Pemberian Pinjaman Dengan Objek Jaminan Fidusia Berupa Hewan Ternak Pada LPD Desa Adat Pelaga
on
Pemberian Pinjaman Dengan Objek Jaminan Fidusia Berupa Hewan Ternak Pada LPD Desa Adat Pelaga*
Oleh:
I Gede Ardiawan**
I Wayan Novy Purwanto***
“Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana”
ABSTRAK:
Fidusia dalam pemberian kredit oleh bank atau lembaga pembiayaan dasarnya didasarkan pada kepercayaan pada kemampuan debitur untuk membayar utangnya, dengan mengingat bahwa pinjaman yang diberikan bank atau lembaga pembiayaan mengandung risiko, maka diperlukan adanya jaminan. LPD kita kenal sebagai sebuah lembaga keuangan yang dimilik Desa Pakraman yang berkedudukan di wewidangan Desa Pakraman juga dapat mengasi pinjaman untuk Krama Desa, termasuk dengan menggunakan obyek jaminan berupa hewan ternak. Pemberian pinjaman kepada pihak debitur harus berdasarkan kompotensi dan kesanggupan debitur untuk membayar utangnya, dan diwajib berdasarkan asas pemberian pinjaman yang tidak mebahayakan keperluan bank atau lembaga pembiayaan, nasabah selaku debitur, dan masyarakat penabung dana.
“Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta. Di dalam penelitian ini sumber bahan hukum terdiri dari data primer dan data sekunder dimana berkaitan dengan topik permasalahan yaitu pemberian pinjaman dengan objek jaminan berupa hewan ternak pada LPD Desa Adat Pelaga.”
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prosedur pemberian pinjaman dilakukan kepada krama desa yang memiliki usaha ternak sapi dengan melengkapi prosedur yang telah ditetapkan oleh LPD Desa Adat Pelaga, apabila terjadi perselisihan maka pihak debitur harus mengembalikan sejumlah pinjaman dengan tenggang waktu yang telah disepakati bersama.
Kata kunci: jaminan, kredit, hewan ternak,
ABSTRACT:.
Fiduciaries in lending by banks or financing institutions basically must be based on confidence in the ability and ability of debtors to pay off their debts, considering that loans provided by banks or financial institutions contain risks, a guarantee is needed. LPD is a village-owned financial institution Pakraman Village which is based in the territory of Pakraman Village can also provide loans to Krama Village and Village, including by using collateral objects in the form of livestock. Lending to the debtor based on confidence in the capability and capacity of the debtor to repay the debt, and must be conducted on the basis of the principle of lending does not harm the interests of the bank or financial institution, as the debtor's customers, and the public depositors.
This type of research is empirical legal research using a legal approach and factual approach. The source of legal material in this study consists of primary data and secondary data relating to the topic of the problem, namely the provision of loans use a collateral objects in the form of livestock in the LPD Pelaga Village.
The results of this research it can be concluded that the procedure for lending is done to village officials who have a cattle business by completing the procedures established by the Indigenous LPD Pelaga Village, in the event of a dispute the debtor must return a number of loans with a mutually agreed period.
