tembok-tembok rumah serta pintu terali besi toko-toko milik masyarakat. Seperti salah satu kasus yang belum lama terjadi pada tempat sampah bawah tanah (underground) di sisi barat Lapangan Puputan Badung.2 Dua tempat sampah underground berwarna kuning dan hijau yang belum genap setahun ini dicoret dengan cat semprot warna merah. Walaupun lokasinya
yang tidak jauh dari Kantor Wali Kota namun fasilitas ini tidak luput dari aksi mencoret sembarangan ini.
Tindakan mencoret terhadap fasilitas umum ini haruslah ditangani dengan serius mengingat terwujudnya ketertiban umum dan ketentraman masyarakat merupakan urusan pemerintah daerah yang wajib terlaksana dikarenakan hal ini menyangkut pelayanan dasar. Secara filosofis Denpasar yang merupakan Kota berwawasan budaya dengan berlandaskan falsafah Tri Hita Karana sangat menginginkan adanya suasana kedamaian, ketentraman, ketertiban dalam kehidupan masyarakatnya. Selain itu Kota Denpasar merupakan jantung dari Provinsi Bali dan Bali merupakan pulau pariwisata dengan keindahan dan keasrian alam yang harus tetap dijaga guna menopang pertumbuhan daerah kedepan. Dalam pembangunan kepariwisataan harus dijaga tetap terpeliharanya kepribadian serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Kepariwisataan perlu ditata secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan sektor lain yang terkait dalam suatu keutuhan usaha kepariwisataan yang saling menunjang dan saling menguntungkan, baik yang berskala kecil, menengah maupun besar.
Terkait tindakan mencoret fasilitas umum yang terjadi di Kota Denpasar, sejatinya telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum yaitu dalam ketentuan Pasal 11 huruf j yang mengatur bahwa: “Setiap orang dilarang melakukan tindakan melanggar hukum dengan mencoret atau menggambar pada dinding bangunan pemerintah, bangunan milik orang lain tanpa seizin pemilik, tempat ibadah, pasar, jalan raya, tiang listrik, tiang telepon dan tempat-tempat fasilitas umum lainnya;”. Jadi tindakan mencoret terhadap fasilitas umum ini sudah jelas merupakan suatu pelanggaran terhadap ketertiban umum sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 11 huruf j tersebut.
Penindakan terhadap tindakan mencoret fasilitas umum ini berada di bawah kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Pada ketentuan Bab III Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 mengenai Tugas, Fungsi dan , Wewenang intinya menyatakan tugas dari Satuan Polisi Pamong Praja adalah menegakkan perda dan perkada, menyelenggarakan ketertiban umum serta keamanan masyarakat.
Berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut maka dalam penindakan hukum terhadap pelanggaran ketertiban umum khususnya tindakan mencoret terhadap fasilitas umum di Kota Denpasar ini berada di bawah kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar. Hal ini berarti bahwa kewenangan merupakan kekuasaan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam hukum publik.3
Kendati telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi tindakan pelanggaran hukum berupa mencoret fasilitas umum ini masih kerap terjadi, sehingga menimbulkan kondisi lingkungan yang tidak bersih dan tidak nyaman dipandang. Pelanggaran hukum terjadi ketika subjek hukum tertentu tidak menjalankan kewajiban yang seharusnya dijalankan atau karena melanggar hak-hak subjek hukum lain.
Berdasarkan dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis jurnal yang berjudul “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAKAN MENCORET FASILITAS UMUM SEBAGAI PELANGGARAN KETERTIBAN UMUM DI KOTA DENPASAR”.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut:
-
1. Bagaimanakah pelaksanaan pengaturan terkait tindakan mencoret fasilitas umum sebagai pelanggaran ketertiban umum di Kota Denpasar ?
-
2. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindakan mencoret fasilitas umum sebagai pelanggaran ketertiban umum di Kota Denpasar?
Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu sebagai berikut:
-
1. Untuk melaksanakan pengembangan ilmu hukum yang ada sejalan dengan paradigma science as process (ilmu sebagai proses) dimana dengan terus dilaksanakannya ini maka dapat memberikan sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri khususnya dalam ranah ilmu hukum administrasi negara yaitu terkait dengan penegakan hukum terhadap pelanggaran ketertiban umum di Kota Denpasar.
-
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan dan penegakan hukum terkait ketertiban umum khususnya terhadap tindakan mencoret fasiltas umum di Kota Denpasar.
Sebagai perbandingan dapat dikemukakan penelitian sejenis dengan perbedaanya sebagaimana dalam tabel dibawah.
