PENGATURAN MANTAN TERPIDANA KORUPSI DALAM PENCALONAN ANGGOTA LEGISLATIF DARI ASPEK HAK ASASI MANUSIA
on
PENGATURAN MANTAN TERPIDANA KORUPSI DALAM PENCALONAN ANGGOTA LEGISLATIF DARI ASPEK HAK ASASI MANUSIA
Oleh :
A.A.Ngr. Rai Rama Prayoga* Ni Made Ari Yuliartini Griadhi **
Program Kekhususan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi rasa demokrasi dalam pemilu serta hak asasi manusia. Penulisan dalam judul ini adanya permasalahan dalam pencalonan anggota legislatif yakni terkait dengan mantan terpidana korupsi. Terkait dengan permasalahan tersebut KPU mengeluarkan suatu Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten/Kota. Dimana peraturan tersebut bertentangan dengan suatu aturan yang mengatur mengenai pemilu. Metode yang digunakan di dalam penulisan ini yakni menggunakan metode hukum normatif yang dimana menggunakan pendekatan perundang-undangan serta yang berkaitan dengan penulisan dari kepustakaan. Jika dilihat dari perspektif Hak Asasi Manusia peraturan ini dibuat oleh kpu tersebut dapat mengalanggar peraturan yang mengatur hak asasi manusia, karena pada salah satu pasal di pengaturan hak asasi manusia memberikan setiap orang untuk dapat dipilih serta dapat untuk memilih
Kata Kunci : Terpidana Korupsi, Hak Asasi Manusia, Calon Legislatif
ABSTRACT
Indonesia is a country that upholds a sense of democracy in elections and human rights. Writing in this title there are problems in the nomination of members of the legislature that is associated with former convicts of corruption. Related to this problem, the KPU issued a Regulation of the General Election Commission (PKPU) Number 20 of 2018 concerning the Nomination of Members of the People's Legislative Assembly, Members of the Provincial Regional Representative Council, Members of the Regency / City Regional Representative Council. Where the regulation is contrary to the rules governing elections. The method used in this paper is to use a normative legal method which uses a statutory approach as well as those relating to writing from the literature. If seen from the perspective of human rights, this regulation made by the Kpu can violate regulations governing
human rights, because in one of the articles in the regulation of human rights gives everyone to be elected and be able to vote
Keywords : Convicted Corruption, Human Rights, Legislatif Candidates
Negara Hukum merupakan sebuah teori pada dasarnya dari tradisi hukum Eropa mendapat pengaruh dari Romawi, negara hukum artinya suatu tempat serta kekuasaan dari pemerintahan yang tidak benar didalam melakukan atas kekuasaan sendiri, yang dimana harus ditumpukan dengan adanya kepastian dari hukum positif tersebut yakni Undang-Undang Dasar.
Negara Indonesia merupakan Negaraa yang menganut negara hukum yang dimana negara hukum mempunyai ciri khas dari negara hukum diantaranya : memiliki penjagaan serta pengakuan terhadap hak asasi manusia, memiliki suatu kekuasaaan yang berlaku berdasarkan aturan yang ada, serta pemisahan didalam suatu kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut dan adannya suatu peradilan administrasi1. Negara Indonesia adalah suatu negara di bagian asia tenggara yang menggunakan demokrasi konstitusional, yang artinya didalam suatu negara yang menggunakan sistem pemilu serta pemilukada dapat dijadikan sebagai tempat yang dimana bertujuan menciptakan adanya kewenangan yang memiliki peran yang aktif didalam penyelenggaraan negara.
Dalam Pasal 28 D UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa ; ”setiap orang berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Berdasarkan hal itu diartikan untuk semua orang berhak memiliki hak dalam pemerintah tersebut dan mendapatkan
kewenangan didalam pemilu, serta merupakan salah satu dari hak asasi manusia dimiliki oleh setiap orang.