Keywords: Guaranty, Credit, Cattle
“Fidusia sebagaimana dikenal dengan menurut asal katanya berasal dari kata (Fides), yang berarti kepercayaan, sesuai dengan arti kata ini maka hubungan (hukum) antara debitur (pemberi kuasa) dan kreditur (penerima kuasa) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Fidusia atau Fiducia Eigendom Overdracht merupakan salah satu bentuk jaminan kebendaan yang sangat dikenal dalam kehidupan bisnis. Konstruksi hukum Constitutum Possessorium menjadikan kreditur fidusia sebagai penerima hak serta kepemilikan kebendaan yang
dijaminkan dan hanya menerima atas dasar kepercayaan. Artinya kebendaan jaminan fidusia masih tetap ditangan debitur, sedangkan kreditur hanya menguasai surat-surat atas bukti kepemilikan kebendaan dari tangan debitur yang diserahkan kepada kreditur”.1
“Fidusia memiliki manfaat bagi debitur dan kreditur.Manfaat bagi debitur, yaitu dapat membantu usaha debitur namun dengan tetapdapat menguasai barang jaminannya untuk keperluan usahanya, sedangkan keuntungannya bagi kreditur yaitu tidak perlu menyediakan tempat khusus untuk barang jaminan fidusia seperti pada lembaga gadai”.2
“Fidusia dalam pemberian kredit oleh kreditur pada dasarnya harus dilandasi keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya, dan wajib dilakukan atas dasar asas pemberian pinjaman yang tidak merugikan kepentingan kreditur dan debitur sebagai penyimpan dana. Hal tersebut wajib dilaksanakan, mengingat pinjaman yang diberikan kreditur mengandung risiko.Untuk itu diperlukan adanya jaminan (agunan) untuk mengamankan penyelesaian kredit”.3
“Pada kenyataannya, pinjaman juga dapat diberikan dengan jaminan hewan ternak milik debitur. Pinjaman dengan jaminan hewan ternak diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi (selanjutnya disebut Permenkeu No. 131 Tahun 2009). Namun terdapat pembatasan sebagaimana pada Permenkeu No. 131
Tahun 2009 pada ketentuan Pasal 1 angka 3 bahwa “Pelaku Usaha Pembibitan Sapi, yang selanjutnya disebut Pelaku Usaha, adalah perusahaan pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak yang melakukan Usaha Pembibitan Sapi”. Kemudian hal yang sama juga diatur pada Permentan No. 40 Tahun 2009 sebagaimana pada Lampiran I huruf F angka 3 bahwa “Pelaku Usaha Pembibitan Sapi untuk selanjutnya disebut Pelaku Usaha adalah perusahaan pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi”. Uraian pada Permenkeu No. 131 Tahun 2009 dan Permentan No. 40 Tahun 2009 ini memberikan pembatasan bahwa terhadap masyarakat yang dapat mengajukan kredit usaha pembibitan sapi tidak dapat dilakukan secara perorangan melainkan harus berbentuk suatu Usaha Pembibitan Sapi yang berbentuk kelompok atau gabungan kelompok peternak.”
Namun pada kenyataannya, sebagai salah satu kreditur yang menyalurkan pinjaman dengan jaminan hewan ternak adalah Lembaga Perkreditan Desa (selanjutnya disingkat LPD) Desa Adat Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Berdasarkan hasil wawancara sebagai sumber penelitian awal bersama dengan Ibu Ni Wayan Netri selaku Pemucuk (Ketua) LPD Desa Adat Pelaga menyebutkan bahwa sebagaimana yang dilakukan oleh LPD yang ada di Bali dan sebagaimana tugas dari LPD yang salah satunya yaitu memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan objek jaminan pinjaman yaitu hewan ternak sapi. (wawancara tanggal 20 Mei 2019)
“LPD sebagaimana ditegaskan pada ketentuan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa (selanjutnya disebut Perda No. 3 Tahun 2017) Pasal 1 angka 9 bahwa “Lembaga Perkreditan Desa yang
selanjutnya disebut LPD adalah lembaga keuangan milik Desa Pakraman yang berkedudukan di wewidangan Desa Pakraman”. Penegasan terkait dengan bidang usaha yang dijalankan oleh LPD yaitu sebagaimana ditegaskan pada ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b dan huruf c bahwa: pada huruf b ditegaskan “memberikan pinjaman kepada Krama Desa dan Desa” dan pada huruf c ditegaskan “LPD dapat memberikan pinjaman kepada Krama Desa lain dengan syarat ada kerjasama antar Desa”. Berdasarkan uraian pada ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b dan huruf c tersebut maka dapat disimak bahwa LPD memiliki tugas sama dengan bank dengan memberikan pinjaman kepada masyarakat.”
“Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimak bahwa Timbulnya suatu permasalahan perjanjian kredit yang menggunakan hewan ternak disebabkan peraturan hukum yang belum cukup memberi perlindungan terhadap kreditur. Berdasarkan ini penulis mengkaji Analisa yang berjudul “Pemberian Pinjaman Dengan Objek Jaminan Fidusia Berupa Hewan Ternak Pada LPD Desa Adat Pelaga”.”
-
1. Bagaimana prosedur pemberian pinjaman dengan objek jaminan fidusia berupa hewan ternak sebagai obyek jaminan fidusia pada LPD Desa Adat Pelaga ?
-
2. Bagaimana alternatif penyelesaian atas objek jaminan fidusia berupa hewan ternak yang mati atau hilang pada LPD Desa Adat Pelaga ?
“Adapun tujuan penelitian ini secara aktual ialah dalam rangka menyatakan pikiran secara tertulis serta mengembangkan ilmu hukum terkait dengan paradigma science as a proces (ilmu
sebagai proses).Dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah mandek (final) dalam penggaliannya atas kebenaran dibidang objeknya masing-masing”.4Tujuan yang dimaksud yaitu untuk mengetahui pelaksanaan bagi pemberian pinjaman kepada masyarakat dengan objek jaminan fidusia berupa hewan ternak pada LPD Desa Adat Pelaga.
“Penelitian ini dikualifikasikan ke dalam jenis penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris yaitu suatu pendekatan dengan cara mengkaji permasalahan yang ada dilapangan dan selanjutnya dihubungkan dengan peraturan-peraturan hukum dan teori-teori hukum yang ada. Penelitian beranjak dari adanya kesenjangan antara peraturan-peraturan dengan fakta hukum, dan adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik.”5
-
2.2 Hasil dan Analisis
-
2.2.1 Prosedur Pemberian Pinjaman Pada LPD Desa Adat Pelaga Dengan Objek Jaminan Fidusia Berupa Hewan Ternak
-
“Sejak mengenal uang sebagai alat pemabayaran maka kegiatan pinjam-meminjam telah lama dilakukan oleh masyarakat. Dalam pemberian kredit, kredit harus didasarkan pada perjanjian
kredit sebagai dasar untuk perjanjian pinjaman sebagai bukti tertulis antara kreditor dengan debitur.”6
“Di dalam suatu Perjanjian atau kontrak merupakan satu dasar hukum yang dapat menimbulkan perikatan. Pada ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) ditegaskan perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu atau lebih orang lain. Terkait ketentuan tersebut maka sahnya suatu perjanjian, harus memuat unsur sebagai syarat-syarat sebagaimana pada Pasal 1320 KUHPerdata. Sesuai dengan penegasan ketentuan pasal tersebut maka dapat dikatakan bahwa didalam memberian pinjaman oleh kreditur tersebut harus terdapat perjanjian kredit.”
“Menurut Thomas Suyatno, “kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit”. Selanjutnya Menurut Sutan Remy Sahdeini mengartikan “perjanjian kredit sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitor mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitor untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bungadan/atau pembagian hasil keuntungan.”7
“Penyaluran kredit dari pihak kreditur kepada badan hukum dan/atau publik demi kepentingan pembiayaan, dengan itu kreditur diperlukan untuk memenerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit. Prinsip itu dalam teori perbankan diistilahkan sebagai prinsip kehati-hatian (prudential banking
principles). Sebagaimana menurut Detisa Monica Podung “bahwa prinsip kehati-hatian adalah prinsip dalam menjalankan kegiatan bisnis yang baik dalam penagihan terutama dalam menyalurkan dana kepada masyarakat harus sangat hati-hati”. Tujuan melakukan prinsip kehati-hatian ini adalah bahwa bank selalu dalam kondisi sehat menjalankan bisnisnya dengan baik dan mematuhi persyaratan dan norma hokum yang berlaku”.8
Prinsip kehati-hatian menurut Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman yaitu “kreditur harus melaksanakan 5 (lima) prinsip yaitu penilaian watak/kepribadian (character) yakni untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik, penilaian kemampuan (capacity) yakni meneliti kemampuan membayar utangnya, (capital) analisis posisi keuangan, (collateral) yakni penanggungan pembayaran kredit macet dikarenakan debitur wanprestasi. (condition of economy) yaitu menganalisis keadaan pasar atau ekonomi.”9