NO |
JUDUL |
PENULIS |
RUMUSAN MASALAH |
1. |
Efisiensi Penindakan Aksi Vandalisme Terhadap Ruang Publik Di Kota Surakarta |
Nana Rosita Sari, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Tahun 2010 |
Surakarta dalam menindak aksi Vandalisme terhadap ruang publik di Kota Surakarta ?
perundang-undangan dapat mencegah aksi Vandalisme terhadap ruang publik di Kota Surakarta ?
penindakan aksi vandalisme |
2. |
Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Ketertiban Kebersihan Dan Keindahan terhadap aksi vandalisme |
M Zakki Zamani, Fakultas Syari”ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2017 |
terhadap ruang publik di Kota Surakarta sudah efisien ? 4. Apakah visi dan misi unit Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Kota Surakarta sudah mendukung dalam menindak aksi vandalisme terhadap ruang publik di Kota Surakarta ? 1. Apakah langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Klaten sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan terhadap aksi vandalisme? |
Dari kedua tulisan pembanding diatas dapat disebutkan bahwa materi penelitian ini berbeda dengan kedua tulisan diatas. Penelitian ini membahas mengenai pengaturan tentang pelanggaran ketertiban umum khususnya tindakan mencoret-coret fasilitas umum di Kota Denpasar dan bagaimana penegakan hukumnya, sedangkan penelitian pembanding dari Nana Rosita Sari lebih khusus kepada tindakan Satpol PP dalam menangani vandalisme dan penelitian pembanding dari M Zakki Zamani lebih menekankan kepada bagaimana penerapan suatu peraturan perundang-undangan yaitu Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Ketertiban Kebersihan Dan Keindahan terhadap aksi vandalisme. Selain itu perbedaan antara penelitian ini dengan kedua penelitian pembanding di atas adalah penelitian ini berfokus pada pelanggaran ketertiban umum berupa tindakan mencoret fasilitas umum sedangkan kedua penelitian pembanding diatas membahas mengenai vandalisme yang mana dapat lebih luas cakupannya.
-
2. Metode Penelitian
Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis empiris dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan fakta (fact approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara (Interview) dan pengamatan langsung dilapangan (Observation). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan sistem kartu (card system) yaitu meneliti berbagai literatur yang ada kaitannya dengan materi yang akan di bahas, selanjutnya dicatat dalam kartu lepas dengan mencantumkan nama pengarang, judul buku, nama penerbit, alamat, tahun serta nomor halaman yang dikutip.
Teknik analisis dilakukan dengan mengumpulkan dan mengambil data yang diperoleh baik dari lapangan maupun kepustakaan, selanjutnya diolah secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif kualitatif.
-
3. Hasil Dan Pembahasan
Ketentuan mengenai pembatasan kebebasan seseorang dalam bertindak dijelaskan dalam ketentuan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 yang mengatur, ”Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dikatakan setiap orang harus tunduk pada pembatasan peraturan perundang-undangan guna terpenuhinya ketertiban umum”.
Mewujudkan ketertiban umum merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban pemerintah daerah. Menurut ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, ada tiga klasifikasi dari urusan pemerintahan yang terdiri dari urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Dalam praktiknya telah timbul berbagai penafsiran tentang arti dan makna ketertiban umum.4
Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang berhubungan dengan pelayanan dasar dan bukan pelayanan dasar.5 Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah urusan pemerintahan yang sebagian substansinya merupakan pelayanan dasar. Dalam Pasal 12 ayat (1) dijabarkan pelayanan dasar bagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11 meliputi:
-
1. pendidikan;
-
2. kesehatan;
-
3. pekerjaan umum dan penataan ruang;
-
4. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
-
5. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
-
6. sosial.
Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah kabupaten/kota dimana inilah yang menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah (Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4)). Pengaturan terkait ketertiban umum diatur dalam peraturan daerah baik Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten atau Kota. Berdasarkan kewenangannya tersebut, maka pemerintah daerah berwenang untuk membuat peraturan daerah untuk mengatur daerahnya sendiri yang harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.6
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa negara wajib menjamin terciptanya ketertiban umum sebagai bentuk penghormatan atas hak dan kebebasan setiap orang guna terwujudnya tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dimana negara dalam pengimplementasiannya mendelegasikan kepada pemerintah daerah sebagai urusan pemerintahan konkuren wajib yang menyangkut pelayanan dasar. Hal ini sejalan dengan teori negara hukum, dimana dalam negara hukum, hukum ditempatkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan, sementara tujuan hukum itu sendiri antara lain diletakan untuk menata masyarakat yang damai, adil, dan bermakna.7
Berkenaan dengan regulasi terkait ketertiban umum di Kota Denpasar diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum (Selanjutnya disebut Perda Ketertiban Umum Kota Denpasar). Pembentukan Perda Ketertiban Umum Kota Denpasar berdasarkan beberapa pertimbangan. Secara filosofis Denpasar yang merupakan Kota berwawasan budaya dengan berlandaskan falsafah Tri Hita Karana sangat menginginkan adanya suasana kedamaian, ketentraman, ketertiban dalam kehidupan masyarakatnya. Tri Hita Karana adalah salah satu ajaran Agama Hindu, yang secara harafiah berarti, tri = tiga, hita = kesejahteraan atau kebahagian, dan karana = penyebab, keseluruhannya berarti “tiga penyebab kesejahteraan (kebahagiaan)”.
Pelanggaran ketertiban umum khususnya tindakan mencoret fasilitas umum diatur dalam Perda Ketertiban Umum Kota Denpasar yakni pada ketentuan Pasal 11 Huruf j yang menyatakan: “Setiap orang dilarang melakukan tindakan melanggar hukum dengan mencoret atau menggambar pada dinding bangunan pemerintah, bangunan milik orang lain tanpa seizin pemilik, tempat ibadah, pasar, jalan raya, tiang listrik, tiang telepon dan tempat-tempat fasilitas
umum lainnya”. Pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 11 memberikan penjelasan bahwa fasilitas umum yang dimaksud adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan masyarakat, termasuk di dalamnya adalah semua gedung-gedung perkantoran milik Pemerintah Kota Denpasar, gedung perkantoran umum dan pusat perbelanjaan.
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 14 September 2019 dengan Bapak I Nyoman Sudarsana selaku Kabid Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kota Denpasar serta observasi yang penulis lakukan di lapangan, Bapak Sudarsana menjelaskan, selain terhadap fasilitas umum yang diselenggarakan oleh pemerintah, Satpol PP Kota Denpasar juga berwenang untuk melakukan tindakan terhadap pencoretan fasilitas milik pribadi, misalnya tembok-tembok bangunan rumah masyarakat, pintu pagar, hingga pintu trali besi toko-toko milik masyarakat. Berkenaan dengan hal ini, bapak Nyoman Sudarsana menjelaskan, bahwasanya Satpol PP Kota Denpasar dalam tugasnya menjaga ketertiban umum khususnya dari tindakan pencoretan fasilitas umum ini adalah menyangkut penataan wajah Kota Denpasar, dimana aset pribadi masyarakat seperti rumah atau tembok dari bangunan pribadi yang terlihat dari akses publik menjadi representasi dari wajah Kota Denpasar. Bangunan pribadi yang terlihat dari akses publik umumnya adalah bangunan milik masyarakat yang berdekatan dengan jalan raya dan dilintasi oleh banyak orang.
Terkait definisi dan batasan mencoret atau menggambar terhadap fasilitas umum bagaimanakah yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 11 huruf j, tidak terdapat penjelasan pasti di dalam ketentuan Perda Ketertiban Umum Kota Denpasar. Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Nyoman Sudarsana pada tanggal 14 September 2019, beliau menegaskan bahwa tindakan mencoret yang dimaksud dan dikategorikan dilarang adalah tindakan mencoret fasilitas umum yang sudah jelas dilakukan seperti misalnya coretan berupa tulisan maupun gambaran dari cat semprot ataupun sepidol di tiang rambu-rambu lalu lintas, gardu dan tiang listrik, halte bus, tembok fasilitas umum pemerintah hingga tembok-tembok bangunan milik pribadi. Selain itu tindakan menggambar terhadap bangunan milik orang lain tanpa seizin pemilik bangunan tersebut juga termasuk pelanggaran atas ketentuan tersebut.
Kendati dalam Perda Ketertiban Umum Kota Denpasar tidak memberikan definisi dan batasan yang jelas mengenai tindakan mencoret atau menggambar seperti apakah yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 11 huruf j, akan tetapi dalam penegakannya di lapangan, Satpol PP Kota Denpasar telah memiliki batasan-batasan terkait tindakan mencoret atau menggambar yang menjadi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 11 huruf j Perda Ketertiban Umum Kota Denpasar. Bapak I Nyoman Sudarsana menjelaskan, coretan sembarangan ini berbeda dengan lukisan mural yang biasa ditemui disekitar kota.
