PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN PEKERJA ANAK MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA
on
PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN PEKERJA ANAK MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA1*
Oleh
Ari Yulianingsih2**
I Wayan Novy Purwanto3***
Bagian Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Judul makalah ini yaitu “Pengaturan Terhadap Perlindungan Pekerja Anak Menurut Hukum Positif Indonesia”. Pada dasarnya anak dilarang untuk melakukan suatu pekerjaan agar tidak menggangu tumbuh dan kembangnya. Namun kini masih maraknya anak yang bekerja menjual tisu tanpa menggunakan mesin pada malam hari. Dalam UU Ketenagakerjaan, memperbolehkan mempekerjakan anak asal mendapatkan izin orang tua dan melakukan pekerjaan ringan, namun dalam pengaturannya kurang jelas mengenai yang dimaksud dengan pekerja ringan. Dengan permasalahan hukum yang dijadikan pusat penelitian yaitu apakah anak yang bekerja menjual tisu pada malam hari yang tidak menggunakan mesin termasuk pelanggaran serta apakah sanksi bagi pihak yang mempekerjakan anak apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun metode penelitian hukum yang digunakan yaitu diperlukannya suatu penelitian hukum yang berupa metode penelitian normative melalui the statute approach, analitical and conseptual approach, dan penafsiran hukum dengan mengkaji
1* Makalah dengan judul “Pengaturan Terhadap Perlindungan Pekerja Anak Menurut Hukum Positif Indonesia” ini dibuat diluar dari ringkasan skripsi
2** Mahasiswa bagian hukum perdata program studi (S1) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Bali, email: ariieyuliia@gmail.com
3*** Penulis kedua dalam makalah ini adalah I Wayan Novy Purwanto selaku dosen di Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: novypurwanto17@gmail.com
undang-undang yang terkait pada permasalahan itu sehingga dapat memberikan analisa terhadap permasalahan yang dihadapi.
Adanya penafsiran a contrario yang menafsirkan bahwa jenis pekerjaan pada KEMENAKERTRANS No.
KEP/235/MEN/2003 dikategorikan sebagai pekerja berat, maka pengaturan mengenai pekerja berat sudah ada yang mengaturnya sementara pekerja ringan belum ada yang mengatur lebih lanjut. Dengan adanya pengaturan tersebut, anak yang bekerja menjual tisu saat malam hari tanpa menggunakan mesin termasuk pelanggaran larangan mempekerjakan anak dikarenakan anak tersebut melakukan pekerjaan berat. Selain itu, terdapat beberapa sanksi berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana berupa pidana denda, kurungan, dan penjara apabila ditemukan suatu pelanggaran terhadap pekerja anak sehingga dapat memberikan perlindungan pada pekerja anak dan hak anak tidak dieksploitasi tenaganya di bidang ketenagakerjaan.
Kata kunci: Pekerja Anak, Anak, Hak Anak
Abstract
The title of this paper is "Arrangements for the Protection of Child Labor Under Indonesian Positive Law". Basically children are forbidden to do a job so as not to interfere with growth and development. But now there are still many children who work selling tissue without using machines at night. In the Manpower Act, it is permissible to employ children as long as they get parental permission and do light work, but in the regulations it is unclear what is meant by light workers. With legal issues being the center of research, is whether children who work selling tissue at night who do not use machines include violations as well as whether the sanctions for those who employ children if they do not comply with statutory provisions.
The legal research method used is the need for a legal research in the form of normative research methods through the statute approach, analytical and conceptual approach, and legal interpretation by reviewing the laws related to the problem so that it can provide an analysis of the problems faced.
The existence of a contrario interpretation which interprets that the type of work in KEMENAKERTRANS No. KEP/235/MEN/2003 are categorized as heavy workers, then there are regulations regarding heavy workers who have set it up while light workers have not yet regulated it further. With this regulation,
children who work selling tissue at night without using machines include violating the prohibition of employing children because the child is doing heavy work. In addition, there are several sanctions in the form of administrative sanctions and criminal sanctions in the form of criminal fines, confinement, and imprisonment if a violation is found against child labor so that it can provide protection to child labor and the rights of children are not exploited by labor force.
