PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA RUMAH TANGGA

DALAM UNDANG – UNDANG KETENAGAKERJAAN

Oleh:

Ni Putu Yulia Tirtania∗∗

I G.N Dharma Laksana∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Pekerja Rumah Tangga (PRT) saat ini pekerjaan yang jasanya digunakan paling banyak di masyarakat. Tetapi sampai saat ini juga belum ada undang – undang yang mengatur mengenai hak Pekerja Rumah Tangga. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum dapat menjamin perlindungan hukum bagi PRT dan hanya ada Peraturan Menteri tenaga kerja (No. 2 Tahun 2015) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Tujuan dari pembuatan jurnal ini untuk mengetahui bagaimana kedudukan dan perlindungan hukum dari Pekerja Rumah Tangga. Hasil yang diperoleh yaitu UU Ketenagakerjaan tidak dapat memberi perlindungan hukum bagi hak PRT karena PRT bukan pekerja yang masuk dalam ketentuan UU Ketenagakerjaan dan Permen PPRT masih mempunyai beberapa kelemahan. Dalam kondisi kerja PRT yang jauh dari kata layak bahkan masih sering terjadi pelanggaran HAM bisa didengar dan disaksikan di sekitar kita. Perlindungan hukum bagi PRT dapat menggunakan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.

Kata kunci: Pekerja RumahITangga, kedudukan, aturan5hukum.

ABSTRACT

Domestic Workers (PRT) currently work that services are used the most in the community. But until now there is also no law that regulates the rights of domestic workers. Law Number 13 of 2003 concerning Manpower cannot

Karya Ilmiah yang berjudul “ Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan ini merupakan karya ilmiah diluar dari ringkasan skripsi

∗∗ Ni Putu Yulia Tirtania adalah Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Udayana. Korespondensi : yuliatirtania@gmail.com

∗∗∗ I Gusti Ngurah Dharma Laksana, adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

guarantee legal protection for domestic workers and there is only a regulation of the Minister of Manpower (Number 2 of 2015) concerning Protection of Domestic Workers. The research method used is a normative legal research method. The purpose of making this journal is to find out how the position and legal protection for domestic workers. The result obtained is that the Manpower Act cannot provide legal protection for the rights of domestic workers because domestic workers are not workers who are included in the provisions of the Manpower Act and the Ministerial Regulation of Domestic Workers has several weaknesses. In the working conditions of domestic workers who are far from decent, there are still often human rights violations that can be heard and witnessed around us.

Keywords: domestic workers,standing, rule of5law.

PENDAHULUAN

  • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri. Terlebih aktivitas kesibukan oleh berbagai macam keperluan, seperti kesibukan rumah tangga, kesibuakn dalam urusan pekerjaan, kesibukan sosial, dan lain – lain. Bagi keluarga yang memiliki kesibukan yang sampai urusan rumah tangga terbelangkai atau tidak terurus, maka disini terasa sangat diperlukan jasa dari pekerja rumah tangga yang dapat membantu untuk urusan rumah tangga suatu keluarga.1 Saat ini istilah sebutan “pekerja” untuk pekerja rumah tangga masih belum diterima oleh masyarakat, mereka masih mengatakan dengan sebutan pembantu rumah tangga.

Istilah pekerja rumah tangga dalma kontek hukum masih terjadi inkonsistensi dari sisi pengaturan. Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian

tentang Pekerja/buruh, yang mengatakan pekerja merupakan seseorang yang bekerja dengan mendapatkan imbalan, sehingga Pekerja Rumah Tangga termasuk bagian di dalamnya. Akan tetapi, Undang – undang Ketenagakerjaa secara substantif tidak mengatur Pekerja Rumah Tangga termasuk dalam hal hak – hak Pekerja Rumah Tangga. Sampai saat ini hanya ada Peraturan Menteri tenaga kerja No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Hal ini dikarenakan Pekerja rumah tangga bukan pekerja yang masuk ke dalam Undang – undang Ketenagakerjaan karena kedudukan dari Pekerja Rumah Tangga dengan Pekerja lainnya berbeda.

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis membuat jurnal dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA RUMAH TANGGA DALAM UNDANG – UNDANG KETENAGAKERJAAN”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, mmaka dirumuskan masalah sebagai berikut :

  • 1.    Bagaimana kedudukan para Pekerja Rumah Tangga dengan pekerja lainnya ?