Adapun hasil dari pelaksanaan Perda Ketertiban Umum Kota Denpasar terhadap tindakan mencoret fasilitas umum di Kota Denpasar dapat dikatakan penegakan aturan hukum terhadap tindakan pelanggaran ketertiban umum berupa mencoret fasilitas umum di Kota Denpasar masih belum menunjukan hasil yang signifikan kendati peraturan ini telah disahkan dan berlaku sejak tahun 2015.
Bapak I Nyoman Sudarsana menjelaskan bahwasanya memang benar dalam penegakan hukum terhadap tindakan mencoret fasilitas umum ini masih menghadapi hambatan. Hambatan merupakan halangan atau rintangan, atau bisa juga merupakan faktor yang membatasi, menghalangi atau mencegah pencapaian sasaran.8
Dalam pelaksanaan peraturan daerah tentu ada lembaga atau perangkat pemerintahan daerah yang berwenang di dalamnya. Pada dasarnya perangkat pemerintahan daerah merupakan sebuah organisasi atau lembaga yang berada di bawah pemerintah daerah yang kemudian bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.9 Penegakan peraturan daerah berada dibawah kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana diatur dalam Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan polisi pamong praja diatur dalam peraturan pemerintah yakni Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Selanjutnya disebut PP No 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP). Satuan Polisi Pamong Praja (selanjutnya disebut Satpol PP) adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat. Berdasarkan keterangan tersebut diatas, tampak bahwa wewenang yang diperoleh Satuan Polisi Pamong Praja bersifat asli melalui atribusi, yaitu kewenangan yang diproleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.10
Berkenaan dengan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman, serta pelindungan masyarakat di tingkat Kota maka berada di bawah kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja daerah Kota sebagaimana di atur dalam ketentuan Pasal 37 ayat (7) dan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang intinya menyatakan khusus untuk urusan pemerintahan di bidang ketenteraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dilaksanakan oleh dinas daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan sub urusan ketenteraman dan ketertiban umum disebut
satuan polisi pamong praja Daerah kabupaten/kota. Berdasarkan ketentuan tersebut maka dalam hal penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman, serta perlindungan masyarakat di Kota Denpasar berada dibawah kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Nyoman Sudarsana selaku Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kota Denpasar pada tanggal 14 September 2019, dalam menyelenggarakan ketertiban umum di Kota Denpasar, Satpol PP Kota Denpasar mengacu pada ketentuan Perda Ketertiban Umum Kota Denpasar. Satpol PP Kota Denpasar dalam menjalankan kewenangannya menyesuaikan dengan tugas pokok dan fungsinya. Pada ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 PP No 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP, diatur bahwa Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum, ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 6 di jelaskan Satpol PP mempunyai fungsi yakni penyusunan program, pelaksanaan kebijakan, dan pelaksanaan koordinasi, serta pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum atas pelaksanaan penegakan dimana keseluruhan ini menyangkut Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat.
Kewenangan Satpol PP diatur dalam ketentuan Pasal 7 PP No 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP yang memberikan Satpol PP wewenang untuk melakukan tindakan penyelidikan, terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada, menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, melakukan tindakan penertiban nonyustisial dan menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, hingga melakukan tindakan administratif.
-
3.2 Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Ketertiban Umum Khususnya Tindakan Mencoret Fasilitas Umum Di Kota Denpasar
Penegakan hukum merupakan suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.11 Penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas meliputi segi preventif dan represif. Penegakan hukum bersegi preventif berupa pemberian penerangan dan nasihat. Sifat represif dapat berupa sanksi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku atau penanggung jawab kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran.12 Ada suatu tahapan-tahapan teknis dalam penegakan hukum
secara represif. Begitu pula dengan penegakan hukum terhadap pelaku tindakan mencoret fasilitas umum di Kota Denpasar. Efektifitas penegakan hukum terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang memengaruhi penegakan hukum, yaitu:13
-
1. Faktor hukumnya sendiri;
-
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;
-
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
-
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;
-
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil cipta, rasa dan karsa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Made Poniman selaku Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satpol PP Kota Denpasar dan Bapak I Made Bismantara selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil Satpol PP Kota Denpasar pada tanggal 8 Oktober 2019, dijelaskan bahwa mekanisme penindakan pelaku pencoretan fasilitas umum di Kota Denpasar ditangani oleh 2 bidang dalam Satpol PP Kota Denpasar yakni Bidang Ketertiban Umum Ketentraman Masyarakat dan Bidang Penegakan Peraturan Daerah. Bidang ketertiban umum ketentraman masyarakat memiliki seksi-seksi yakni seksi ketertiban, seksi oprasional, dan seksi kerja sama. Dalam hal penindakan terhadap tindakan mencoret fasilitas umum yang terjadi di kota denpasar menjadi kewenangan seksi ketertiban umum Satpol PP Kota Denpasar.
