PENGATURAN TENTANG PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) PADA ANGGOTA LEMBAGA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA
on
PENGATURAN TENTANG PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) PADA ANGGOTA LEMBAGA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA*
Oleh :
A.A. Ngurah Agung Putra Prawira**
A.A. Istri Ari Atu Dewi***
Program Kekhususan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Indonesia dalam struktur ketatanegaraannya memiliki lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Namun Anggota lembaga perwakilan yang sedang menjabat dapat diganti kedudukannya dengan anggota lain dengan syarat yang sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Mekanisme ini disebut dengan Penggantian Antar Waktu (PAW). Dalam implementasinya, mekanisme PAW merupakan sarana yang positif dan efektif untuk memaksimalkan kinerja lembaga perwakilan, tetapi terdapat juga berbagai permasalahan yang muncul antara lain penggantian anggota lembaga perwakilan ditengah masa jabatannya akan membuat tujuan dari pemilihan umum yang terlaksana menjadi menyimpang karena anggota lembaga perwakilan yang terpilih oleh rakyat daapat berganti akibat putusan partai politik. Selain itu sengketa antara anggota lembaga perwakilan dengan partai pengusungnya tidak dapat dihindari akibat proses yang tidak tepat dalam melaksanakan mekanismenya. Penelitian ini menggunakan metode normatif melalui pendekatan dan analisis peraturan perundang – undangan. Pemerintah perlu mengatur secara lebih mendetail tentang pengaturan tentang PAW pada anggota lembaga perwakilan serta penyelesaian yang lebih tepat apabila terjadi sengketa antara anggota lembaga perwakialn serta partai politik.
Kata Kunci: Pengaturan , Penggantian Antar Waktu (PAW) , Lembaga Perwakilan
ABSTRACT
Indonesia in its constitutional structure has a representative council chosen by the people as the holder of legislative power. However, the members of representative council who are currently occupy their position can be replaced by other members with conditions in accordance with applicable laws and regulations. This mechanism
is called Mechanism alteration of a ruling Member of Parliament (MP). In its implementation, the MP mechanism is a positive and effective means to maximize the performance of representative council But there was a contradiction, in which there was a replacement of the members of the representative council will make the replacement in the period of their authority potentially make the objectives of the general elections carried out to be deviant because the representative council elected by the public can change due to the decision of political parties. The problem of disputes between political party and the member of legislatif council often results in the uncertainty of the solution due to the lack of settlement arrangements. This scientific journal uses the normative legal research method through a statute approach. The government needs to regulate in more detail the regulation of MP among members of representative council as well as a more appropriate settlement in the event of a dispute between members of the representative council and political parties.
Key Words : Regulations, Alteration of a ruling Member of Parliament (MP) , Representative Council
Eksistensi suatu dewan atau lembaga yang menjadi perwakilan seluruh rakyat dalam susunan sistem ketatanegaraan Indonesia memang selalu tersedia walaupun dalam bentuk dan nama yang berbeda. Di negara demokrasi , kedaulatan rakyat direpresentasikan melalui lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat.1 Adapun sudah diketahui bahwa pemilihan seluruh anggota dewan perwakilan tersebut melalui skema pemilihan umum yang pemilihnya adalah rakyat sebagai konstituen langsung. Tentu hal ini menyebabkan anggota lembaga perwakilan memegang tanggung jawab serta beban yang berat atas segala konsekuensi politik yang dapat terjadi.
Terdapatnya mekanisme Penggantian Antar Waktu (PAW) atau biasa diisitilahkan dengan hak recall yang dapat mengganti anggota
dewan perwakilan terpilih dengan anggota baru menimbulkan problematika kompleks. Tak jarang anggota dewan perwakilan memiliki konflik antara menjadi wakil rakyat atau wakil partai politik yang diakibatkan oleh kultur sistem perpolitikan Indonesia. Penggantian anggota perwakilan dari partai pengusung terhadap kadernya tersebut merupakan hak yang akan mengakibatkan DPR akan terbatasi untuk menjalankan amanat rakyat.2 Presentase berdasarkan data legislatif 2014-2019 versi KPU, 22 persen anggota DPR berstatus PAW yang berarti tidak sedikit anggota dewan yang silih berganti tanpa proses pemilihan langsung. 3
Sengketa antara anggota dewan perwakilan yang diganti Antar Waktu oleh partai politik juga tak jarang terjadi baik di DPR RI maupun DPRD. hal ini paling sering diakibatkan karena ketidakharmonisan antara kedua belah pihak sehingga partai politik sering melaksanakan PAW tanpa pemberitahuan dari anggota yang akan diganti. Tentu sengketa ini perlu adanya penyelesaian dan oleh sebab itu penulis menganalisis tentang pengaturan pada implementasi Penggantian Antar Waktu dan penyelesaian sengketa apabila terjadi konflik kepentingan antara anggota dewan perwakilan dengan partai politik pengusungnya sendiri.