  • 2.    Bagaimana perlindungan hukum terhadap Pekerja Rumah Tangga ?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan dan pengaturan hukum atas hak pekerja rumah tangga dengan pekerja lainnya pada kehidupan saat ini.

II ISIl MAKALAH

2.1.


Metode Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan ada;lah jenis penelitian Hukum Normatif, yaitu proses penelitian hukum yang dilakukan untuk menghasilkan suatu argumentasi, teori, konsep baru untuk menjawab isu hukum yang dilakukan dengan mengkaji dan menganalisis ketentuan perundang- undangan.2 Penelitian hukum dilakukan agara mendapatkan atau menghasilkan suatu argumentasi, konsep atau teori yang baru sebagai perspektif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh di dalam penelitian hukum sudah mengandung nilai.3

  • 2.2.    HASI i DAN ANALISIS

    • 2.2.1.    Kedudukan para Pekerja Rumah Tangga dengan pekerja lainnya

Kedudukan dari pekerja rumah tangga dengan pekerja lainnya berbeda, hal ini dikarenakan pekerja rumah tangga tidak termasuk dalam pekerja yang hubungannya masuk dalam Undang - Undang Ketenagakerjaan. Pada kedudukan pekerja rumah tangga sampai saat ini dapat dilihat dari 2 (dua) segi yaitu segi yuridis dan segi sosial ekonmis.pada segi yuridis, berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 yang mengatakan bahwa setiap warga negara adalah orang – orang bangsa Indosnesia asli dan orang – orang bangsa lain yang disahkan oleh undang – undang sebagai warga negara. Dari bunyi pasal tersebut, bahwa kedudukan sebagai warga negara pada Pekerja Rumah Tangga sama dengan majikannya, dalam pengertian pelaksanaan

hubungan kerja mereka dapat melaksanakan secara bebas.4 Namun secara sosial ekonomis kedudukan keduanya tidak sama, dimana kedudukan pekerja rumah tangga lebih rendah dari majikan.5 Dari segi yuridis kedudukan dari pekerja rumah tangga masih bersifat bias dan inkonsitensi. Hal ini disebabkan karena pekerja rumah tangga hanya diatur dalam Peraturan Menteri tenaga kerja No 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa “Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. Unsur – unsur dari hubungan kerja ini yakni:

  • a.    Pengusaha, adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan.

  • b.    Pekerja/ buruh, adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

  • c.    Perjanjian kerja, adalah perjanjian antara pekerja/ buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat – syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Dari penjelasan tersebut pekerja rumah tangga dengan majikannya tidak terjadi suatu hubungan kerja dikarenakan tidak memenuhi salah satu dari unsur tersebut yaitu unsur yang pertama, pengusaha. Dikatakan tidak memenuhi unsur yang pertama karena majikan disini bukan posisinya sebagai

pengusaha yang dimana arti dari pengusaha adalah perseorangan atau persekutuan yang menjalankan usaha yang memiliki tujuan untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya, sedangkan majikan terhadap pekerja rumah tangganya tidak memiliki tujuan seperti pengusaha. Berbeda halnya dengan pekerja yang bekerja diperusahaan yang tentu sudah memenuhi unsur hubungan kerja itu, pekerja tersebut bekerja untuk perusahaannya baik milik sendiri atau bukan milik sendiri agar mendapatkan upah dan keuntungan yang sebesar- besarnya. Maka dengan demikian kedudukan para pekerja rumah tangga bukan pekerja yang hubungannya masuk dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan.

Didalam Pasal 7 Peraturan Menteri tenaga kerja No. 2 Tahnun 2015 tentang Perlindungan Rumah Tangga, disebutkan bahwa Pekerja Rumah Tangga memiliki hak:

  • a.    Memperoleh informasi mengenai pengguna;

  • b.    Mendapatkan perlakuan yang baik dari pengguna dan anggota keluarganya;

  • c.    Mendapatkan upah sesuai Perjanjian Kerja;

  • d.    Mendapatkan makanan dan minuman yang sehat;

  • e.    Mendapatkan waktu istirahat yang cukup;

  • f.    Mendapatkan hak cuti sesuai dengan kesepakatan;

  • g.    Mendapatkan kesempatan melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yanh dianutnya;

  • h.    Mendapatkan tunjangan hari raya;

  • i.    Berkomunikasi dengan keluarganya.

