PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMALSUAN REKAM MEDIS OLEH TENAGA MEDIS
on
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMALSUAN REKAM MEDIS OLEH TENAGA MEDIS*
Gusti Agung Nyoman Ananda Devi Semara Ratih** Sagung Putri M. E. Purwani***
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Tenaga medis tidak cukup sekadar ahli saat berkomunikasi dengan pasien berkenaan menjelaskan kondisi medis pasien atau membuat suatu keputusan medis sesuai dengan standar tetapi juga wajib untuk membuat data-data rekam medis. Rekam medis merupakan data lengkap yang memuat segala hal tentang pasien dari masuknya pasien hingga keluarnya pasien dari rumah sakit. Rekam medis yang dibuat oleh tenaga medis haruslah memuat informasi yang lengkap dan dibutuhkan yang nantinya dapat menjadi riwayat kesehatan yang jelas serta bukti dikemudian hari terjadi suatu kelalaian medis. Rekam medis sangat rahasia. Tenaga medis harus detail dalam menulis rekam medis, tidak boleh ada yang ditutupi maupun disalahgunakan. Persoalan terjadi apabila terjadi kalalaian fatal yang dilakukan oleh tenaga medis terutama yang disengaja contohnya pemalsuan rekam medis. Jurnal ini menelaah pertanggungjawaban pidana terhadap pemalsuan rekam medis oleh dokter dengan kajian normative dan menelaah apa saja konsekuensi dari terjadinya pemalsuan atas rekam medis.
Kata kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Pemalsuan, Rekam Medis
Abstract
It’s not enough for medical staffs to be able to communicate well with patients to explain their medical conditions or to make medical decisions according to the standard but they’re also obliged to create
medical records. Medical record is a complete note containing everything about a patient since one get into the hospital to when one get out. A medical record made by the medical staff has to contain complete and needed information that will become a medical history and a proof for when there’s a medical omission. Medical record is very secretive. Medical staffs have to pay attention to detail in creating a medical record, there should be nothing covered up and/or misused. Problems will occur when there’s a fatal omission which is done by a medical staff, especially if it’s intentional such as a medical record forgery. This article examines the criminal liability regarding medical record forgery by a medical staff with normative method and examines the consequences from that forgery.
Keyword : Criminal Liability, Forgery, Medical Records
Dalam lingkup dunia kesehatan sebuah rekam medis sangat penting keberadaannya, tidak hanya bagi sang pasien, tetapi penting pula untuk pihak rumah sakit sebagai arsip dan tenaga medis baik yang menangani pasien dan tenaga medis yang menangani pasien dilain waktu (sebagai riwayat medis). Berdasarkan Pasal 46 UU Praktek Kedokteran ditegaskan tiap tenaga medis wajib untuk membuat rekam medis. Rekam medis merupakan dokumen berisi salinan laporan tentang identitas, pemeriksaan, langkah medis dan pelayanan lainnya yang telah diberikan untuk menyembuhkan pasien.1 Menurut Huffman, rekam medis merupakan sebuah informasi mengenai apa, siapa, bagaimana, kenapa, dan dimana seorang pasien mendapatkan tindakan medis.2 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan rekam
medis adalah dokumen memuat catatan penting berkenaan identitas dan pelayanan apa yang didapatkan pasien selama dirawat. yang sifatnya rahasia.