Menurut hemat kami, “ternak seperti sapi dan kambing dapat digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya, ketentuan mengenai benda bergerak ini dapat ditemui dalam Pasal 509 KUHPerdata yang berbunyi “barang bergerak karena sifatnya adalah barang yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan”
“Selanjutnya terkait hal tersebut menurut Irma Devita Purnamasari , S.H., M.Kn. dari bukunya yang berjudul HUKUM JAMINAN PERBANKAN, (hal. 83-91) menjelaskan “bahwa konsep pemberian jaminan fidusia adalah penyerahan hak milik secara kepercayaan atas hak-hak kebendaan atau dalam istilah hukumnya zakelijke zekerheid (security right in rem-hak jaminan kebendaan)”. Adapun yang dimaksud dengan hak-hak kebendaan
yaitu hak atas suatu objek yang bisa dimiliki dan dialihkan seperti hewan ternak, sehingga hewan ternak dapat didaftarkan sebagai jaminan fidusia dan diklasifikasikan dalam persediaan barang dagangan (inventory)”.10
Dalam uraian benda obyek fidusia itu harus diuraikan perincian jumlah hewan ternaknya, missal; jumlah sapi, nilai sapi, jumlah kambing dan nilai kambing,
Memang, penjaminan hewan ternak secara fidusia belum umum dilakukan di masyarakat. Namun, pada prinsipnya semua benda bergerak maupun benda tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, dapat dijaminkan dengan fidusia.
“Bersasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ni Wayan Netri selaku Pemucuk (Ketua) LPD Desa Adat Pelaga menyebutkan “bahwa prosedur pemberian pinjaman kepada masyarakat Desa Adat Plaga sebagai syarat yang harus paling utama yakni terdaftarnya warga masyarakat sebagai anggota banjar dan/atau Desa Adat Plaga dan telah memiliki usia minimal 21 tahun atau yang sudah menikah”. Syarat berikutnya yaitu “mengajukan permohonan kredit secara resmi kepada LPD Desa Adat Plaga mengisi formulir permohonan dan melampirkan foto copy KTP/KK serta telah mendapat rekomendasi dari Kelian Banjar Desa Adat Plaga setempat”. Selanjutnya dalam prakteknya, LPD Desa Adat Plaga juga memberikan pinjaman untuk masyarakat luar wilayah hukum Desa Adat Plaga, namun setelah dipenuhinya syarat adanya penjamin yaitu warga Desa Adat Plaga atau warga asli Desa Adat Plaga. Terkait dengan tahapan dalam pemberian pinjaman dilakukan dengan mengadakan analisa dan survei kepada calon nasabah untuk memberikan pertimbangan dan
analisa sehingga calon nasabah dapat ditentukan untuk dapat diberi pinjaman dengan melibatkan unsur Panureksa (Badan Pengawas), selanjutnya terkait dengan Panureksa (Badan Pengawas) telah diatur pada Perda No. 3 Tahun 2017 Pasal 1 angka 11 bahwa Panureksa terdiri dari Kelian Bendesa Desa Adat Plaga, Kelian Banjar Adat Plaga dan Klian Banjar Dinas Desa Adat Plaga. (wawancara tanggal 10 Juni 2019)”
-
2.2.2 Alternatif Penyelesaian Pada LPD Desa Adat Pelaga Atas Objek Jaminan Fidusia Berupa Hewan Ternak Yang Mati Atau Hilang
“Mengutip ketentuan Pasal 1150 jo. Pasal 1152 KUHPerdata, pada ketentuan Pasal 1150 KHUPerdata ditegaskan bahwa “benda yang dijaminkan sebagai hak gadai adalah benda bergerak, dimana benda itu harus ditempatkan di bawah otoritas debitur atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh kedua belah pihak”. Selanjutnya pada ketentuan Pasal 1152 KUHPerdata bahwa “Gadai tidak sah jika benda yang digadaikan tetap berada dalam kekuasan si berutang (debitor) atau sipemberi gadai”. Ketentuan Pasal 1150 jo. Pasal 1152 KUHPerdata berkaitan dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UU Fidusia) bahwa “jaminan fidusia adalah jaminan hak atas benda bergerak baik benda berwujud maupun tidak berwujud, benda tidak bergerak terutama bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hipotek”. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak hipotek yang tetap dalam kendali Pemberi Fidusia, sebagai jaminan untuk pembayaran utang tertentu, memberikan posisi yang lebih disukai oleh Penerima Fidusia daripada kreditor lainnya.”