-
1. Bagaimana pengaturan proses Penggantian Antar Waktu (PAW) pada keanggotaan lembaga perwakilan Republik Indonesia?
-
2. Bagaimana penyelesaian perselisihan anggota dewan perwakilan yang digantikan Antar Waktu oleh partai politik secara sepihak?
Tujuan pembahasan yang tertuang pada jurnal ilmiah ini yaitu sebagai berikut :
-
1. Memahami pengaturan proses Penggantian Antar Waktu (PAW) pada keanggotaan lembaga perwakilan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Republik Indonesia.
-
2. Menganalisis dan memahami penyelesaian sengketa antara anggota Lembaga perwakilan yang mengajukan gugatan atas diberhentikan antar waktu oleh partai politiknya secara sepihak.
Bahan hukum dan kajian yang dipakai dalam jurnal hukum ini yaitu memakai metode penelitian yang dilaksanakan melalui kajian kepustakaan dan bahan hukum primer serta sekunder dengan demikian maka tulisan ini diklasifikasikan sebagai jurnal yang dikembangkan dengan cara metode penelitian normatif. Jurnal hukum dengan menggunakan metode penelitian normatif akan meneliti suatu kaidah hukum sebagai suatu pondasi dimana berbagai sistem yang dianggap memiliki problematika menjadi suatu peristiwa hukum. Tujuan dari metode ini agar dapat menciptakan
suatu argumentasi yuridis sebagai dasar penentu bagaimana peristiwa hukum yang terjadi dianggap tepat serta bagaimana sebaiknya suatu peristiwa yuridis terjadi semestinya.4
Jenis pendekatan yang digunakan pada pembuatan jurnal hukum ini mengarah kepada Pendekatan Perundang – Undangan dengan menganalisis bahan hukum primer berupa UUD NRI 1945 serta membandingkan isi dari satu undang-undang dengan peraturan yang sepadan atau terkait dan jurnal hukum lainnya.
-
2.2. Hasil dan Pembahasan
Pemegang kekuasaan legilastif di tata negara Indonesia sebagai lembaga perwakilan diduduki oleh DPR dan DPD. Adanya dua lembaga di struktur lembaga tinggi di Indonesia maka Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai negara dengan sistem perwakilan dua kamar (bikameral)5.
Di awal masa jabatan, keseluruhan dari anggota lembaga perwakilan baik DPR maupun DPD dipilih melalui pemilihan legislatif (Pileg) yang konstituennya adalah rakyat. Namun nama – nama anggota yang telah terpilih menduduki kursi perwakilan bisa berganti akibat kompetensi partai politik dalam melaksanakan Penggantian
Antar Waktu (PAW) yang dapat dilaksanakan dengan klausa syarat tertentu menurut ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Istilah PAW yang biasanya disebut juga dengan hak recall merupakan hak penggantian seorang anggota lembaga perwakilan oleh organisasi pengusungnya atas dasar tertentu.6 Praktik ini telah dilaksanakan sejak orde baru sampai saat ini pada masa reformasi. Lazimnya pelaksanaan dari mekanisme PAW ini terjadi di lingkungan lembaga DPR dan DPRD karena anggota kedua lembaga tersebut memiliki hubungan dengan partai politik yang memegang kewenangan untuk melaksanakan PAW.
Dianalisis dari landasan hukum secara hirarkis , dasar dapat diberlakukannya penggantian ataupun pemberhentian dari anggota dewan perwakilan telah diatur pada Pasal 22B UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabtannya , yang syarat – syarat dan tata caranya diatur dalam undang – undang. Produk yuridis yang mengatur selanjutnya tentang mekanisme, prosedur dan prasyarat dalam melakukan PAW pada salah satu anggota DPR diatur pada beberapa undang- undang.