Seksi ketertiban umum membawahi regu-regu yang mempunyai kegiatan rutin menyangkut penertiban terkait dugaan pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan dilapangan akan tetapi hanya sebatas pemanggilan. Regu ini sudah siap dengan surat pemanggilan yang telah ditandatangani oleh penyidik pegawai negeri sipil Satpol PP atau oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja selaku penyidik pegawai negeri sipil. Nantinya jika ditemukan pelanggaran perda dilapangan maka regu ini dapat langsung melakukan pemanggilan kepada pelaku untuk dilakukan pemeriksaan. Sebagai suatu bentuk ikatan atau daya paksa terhadap pelaku agar mendatangi pemanggilan maka dilakukan pengambilan KTP dengan tujuan agar nantinya yang bersangkutan berinisatif untuk datang pada pemeriksaan yang akan dilakukan oleh penyidik. Pada tahap pemeriksaan dilakukan penyelidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil dari Satpol PP.
Bapak I Made Bismantara menjelaskan bahwa dalam melakukan penyidikan, penyidik menjelaskan ketentuan-ketentuan dalam perda yang
dilanggar oleh pelaku. Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Daerah tersebut dalam penegakan hukumnya dapat dikenakan sanksi.14 Berdasarkan pelanggaran tersebut maka penyidik akan membuat berkas berita acara pemeriksaan yang nantinya akan di serahkan kepada Kejaksaan Negeri Denpasar. Selanjutnya dilakukan kordinasi dengan Kejaksaan Negeri Denpasar, Pengadilan Negeri Denpasar, dan Kepolisian guna penjadwalan untuk melaksanakan persidangan terhadap pelaku pelanggaran perda di kantor Satuan Polisi Pamong Praja.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat kita ketahui secara lebih jelas mengenai pihak-pihak penegak hukum yang terlibat dalam, yakni seksi ketertiban umum dari bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kota Denpasar, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam hal ini yang menjabat sebagai Kepala Satpol PP Kota Denpasar terkait penanda tanganan surat panggilan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil selaku penyidik dari Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satpol PP Kota Denpasar terkait pemeriksaan terduga pelaku dan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, serta Kejaksaan Negeri Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar.
Adapun mengenai ancaman sanksi terhadap pelaku tindakan mencoret fasilitas umum ini diatur pada ketentuan Pasal 58 ayat (1) Perda Ketertiban Umum Kota Denpasar yang menyatakan:
“ Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 9, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 22, Pasal 23 ayat (4), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 32, Pasal 35, Pasal 37 ayat (2), Pasal 38, dan Pasal 40 ayat (1) Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah)”.
Dalam hal ini bisa atau tidaknya suatu pelanggaran dikenakan sanksi, jika perbuatan tersebut sanksinya terdapat dalam peraturan perundang-undangan.15 Penjatuhan Sanksi adalah bagian penting yang melekat pada norma hukum untuk menjamin penegakan hukum administratif.16
Berikut landasan hukum terkait dengan teknis penegakan hukum terhadap pelanggaran ketertiban umum di Kota Denpasar:
-
1. Pasal 112 ayat (1) dan (2), Pasal 113 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
-
2. Pasal 255, Pasal 256, Pasal 257 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
-
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja;
-
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Oprasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja;
-
5. Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 24 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknik Oprasional Penegakan Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Nyoman Sudarsana selaku Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kota Denpasar pada tanggal 14 September 2019, terkait penanganan yang dilakukan Satpol PP Kota Denpasar terhadap tindakan mencoret fasilitas umum yang terjadi di Kota Denpasar, selain melakukan tindakan represif yakni penindakan hukum atas pelaku pencoretan, tetapi juga melakukan tindakan terhadap hasil dari perbuatan pelaku. Bapak I Nyoman Sudarsana menjelaskan, terkait temuan coretan di lapangan, maka dari anggota Kabid Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat harus melakukan tindakan yaitu menetralkan kembali atau mengkondisikan kembali seperti semula fasilitas umum yang mengalami tindakan pencoretan tersebut. Dengan kata lain tindakan ini merupakan langkah restoratif yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Denpasar berkaitan dengan penataan wajah Kota Denpasar.