Dalam Pasal 7 Ayat 1 Huruf h di Pengaturan Komisi Pemilhan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota menyatakan bahwa salah satu syarat mencalonkan diri menjadi calon legislatif adalah bukan mantan terpidanan korupsi, bandar narkorba serta kejahatan pelecehan seksual. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut (UU Pemilu) pada Pasal 240 Ayat 1 huruf g menyatakan bahwa apabila salah satu calon legislatif pernah menjadi mantan terpidana yang dipenjara selama 5 tahun tetap dapat mendaftarkan sebagai calon legislatif selama mantan terpidanan tersebut menyampaikan kepada masyarakat pernah menjadi seorang yang pernah dipidana, selain itu aturan dari KPU ini berselisih dengan Pasal 28 D UUD NRI 1945. Mantan terpidana korupsi ini dianggap masih mempunyai hak dalam politiik yang sama, sehingga penting diangkat judul “Pengaturan Mantan
Terpidana Korupsi Dalam Pencalonan Anggota Legislatis Dari Aspek Hak Asasi Manusia”
-
1.2. Rumusan Masalah
Dengan permasalahan yang ada diatas maka terdapat beberapa rumusan masalah yang akan disingkat yaitu :
-
1. Bagaimana Legalitas dari Mantan Narapidana Korupsi dalam Pemillihan Umum ?
-
2. Bagaimana Konsekuensi dari Larangan Mantan Terpidana Korupsi yang Mendaftarkan diri Menjadi Calon Legislatif terkait dengan Hak Asasi Manusia?
Memiliki tujuan dalam mengetahui legalitas dari mantan terpidana korupsi didalam pemilu daan mengetahui konsekuensi diterima dari pelarangan terpidana korupsi didalam mendaftarkan diri sebagai calon legislatif terkait hak asasi manusia II. Isi Makalah
Dalam penulisan ini metode penulisan yang digunkana yakni metode normatif. Dalam metode ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, menggunakan yang berkaitan dengan penulisan yang dihasilkan dari kepustakaan.
-
2.2. Hasil dan analisis
-
2.2.1. Legalitas dari Mantan Terpidana Korupsi dalam Pemilihan Umum
-
Dalam pancasila diakatan sebagai suatu dasar NRI menyatakan pada sila ke 5 “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. Dalam sila tersebut artinya tidak boleh adanya melakukan suatu diskiriminasi terhadap semua anak di dalam seluruh macam kehidupan kecuali yang dipersyaratan didalam UU maupun dengan putusan hakim. Pelaksanaan tersebuut berdasarkan pada Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyebutkan “hak atas kesamaan kedudukan atas hukum serta pemerintah tidak ada pengecualian” serta dalam Pasal 28 D ayat (3) UUD NRI 1945 menyebutkan “hak di dalam memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Sesuai dengan kedua pasal, bahwa pemberlakuan diskriminasi terhadap warga negara yang dimana merupakan perbuatan yang dilarang oleh konstitusi.2
Pada Putusan MK Nomor 14-17/PUU-V/2007 dalam amar putusannya yang menolak pengujian dari beberapa pasal mengenai mantan narapidana yang ingin mendaftarkan dalam pemilu sesuai yang ada pada aturan terkait pemiliu. Hal ini putusan tersebut dalam pasal berbagai aturan dinyatakan sebagai conditiionaly constitutional, yaitu yang tidak diperbolehkan dalam melakukan tindak pidana atau kealpaan yang bersifat ringan.
KPU mengeluarkan PKPU yang mengatur terpidana korupsi untuk mendaftarkan sebagai anggota legislatif. Adanya permaslahan ini maahkamah aggung melakukakn penguji terhadap peraturan dari kpu. Akhirnya mahkamah agung juga mengeluarkan Putusan MA Nomor 46 P/HUM/2018 yang dimana hasil dari pengujiannya menolak aturan yang dibuat oleh kpu diuji materinya dan hasilnya dari putusan tersebut kembali kepada UU Pemilu.