Peraturan yang sampai saat ini berlaku secara positif dan dijadikan acuan tercantum pada UU No. 7 Tahun 2014 Tentang MPR , DPR , DPD , Dan DPRD (UU MD3) pada bagian ke-lima belas yang membahas keseluruhan tentang PAW. Walaupun telah dilakukan tiga (3) kali perubahan dalam UU MD3 yang diatur pada UU No. 42 Tahun 2014 , UU No. 2 Tahun 2018 dan UU No. 13 Tahun 2019
namun dalam ketiga perubahan tersebut tidak ada pasal yang berubah dalam pengaturan PAW.
Menurut UU MD3 , sebelum diberlakukan penggantian antar waktu maka harus ada pejabat yang berrhenti atau diberhentikan. Alasan diberhentikan antar waktunya seorang anggota lembaga perwakilan diatur pada Pasal 239 ayat (1) dimana anggota DPR berhenti antar waktu dikarenakan meninggal dunia , mengundurkan diri dan diberhentikan. Poin ketiga yaitu diberhentikan memiliki pengaturan yang lebih mendetail di pasal – pasal berikutnya.
Penggantian dari anggota DPR ataupun DPRD akan melalui proses yang cukup panjang dan banyak syarat yang harus terpenuhi. Adapun keputusan untuk mengganti antar waktu dari angggota DPR dan DPRD seluruhnya tergantung kepada parai politik pengusung. Pasal 239 ayat (2) UU MD3 menyebut, partai pengusung hanya boleh melaksanakan PAW terhadap anggotanya apabila :
-
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
-
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR;
-
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
-
d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
-
e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD;
-
f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;
-
g. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
-
h. menjadi anggota partai politik lain.
Berhentinya anggota dewan akibat keputusan partai tidak serta merta dapat langsung mengganti anggotanya sesuai kehendak sendiri. Hal tersebut disebabkan ada mekanisme dan ketentuan lanjutan yaitu bersinergi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 6 Tahun 2017 tentang Penggantian Antar Waktu (PAW) DPR, DPD dan DPRD Kabupaten / Kota, setelah segala ketentuan terpenuhi untuk memberhentikan antar waktu seorang anggota maka pimpinan partai politik beserta pimpinan DPR meminta peresmian pemberhentian kepada Presiden. Setelah diresmikan oleh presiden lalu langkah selanjutnya adalah meminta KPU untuk memberikan nama calon anggota dewan pewrwakilan yang memiliki suara terbanyak kedua serta dengan partai dan daerah pemilihan yang sama dengan yang diberhentikan. Proses mekanisme terakhir yang dilaksanakan adalah pimpinan DPR meminta presiden agar menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) atau dalam halnya DPRD meminta gubernur menerbitkan surat keputusan. Pelantikan dan sumpah jabatan anggota DPR yang baru akan dilaksanakan dihadapan pimpinan DPR sesuai dengan Pasal 78 UU MD3. Pemegang jabatan baru akan melaksanan tugasnya sampai masa jabatan DPR pada masa itu habis. Namun perlu diketahui apabila masa jabatan yang tersisa hanya 6 bulan maka proses PAW tidak dapat dilaksanakan. Pengaturan diatas berlaku sama terhadap DPRD namun peresemian dari anggota dewan perwakilan baru harus mendapat persetujuan Gubernur atau Bupati atau Walikota daera pemilihan setempat.
Ketentuan partai politik dapat memakai hak recall diperkuat dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 008/PUU-VI/2006. Putusan ini mempertimbangkan bahwa partai politik yang
memiliki hak recall merupakan implikasi dari UUD NRI 1945 karena telah memberikan wewenang yang luas dan signifikan keapda partai politik yang ada. 7
PAW merupakan suatu pengisian jabatan anggota legislatif berdasarkan usulan partai politik pengusung atau badan kehormatan dewan tanpa melalui mekanisme pemilu secara langsung. Dalam hal inilah problematika muncul ketika ditinjau dari sistem proposional terbuka karena pada nantinya anggota dewan perwakilan yang telah terpilih dari suara rakyat dalam pemilihan legislatif dapat digantikan akibat konflik internal partai. Dengan adanya mekanisme ini akan cenderung menunjukan bahwa rakyat sebagai konstituen tidak memiliki kontrol lagi setelah pemilihan legislatif selesai dilaksanakan. PAW yang diimplementasikan partai politik terhadap anggotanya yang diberhentikan akibat melanggar AD/ART partai yang tercantum pada UU No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (UU Parpol) Pasal 16 ayat (1) tidak dapat menjamin prinsip due process of law yang merupakan suatu prinsip dasar negara hukum seperti indonesia, karena hal tersebut dapat dianggap bersifat subjektif tergantung pimpinan dari partai pengusung anggota itu sendiri . Suatu alasan yang masih digolongkan bersifat objektif dan dapat diterima adalah PAW dengan alasan memberhentikan diri atau masuk partai lain, atau melnanggar ketentuan pidana maupun administratif.8
