PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP
on
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP
Oleh
Bram Suputra I Gusti Nyoman Agung Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
The establishment of a special law concerning crimes other than those stipulated in the Code of Criminal Law (KUHP) is justified by the Criminal Code. However, many law outside the Criminal Code does not distinguish or qualify the crime, whether the crime including crime, or a violation of, and does not list rules punishment or application. This is in contrast with what is stipulated in the Criminal Code. These distinctions affect the criminal system is implemented in such offenses. So it needs to be explained further how the role of the reform of criminal law in the Criminal Code as an attempt alignment system of criminal law with laws specifically outside of the Criminal Code.
Keywords: System Punishment, Renewal, Kuhp
ABSTRAK
Pembentukan suatu Undang-Undang khusus mengenai tindak pidana selain yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang dibenarkan oleh KUHP. Namun, banyaknya Undang-Undang di luar KUHP tersebut tidak membedakan atau mengkualifikasikan mengenai tindak pidana, yaitu apakah tindak pidana tersebut termasuk kejahatan, ataukah termasuk pelanggaran, serta tidak mencantumkan aturan pemidanaan atau penerapannya. Hal ini berbeda dengan apa yang diatur dalam KUHP. Pembedaan tersebut berpengaruh terhadap sistem pemidanaan yang diterapkan dalam tindak pidana tersebut. Sehingga perlu dijelaskan lebih lanjut bagaimana peran pembaharuan hukum pidana dalam KUHP sebagai upaya keselarasan sistem pemidanaan aturan hukum dengan undang undang khusus di luar KUHP.
Kata Kunci: Sistem Pemidanaan, Pembaharuan, KUHP
Perkembangan hukum di dalam dunia kejahatan khususnya pengaturan mengenai hukum pidana terus berkembang sesuai dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Pengaturan mengenai Undang-Undang Khusus di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang dibenarkan berdasarkan Pasal 103 KUHP yang intinya menyatakan bahwa kebolehan membuat suatu ketentuan yang berbeda dari KUHP. Namun yang menjadi persoalan, yaitu banyaknya Undang Undang di luar KUHP yang tidak membedakan atau mengkualifikasi tindak pidana, apakah termasuk kejahatan
ataukah termasuk pelanggaran, serta tidak mencantumkan aturan pemidanaan atau penerapannya. Tentunya hal ini berbeda dengan tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP sebagai aturan umum dalam melakukan pemidanaan. Pada UU Khusus di Indonesia baru ada satu UU yang memuat aturan pemidanaan minimal, yaitu UU No. 15/2003 jo. Perpu No. 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang menyatakan bahwa penjatuhan pidana minimum khusus tidak berlaku untuk pelaku di bawah usia 18 tahun (Pasal 19 dan 24).1 Pada UU No. 15/2003 jo. Perpu No. 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme terdapat kekosongan norma, hal ini dikarenakan belum ada alasan peringanan pidana seperti pencobaan atau pembantuan dan pemberatan pidana seperti recidive/pengulangan kejahatan. Oleh sebab itu pembaharuan sistem pemidanaan menjadi perhatian dalam rancangan konsep KUHP baru. Pada Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP 2010 sistem pemidanaan mengalami beberapa perubahan dan konsepnya lebih disederhanakan.
Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana peran pembaharuan hukum pidana di dalam KUHP sebagai upaya keselarasan sistem pidana dengan Undang-Undang khusus di luar KUHP. Sehingga KUHP diharapkan dapat kembali menjalankan peran sebagai payung hukum yang mengatur delik pidana secara umum.
Adapun metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode penulisan hukum normatif. Adapun penulisan hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang hukum yakni peraturan perundang-undangan yang berlaku, mencari buku-buku yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas serta menggunakan bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun sekunder.2
Berkembangan sistem hukum pidana Indonesia, dimana KUHP merupakan induk aturan hukum pidana yang mana dalam hal ini, KUHP dilihat sebagai tempat atau
payung hukum yang memberikan tempat pada aturan-aturan yang secara khusus mengatur tentang suatu aturan yang memerlukan suatu bentuk yang lebih jelas (terperinci) mengenai suatu peristiwa dalam bentuk peraturan-peraturan yang dalam hal ini bersifat khusus. Pada KUHP memang membenarkan adanya aturan yang menyimpang atau berbeda bukanlah suatu permasalahan, karena hal itu dimungkinkan dalam KUHP tepatnya Pasal 103 KUHP menyatakan pada aturan penutup yaitu:
“Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”.