Tidak pernah mengalami pidana kurungan atas putusan yang dibuat oleh pengadilan serta memiliki kekuasan hukum tetap, jika membuat suatu tindakan pidana dapat diancam 5 tahun atau lebih, serta jika peraturan ini tetap diberlakukan tanpa adanya syarat-syarat yang tepat maka dapat menegasi adanya suatu prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah serta yang melakukan pelanggaran terhadap hak seseorang atau warga negara.3 Dalam hal ini lembaga pemilu yang ingin
membatasi khususnya korupsi yang tidak boleh mengikuti dalam pemilu.4
Dalam kerangka hak asasi manusia Pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa perlindungan atas hak asasi manusia adalah tanggung jawab untuk suatu negara, serta dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut (UU HAM) dalam Pasal 71 menyebutkan bahwa pemerintah memiliki tanggungjawab untuk melindungi, menghormati serta mengayomi kepada warga negaranya. Pengakuan untuk hak asasi manusia adalah suatu hal yang utama didalam suatu kerakyatan itu sendiri serta dapat mewujudkan didalam kegiatan pemilihan umum.
Fakta hukum dari Mahkamah Konstitusi yang member kesempatan kepada terpidana korupsi untuk dapat mendaftar untuk jadi calon legislatif dalam pemilu, serta adanya suatu pertentangan oleh pemerhati demokrasi dan pemilu di dalam pencalonannya terkait dengan mantan terpidana dapat mengajukan diri sebagai calon legislatif. Dalam salah satu pasal di UU pemilu menyebutkan bahwa persyaratan untuk menjadi bakal calon legistlatif tidak pernah menjalani kurungan sesuai putusan yang mempunyai kekuasaan didalam hukum yang bersifat tetap, dan sudah melaksanakan pelanggar hukum dan kurungan 5 tahun atau lebih kecuali menyampaikan publik merupakan mantan terpidana korupsi. Cara yang digunakan didalam mengumumkan dirinya bahwa merupakan seorang mantan terpidana kepada publik dengan cara melakukan pers kepada
media massa agar masyarakat mengetahui bahwa dia merupakan seorang mantan terpidana korupsi serta untuk undang-undang yang mengatur tentang ini memberikan cara bagaimana cara seorang mantan terpidana yang ingin mengumumkan dirinya kepada media massa.5
-
2.2.2. Konsekuensi Dari Larangan Mantan Terpidana Korupsi Terhadap Pencalonan Sebagai Calon Anggota Legislatif Terkait Hak Asasi Manusia
Pertanggungjawaban atas hak asasi manusia wajib dicantumkan didalam UUD suatu negara serta dijadikan sebagai poin yang penting yang harus ada disetaip lembaga serta dimiliki oleh setiap manusia.6 Aturan terkait hak asasi manusia menyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan suatu kewenangan yang melekat pada setiap manusia serta anugrah dan harus dilindungi serta dijunjung tinggi oleh setiap manusia.7
Pada perkembangan pemikiran mengenai hak asasi manusia terkait dengan hal ini merupakan pemikiran dari generasi pertama yang dimana dalam generasi pertama memberikan hak setiap warga negaranya untuk dipilih maupun memilih karena Indonesia adalah negara hukum, serta mengakui adanya hak asasi manusia dapat di lihat pada UUD NRI 1945 dan ada undang-undang lain ikut mengatur mengenai hak asasi manusia ini seperti UU HAM.
UU HAM ini mengatur secara luas terkait dengan hak asasi manusia, uu ini menjamin beberapa hak serta hak untuk berkelompok bagi masyarakatnya. Undang-undang ini secara jelas mengatur dengan adanya pahak asasi manusia natural rights yang dimana artinya melihat hak asasi manusia tersebut adalah suatu kodrat dimilik atau melekat pada manusia sejak lahir serta hak asasi manusia memiliki kategorisasi terkait hak yang ada yang merujuk pada sebuah deglarasi internasional yang dimana membahas hak asasi manusia.
Ditetapkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 pada ketentuannya terhadap larangan mantan terpidana korupsi yang mencalonkan dirinya dalam calon legislatif yang dimana sudah dapat ditetapkan pada saat pendaftaran didalam penentuan anggota legfslatif.
Penolakan ini terjadi karena KPU menganggap bahwa aturan PKPU ini melanggar UU Pemilu. Didalam UU tersebut pada Pasal 240 ayat (1) huruf g menyatakan bahwa mantan terpidana dapat nyalon anggota legislatif yang telah menjalani masa tahanan 5 tahun atau lebih selama mantan terpidana tersebut mengumumkan dirinya kepada publik yakni media massa terkait dengan kasus yang menjeratnya, selain permasalahn tersebut KPU juga mempermasalahan terkait dengan aturan PKPU tersebut dengan Pasal 43 ayat (1) UU HAM menyatakan seluruh penduduk memiliki hak didalam politik baik itu dipilih maupun memilih berdasarkan persamaan hak dan dimana telah dijamin oleh konstitusi.
KPU telah menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang dimana dibuatnya peraturan ini berdasarkan pelaksanaan Pemilu Serentak pada tahu 2019 yang dimana memilih anggota legislatif serta pemimpin suatu negara. KPU menggunakan aturan itu sebagai acuan serta dijadikan sebagia pedoman didloam
pelaksanaan pemilihan umum pada tahun 2019 yang menjadi poin penting didalam pelaksanaan PKPU mengatur mengenai terpidana yang tidak dizinkan untuk mendaftar jadi anggota calon legislatif yakni menyebutkan bahwa tidak seorang bekas terpidana narkotika, pelecehan seksuan terhadap anak, serta korupsi.
Berdasarkan dari PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislaif, pada pasal nya menyatakan syarat yang harus ditempuh dalam pencalonan dimana salah satunya yakni “tidak pernah dijatuhi hukuman pidana kurungan selama 5 tahun atau lebih”, kemudian didalam ayat (4) disebutkan mengenai syarat yang sebagaaimana yang disebutkan dlam aturan ini untuk mendaftarkan sebagai calon legislatif, dikecualikan bagi8
-
a. Untuk mantan terpidana yang sudah selesaii melakukan
maasa pidananya dan bersedia secara terbuka dan jujur untuk mengumumkan kepada publik, merupakan tidak menjadi pelaku kejahatan berulang, dan mencantumkan riwayat hidupnya
-
b. Untuk terpidana yang disebabkan karena keaplaan enteng
dan ada yang tidak menjalankan pidananya didalam penjara dan terbuka serta jujur untuk menyampaikan kepada publik Pemilihan anggota legislatif baik dpr, dprd provinsi, dprd kabupaten/kota. Korupsi yang ingin mendaftarkan diri sebagai calon legislatif merupakan suatu bentuk dari penafsiran dari UU Pemilu yang dimana untuk memperluas yang dimaksud pada aturan terkait pemilu, yang berbunyi :
“bakal calon anggota legislatif baik dpr, dprd provinsi, maupun dprd kabupaten/kota merupakan masyarakat negara indonesia telah memenuhi ketentuan yakni tidak dipidana dimana telah memperoleh suatu putusan dari pengadilan serta memiliki kekuasaan hukum yang bersifat tetap, didalam berbuat suatu tindakan yang dpat kurungan 5 tahun atau lebih, kecuali secara jujur serta terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan merupakan mantan terpidana”
Pemerintah, Bawaslu serta DPR melarang terkait dengan aturan yang dikeluarkan oleh KPU yakni PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dalam Pasal 7 ayat (1) yang isinya merupakan pantangan untuk mantan terpidana yang mau mencalonkan sebagai anggota legislatif. Penentangan tersebut disebabkan adanya dugaan KPU langgar ketentuan yang telah ada pada uu pemilu, karena di uu nya sendiri itu menyatakan jika seorang mantan terpidana yang telah melakukan masa tahanannya selama 5 tahun bisa nyalonkan dirinya untuk menjadi calon anggota legislatif jika mengemukakan dirinya ke publik. Mereka tidak boleh mencalonkan dirinya sebagai calon legislatif karena kasus korupsi merupakan kejahatan yang luas biasa9