-
2.2.2. Proses Penyelesaian perselisihan anggota dewan perwakilan yang digantikan Antar Waktu oleh partai politik secara sepihak
Pada realitasnya , pemberlakuan PAW kepada anggota dewan perwakilan baik DPR , DPRD dan DPD memiliki frekuensi yang cukup tinggi. Terlihat dari presentase data diatas bahwa sebanyak 22 persen dari anggota DPR RI masa jabatan 2014-2019 merupakan pejabat PAW yang telah menggantikan anggota dewan perwakilan yang terpilih melalui pemilu. Alasan dalam pemberhentian antar waktu seorang anggota lembaga perwakilan juga pasti beragam seperti tindak pidana , pelanggaran kode etik dan sumpah jabatan serta tidak mampu lagi melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Alasan diatas dapat dikatakan sebagai alasan objektif apabila dipandang dari perspektif anggota perwakilan rakyat yang dipilih langsung karena terdapat proses hukum dan aturan yang jelas diberlakukan. Dapat disimpulkan bahwa baik orang biasa atau pejabat memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.9
Penyelesaian dari Sengketa PAW pada DPR dan DPRD dapat diselesaikan dengan 2 macam pengadilan yaitu lewat PTUN atau Pengadilan Umum tergantung dari substansi sengketa. Sebelum menggugat ke pengadilan umum , pihak yang bersengketa wajib melakukan musyawarah di mahkamah partai bersangkutan. Gugatan
dilayangkan ke Pengadilan Negeri dapat dilaksanakan apabila dalam pengambilan keputusan dari partai politik tidak melalui mahkamah partai , tidak mendapatkan penyelesaian pada musyawarah mahkamah partai , tidak mengikuti proses regulasi yang tersedia atau tidak diketahui oleh anggota yang bersangkutan. apabila sengketa tidak terselesaikan maka dapat ke Mahkamah Agung untuk mengajukan gugatan lanjutan berupa kasasi. Hal ini telah diatur apda UU No. 2 Tahun 2011 perubahan atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang partai politik serta diperkuat dengan yurisprudensi tetap seperti putusan Mahkamah Agung (MA) yaitu putusan No. 28K/Pdt.Sus.Parpol/2014 dimana dalam perselisihan PAW antara anggota dan Partai Politik harus dimusyawarahkan dan diselesesaikan terlebih dahulu melalui proses internal contohnya adalah melalui mahkamah partai.
Gugatan dapat diajukan ke PTUN apabila dalam proses pelaksanaan pemberhentian antar waktu , Presiden atau Gubernur telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) berupa pemberhentian antar waktu anggota DPR atau DPRD sehingga memiliki kekuatan hukum yang tetap. Pihak penggugat yaitu anggota DPR yang keberatan atas pemberhentiannya bisa menguggat pejabat yang mengeluarkan surat putusan terkait. Hal ini telah diatur dalam UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata usaha Negara pada Pasal 1 angka 10 dimana yang dapat menjadi objek sengketa dalam gugatan PTUN adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang telah dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara yang berwenang.
Seringkali terjadi miskonsepsi dalam praktek penyelesaian sengketa PAW karena muncul kekaburan penyelesaian gugatan antara di pengadilan Umum atau PTUN. Perlu diketahui juga suatu
gugatan mengenai PAW di PTUN lebih tepat ditujukan kepada Gubernur atau Presiden yang berwenang mengeluarkan putusan peresmian PAW DPR/DPRD yang diterbitkan oleh Gubernur (pada DPRD) dan Presiden (pada DPR RI).10 Sedangkan dalam peradilan umum yang digugat adalah partai politik yang dianggap melanggar ketentuan pada undang – undang. Dengan ini jelas bahwa diperlukannya mekanisme internal pada partai politik yang lebih demokratis dalam kebijakan dan pencalonan anggota legislatif untuk tindakan preventif agar tindakan PAW tidak lagi memiliki frekuensi sebesar saat ini.11
Berdasarkan uraian hasil dan analisis, maka ditarik simpulan adalah sebagai berikut:
-
1. Pengaturan tentang PAW pada anggota lembaga perwakilan di Indonesia telah diatur pada peraturan perundang undangan antara lain UU No. 17 Tahun 2014 (UU MD3) dan PKPU No. 6 Tahun 2017 namun dalam implementasi dari proses PAW itu sendiri sering terjadi pergantian dari anggota lembaga
perwakilan terjadi akibat pemberhentian sepihak dari partai politik pengusung sehingga prinsip due process of law yang merupakan suatu prinsip dasar negara hukum seperti indonesia tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pemberhentian sepihak inipun juga bertentangan dengan tujuan sistem pemilu proposional terbuka yang diterapkan di Indonesia.