Dari apa yang di jelaskan Pasal 103 KUHP tidak mempermasalahkan adanya suatu aturan yang berbeda dengan adanya suatu bentuk aturan khusus yang mengatur. Namun, yang menjadi permasalahan juridis dalam “sistem pemidanaan”, antara lain:
-
1. Banyak Perundang-undangan khusus yang tidak menyebutkan atau menentukan kualifikasi tindak pidana sebagai “kejahatan” atau “pelanggaran”, sehingga secara juridis dapat menimbulkan masalah untuk memberlakukan aturan umum KUHP yang tidak secara Khusus diatur dalam UU khusus di luar KUHP itu;
-
2. Banyak UU khusus yang mencantumkan ancaman pidana minimal khusus, tetapi tidak disertai dengan aturan pemidanaan atau penerapannya. hal ini dapat menimbulkan permalahan, karena dilihat dari sudut sistem pemidanaan, pencantuman jumlah sanksi atau ancaman pidana (minimal atau maksimal) dalam perumusan delik (aturan khusus) hanya merupakan salah satu sub-sistem dari sistem pemidanaan.3
Indonesia baru ada satu UU khusus yang sudah memuat mengenai aturan pemidanaan untuk pidana minimal, yaitu UU No. 15/2003 jo. Perpu No. 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang intinya menyatakan, bahwa penjatuhan pidana minimum khusus tidak berlaku untuk pelaku di bawah usia 18 tahun (Pasal 19 dan 24) aturannya masih terbatas untuk anak. Belum ada aturan penjatuhan pidana minimal apabila ada alasan peringanan pidana lainnya (seperti percobaan atau pembantuan), atau apabila ada alasan pemberatan pidana (seperti concursus atau recidive), seperti halnya aturan penjatuhan pidana maksimal.4 Seperti di negeri Belanda, KUHP Indonesia membagi peristiwa-peristiwa pidana dalam kejahatan dan
pelanggaran5 . Di dalam pembedaan kejahatan dengan pelanggaran tersebut, terdapat pula perbedaan ancaman pidana, yakni tindak pidana yang tergolong kejahatan, ancaman pidananya lebih berat daripada pelanggaran.
Sehingga dapat dikatakan bahwa:
-
1. Pidana penjara hanya diancam pada kejahatan saja.
-
2. Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) yang diperlukan di situ, harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan jika menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah. berhubungan dengan itu kejahatan dibedakan pula dalam kejahatan yang dolus dan culpa.
-
3. Percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana (Pasal 54 KUHP), juga pembantuan pada pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP).
-
4. Tenggang kedaluarsa, baik untuk hak menentukan maupun hak penjalanan pidana bagi pelanggaran adalah lebih pendek daripada kejahatan tersebut masing-masing adalah satu tahun dan dua tahun.
-
5. Dalam hal perbarengan (Concursus) cara pemidanaan berbeda buat pelanggaran dan kejahatan. kumulasi pidana yang enteng lebih mudah daripada pidana berat (Pasal 65,66,70 KUHP).6
Adapun upaya mencapai suatu keselarasan antara Induk (KUHP) dengan segala peraturan yang bernaung di dalamnya, guna mencapai keselarasan antara KUHP dengan Undang-Undang Khusus dalam sistem pemidanaan maka perlu adanya suatu perubahan di dalam tubuh KUHP. Dimana dalam perkembangannya yang melatar belakangi perlunya perubahan (penataan) dalam tubuh KUHP antara lain:
-
1. KUHP dianggap tidak dapat menampung berbagai masalah dan dimensi perkembangan bentuk-bentuk tindak pidana baru.
-
2. KUHP kurang sesuai dengan nilai-nilai sosio-filosofik, sosio-politik, dan sosio-kultural yang hidup dalam masyarakat.
-
3. KUHP kurang sesuai dengan perkembangan pemikiran/ide dan aspirasi tuntutan/kebutuhan masyarakat (nasional/internasional).
-
4. KUHP tidak merupakan sistem hukum pidana yang utuh, karena ada pasal-pasal/ delik yang dicabut.7
Berbagai Upaya dilakukan oleh pakar hukum guna melakukan perubahan KUHP, dengan melakukan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), dimana terdapat pembaharuan sistem pemidaan,di dalam RUU KUHP Tahun 2010 ada Buku I Ketentuan Umum, antara lain dapat dilihat:
-
1. Sistematika Buku I konsep 2010
-
- BAB I. Ruang Lingkup Berlakuknya ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pidana
-
- BAB II. Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana
-
- BAB III. Pemidanaan, Pidana dan Tindakan
-
- BAB IV. Gugurnya Kewenangan Penuntutan dan Pelaksanaan Pidana
-
- BAB V. Pengertian Istilah
-
- BAB VI. Ketentuan Penutup.
Dari apa yang telah diuraikan bahwa Konsep KUHP baru terdiri dari enam (6) bab sedemikian sederhana di bandingkan KUHP yang berlaku saat ini yang masih terdiri dari Sembilan (9) bab, orientasinya lebih menitikberatkan kepada orang yang melakukan tindak pidana.8
III. KESIMPULAN
Keserasian, keselarasan dalam aturan umum (KUHP) dengan aturan UU khusus sangat penting mengingat banyaknya UU khusus yang ada di luar KUHP. Dewasa ini, KUHP tidak lagi dapat melingkupi aturan secara umum tentang delik pidana yang ada, khususnya delik pidana baru, yang saat ini diatur dalam UU khusus Oleh sebab itu perlunya adanya RUU KUHP, yang diharapkan KUHP dapat kembali menjalankan peran sebagai payung hukum yang mengatur delik pidana secara umum. Sehingga keselarasan dapat timbul antara KUHP dengan UU khusus dan tidak menimbulkan banyaknya kesenjangan norma seperti KUHP yang di pakai saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Barda Nawawi Arief, 2008, RUU KUHP Baru Sebuah Restrukturisasi/Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia, Universitas Diponegoro, Semarang.
Jonkers, 1987, Hukum Pidana Hindia Belanda, Bina Aksara, Jakarta.
Moeljatno, 1981, Asas-Asas Hukum Pidana, Asdi, Jakarta.
Anonim, “Perkembangan Aturan Khusus (Special Rules) di luar KUHP”, http://ikamadewis.wordpress.com/perkembangan-aturan-khusus-special-rules-di-luar-kuhp/. Diakses terakhir pada tanggal 8 April 2013.
Undang-Undang
Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Tahun 2010.
5
Discussion and feedback