Keywords: Child Labor, Children, Children's Rights
Sejak Indonesia bebas dari penjajahan Tahun 1945, Indonesia telah mengikrarkan diri sebagai negara hukum. Dengan demikian Indonesia telah menjamin adanya kepastian hukum dan hak asasi tiap warga negaranya. Satu diantara hak asasi yang dilindungi negara yakni hak dalam bidang ketenagakerjaan yang diatur dalam Pasal 28 D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Prinsip yang terkandung dalam regulasi tersebut berkaitan erat dengan upaya perlindungan bagi tenaga kerja.4 Manusia yang mau bekerja terutama telah mencapai usia kerja merupakan manusia yang tau akan tanggungjawabnya bagi kelangsungan hidupnya.5 Sehingga pada dasarnya setiap orang mesti bekerja supaya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Peran tenaga kerja pasti diperlukan dalam suatu pekerjaan karena adanya korelasi antara keduanya. Di Indonesia terdapat dua macam masyarakat, yakni masyarakat tergolong tenaga kerja yaitu masyarakat yang berumur 15 tahun – 64 tahun dan masyarakat bukan tenaga kerja yaitu masyarakat berumur 15 tahun ke bawah dan 64 tahun ke atas.6
Namun kenyataannya terdapat beberapa pekerja anak yang terlibat aktif dalam melakukan suatu pekerjaan baik di sektor formil maupun informil. Seperti halnya di Bali, menurut Divisi Humas KPPAD Bali banyak pekerja anak yang ditemukan dalam sektor informal,7 seperti halnya anak-anak yang bekerja menjual tisu pada saat malam hari tanpa menggunakan mesin. Adapun yang dimaksud dengan pekerja di sektor informal yaitu pekerja yang bertanggungjawab atas perseorangan yang tidak berbadan hukum dan hanya berdasarkan atas kesepakatan. Pekerja informal ini biasanya merujuk pada jenis pekerja kasar atau mengandalkan kemampuan fisik, seperti montir, tukang las, buruh pabrik, dan sopir. Sementara itu, pekerja di sektor formal yakni tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan sebagai tenaga kerja terlatih, yang merujuk pada jenis pekerjaan halus, seperti staf kantor, manajer, direktur, guru, dosen, maupun dokter.
Adanya pekerja anak yang bekerja dikarenakan berbagai faktor, bahkan tak jarang anak dipekerjakan oleh orang tuanya sendiri dengan alasan faktor ekonomi karena di Indonesia anak yang bekerja membantu orang tuanya dianggap sebagai anak yang berbakti pada orang tua.8 Hakekatnya anak dilarang bekerja dikarenakan waktu mereka layaknya digunakan untuk belajar, bermain, bergembira serta mendapatkan perlindungan dari orang tua guna mencapai cita-citanya.9
Sesungguhnya anak yang bekerja tidak sepenuhnya dilarang karna anak yang bekerja tidak selalu memberikan dampak yang negatif selama tujuan anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat serta kreativitasnya.10 Berbicara mengenai perlindungan anak tidak akan berhenti sepanjang sejarah kehidupan manusia karena anak sebagai generasi penerus bangsa dan juga subyek pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan serta pemegang kendali masa depan suatu negara.11
Secara yuridis, Indonesia memiliki seperangkat peraturan yang dapat melindungi hak anak untuk dapat meminimalisir resiko bekerja pada anak, antara lain pengesahan Convention International Labor Organization Nomor 138 sebagai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Usia Minumum Untuk Diperbolehkan Bekerja, pengesahan Convention International Labor Organization Nomor 182 sebagai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta KEMENAKERTRANS Nomer KEP/235/MEN /2003 tentang Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.
Meskipun dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan anak diperbolehkan bekerja apabila mendapatkan izin dari orang tuanya dan anak dapat melakukan pekerjaan ringan. Namun pekerjaan ringan yang dimaksud tersebut tidak dijelaskan lebih
rinci maka diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut sehingga dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran terhadap pekerja anak dan dapat memberikan jaminan hukum serta perlindungan bagi pekerja anak.
Berdasarkan pada uraian diatas, maka diangakat suatu permasalahan yaitu:
-
1. Apakah anak yang bekerja menjual tisu pada malam hari walaupun tidak menggunakan mesin termasuk pelanggaran?
-
2. Apakah sanksi bagi pihak yang mempekerjakan anak apabila tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan?
Adapun maksud dari penulisan makalah ini yaitu:
-
1. Untuk mengetahui anak yang bekerja menjual tisu pada malam hari yang tidak menggunakan mesin termasuk pelanggaran atau bukan pelanggaran.