Hukum postif hingga kini masih tidak larang mantan terpidana dalam nyalonkan dirinya hanya saja mantan terpidana tersebtu dapat mengikuti syarat-syarat yang dimana diatur dalam UU Pemilu tersebut serta pengadilan lah yang mencabut hak politik seseorang. KPU memiliki wewenang penuh didalam aturan ini, sebab jika kita merujuk kepada putusan yang dibuat oleh MK, bahwa KPU merupakan suatu lembga berdiri sendiri. UU Pemilu
pada dasarnya tidak larang mantan terpidana nyalon didalam pemilu. Mantan terpidana korupsi memiliki hak dalam poitik yang dimana hak tersebut dimiliki oleh setiap warga negaranya, serta hak tersebut yang dijaminkan oleh konstitusi.
Namun hal tersebut berlawanan dengan aturan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dimana larang mantan terpidana korupsi dalam nyalon sebagai calon legislatif. Anggota legislatif yang pernah terjerat kasus pidana tidak layat menjadi wakil rakyat. Dibutuhkannya suatu standar didalam pencalonan tersebut memiliki tujuan agar mengetahui apakah orang itu merupakan mantan terpidana atau pernah melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum.
PKPU membuat aturan tentang pelarangan bekas pidana korupsi untuk daftar dalam pencalonan legislatif yakni bertujuan untuk terwujudnya pemerintah bagus dan melandaskan asas yang ada pada UU pemilu itu sendiri serta agar didalam melaksanakan pemilihan umum dapat mencerminkan dari asas-asas didalam UU pemilu serta terbebas dengan adanya korupsi seperti pada uu yang mengatur negara terbebas dari korupsi, sehingga dalam hal tersebut pkpu dapat dikatakan kurang untuk melanggar ketentuan Pasal 28D UUD NRI 1945.10
Jika dilihat dari hak asasi manusia aturan dari kpu dapat melanggar dari hak asasi manusia itu sendiri karena setiap manusia mempunyai kewenangan didalam pemilu. Berdasarkan UU Pemilu pada Pasal 240 ayat (1) huruf g menyebutkan bahwa syarat untuk mantan terpidana korupsi dalam pencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk menyampaikan ke publik terkait
hal inicara didalam menyapaikan kepada publik ini tidak dijelaskan didalam UU Pemilu, hal ini membuat banyak masyarat bingung didalam cara mengumumkan kepada publik.
Menurut pendapat saya peraturan yang dibuat oleh KPU merupakan suatu peraturan yang membuat dari mantan terpidana tersebut tidak dapat menjalankan haknya serta jika mantan terpidana korupsi ini ingin mencalonkan diri harus mengikuti yang telah dinyatakan pada salah satu pasal UU pemilu. Terkait dengan hal ini yang harus dilakukan oleh pemerintah yakni untuk menambahkan cara untuk mengumumkan kepada publik sesuai yang telah tentukan pada UU pemilu itu sendiri agar tidak adanya permasalahan hukum seperti ini karena setiap manusia juga memiliki hak di pemilu.
-
1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14-17/PUU-V/2007 menjamin hak konstitusional mantan narapidana untuk turut serta sebagai calon legislatif dalam pemilihan umum. Putusan tersebut memberikan legalitas kepada mantan narapidana khususnya mantan terpidana korupsi untuk menduduki jabatan-jabatan publik yang dipilih dan sepanjang tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi ini wajib dimaknai sebagai sumber hukum yang bersifat final dan mengikat oleh penyelenggara pemilu yang bersifat mengatur bukan untuk membatasi hak asasi manusia.