Adanya dokumen mengenai rekam medis ini sangat diperlukan dalam pelayanan kesehatan karena substansi dari rekam medis sendiri berisikan data lengkap mengenai pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan, dengan demikian, ketika nantinya ada rujukan ataupun tuntutan dari pihak pasien maupun pihak tenaga medis, rekam medis tersebut dapat dijadikan alat bukti di persidangan.3 Rekam medis yang berisikan data lengkap dan detail dari pasien salah satunya tindakan-tindakan yang dilakukan tenaga medis. Isu hukumnya adalah apabila terjadi pemalsuan rekam medis oleh tenaga medis, bagaimana pertanggungjawaban pidananya dan apa konsekuensi yang terjadi. Pemalsuan rekam medis yang dilakukan oleh tenaga medis sering bertujuan untuk memperoleh untung untuk diri pribadi maupun bagi orang lain. Perbuatan pemalsuan rekam medis ini merupakan suatu pelanggaran terhadap kebenaran yang seharusnya ada antara tenaga medis dan pasien dengan artian pemalsuan ini telah melanggar perjanjian teraupetik pula. Pemalsuan suatu dokumen merupakan suatu tindak pidana baik itu dilakukan atas ijin pasien maupun tidak sehingga perlu adanya pertanggungjawaban pidana yang ditanggung oleh pihak yang terlibat melihat dampak-dampak yang timbul akibat adanya pemalsuan dokumen di dunia kesehatan.
Dalam PERMENKES Nomor 269/2008 tentang Medical Record (rekam medis) ditegaskan bahwa jika terjadi suatu pemalsuan yang bertanggung-jawab adalah director dari rumah
sakit sedangkan Dalam Wetboek van Statrecht (KUHP), Pasal pemalsuan data dapat menjadi payung hukum jika terjadi suatu pemalsuan rekam medis. Hal ini karena rekam medis adalah suatu data/dokumen akan tetapi dalam KUHP ditegaskan bahwa seseorang yang melakukan pemalsuanlah yang bertanggungjawab artinya dalam halnya pemalsuan rekam medis yang bertanggungjawab seharusnya tenaga medis. Dengan
memperhatikan ketentuan tersebut, terjadi ketidakjelasan norma dalam Pasal 14 Permenkes 269/2008 dengan Pasal 267 KUHP (norma kabur) yang akan mengakibatkan ketidakjelaskan siapa yang sebenarnya bertanggungjawab. Dengan ditemukannya norma kabur dalam pengaturan tersebut maka penulis akan mengkaji lebih lanjut pertanggungjawaban pidana terhadap pemalsuan rekam medis oleh tenaga medis.
-
1.2 Rumusan Masalah
-
1. Bagaimana pengaturan dalam hal terjadi
pemalsuan rekam medis oleh tenaga medis?
-
2. Bagaimana Pertanggungjawaban pidana
terhadap pemalsuan rekam medis oleh tenaga medis?
-
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan penulisan jurnal yaitu :
-
1. Untuk mengetahui pengaturan dalam hal
terjadinya pemalsuan rekam medis oleh tenaga medis.
-
2. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban
pidana terhadap pemalsuan rekam medis oleh tenaga medis.
Jenis metode penulisan yang digunakan adalah metode Yuridis Normatif yaitu metode dengan menguraikan permasalahan yang terjadi dan dikaitkan dengan kajian teori hukum yang kemudian dikaitkan dengan aturan yang berlaku. Yang memiliki kaitan dengan pertanggungjawaban pidana terhadap pemalsuan rekam medis oleh tenaga medis.
Sumber bahan hukum dalam penulisan ini yakni bahan hukum yang berasal dari peraturan perundang-udangan yang terdiri dari; Wetboek van Statrecht (KUHP), UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan PERMENKES Nomor 269/2008 tentang Rekam Medis serta bahan hukum yang berasal dari kamus hukum, karya ilmiah dan/atau bahan literatur yang relevan dengan penulisan ini.
Pertanggungjawaban pidana dapat dijatuhkan jika tindakan seseorang terbukti melawan hukum dan
rechvaadingingsground (tidak terdapat alasan pembenaran). Berdasarkan asas geen straf zonder schuld alias “tiada pidana tanpa kesalahan”, maka seseorang dapat dimintai
pertanggungjawaban pidananya setelah melakukan suatu tindak pidana.