Tindakan restoratif dilakukan dengan dua tahapan yakni pertama dengan menghilangkan coretan atau gambaran yang didapati pada bidang yang ingin di eksekusi, dimana tindakan ini disesuaikan dengan bidang tersebut misalnya menggunakan zat kimia atau dengan pengamplasan. Kemudian tahapan berikutnya adalah menutup kembali bidang yang telah di bersihkan dari coretan atau gambaran tersebut dengan cat atau media yang sesuai dengan keadaan semulanya. Intinya tindakan restoratif yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Denpasar ini memerlukan sarana dan peralatan yang mendukung serta dengan jumlah yang tidak sedikit. Dalam pengertian ini, peralatan adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar atau mempermudah pekerjaan atau gerak aktifitas Pemerintahan Daerah.
-
3.2.2 Kendala Yang Dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Dalam Menangani Tindakan Mencoret Fasilitas Umum Di Kota Denpasar
Satuan Polisi Pamong Praja dalam upaya penegakan hukum terhadap tindakan mencoret fasilitas umum di Kota Denpasar mengalami beberapa kesulitan. Berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan pada tanggal 14 September 2019 dengan Bapak I Nyoman Sudarsana selaku Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat serta wawancara dengan Bapak I Made Poniman selaku Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satpol PP Kota Denpasar pada tanggal 8 Oktober 2019, terdapat beberapa kendala yang dihadapi Satpol PP Kota Denpasar ,yakni:
Pertama, sangat sulitnya menemukan dan menangkap pelaku pencoretan. Sulitnya menemukan pelaku pencoretan disebabkan oleh sulitnya memprediksi pergerakan aksi ini yang tidak bisa diperkirakan kapan akan dilakukannya, pada pukul berapa dilakukan serta lokasi tujuannya Ada beberapa laporan dari masyarakat yang mengalami tindakan pencoretan ini dimana mendapati keadaan pagar rumah mereka sudah berisi coretan cat semprot yang entah kapan dibuatnya padahal hanya berselang semalam sebelumnya tidak terdapat coretan tersebut. Sulitnya menangkap pelaku suatu pelanggaran hukum akan berdampak langsung pada sulitnya sistem penegakan aturan hukum atas pelanggaran yang terjadi, karena dalam penegakan hukum tentulah ada aturan-aturan yang dijalankan, dalam hal ini adalah aturan terkait penjatuhan sanksi.
Kedua, Keterbatasan Sumber Daya Aparatur Satpol PP Kota Denpasar. Pada ketentuan Pasal 6 huruf d PP No 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Satpol PP mempunyai fungsi pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum atas pelaksanaan Perda dan Perkada.
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 14 September 2019 dengan bapak I Nyoman Sudarsana selaku Kabid Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kota Denpasar, dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap tindakan mencoret fasilitas umum terkhusus pada pelakunya, Satpol PP Kota Denpasar tidak mungkin untuk mensiagakan personelnya selam 24 jam pada lokasi-lokasi yang ditemui banyak terdapat tindakan pencoretan mengingat sulitnya menemukan pelaku pencoretan, sulitnya memprediksi pergerakan aksi ini yang tidak bisa diperkirakan kapan akan dilakukannya, pada pukul berapa dilakukannya serta lokasi tujuan dimana pelaku akan melakukan tindakan pencoretan. Hukum tidak berjalan dengan baik apabila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten, dan independen.17
Ketiga, Keterbatasan pengadaan peralatan dan prasarana. Selain melakukan penindakan terhadap pelaku pencoretan fasilitas umum, Satpol PP Kota Denpasar juga harus melakukan tindakan restoratif atau pengembalian serta pemulihan keadaan seperti semula. Tindakan restoratif ini dilakukan menetralkan temuan coretan atau gambaran yang ada dengan tujuan agar bangunan, tembok atau fasilitas umum lainnya yang mengalami pencoretan kondisinya dapat dikembalikan seperti semula. Melakukan pembersihan sampai pengecatan kembali merupakan hal yang harus dilakukan oleh anggota Satpol PP, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala yakni masih sulitnya pendanaan untuk pengadaan peralatan yang mendukung.
Bapak I Nyoman Sudarsana dalam wawancara tanggal 14 September 2019 menyampaikan perihal pendanaan ini khususnya dari Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar belum sampai pada penganggaran dana APBD untuk penanganan pelanggaran
ketertiban umum khususnya tindakan mencoret fasilitas umum. Mengingat banyaknya coretan yang ditemui di Kota Denpasar maka diperlukan juga dana yang terbilang besar dalam penanganannya.