-
2. Untuk mengetahui sanksi bagi pihak yang mempekerjakan anak apabila tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Metode yang dilakukan pada penulisan makalah ini yaitu penelitian hukum normative dengan the statute approach, analitical and conseptual approach, dan penafsiran hukum dengan mengkaji undang-undang yang terkait pada permasalahan itu sehingga
dapat memberikan suatu analisa terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.12
-
2.2 Isi dan Pembahasan
-
2.2.1 Syarat-Syarat Mempekerjakan Anak Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan
-
Anak merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan penerus bangsa mempunyai hak asasi yang dibawa dari lahir yaitu hak akan tumbuh dan berkembang secara optimum baik jiwa dan raga. Pengertian anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu seorang belum berumur 18 Tahun termasuk anak yang masih berada di kandungan. Sejatinya anak perlu dilindungi hak-haknya agar mereka memperoleh penghidupan yang layak seusianya. Perlindungan terhadap pekerja anak dapat dilihat dalam pemenuhan hak yang dimiliki anak berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak yakni hak untuk beribadah sesuai agamanya, hak mendapatkan pendidikan, hak diasuh orang tua, serta berhak memperoleh perlindungan.
Adanya penyertaan anak ketika melakukan pekerjaan dapat digolongkan menjadi anak yang bekerja (anak melaksanakan pekerjaan untuk menolong orangtua, seperti membantu mengerjakan tugas-tugas di rumah) dan pekerja anak (anak yang melaksanakan segala macam pekerjaan sehingga mengganggu pendidikan, membahayakan keselamatan serta tumbuh kembangnya).13 Adapun anak-anak yang membantu orang tuanya melakukan pekerjaan apapun untuk mendapatkan uang, dianggap sebagai pekerja anak dan anak tersebut bekerja
tanpa melihat bentuk pekerjaan, apakah itu berbahaya bagi anak-anak atau tidak.14 Bagi para pekerja anak pun sesungguhnya mereka akan memilih untuk bersekolah dan bermain bersama teman seusianya daripada sebagai pekerja anak.15 Karena sejatinya dunia anak merupakan dunia bersekolah dan dunia bermain yang diarahkan pada peningkatan dan akselerasi perkembangan jiwa, fisik, mental, moral, dan sosial.16
Secara konsepsional, strategi pendekatan dalam memperhatikan permasalahan pekerja anak terdiri atas abolition, protection, dan empowerment.17 Pengaturan tentang perlindungan pekerja anak di Indonesia dapat dijumpai dalam beberapa peraturan seperti halnya dalam dalam pengesahan Convention ILO Nomor 138 sebagai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 mengenai Usia Minimum Diperbolehkan Bekerja. Dalam convention tersebut usia minimal yang telah ditetapkan yaitu usia telah menyelesaikan pendidikan wajib dan tidak kurang dari 15 Tahun.
Dalam UU Ketenagakerjaan, pekerja anak diatur dalam pasal 68 – pasal 75. Dalam undang-undang ini juga memperbolehkan anak melaksanakan pekerjaan yang termasuk dalam kurikulum pendidikan dan untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Adapun bentuk perlindungan terhadap pekerja anak dilihat dari adanya pemenuhan terhadap hak yang didapatkan sebagaimana mestinya meliputi hak mendapatkan gaji yang layak, hak memperoleh jam kerja yang sesuai, hak
memperoleh jam istirahat dan cuti yang cukup, hak mendapatkan pendidikan, serta hak memperoleh keselamatan dan kesehatan kerja. Sementara dalam Pasal 74 Undang-Undang Ketenagakerjaan memiliki keterkaitan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 dimana anak dilarang untuk melakukan pekerjaan terburuk seperti segala macam praktek - praktek perbudakan, pemanfaatan anak untuk pelacuran, pemanfaatan anak untuk kegiatan haram, dan pekerjaan dilingkungan yang dapat mengancam keselamatan anak.
Selanjutnya, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan pengusaha dilarang mempekerjakan anak, dikecualikan pada anak berumur 13-15 Tahun yang melaksanakan pekerjaan ringan bila tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial asalkan mendapat ijin dari orang tua, adanya perjanjian kerja diantara pengusaha dan orang tua, durasi kerja maksimal tiga jam, dilaksanakan saat siang hari, serta memiliki relasi kerja jelas dan upah yang sesuai. Namun, mengenai apa yang dimaksud dengan pekerjaan ringan dalam pasal 69 UU Ketenagakerjaan tidak menjelaskan dan memberikan pengaturan lebih lanjut.
Adapun indikator anak dikatakan melakukan pekerjaan ringan, yaitu adanya unsur pendidikan/pelatihan, anak tetap sekolah, dilakukan pada saat senggang dengan waktu yang relatif pendek, dan terjaga keselamatan dan kesehatannya.18 Sedangkan menurut WHO dalam Santoso (2004) penggolongan kerja/beban kerja meliputi kerja ringan yaitu jenis pekerjaan di kantor, dokter, perawat, guru, dan pekerjaan rumah tangga (dengan menggunakan mesin), dan kerja berat adalah jenis pekerjaan petani tanpa mesin, kuli angkat dan angkut, pekerja tambang, tukang kayu tanpa mesin, maupun tukang besi.