Kepercayaan Aliran Monistis tentang Strabaarfiet, unsur-unsur pertanggungjawaban pidana meliputi kemampuan untuk bertanggungjawab; kesalahan (kealpaan/culpa atau dolus); dan tiada kausa pembenar.4
Tenaga medis mencakup dokter dan dokter gigi dimana salah satu tugasnya adalah membuat rekam medis.5 Pada dasarnya, rekam medis bersifat sangat rahasia, dimana hanya pasien dan tenaga medis yang menanganinya yang tahu isinya. Hal ini juga tercantum dalam Pasal 10 ayat (1) PERMENKES Nomor 269/2008 menegaskan kalau data informasi terkait identitas pasien, bagaimana riyawat kesehatannya, hasil pemeriksaan dan pengobatan harus dipastikan kerahasiaannya oleh tenaga medis dan rumah sakit.
Bersumber pada Pasal diatas, kita dapat menjamin hak pasien akan kerahasiaan rekam medis miliknya. Meskipun hak pasien atas kerahasiaan rekam medisnya sesungguhnya tidak bersifat mutlak. R. Soesilo beranggapan ada beberapa keadaan yang menjadi pengecualian atas kerahasiaan tersebut, yakni:
-
1. Pasien memberi izin untuk rekam medisnya di-publish-kan atau diungkap (tidak diperbolehkan pihak lain walaupun keluarga pasien);
-
2. Adanya kepentingan umum yang lebih penting dalam hubungan pelayanan kesehatan yang diatur dalam undang-undang.
Rekam medis yang sudah ada tidak dapat diubah, dimana yang dimaksud tidak dapat diubah itu yakni tidak dapat dicoret-coret dengan sengaja sehingga tenaga medis maupun tenaga medis lainnya harus berhati-hati dalam menulis rekam medis tersebut. Jik ada suatu kesalahan, cara membenarkannya harus dilakukan pada tulisan yang salah dengan dicoret karena menghapus tulisan dengan apa pun tidak diperbolehkan, kemudian diberi juga paraf oleh tenaga medis yang bersangkutan di data yang salah. Dikarenakan rekam medis wajib dijaga kerahasiaannya, maka pemaparan isi dari rekam medis hanya diperbolehkan dilakukan dengan izin tertulis dari pasien sendiri.6
Medical Records merupakan salah satu surat atau dokumen penting yang berisikan identitas pasien sehingga setiap sarana dan/atau pelayanan kesehatan sangat wajib untuk membuat rekam medis serta di dalamnya juga harus berisikan tanda tangan yang memberikan penanganan yakni pada umumnya adalah tenaga medis. Tanda tangan ini dimaksudkan sebagai tanda bahwa berkas tersebut merupakan suatu dokumen yang sah.
Rekam medis juga dapat menjadi salah satu dokumen atau surat yang tertulis yang bisa dipakai sebagai barang bukti keterangan di pengadilan. Oleh karena itu, pengubahan rekam
medis dapat mengakibatkan ketidakpastian dan ketidakadilan di dalam persidangan dimana rekam medis juga dapat menentukan apakah satu pihak bersalah atau tidak.7
Profesi tenaga medis sebelum menjalankan tugasnya telah mengucapkan sumpah setia profesi kedokteran yakni Sumpah Hippocrates yang sangat dijunjung oleh tenaga medis tidak hanya di Indonesia namun juga di Internasional. Sehingga sangat disesali jika seorang tenaga medis mengikari sumpah profesinya. Suatu perbuatan pemalsuan oleh tenaga medis dapat terjadi apabila:
-
1. Memiliki niat/maksud pribadi mengubah dokumen rekam medis untuk keuntungan pribadi atau tujuan jahat; dan
-
2. Terjadi karena desakan/permintaan dari pasien karena adanya sebuah kebenaran yang harus ditutupi atau dilindungi.
Dokumen medis kurang lebih akan berisikan identitas si pasien, hasil pemeriksaan yang mencakup keluhan dan riwayat penyakit dari pasien, hasil pemeriksaan pada saat pertama kali, diagonis, jenis dan tindakan apa yang diberikan, persetujuan tindakan oleh pasien atau kerabat, nama dan tandatangan tenaga medis yang menangani dan lainnya yang ada di isi rekam medis.8 Ikatan Tenaga medis Indonesia juga telah menegaskan bahwa pembuatan rekam medis haruslah lengkap dan benar, dimana segala peristiwa yang ditemukan pada diri pasien dan segala tindakan yang dilakukan terhadap pasien harus dicatat dengan akurat dan langsung pada saat itu juga kemudian diberikan paraf oleh tenaga medis untuk menjamin kebenarannya dan
keasliannya.9 Tulisan dalam rekam medis haruslah dapat dibaca karena jika tulisan tidak dapat dibaca dapat menjadi suatu bumerang bagi tenaga medis jikalau rekam medis tersebut dijadikan suatu alat bukti dokumen di pengadilan.
Peraturan terkait pemalsuan rekam medis tidak secara tegas dan spesifik diatur dalam peraturan perundang-undangan hukum nasional. Dalam Wetboek van statrecht (KUHP) mengatur tentang pemalsuan surat saja yakni Pasal 263 yang menegaskan bahwa seorang dapat dipidana jika membuat surat palsu dan/atau memalsukan surat yang sudah ada yang menimbulkan suatu kerugian serta dapat pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun.10 Pasal ini dapat menjadi payung hukum dikarenakan pemalsuan rekam medis dapat menimbulkan suatu kerugian karena berkaitan dengan penanganan selanjutnya untuk pasien yang jika tidak sesuai dengan seharusnya dapat menimbulkan kesalahan penanganan medis. Selanjutnya dalam UU Kesehatan tidak dijelaskan lebih lanjut apabila terjadi suatu pemalsuan rekam medis.
PERMENKES nomor 269/2008 tentang Medical Records terdapat Pasal yang mengatur siapa yang bertanggungjawab. Dalam Pasal 14 menegaskan bahwa pimpinan (director) rumah sakitlah yang bertanggungjawab apabila terjadi suatu pemalsuan rekam medis. Akan tetapi, tidak dijelaskan pertanggungjawaban seperti apa yang akan dilaksanakan oleh pimpinan sehingga
terjadi suatu kekaburan norma. Jika kita melihat, KUHP disini sebagai suatu lex generalis (hukum umum) dan PERMENKES sebagai suatu lex specialis (hukum khusus) untuk pemalsuan rekam medis. Akan tetapi, jika diperhatikan dan dikaji lebih lanjut bunyi dari masing-masing Pasal diatas, terjadi ketidakjelasan siapa yang seharusnya bertanggung-jawab jika terjadi pemalsuan rekam medis. Sehingga, harus adanya pembahasan lebih lanjut siapa yang sebenarnya bertanggungjawab jika terjadi suatu pemalsuan rekam medis.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa rekam medis tidak boleh berubah dari yang seharusnya dimaksudkan juga dengan mewaspadai adanya tindakan pemalsuan rekam medis tersebut. Berusaha menghapus data rekam medis dengan metode apapun dapat dikenai Pasal tindak pidana pemalsuan surat/dokumen rekam medis.11 Pada hakikatnya, dalam Pasal 14 PERMENKES 269/2008 tentang Medical Records dijelaskan yang harus bertanggungjawab ketika terjadi tindakan pemalsuan rekam medis adalah pimpinan (director) rumah sakit dengan dalil berkas/arsip rekam medis milik rumah sakit. Akan tetapi untuk sanksinya tidak terlihat adanya sanksi pidana di dalamnya dan dalam bentuk apa pertanggungjawaban yang diberikan director rumah sakit. Bagaimana dengan sang dokter? Tidak dijelaskan dalam peraturan perundang-undangan manapun bagaimana sanksi untuk tenaga medis yang melakukan pemalsuan. Dalam peraturan itu tidak tercantum sanksi-sanksi yang akan menjerat