Keempat, kurangnya kesadaran hukum dan peran masyarakat di lingkungan Kota Denpasar. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 8 Oktober 2019, Bapak I Made Poniman selaku Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satpol PP Kota Denpasar, beliau menjelaskan, masyarakat masih kurang pemahaman tentang aturan hukum yang berlaku. Masyarakat jarang melaporkan tindakan pencoretan yang mereka alami padahal dalam Perda Ketertiban Umum Kota Denpasar telah mengatur mengenai pelarangan terhadap tindakan mencoret atau menggambar terhadap fasilitas umum dimana tindakan ini dapat dikenakan sanksi.
Selain itu budaya pergaulan yang bebas masyarakat khususnya pada remaja juga berpengaruh terhadap meraknya tindakan-tindakan pelanggaran hukum. Peran masyarakat juga diperlukan mengingat banyak tindakan pencoretan yang dilakukan terhadap fasilitas milik pribadi.
-
3.2.3 Upaya Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Kedepannya Dalam Menyikapi Tindakan Mencoret Fasilitas Umum Di Kota Denpasar
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 14 September 2019 dengan Bapak I Nyoman Sudarsana selaku Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, bapak I Nyoman Sudarsana menjelaskan, dalam menyikapi tindakan mencoret fasilitas umum yang masih sering terjadi di Kota Denpasar, Satpol PP Kota Denpasar melakukan upaya yakni upaya pencegahan atau upaya preventif dan upaya pengembalian kembali kondisi seperti semula atau upaya restoratif.
Satpol PP Kota Denpasar melakukan upaya pencegahan dengan terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat melalui sosialisasi kesekolah-sekolah agar tidak dilakukan tindakan mencoret sembarangan dimana biasanya sosialisasi ini disampaikan pada saat momen kelulusan. Satpol PP Kota Denpasar berkoordinasi dengan Sekolah-sekolah agar menyampaikan kepada siswa-siswi yang merayakan kelulusan supaya tidak melakukan aksi mencorat-coret terhadap fasilitas umum karena melihat kemungkinan besarnya terjadi tindakan mencorat-coret yang dilakukan oleh pelajar dimana pelajar pasti melakukan aksi corat-coret pada seragam sekolahnya dimana mungkin akan berujung pada pencoretan fasilitas umum.
Satpol PP Kota Denpasar juga berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Denpasar untuk mengedukasi masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar. Pemerintah Kota Denpasar mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keindahan kota seperti misalnya perlombaan mural, lomba kebersihan dan lain sebagainya dimana kegiatan ini biasa diadakan bertepatan dengan momen-momen besar seperti misalnya peringatan HUT Kota Denpasar.
Dalam upaya pencegahan Satpol PP Kota Denpasar memperkuat fungsinya dalam pengawasan terhadap masyarakat dengan terus melaksanakan
patroli rutin. Selanjutnya upaya lebih dari dalam intern badan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar dengan meningkatkan sumber daya aparatur Satpol PP itu sendri sebagai aparat penegak hukum, karena dengan meningkatnya kualitas aparat penegak hukum maka akan memperbaiki dan mengefektifkan penegakan hukum sebagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penegakan hukum salah satunya adalah aparat penegak hukum.
Berkaitan dengan upaya restoratif, Satpol PP Kota Denpasar bekerja sama dengan komunitas-komunitas di Kota Denpasar. Dalam upaya restoratif, Satpol PP Kota Denpasar dibantu oleh komunitas yang ada di Kota Denpasar seperti komunitas seni jalanan yang biasa melukis mural di sudut-sudut Kota Denpasar . Satpol PP menggandeng komunitas-komunitas seni di Kota Denpasar karena pada umumnya komunitas seni jalanan lebih mengetahui terkait tempat-tempat yang banyak terdapat tindakan pencoretan. Selain itu, dikarenakan keterbatasan anggaran dari Satpol PP Kota Denpasar untuk pengadaan peralatan dan prasarana, diharapkan nantinya komunitas-komunitas inilah dapat membantu mencari sponsor seperti misalnya perusahaan cat.
Komunitas-komunitas seni ini melakukan upaya yang terbilang cukup berbeda dengan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja yakni dengan melukis mural ditembok atau areal-areal yang didapati coretan dimana lukisan mural ini akan mempersempit ruang untuk pelaku pencoretan karena pada umumnya tindakan pencoretan biasa kita jumpai pada tembok atau bidang luas yang bersih dan terbuka. Selain mempersempit ruang para pelaku, lukisan mural juga akan memberi kesan indah sekaligus mengandung pesan-pesan yang baik untuk masyarakat daripada coretan atau gambaran sembarangan yang cenderung memberikan kesan kumuh terhadap wajah Kota Denpasar.