-
2. Permasalahan antara anggota lembaga perwakilan yang akan diganti antar waktu dengan partai pengusungnya cukup sering terjadi karena ketentuan pasal pada peraturan perundang – undangan yang berlaku tidak secara tegas mengatur tentang prosedur PAW secara menyeluruh serta tidak diaturnya peradilan yang dapat menyelesaikan permasalahan berdampak pada kompleksnya penyelesaian kasus sengketa diantara kedua pihak. Gugatan yang diajukan oleh penggugat pada saat sengketa PAW dapat diajukan ke PTUN atau Pengadilan Umun tergantung dari substansi dari isi sengketa.
Pengaturan terkait PAW pada UU MD3 terutama pada Bab XV hendaknya direvisi dengan menambahkan prosedur yang lebih mendetail pada proses PAW anggota lembaga perwakilan yang dilakukan oleh partai politik untuk meminimalisir permasalahan diantara kedua belah pihak, serta diperlukan pengaturan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa PAW karena mekanisme penyelesaian sengketa pada saat ini belum diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga sering terjadi kekeliruan dalam pengajuan gugatan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Fajlurahman Jurdi , 2018 , Pengantar Hukum Pemilihan Umum ,
Kencana , Jakarta.
Mukti Fajar & Yulianto Achmad , 2009 , Dualisme Peneltiian Hukum Normatif & Empiris , Pustaka Pelajar,Yogyakarta.
Jurnal Ilmiah
Muhamad Aljebra Aliksan Rauf , 2018 , Hak Recall Partai Politik
Terhadap Status Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia , Jurnal Magister Hukum Udayana , Vol. 7 No. 4 Desember 2018.
Titik Triwulan Titik , 2012 , Harmonisasi Fungsi DPD Dan DPR Pada Lembaga Perwakilan Rakyat Dalam Sistem Bikameral Guna Pelaksanaan Checks And Balances , Jurnal Yustisia , Vol.1 No. 3 September - Desember 2012.
Nike K. Rumokoy , 2012 , Kajian Yuridis Tentang Hak Recall Partai Politik Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia , Jurnal Hukum Unsrat , Vol.XX/No.1/Januari-Maret/2012.
I Made Gemet Dananjaya Suta , 2018 , Konsekuensi Yuridis Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dari Partai Politik Yang Dibubarkan Oleh Mahkamah Konstitusi , Jurnal Kertha Negara , Vol. 06, No. 03, Mei 2018.
Rida Farida , 2013 , Mekanisme Penggantian Antar Waktu (PAW)
Anggota DPR Dan Implikasinya Dalam Konsep Perwakilan Rakyat , Jurnal Cita Hukum , Vol. I No. 2 Desember 2013.
Dewa Ayu Sekar Saraswati , 2018 , Implikasi Perluasan Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Terhadap Prinsip Equality Before The Law , Jurnal Kertha Negara , Vol. 06, No. 04, Agustus 2018
Tri Cahya Indra Permana , 2016 , Model Penyelesaian Perselisihan Partai Politik Secara Internal Maupun Eksternal , Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 5 , No. 1, Maret 2016.
Charles Simabura , 2009 , Akuntabilitas Rekruitmen Calon Anggota DPRD Sebagai Wujud Kedaulatan Rakyat , Jurnal Konstitusi Andalas , Vol. II, No. 1, Juni 2009.
Internet
Hedi Novianto , 2019 , Problem di balik pergantian antar waktu
anggota
DPR,beritagar.id.,URL:https://beritagar.id/artikel/berita/proble m-di-balik pergantian-antar-waktu-anggota-dpr , diakses tanggal 10 April 2019.
Peraturan Perundang - Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 No. 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.
4251)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 160)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2011 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No. 8)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2014 Tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5043)
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 6 Tahun 2017 tentang Penggantian Antar Waktu (PAW) DPR, DPD dan DPRD
Kabupaten / Kota. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 No. 1174)
15
Discussion and feedback