tenaga medis apabila melakukan pemalsuan rekam medis yang penulis anggap hal tersebut sangatlah fatal jika terjadi
Pertanggungjawaban pidana terhadap pemalsuan rekam medis dapat kita lihat dengan berpijak pada Wetboek van Statrecht (KUHP) sebagai kitab atau sumber utama dalam Bidang Pidana. Bentuk rekam medis adalah dokumen atau arsip, sehinggga dapat dikaitkan dengan Pasal pemalsuan. Perbuatan memalsukan (vervalsen) dokumen diartikan semua bentuk tindakan yang diperuntukan pada dokumen yang sudah ada dengan mengubah/mengganti/menghapus sebagian atau sepenuhnya dari isi dokumen. Pemalsuan dokumen yang berkenaan dengan ini dapat kita temukan ketentuannya dalam KUHP Pasal 263 ayat (1) menegaskan seorang juga dapat ikut dikatakan melakukan tindakan pemalsuan jikalau meminta pihak lain menggunakanan surat seperti isinya benar dan tidak dipalsukan12, dapat diartikan sebagai tidak hanya tenaga medis saja yang dapat di pidana jika memalsukan rekam medis akan tetapi pasien juga dapat di pidana dengan Pasal yang sama jika si pasien lah yang meminta atau menginginkan pemalsuan rekam medis itu terjadi. Terdapat pula dalam ayat (2) menegaskan bahwa pemalsuan surat merupakan suatu tindak pidana karena dapat menimbulkan suatu kerugian.
Seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan pada Pasal ini dapat di pidana penjara maksimal 6 (enam) tahun. Penulis menekankan jika dokumen tersebut menimbulkan kerugian. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pemalsuan rekam medis dapat mengakibatkan pasien mendapatkan penanganan medis yang seharusnya tidak ia dapat
yang bisa berakibat fatal jika salah penanganan dan merugikan pihak pasien sehingga jelas menimbulkan suatu kerugian bahkan dapat menghilangkan nyawa orang lain. Soesilo mengemukanakan yang dimaksud surat adalah segala surat baik itu yang ditulis dengan tangan, tercetak, ataupun ditulis menggunakan mesin lainnya.13 unsur Pasal diatas yakni membuat surat palsu dan memalsukan surat/dokumen. Membuat surat palsu maksudnya adalah belum ada surat/dokumen apapun kemudian membuatnya seolah isi surat adalah kebenaran; sedangkan memalsukan surat/dokumen maksudnya adalah sudah ada surat/dokumen, diubah isinya seolah-olah isinya adalah kebenaran.
Suatu tindak pemalsuan dapat dihukum jika isi dari surat yang dipalsukan terbukti tidak benar dengan kenyataan, dikarenakan rekam medis bukan merupakan suatu akta otentik sehingga pembuktiannya di pengadilan, masih memerlukan interpretasi lebih lanjut.
Pemalsuan rekam medis juga bisa dikaitkan pemalsuan personalitas (identitas) yang tercantum Pasal 266 Wetboek van Statrecht (KUHP) meskipun tidak dengan tegas dituliskan mengenai pemalsuan rekam medis dan identitas, namun maksud dari identitas disini yakni identitas yang telah ada pada suatu akta hingga menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari unsur Pasal ini. Dalam hal pemalsuan rekam medis, terjadi suatu pemalsuan data personal dari pasien secara disengaja.
Tenaga medis yang melakukan pemalsuan rekam medis juga dapat mendapatkan hukuman tambahan apabila dokumen rekam medis ini digunakan sebagai alat bukti dalam pengadilan,
secara tidak langsung tenaga medis tersebut telah melakukan perusakan atas barang bukti yang akan digunakan sehingga tenaga medis dapat dikenakan Pasal merusak barang bukti.14 Soesilo memberikan penjelasan terkait Pasal ini, dimana kejahatan berkenaan Pasal ini terdiri dari 3 (tiga) macam yakni:15
-
a. Sengaja merusak/menghancurkan barang yang akan dipakai untuk bukti bagi hakim pidana;
-
b. Sengaja merusak/menghancurkan surat-surat yang
diperintahkan diarsipkan untuk bukti; dan
-
c. Sengaja merusak/menghancurkan surat-surat yang
diserahkan kepada pihak lain untuk keperluan bukti.