“Penegasan atas jaminan fidusia pada ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Fidusia dalam hal atas fidusia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat disimak bahwa dikarenakan masyarakat sebagai debitor sekaligus pemberi jaminan berupa benda bergerak yaitu hewan ternak, masyarakat dapat memelihara hewan ternak atau artian hewan ternak masih didalam kekuasaan masyarakat, disederhanakan bahwa hewan ternak tersebut bukan dijaminkan dengan gadai, melainkan dengan fidusia.”
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka dalam kasus perjanjian fidusia dihapus karena objek fidusia hilang atau hancur, diingat terdapat perjanjian pokok untuk diberikan jaminan fidusia dengan status tetap utuh. Menurut J. Satrio menyebutkan “bahwa kesemuanya dengan tidak mengurangi tanggung jawab pemberi fidusia, jika hilang atau musnahnya objek jaminan fidusia disebabkan oleh salahnya pemberi fidusia”. Berkaitan dengan hal tersebut menurut J. Satrio menyatakan “bahwa perjanjian yang bersifat accessoir mempunyai ciri-ciri lahir, berpindahnya dan hapusnya/berakhirnya mengikuti perjanjian pokok tertentu. Sehingga kewajiban untuk membayar utang masih tetap ada”.11
“Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ni Wayan Netri selaku Pemucuk (Ketua) LPD Desa Adat Pelaga menyebutkan bahwa “objek jaminan berupa hewan ternak yang mati atau hilang hingga saat ini pada LPD Desa Adat Pelaga belum pernah terjadi”. Namun apabila pada kenyataan objek jaminan berupa hewan ternak yang mati atau hilang terjadi maka tindakan yang dapat dilakukan oleh LPD Desa Adat Pelaga yaitu mengadakan musyawarah kepada nasabah terkait dengan tenggang waktu kesanggupan pembayaran sebesar yang dipinjamnya dengan
tenggang waktu yang disepakati bersama. Hal tersebut merupakan kebijakan dan perluasan berdasarkan acuan dari ketentuan sebagaimana ditegaskan pada Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 44 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Lembaga Perkreditan Desa, pada Pasal 15 bahwa LPD mesti memiliki suatu kebijakan atau prosedur untuk restrukturisasi pinjama yang telah disepakati dalam Paruman Desa dan telah disahkan oleh Bendesa, prajuru LPD didalam melaksanakan kegiatan restrukturisasi pinjaman harus mengacu pada ketentuan yang dimaksud didalam ayat (1) dan harus melakukan pemeriksaan secara aktif terhadap suatu pelaksanaan restrukturisasi pinjaman. (wawancara tanggal 10 Juni 2019)”
-
III. PENUTUP
-
3.1 Kesimpulan
-
3.1.1 Terkait dengan prosedur pemberian pinjaman pada LPD Desa Adat Pelaga dengan objek jaminan fidusia berupa hewan ternak bahwa Syarat yang harus paling utama harus dipenuhi yaitu terdaftarnya waraga masyarakat sebagai anggota banjar dan/atau Desa Adat Plaga dan memiliki usia minimal 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah. Syarat kedua yaitu memiliki hewan ternak sapi atau kambing yang sudah di Panureksa (dilihihat oleh badan pengawas) untuk dapat dijadikan jaminan fidusia. Syarat berikutnya yaitu pengajuan pinjaman dilakukan dengan mengajukan permohonan kredit secara resmi kepada LPD Desa Adat Plaga dengan mengisi formulir permohonan dengan melampirkan foto copy KTP/KK dan telah mengurus dan/atau mendapat rekomendasi dari Kelian Banjar Desa
-
-
Adat Plaga setempat, selanjutnya untuk pemberian kredit kepada masyarakat luar desa adat dapat diberikan dengan dipenuhinya syarat adanya penjamin
-
3.1.2 Terkait dengan objek jaminan berupa hewan ternak yang mati atau hilang maka tindakan yang dapat dilakukan oleh LPD Desa Adat Pelaga yaitu mengadakan musyawarah kepada nasabah yang objek jaminan berupa hewan ternak yang mati atau hilang terkait dengan tenggang waktu kesanggupan pembayaran atau nasabah yang menjaminkan hewan ternaknya sebagai jaminan wajib mengembalikan pinjaman sebesar yang dipinjamnya dengan tenggang waktu yang disepakati bersama.