Adapun perbandingannya dapat dilihat pada hak – hak yang dimiliki oleh pekerja lainnya sebgaimana diatur dalam Undang – undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yakni :

  • 1.    Hak dasar dalam hubungan kerja

  • 2.    Hak dasar atas jaminan sosial dan keselamatan dan kesehatan kerja

  • 3.    Hak dasar pekerja atas perlindungan upah

  • 4.    Dak dasar pekerja atas pembatasan waktu kerja, istirahat, cuti dan libur

  • 5.    Hak dasar untuk membuat Perjanjian Kerja Bersama

  • 6.    Hak dasar mogok

  • 7.    Hak dasar khusus untuk pekerja perempuan

  • 8.    Dak dasar pekerja mendapat perlindungan atas tindakan Pemutusan Hubungan Kerja.6

Dapat dilihat perbedaan hak yang didapatkan oleh pekerja lainnya dengan pekerja rumah tangga, seperti perlindungan hukum hukum terletak pada: perlindungan atas jaminan sosial, , perlindungan atas upah, perlindungan atas kesehatan kerja, perlindungan atas pemutusan hubungan kerja. Yang dalam artian perlindungan atas upah dalam Pekerja Rumah Tangga mendapatkan upah, secara umum bahkan hanya berdasarkan kesepakatan dengan majikannya saja dan bahkan ada yang tidak berdasarkan kesepakatan. Kemudian perlindungan atas jaminan sosial tidak diatur secara spesifik sehingga jika terjadi sesuatu hal pada Pekerja Rumah Tangga dalam melaksanakan pekerjaannya, hanya empati dan belas kasihan dari majikan saja untuk mambantu Pekerja Rumah Tangga. Dalam perlindungan atas pemutusan kerja untuk pekerja rumah tangga, dimana majikan kapan saja dapat memutuskan hubungan kerja pekerja rumah tangga tanpa syarat – syarat tertentu berbeda dengan pekerja lainnya yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Jika melihat pada Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak Pembantu Rumah Tangga telah mendorong Indonesia agar membuat draft Rancangan Undang – undang Pekerja Rumah Tangga yang dapat manjadi dasar hukum pengaturan menegnai pekerja rumah tangga. Saat ini Indonesia telah meratifikasi Konvensi Layanan Kerja tahun 1948 (Konvensi ILO No. 83).7 Rekomendasi layanan kerja ILO tahun 1948, yang memberi pedoman tentang pelaksanaan konvensi tersebut menyatakan bhawa pemerintah harus membentuk kantor penempatan kerja khusu untuk kategori – kategori pekerja rumah tangga. Kantor tersebut harus menjamin bahwa para pekerja rumah tangga tidak ditempatkan didalam pekerja dimana upah atau kondisi pekerjaannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh undang – undnag atau praktik yang berlaku. Sebutan dan penerimaan Pekerja Rumah Tangga sebagai Pekerja tentunya akan memberikan status yang baru kepada Pekerja Rumah Tangga sebagai pekerja formal. Dengan adanya status baru tersebut memungkinkan Pekerja Rumah Tangga untuk memperjuangkan haknya secara lebih terbuka dan mendapatkan perlakuan yang adil.8

  • 2.2.2.    Perlindungan hukum terhadap Pekerja Rumah Tangga

Tinggi rendah suatu kedudukan dalam hubungan kerja ini mengakibatkan adanya hubungan yang diperatas, sehingga sering menimbulkan sikap dari pihak majikan untuk berbuat sewenang-wenang kepada Pekerja Rumah Tangga. Dalam hal ini pekerja

rumah tangga membutuhkan perlindungan hukum dari negara atas kemungkinan adanya tindakan sewenang – wenang dari majikan jika dilihat dari segi sosial ekonomis.

Dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 D ayat (2) yang menyatakan bahwa seseorang berhak untuk bekerja dan mendapatkan upah/imbalan dari hasil bekerjanya, serta mendapatkan perlindungan yang layak dan adil dalam hubungan kerja. Dilihat dari UUD NRI 1945 tentunya sudah mengatur mengenai hak seorang dalam bekerja yang dimana pekerja rumah tangga termasuk didalamnya. Pengaturan tentang Pekerja Rumah Tangga yang secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri tenaga kerja No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Peraturan Menteri ini merupakan aturan yang dibuat bukan karena derivasi atau perintah dari Undang – Undang Ketenagakerjaan atau Peraturan Pemerintah melainkan dari Undang – Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang sama sekali tidak ada keterkaitannya. Permenker No. 2 Tahun 2014 mengutamakan perlindungan dengan menggunakan skema pelaksanaan hak – hak normatif sebagai pekerja namun tetpa menghormati kebiasaan, budaya dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat setempat.9

Dalam menjalankan suatu hubungan kerja tentu akan melakukan suatu perjanjian dengan pihak-pihak lain untuk memperlancar pekerjaannya, salah satunya adalah dengan pekerja sebagai pihak yang membantu yang didasari atas perjanjian. Perjanjian kerja merupakan unsur pembentuk, sehingga tanpa

perjanjian kerja maka tidak ada hubungan kerja.10 Dalam hubungan pekerja rumah tangga dengan majikan harus ada suatu perjanjian yang pada Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian kerja yang dibuat harus mendapatkan persetujuan kedua belah pihak yakni majikan dengan pekerja rumah tangga. Dengan adanya persetujuan tersebut, maka telah terjadi perikatan antara majikan dengan pekerja rumah tangganya. Dalam Pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang – undang”.

Perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga sampai saat ini masih tergolong rendah. Pekerja Rumah Tangga tidak dilindungi dalam mencari keadilan apabila terjadi perselisihan dengan majikannya, dikarenakan Pengadilan Hubungan Industrial tidak memiliki wewenang untuk mengadili perkara yang menyangkut perselisihan antara pekerja rumah tangga dengan majikannya. Hal ini dikarenakan UU Ketenagakerjaan tidak mengatur kedudukan pekerja rumah tangga. Perselisihan yang terjadi jika menyangkut dalam isi perjanjian kerja seperti majikan tidak memberi upah/ gaji, pekerja rumah tangga dapat menuntut hal tersebut karena sebelumnya sudah terdapat perjanjan kerja yang telah disepakati kedua belah pihak. Hal ini dapat dikatakan bahwa majikan melakukan perbuatan melawan hukum atau wanprestasi, dengan demikian ketentuan dalam pasal KUHPerdata dapat menjadi landasan hukum bagi pekerja rumah tangga untuk

mendapatkan perlindungan hukum. Tetapi pada kenyataannya hal tersebut sangat jarang dilakukan oleh pekerja rumah tangga karena merasa posisinya sangat rendah dan tidak memiliki keberanian untuk melakukannya.

Dari berbagai macam usaha yang telah dilakukan guna upaya perlindungan hukum terhadap Pekerja Rumah Tangga pada kenyataannya belum dapat berjalan dengan baik seperti yang diharapkan. Hal tersebut terbukti masih banyaknya kasus tentang kekerasan terhadap pekerja rumah tangga biasanya berakhir menambahnya jumlah pengangguran.11 Dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 D ayatr (2) yang mengatakan bahwa seseorang berhak untuk bekerja dan mendapatkan upah/imbalan dari hasil bekerjanya, serta mendapatkan perlindungan yang layak dan adil dalam hubungan kerja tersebut. Namun pada kenyataannya yang ada di lapangan sangatlah berbeda, pekerja rumah tangga masih sering disebut/dipanggil sebagai pembantu bukan pekerja. Dengan demikian memperkuat keengganan dari budaya msyarakat untuk memformalkan hubungan antara para pekerja rumah tangga dengan majikan. Sebagai gantinya para majikan memandang rendah peranan mereka sebagai peranan paternalistik.12

Dengan itu, karena sifat hubungna yang informal, kekeluargaan dan paternalistik antara pekerja ruamh tangga dengan majikan, berakibat ke penyelesaian perselisihan yang

menyangkut hak dan kewajiban pekerja rumah tangga. Yang berarti disini pekerja rumah tangga tidak memiliki akses terhadap mekanisme – mekanisme seperti pengadilan industri yang dibentuk untuk menyelsaikan perselisihan – perselisihan pekerja disektor formal. Sementara Undang –Undang Ketenagakerjaan tidak menjangkai para pekerja rumah tangga ke dalam sistem perundangan umum mengenai hubungan kerja. Tetapi dapat menggunakan KUHPerdata untuk mengadili perselisihan yang terjadi pada majikan dan pekerja rumah tangganya.