Berdasarkan Bab pembahasan, dapat penulis simpulkan :
-
1. Pengaturan terkait pemalsuan rekam medis tidak secara tegas diatur dalam Wetboek van Statrecht (KUHP), namun rekam medis merupakan suatu dokumen dimana untuk pemalsuan dokumen sudah diatur dalam Pasal 263 Wetboek van Statrecht (KUHP) yang secara tegas menghukum siapapun yang terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan surat sehingga dalam Pasal ini menjadi payung hukum atas pertanggungjawaban pidana pemalsuan rekam medis meskipun tidak secara tegas disebutkan dikarenakan mengingat rekam medis merupakan suatu berkas/dokumen. Selain itu dalam Pasal 14 PERMENKES disebutkan bahwa pimpinan (director) rumah sakitlah yang bertanggungjawab apabila terjadi suatu tindak pidana pemalsuan rekam medis.
Hal ini menjadi tidak jelas siapa yang seharusnya bertanggungjawab dalam tindak pidana ini.
-
2. Pertanggungjawaban pidana apabila terjadi pemalsuan rekam medis dapat dilakukan apabila tenaga medis tersebut terbukti membuat dan/atau merubah isi dari rekam medis sesuai dengan ketentuan Pasal pemalsuan surat. Perlu dilakukannya proses peradilan pidana untuk membuktikan unsur-unsur kesalahan dalam tindak pidana untuk dapat dipertanggungjawabkan.
Afriko, Joni, 2016, Hukum Kesehatan (Teori dan Aplikasinya), Bogor: In Media.
Departemen Kesehatan RI, 1997, Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia, Jakarta: Dirjen Pelayanan Medik.
R. Soesilo, 1991, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya lengkap Pasal demi Pasal, Bogor: Politeia.
JURNAL
I Gede Brahmanda Candrawiguna, Ketut Sudantra: Pengaturan Tindak Pidana Pemalsuan Syarat Administrasin Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Juornal Ilmu Hukum Unud, Vol 08, No 6, 2019
I Made Adi Widnyata: Tingkat Penyimpangan Ketentuan Hukum Tentang Praktek Penyerahan Obat (Dispensing) oleh Tenaga Medis pada Tempat Praktek Pribadi di Kota Denpasar tahun 2016, Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi, Vol 02, No 1, 2016
Made Yogi Prasada, I Nyoman Mudana: Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Kerahasiaan Rekam Medis (Medical Records). Juornal Ilmu Hukum Unud, Vol 02, No 2, 2014
Made Karma Wirajaya, Novita Nuraini: Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ketidaklengkapan Rekam Medis Pasien pada Rumah Sakit di Indonesia, Jurnal Mahajemen Informasi Kesehatan Indonesia, Vol 07, No 2, 2019
Made Aprina Wulantika Dewi, Nyoman A. Martana: Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah, Juornal Ilmu Hukum Unud, Vol 05, No 2, 2015
Nabil Atta Samandari: Kekuatan Pembuktian Rekam Medis Konvensional dan Elektronik, Jurnal Hukum Kesehatan, Vol 02, No 2, 2016
Nanik Puji Rahayu, Sofwan Dahlan, Petrus Soerjowinoto: Penyelenggaraan Rekam Medis Pada Pelayanan Kesehatan Bakti Sosial oleh Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung, Jurnal Hukum Kesehatan, Vol 02, No 2, 2016
Padil: Karakteristik Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Korupsi. Jurnal IUS: Kajian Hukum dan Keadilan, Vol 04, No 2, 2016
UNDANG-UNDANG
Wetboek van Statrecht (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP)
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor (PERMENKES) Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis
15
Discussion and feedback