-
3.2 Saran
-
3.2.1 Disarankan kepada pemerintah untuk lebih memberikan ruang kepada masyarakat untuk memperoleh pinjaman keuangan melalui lembaga perbankan maupun dengan jenis lain melalui pengaturan dalam pertauran perundang-undangan yang selain mempermudah akses juga memberikan kepastian hukum kepada masyarakat untuk lebih mengembangkan usahanya terutama kepada masyarakat yang memiliki modal yang sedikit. Pengaturan yang lebih lengkap terkait dengan hak dan kewajiban masyarakat dalam hal pendanaan usaha dibidang ternak akan sangat membantu masyarakat untuk lebih sejahtera.
-
3.2.2 Disarankan kepada masyarakat untuk menggunakan seluruh program yang telah direncanakan oleh pemerintah. Sinergi yang dilakukan antara pemerintah dan masyarakat akan bermanfaat demi kelancaran dan permasalahan yang sedang dihadapi dimasyarakat dapat dengan segera
-
dicarikan alternatif penyelesaian oleh pemerintah. Kejujuran juga dibutuhkan agar pemberian pinjaman oleh kreditur sehingga kewajiban dapat dilaksanakan sesuai kemampuan dan pinjaman dapat dimanfaatkan untuk memajukan usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku :
Djoni. S. Gazali dan Rachmadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta,
J. Satrio, 2005, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
Jurnal
Anak Agung Adi Lestari, 2016, "Perjanjian Baku Dalam Jual Beli Kredit Sepeda Motor Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999", Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 5, No. 2,
Detisa Monica Podung, 2016, “Kredit Macet Dan Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Perbankan”, Jurnal Lex Crimen, Vol. 5, No. 3,
Ida Bagus Gde Gni Wastu, 2017, “Kekuatan Hukum Perjanjian Kredit Di Bawah Tangan Pada Bank Perkreditan Rakyat”, Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan (Acta Comitas), Vol. 2, No. 1,
Muhammad Hilmi Akhsin dan Anis Mashdurohatun, 2017, Akibat Hukum Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Menurut UU Nomor 42 Tahun 1999”, Jurnal Akta, Vol. 4, No. 3,
Ni Made Anggia Paramesthi Fajar, 2015, “Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali No 5 Tahun 2008 Tentang Pramuwisata Di Kabupaten Badung”, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 4, No. 2,
Paramitha, P. I. A., Marwanto, M., & Darmadha, I. N., 2017,
“Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Studi Di Bank Bni Cabang Gatsu Barat”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 5, No. 5,
Sugianto, 2014, “Rekonstruksi Perjanjian Fidusia Atas Benda Bergerak Yang Didaftarkan Berdasarkan Nilai Keadilan, Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol. I, No. 3,
Ugi Sugih Arto, 2018, “Pengelolaan Risiko Kredit Atas Objek Jaminan Fidusia Berupa Hewan Ternak”, JurnalRes Judicata, Vol. 1, No. 2,
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa
Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 44 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Lembaga Perkreditan Desa
15
Discussion and feedback