-
2. Poin penting PKPU mengatur mengenai pelarangan mantan terpidana korupsi untuk mendaftarkan diri sebagai calon
legislatif dalam Pemilu yaitu demi terwujudnya
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan harus dikelola melalui pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Sehingga hal tersebut aturan PKPU belum bisa dikatakan melanggar ketentuan Pasal 28 huruf D UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa ”setiap orang berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Sebab kita ketahui bahwa tujuan hukum adalah untuk keadilan, kepastian, serta kemanfaatan. Bagi Pemerintah, Bawaslu, dan DPR sebaiknya mendukung peraturan yang telah dikeluarkan oleh KPU yaitu PKPU Nomor 20 Tahun 2018 mengingat KPU merupakan lembaga yang independen. Sehingga pemilihan legislatif tahun 2019 dapat terlaksana dengan baik serta dapat mengantisipasi adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dari hasil tulisan ini saya mengharapkan pemerintah lebih memfokuskan terkait dengan pengaturan mengenai persyaratan untuk menjadi calon legislatif, serta agar tidak adanya melanggar suatu UU yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan tidak melanggar terkait dengan hak asasi manusia seseorang yang dimana memberikan seseorang didalam memilih maupun dipilih didalam pemilu ini dan KPU didalam menentukan suatu peraturan harus sesuai dengan UU yang mengatur hal itu agar tidak terjadinya kesenjangan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Mirriam Budiardjo, 2009, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka
Rahayu, 2015, Hukum Hak Asasi Manusia, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang
Jurnal
Ahmad Zazili, 2012, Pengakuan Negara Terhadap Hak-hak Politik (Rigth to Vote) Masyarakat Adat Dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum, Jurnal Konstitusi, Vol .9 No. 1, Lampung
Hanum Hapsari, 2018, “Dilema Pelarangan Mantan Narapidana Korupsi Mendaftarkan Diri Sebagai Calon Legislatif”, Jurnal Nasional, Vol. 4 No. 2, Surakarta
Muhak asasi manusiamad Anwar Tanjung dan Retno Saraswati, 2018, “Demokrasi dan Legalitas Mantan Narapidana dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum”, Jurnal Hukum, Vol 25 No. 2, Semarang
Jumriani Nawawi, Irfan Amir, Muljan, 2018, “Problematika Gagasan Larangan Mantan Napi Korupsi Menjadi Calon Anggota Legislatif”, Jurnal Nasional Vol. 3, No. 2, Watampone
Bisarida dkk, 2012, Negara Penganut Pahak asasi manusia Demokrasi, Jurnal Konstitusi, Vol. 9, Nomor 3, Semarang
Ratmahesarani, 2016, Analisis Tehadap Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi Sebagai Upaya Menciptakanan Korupsi Yang Bersih (Clean Governance), Jurnal Kertha Negara, Vol. 4, No. 2, Denpasar
Adhistya Prameswari, 2016, Upaya Pencegahan Korupsi Melalui INPPRES No 5 Tahun 2004 Dalam Ruang Lingkup Pemerintah Kota Denpasar, Jurnal Kertha Negara, Vol. 4, No. 3, Denpasar
Yeni Handayani, 2014, Hak Mantan Narapidana Sebagai Pejabat Publik Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Jurnal Rechtsvinding, Vol. 4 No. 5, Bandung
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109)
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14-17/PUU-V/2007 tanggal 11 Desember 2007 Tentang Perihal Pengujian UU Nomor 23
Tahun Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden, UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, UU Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
UU Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap UUD NRI 1945
Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 P/HUM/2018 Tentang
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Atas Pasal 4 Ayat (3), Pasal 11 Ayat (1) Huruf D, dan Lampiran Model B.3 Fakta Integritas Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, PKPU Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
15
Discussion and feedback