EKSISTENSI KEJAHATAN MAGIS DALAM HUKUM PIDANA
on
1
EKSISTENSI KEJAHATAN MAGIS DALAM HUKUM PIDANA
Oleh
Ketut Nihan Pundari
Ketut Tjukup
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
Practices of black magic such as santet, pelet, teluh, voodo, guna-guna, ect are a phenomenon of a magical or metaphysical evil crime. Since its existence is beyond common sense and non fiction, this crime is very difficult to justify in the magical realm of criminal law, especially in the subject of evidence. Parties who are the victims obtain justice by law finally do vigilantism. Therefore, this paper describes how the existence of black magic practices in Indonesian criminal law sources such as Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). So if there is a magical crime, the law will be effective to overcome. In addition, this paper also explains how the opinion of legal experts for handling the problem of evil magic. The method used in this paper is the normative method refers to the sources of law.
Keyword: Magical crime, Supranatural, Criminal law
ABSTRAK
Praktik ilmu hitam seperti santet, pelet, teluh, guna-guna, dan sejenisnya merupakan sebuah fenomena dari sebuah kejahatan yang bersifat magis atau kejahatan metafisis. Karena keberadaannya yang diluar akal sehat dan bersifat non ilmiah, kejahatan magis sangat sulit dipertanggungjawabkan dalam ranah hukum pidana terutama dalam perihal pembuktiannya. Pihak-pihak korban yang merasa tidak mendapat keadilan oleh hukum akhirnya main hakim sendiri. Oleh karena itu, tulisan ini menjelaskan tentang bagaimana eksistensi dari kejahatan magis yaitu praktik ilmu hitam di dalam sumber-sumber hukum pidana Indonesia seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jadi apabila terdapat kejahatan magis agar hukum dapat berjalan efektif untuk mengatasinya. Di samping itu tulisan ini juga menjelaskan bagaimana pendapat para ahli hukum dalam penanganan masalah kejahatan magis. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode normatif yang mengacu pada sumber-sumber hukum.
Kata kunci: Kejahatan magis, Supranatural, Hukum pidana
PENDAHULUAN
Adanya hal-hal diluar rasio atau logika yang sifatnya tak terlihat, ajaib, gaib dan berbau magis sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Bali pada khususnya. Perbuatan magis ada yang sifatnya putih dan hitam. Perbuatan magis putih biasanya digunakan untuk kebaikan seperti upacara-upacara adat yang digunakan untuk tujuan religi atau menyembuhkan orang. Sedangkan yang menjadi
permasalahan adalah ilmu magis yang sifatnya hitam atau yang biasa dikenal dengan sebutan ilmu hitam (black magic). 1
Ilmu Hitam (Black Magic), merupakan jenis ilmu sihir untuk mengendalikan suatu kejadian, obyek, orang dan fenomena lainnya secara mistis atau supranatural dengan perantara orang yang ahli dalam bidangnya (paranormal ilmu hitam). Ilmu hitam identik dengan sihir yang bertujuan ke arah negatif, karena sifatnya yang mencelakakan bahkan dapat membahayakan nyawa orang lain. Ilmu hitam yang dikenal misalnya santet, teluh, susuk, pesugihan, pengleakan (Bali)2, sedangkan di negara-negara lain ilmu hitam yang dikenal yaitu ilmu voodoo dari Haiti.
Keberadaan ilmu hitam ini masih dapat dijumpai di kehidupan masyarakat. Dapat dilihat pada halaman surat kabar, banyak sekali terdapat iklan-iklan yang menawarkan jasa ramal, pemasangan susuk, dukun-dukun santet, teluh dan sebagainya. Sehingga sering ditemukan adanya masyarakat yang menjadi korban dimana mereka menderita sakit bahkan kematian yang tidak masuk akal dalam dunia kedokteran sebagai akibat tukang teluh atau dukun santet.
Menurut Ronny Nitibaskara, secara viktimologis, masyarakat yang merasa dirinya menjadi korban santet umumnya menganggap hukum belum mampu memberikan perlindungan. Karenanya, masyarakat yang resah dan para korban mengambil jalan keadilannya sendiri dimana biasanya jalan keadilan tersebut sering kali diwujudkan dalam berbagai reaksi sosial yang justru membuahkan tindakan kejahatan, seperti main hakim sendiri, pengeroyokan, penganiayaan, pengasingan, bahkan pembantaian.3
-
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui keberadaan atau eksistensi kejahatan magis berupa praktik-praktik ilmu hitam dalam sudut pandang hukum pidana dan apa saja hambatan-hambatan serta upaya yang dilakukan aparat penegak hukum untuk menangani masalah kejahatan magis. Di samping itu untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai penanganan hukum kepada kejahatan magis sehingga masyarakat dapat berfikir lebih jernih dan tidak main hakim sendiri.
II ISI MAKALAH
2.1 METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif. Penelitian normatif adalah pemecahan masalah berdasarkan literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan dalam makalah ini berdasarkan adanya kesenjangan norma atau asas hukum.4
Mengenai eksistensi masalah ilmu magis, hal ini telah diakui oleh kebijakan politik hukum pidana, yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 545-547. Pasal 545 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa menjadikan pencariannya untuk menyatakan peruntungan seseorang, untuk mengadakan peramalan atau penafsiran mimpi…” Pasal 546 KUHP berbunyi: “Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagikan jimat-jimat atau benda-benda yang dikatakan olehnya mempunyai kekuatan gaib.” Pasal 547 KUHP berbunyi: “Seorang saksi ketika diminta untuk memberikan keterangan di bawah sumpah menurut undang-undang dalam siding pengadilan memakai jimat atau benda sakti…”. Pasal-pasal tersebut, menekankan pada larangan atas profesi atau pekerjaan seseorang yang menyatakan dirinya memiliki kekuatan gaib untuk mengadakan peramalan dan peruntungan seseorang atau membuat serta membagikan jimat yang berisi kekuatan gaib. 5.