Selanjutnya, mengenai yang dimaksud dengan pekerjaan ringan diatur lebih jelas dalam KEMENAKERTRANS Nomor KEP/235/MEN/2003 tentang Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak. Hal ini berdasarkan pada penafsiran secara a contrario, yakni penafsiran yang diimplementasikan dengan cara menemukan kebalikan dari istilah yang dihadapi (Ishaq, 2008:255), kebalikan istilah yang dimaksud dalam hal ini adalah antonimnya. Dalam KEMENAKERTRANS Nomor KEP/235/MEN/2003 menjelaskan lebih lanjut mengenai macam pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan anak, yakni:
-
a. Pekerjaan dilakukan berkaitan dengan mesin.
-
b. Pekerjaan dilakukan di lingkungan berbahaya (mengandung bahaya fisik, kimia, dan biologis).
-
c. Pekerjaan memuat sifat berbahaya seperti:
-
1 Pekerjaan konstruksi bangunan
-
2 Pekerjaan dilakukan pada perusahaan produksi kayu
-
3 Pekerjaan yang mengangkat secara manual beban melebihi 12 kg (bagi anak laki-laki) dan melebihi 10 kg (bagi anak perempuan)
-
4 Pekerjaan bangunan yang terkunci
-
5 Pekerjaan menjala ikan di perairan laut dalam
-
6 Pekerjaan dilaksanakan pada daerah terisolir
-
7 Pekerjaan di kapal
-
8 Pekerjaan saat merecycle benda tak habis pakai
-
9 Pekerjaan dilaksanakan waktu 18.00 – 06.00
Serta macam pekerjaan mengancam moral anak, yakni:
-
a. Pekerjaan di club malam atau tempat yang dijadikan prostitusi.
-
b. Pekerjaan menjadi model promosi miras maupun obat perangsang seksualitas serta rokok.
Sehingga jenis pekerjaan yang tergolong dalam KEMENAKERTRANS No. KEP/235/MEN/2003 ini dapat dikategorikan sebagai pekerja berat dan mengenai pengaturan terhadap pekerja ringan tidak ada yang mengatur lebih lanjut sedangkan pekerja berat sudah ada yang mengaturnya dalam KEMENAKERTRANS No. KEP/235/MEN/2003. Maka dari itu dengan adanya penafsiran a contrario, anak yang bekerja menjual tisu pada malam hari tanpa menggunakan mesin termasuk pelanggaran dalam larangan mempekerjakan anak karena dikategorikan sebagai pekerja berat.
-
2.2.2 Sanksi Bagi Pihak yang Mempekerjakan Anak Apabila Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Perundang-Undangan Pada suatu pekerjaan tidak luput dari kemungkinan terjadinya ketidaktaatan terhadap ketentuan perundang-undangan yang dilakukan oleh pengusaha/perusahaan, bahkan tak jarang hingga menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Apabila masuk pada ranah perusahaan yang mempekerjakan anak dan terjadi kecelakaan kerja pada anak tentu pihak perusahaan yang bertanggungjawab atas hal tersebut.19 Selain itu, perusahaan yang bertanggungjawab atas pekerjaan yang mengalami kecelakaan seluruhnya ditanggung oleh perusahaan dengan
alasan pekerja tidak mempunyai kemampuan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh perusahaan.20
Selanjutnya, terhadap pengusaha/perusahaan yang mempekerjakan anak tidak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan berupa teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pencabutan izin. Sanksi administratif ini diberikan apabila pengusaha/perusahaan melakukan diskriminasi dalam bekerja khususnya pada pekerja anak.