-
4. Kesimpulan
-
1. Pengaturan terhadap pelanggaran ketertiban umum berupa tindakan mencoret fasilitas umum di Kota Denpasar diatur dalam ketentuan Pasal 11 huruf j Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum, yang menyatakan: “Setiap orang dilarang melakukan tindakan melanggar hukum dengan mencoret atau menggambar pada dinding bangunan pemerintah, bangunan milik orang lain tanpa seizin pemilik, tempat ibadah, pasar, jalan raya, tiang listrik, tiang telepon dan tempat-tempat fasilitas umum lainnya”, dan berkenaan lembaga yang berwenang dalam penegakannya adalah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar sebagaimana tugasnya menegakan Peraturan Daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum serta ketentraman masyarakat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 37 ayat (7) dan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.
-
2. Penegakan hukum terhadap pelanggaran ketertiban umum khususnya tindakan mencoret fasilitas umum di Kota Denpasar masih belum dapat dikatakan efektif
dimana berdasarkan faktor-faktor yang menjadi tolak ukur efektifitas penegakan hukum, hanya 1 faktor yang terpenuhi yakni faktor aturan hukumnya sendiri dalam hal ini Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum sudah mengatur mengenai pelanggaran ketertiban umum khususnya tindakan mencoret atau menggambar terhadap fasilitas umum di Kota Denpasar , sedangkan 4 faktor lainnya yakni faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor lingkungan masyarakat, dan faktor kebudayaan masyarakat masih terdapat kendala dalam mendukung penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi.
Daftar Pustaka
Buku/ Literatur
Ridwan. HR. (2016). Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudrajat. T. (2017). Hukum Birokrasi Pemerintahan Kewenangan dan Jabatan. Jakarta Timur: Sinar Grafika.
Widjaja. H.A.W. (2005). Penyelenggaran Otonomi di Indonesia. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Jurnal
Adhyatmika, P., Arya Sumerthayasa, P., & Suharta, N. (2018). Penerapan Pemungutan Retribusi Pada Obyek Wisata Kertha Gosa Sebagai Penunjang Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Klungkung. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, . Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/36636.
Agustina, K., Resen, M., & Dahana, C. (2018). Penegakan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum Terhadap Usaha Spa Penyedia Prostitusi. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, , 1-16. Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/42089.
Angga Mahaputra, K., & Sarjana, I. (2017). Pengaturan Pendirian Minimarket Berdasarkan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 9 Tahun 2009. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum,. Retrieved from
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/29311.
Dharmawati, N., & Parsa, I. (2019). Penegakan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Tentang Ketertiban Umum Dan Ketentraman Masyarakat Terhadap Pedagang Kaki Lima. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, 7(5), 1-15. Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/50305
Fridayanti, N., & Putra, D. (2019). Penertiban Penyalahgunaan Trotoar Sebagai Tempat Parkir Kendaraan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7
Tahun 2016. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, 7(4), 1-15, . Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/49732.
Prameswari, K., Resen, M., & Dahana, C. (2018). Efektivitas Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Ketertiban Umum Terkait Penyalahgunaan Fungsi Trotoar Sebagai Tempat Parkir. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum,. Retrieved from
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/40079.
Rehadi Yoya Brahmana, I., Parsa, I., & Suharta, N. (2017). Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, Retrieved from
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/33298.
Risky Widnyana, I., Arya Utama, I., & Sarna, K. (2017). Efektivitas Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Dalam Melindungi Sempadan Pantai Dari Bangunan Untuk Penginapan. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum,. Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/26589.
Surastika, I., Wairocana, I., & Sudiarta, I. (2018). Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, . Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/39433.
Wiraska, N., & R, I. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Ijin Usaha Rumah Kos Di Kota Denpasar. Kertha Negara Journal Ilmu Hukum, 7(4), 1-13. Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/50273.
Online/World Wide Web:
Hakim, A. (2011). Apa Definisi Ketertiban Umum?. Retrieved from https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4e3e380e0157a/apa definisi-ketertiban umum-/ . diakses 23 Juni 2019.
Supartika, P. (2019). Vandalisme Masih Terjadi di Denpasar, Kasatpol PP:Kami Kesulitan Melacak Pelakunya. Retrieved from
http://bali.tribunnews.com/2019/01/20/vandalisme-masih-terjadi-di-denpasar-kasatpol-pp-kami-kesulitan-melacak-pelakunya, diakses 30 April 2019.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244)
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 72)
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2015 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2015 Nomor 1)
Jurnal Kertha Negara, Vol. xx No. xx Bulan xx Tahuni xx, hlm. xxx-xxx
Discussion and feedback