III PENUTUP

  • 3.1.    Kesimpulan

  • 1.    Kududukan dari Pekerja Rumah Tangga berbeda denga pekerja lainnya, hal ini disebabkan karena hubungan kerja pekerja rumah tangga dengan majikannya tidak memenuhi unsur dari hubungan kerja yang tertera pada Kitan Undang – Undang Hukum Pedata sehingga dikatakan kedudukan pekerja rumah tangga bukan pekerja yang masuk dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan.

  • 3.2.    Perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga sampai saat ini hanya diatur dalam Peraturan Menteri tenaga kerja No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Jika telah terjadi suatu perikatan antara pekerja rumah tangga dengan majikan, maka pekerja rumah tangga dapat menggunakan Kitab Undang – Udang Hukum Perdata untuk mengadili perselisihan yang terjadi yang diatur dalam perjanjian kerja dan KUHPerdata.

  • 3.3.    Saran

Dalam hal ini sangat diperlukan adanya perlindungan hukum5terhadap5pekerjaTrumahAtangga yang pasti. Sebaiknya peraturan mengenai PekerjaTRumahATangga segera direvisi agar para Pekerja Rumah Tangga mempunyai perlindungan hukum atas pekerjaannya dan jika terjadi perilaku kekerasan pada Pekerja Rumah Tangga harus berani melaporkan kasus tersebut agar segera ditindaklanjuti proses hukumnya.

Daftar Pustaka

Buku :

Abdul Khakim,  2007,  Pengantar Hukum Ketenagakerjaan

Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Aries Harianto, 2016, Hukum Ketenagakerjaan Makna Kesusilaan dalam Perjanjian Kerja, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta

Syarief Darmoyo & Rianto Adi, 2000, Trafiking Anak untuk Pekerja Rumah Tangga, Kasus Jakarta, Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya

Udiana, I Made, 2018, Industrialisasi & Tanggungjawab Pengusaha Terhadap Tenaga Kerja Terlibat Hukum, Udayana University Press, Denpasar

Udiana, I Made, 2016, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial, Udayana Universty Press, Denpasar

Jurnal :

Aryawati, Luh Putu Try, 2018, “KEDUDUKAN PEMBANTU RUMAH TANGGA SEBAGAI PEKERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG   NO.    13   TAHUN   2003   TENTANG

KETENAGAKERJAAN”, h.11.

URL:<https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/41440>. Diakses pada 11 Nov 2019.

Hidayati, Nur. "Perlindungan terhadap pembantu rumah tangga (PRT) menurut Permenaker No. 2 Tahun 2015." Jurnal Pengembangan Humaniora 14.3  (2014):  213-217. URL:

https://jurnal.polines.ac.id/index.php/ragam/article/view/5 12, h. 2, diakses pada 14 Oktober 2019

Hidayati, Maslihati Nur, 2011, “Upaya Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Sebagai Kelompok Masyarakat Yang Termajinalkan di Indonesia”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, diakses pada 9 Juli 2019

Lisa Kartini Mahasari Suteja, Kadek, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) Yang Disalurkan Melalui Biro Jasa,URL:https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/ar ticle/view/15344, diakses pada 27 Agustus 2019

Turatmiyah, Sri, and Y. Annalisa, 2013, "Pengakuan hak-hak perempuan sebagai pekerja rumah tangga (domestic workers) sebagai bentuk perlindungan hukum menurut hukum positif Indonesia." Jurnal Dinamika Hukum 13.1, diakses pada 26 Agustus 2019

Situmorang, Theresia Rizka Ully, Chairul Bariah, and Arif Arif. "Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga Indonesia Ditinjau dari Konvensi ILO No. 189." Journal of International Law 4.2 (2016)., diakses pada 2 September 2019

Peraturan Perundang – Undangan :

Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

14