Adapun sanksi pidana yang diberikan oleh pengusaha/perusahaan bila mempekerjakan anak tidak berdasarkan ketentuan perundang-undangan berupa pidana denda, kurungan, maupun penjara. Apabila pengusaha/ perusahaan yang mempekerjakan anak pada pekerjaan terburuk dapat dipidana penjara 2-5 tahun dan/atau denda Rp. 200-500 juta dan termasuk dalam tindak pidana kejahatan. Sedangkan bila pengusaha/perusahaan yang mempekerjakan anak tanpa memperhatikan persyaratan dalam melakukan pekerjaan ringan termasuk tindak pidana kejahatan dan dapat dikenakan pidana penjara 1-4 tahun dan/atau denda Rp. 100-400 juta. Serta pengusaha/perusahaan yang mempekerjakan anak melanggar atau membatasi pekerjaan yang dilakukan untuk mengembangkan bakat dan minatnya dapat dikenakan sanksi pidana kurungan 112 bulan dan/atau denda Rp. 10-100 juta dan termasuk dalam
tindak pidana pelanggaran. Hal tersebut sesuai dalam ketentuan Pasal 183, 185, dan 187 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat diambil suatu simpulan yakni:
-
1. Bahwa adanya anak yang bekerja menjual tisu pada malam hari tanpa menggunakan mesin termasuk pelanggaran dalam larangan mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam KEMENAKERTRANS Nomor KEP/235/MEN/2003 tentang Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.
-
2. Bahwa bentuk sanksi terhadap pihak yang mempekerjakan anak yang tidak sesuai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat berupa sanksi administratif dan sanksi pidana, adapun bentuk pidana yang diberikan yaitu pidana denda, kurungan, maupun penjara.
Adapun saran yang dapat disampaikan oleh penulis, yaitu:
-
1. Dengan adanya regulasi yang telah memberikan perlindungan terhadap pekerja anak sudah seharusnya para pihak mempekerjakan anak yang sewajarnya sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku.
-
2. Dengan adanya regulasi tersebut agar para pihak yang mempekerjakan anak tidak melakukan pengingkaran pada hak -hak pekerja anak sehingga dapat menjamin perlindungan pada pekerja anak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Badan Pusat Statistik Organisasi Perburuhan Internasional, 2009, Pekerja Anak di Indonesia, hlm. 25
Depatermen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005, Modul Penanganan Pekerja Anak, hlm 10.
Eka Cahjanto, Implementasi Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Eksploitasi Pekerja Anak, hlm 13.
Idrus, Affandi, 2007, Pendidikan Anak Berkonflik Hukum (Model Konfergensi Antara Fungsionalis Dan Religious), Alfabeta, Bandung, hlm 17.
Kartasaputra, Hukum Perburuhan di Indonesia, Jakarta : Bina Aksara, hlm 13.
Peter Mahmud Marzuki, 2017, Penelitian Hukum, Cetakan Ke-13, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm 133.
Udiana, I Made, 2016, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial, cet. Ke-2, Denpasar: Udayana University Press, hlm 4.
Udiana, I Made, 2018, Industrialisasi dan Tanggungjawab Pengusaha Terhadap Tenaga Kerja Terlibat Hukum, cet. Ke-1, Denpasar: Udayana University Press, hlm 33.
Internet
Badan Pusat Statistik, Tenaga Kerja, URL : https://www.bps.go.id /subjec/6/tenaga-kerja.html (diakses pada 16 September 2019)
I Wayan Sui Suadnyana, 2019, KPPAD Bali Masih Banyak Temukan Pekerja Anak di Sektor Informal di Bali, URL : https://bali.tribunnews.com /2019/05/01/kppad-bali-masih-banyak-temukan-pekerja-anak-di-sektor-informal-di-bali?page=all (diakses pada 16 September 2019)
Jurnal
Dwinanarhati Setiamandani Emei, 2012, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak dan Upaya Penanggulangannya, Vol 2, No. 2,
https://jurnal.unitri.ac.id>index.php>reformasi>article>do wnload
Eko Donianto, 2012, Tanggung Jawab Pengusaha Kapal Motor Ikan Terhadap Pekerjanya Akibat Terjadinya Kecelakaan Kerja (Studi Di Kuala Mempawah Kabupaten Pontianak), Vol 01,
Nomer 01, http://jurnal.untan.ac.id/index.php/
Kaimudin Arfan, 2019, Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Anak Dalam Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia, Vol 2, No. 1,
https://riset.unisma.ac.id>index.php>yur> article>download
Prajnaparamita Kanyaka, 2018, Perlindungan Tenaga Kerja Anak, Vol.1,https://ejournal2.undip.ac.id>index.php>alj>article> downlod
Putri Subekti Rika, 2018, Urgensi Ratifikasi Konvensi International Labor Organization: Perspektif Perlindungan Pekerja Anak Pada Sektor Rumah Tangga, Vol 7 No. 1, https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/article/view/380 57
Riza Aditya, 2019, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan , Vol 7 No. 2, https://ojs.unud.ac.id /index.php/kertasemaya/article/view/52957
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279)
Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835)
Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941)
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.235/MEN/2003 tentang Jenis Pekerjaan yang
Membahayakan Kesehatan, Keselamatan, atau Moral Anak
16
Discussion and feedback