Pada Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP tahun 2012 yang baru, dapat dilihat pada Pasal 293 ayat (1) menyebutkan: “ Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan magis, memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan kematian, penderitaan mental atau fisik seseoran, dipidana dengan hukum penjara lima tahun atau denda kategori IV”. Ketentuan RUU KUHP pada Pasal 293 ini secara substansial sangat berbeda dengan ketiga pasal dalam KUHP yang disebutkan diatas. Pasal 293 ayat (1) RUU KUHP menawarkan pengaturan yang lebih komplit dan jelas mengenai pengaturan perbuatan
magis yang merugikan orang lain dengan mengidentifikasikan perbuatan dan akibat dari perbuatan magis tersebut serta diberikan besar pidananya. Tujuannya adalah mengakhiri kebiasaan main hakim sendiri oleh masyarakat kepada pihak-pihak yang dituduh pelaku ilmu hitam, sedangkan Pasal 545-547 KUHP tidak dapat memidanakan perbuatan santet karena ketentuan-ketentuan pasal tersebut tidak mengatur tentang santet atau perbuatan-perbuatan magis yang dapat menimbulkan kematian atau membuat seseorang menderita.
Meskipun eksistensi perbuatan magis diakui dalam KUHP dan RUU KUHP, tetapi membawa kasus-kasus ilmu hitam ini ke pengadilan sangatlah susah karena harus disertai bukti-bukti yang sah sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 183 KUHAP. Tahap penyidikan, pencarian barang bukti, penjeratan pasal yang tepat akan sulit untuk dilakukan karena perbuatan magis sifatnya di luar rasio manusia dan kaedah ilmu pengetahuan konvensional. Menurut Dr. Made Warka, orang boleh saja berteori bahwa dengan alat bukti seperti tercantum dalam pasal 184 KUHAP, seorang dukun teluh dapat saja dijadikan terdakwa kemudian dijatuhi hukuman. Namun keyakinan hakim seperti yang dituntut dalam pasal 183 KUHAP juga sangat memegang peranan karena alat bukti dan keyakinan merupakan dwitunggal dalam menjatuhkan putusan.6 Keyakinan hakim bahwa santet atau teluh itu tidak nalar, tidak masuk akal , tidak nyata membuat para hakim tidak berani memutuskan pidana karena takut keyakinannya tersebut tak dapat dipertanggungjawabkan.
Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra menyebut, santet dan sejenisnya merupakan beyond science. Oleh karena itu, yang dibuktikan bukan bagaimana cara menyantet melainkan pengakuan seseorang yang bermufakat untuk mengancam nyawa atau fisik seseorang dengan jalan ilmu hitam. Bukan membuktikan ilmu hitamnya sebagai tindak pidana melainkan perbuatannya. 7 Maksudnya dalam menangani beberapa kasus kejahatan magis, penyidik Polri menerapkan pasal-pasal lain dala KUHP agar pembuktiannya jadi lebih mudah. Pada kejahatan magis seperti hipnotis, peramalan atau dukun palsu akan diterapkan pasal penipuan (Pasal 378 KUHP) . Kemudian dalam kasus kejahatan magis yang menyebabkan kematian orang, maka polisi akan menjeratnya dengan pasal pembunuhan (Pasal 338 KUHP).
III KESIMPULAN
-
a. Dalam hukum pidana Indonesia eksistensi daripada kejahatan magis sendiri telah diakui, hal ini dapat dilihat dari pasal 545-547 KUHP dan Pasal 293 RUU KUHP. Meskipun telah diakui dan memiliki beberapa pengaturan, kejahatan magis tetap sulit ditindak lanjuti karena pembuktiannya yang sulit yang berada di luar nalar dan non ilmiah.
-
b. Menurut para ahli hukum, untuk mempertanggungjawabkan secara pidana kejahatan-kejahatan magis, aparap penegak hukum baik kepolisian atau hakim, menerapkan pasal-pasal lain dalam KUHP yang disesuaikan dengan barang-barang bukti yang sah sehingga kejahatan magis akan menjadi tindak pidana nyata dalam KUHP, seperti tindak pidana penipuan, menganggu kesajehteraan umum, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Lamintang, Theo, 2009, Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan, Sinar Grafika, Jakarta
Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta.
Suyono, R.P, 2008, Ajaran Rahasia Orang Jawa, Lkis, Yogyakarta.
Jurnal:
Mahendra, Yusril Ihza , 2010, Pasal Santet dalam Harian Umum Suara Harian Merdeka, Jakarta.
Nitibaskara, Ronny Rahman, 2003, Ilmu Hitam dan Realitas Sosial, Kompas, Jakarta URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_hitam.
Warka,Made, 2006, Segi Hukum Praktek Teluh Dalam Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Banyuwangi), Jurnal hukum Mimbar Keadilan.
Undang-Undang :
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Rancangan Undang-Undang KUHP Tahun 2012
Discussion and feedback