LEGALITAS ABORSI DALAM HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

Oleh:

Naomi Amadea Tumbelaka∗∗

Edward Thomas Lamury Hadjon∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Aborsi sudah menjadi subjek yang kontroversi sepanjang sejarah dikarenakan agama serta variasi moral dan etik yang mengelilinginya. Jika membicarakan mengenai legalitas aborsi, terdapat banyak keragaman pandangan di dalamnya. Ada yang pro dan ada yang kontra, dan keduanya mengatas dasari sudut pandang mereka dengan “Hak Asasi Manusia.” Pada beberapa negara masih menganggap aborsi merupakan tindakan yang ilegal sehingga dapat dijatuhi hukuman mati. Sedangkan di dalam hukum internasional terdapat aturan yang menyatakan semua orang berhak untuk hidup dan dapat dikatakan sebagai pelanggaran hak asasi seseorang untuk hidup, sehingga terdapat konflik antara kedua aturan tersebut, yang dimana penulisan makalah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui legalitas aborsi di dalam hukum HAM serta peran hukum HAM terkait dengan hukuman mati atas aborsi yang menggunakan metode penelitian hukum normatif. Banyak aturan mengenai aborsi yang dapat ditemukan di dalam aturan nasional maupun internasional. Menurut hukum internasional aturan mengenai aborsi dapat ditemukan dan didukung di dalam African Women’s Protocol, African Charter, ICCPR, dan CEDAW, dimana mereka menyatakan bahwa aborsi merupakan HAM internasional. Legalitas hukuman mati terhadap orang yang melakukan aborsi seharusnya mengacu kepada ICJ Statute, yang menyatakan kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati hanya kejahatan yang paling serius dan aborsi bukan salah satunya, serta UDHR dan ICCPR yang menjamin tiap manusia memiliki hak untuk hidup dan harus dilindungi.

Kata Kunci: Aborsi, Hukum Internasional, Hukum Hak Asasi Manusia Internasional.

ABSTRACT

Abortion hassbeen1theesubjecttoffcontroversy throughout history dueeto religionnand moral variations and ethics that surrounds it. When we talk about abortion legality, there are many variety of views in it. There are pros and cons, and both of them contend their point of views on the ground of “Human Rights”. In some countries, they still consider abortion as an illegal act that can be sentenced to death penalty. Meanwhile, in international law there are rules that stated that everyone have the right to live, therefore a conflict occurs between the two rules, which is why the purpose of writing this scientific paper is to find out the legality of abortion in international law of human rights and the role of the law related to the death penalty for abortion, using the normative research method. Many rules regarding abortion can be found in national and international rules. In international law, rules regarding abortion can be found and supported in African’s Women’s

Karya Ilmiah yang berjudul “ Legalitas Aborsi Dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional” ini merupakan karya ilmiah diluar dari ringkasan skripsi.

∗∗ Naomi Amadea Tumbelaka adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi: naomiamadeaa@hotmail.com

∗∗∗ Edward Thomas Lamury Hadjon adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

Protocol, African Charter, ICCPR, and CEDAW, where they declare that abortion is an international human rights. The legality of death penalty towards people who had an abortion should refer to the ICJ Statue, which stated that crimes that can be sentenced to the death penalty are only the most serious crimes and abortion is not one of them, also UDHR and ICCPR that ensure that every human being have the right to live and must be protected.

Keyword: Abortion, International Law, International Law of Human Rights.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Aborsi sudahhmenjadi subjek yang kontroversi sepanjang sejarah dikarenakan agama serta variasi moral dan etik yang mengelilinginya.1 Debat mengenai aborsi menimbulkan konflik mengenai hak individu dengan moralitas komunitas dan medis, agama, keluarga, dan etika pribadi. Jika membicarakan mengenai legalitas aborsi, terdapat banyak keragaman pandangan di dalamnya. Ada yang pro dan ada yang kontra. Apakah membela hak keselamatan ibu yang mengandung janin atau membela hak hidup janin. Di Amerika Serikat dikenal dua kubu yang disebabkan dari polarisasi perbedaan pandangan dalam aborsi yang disebut sebagai pro-live (kontra terhadap aborsi) dan pro choice (pro terhadap aborsi).2 Keadaan menjadi sangat memanas dan membingungkan pada saat kubu pro dan kontra tersebut bersaing atas sudut pandang mereka dengan mengatas dasari “Hak Asasi Manusia” atauu“Human Rights”.

Hak Asasi Manusia adalahhhakkyang dimiliki oleh manusia yang”diperoleh”dan dibawa secara bersamaan0dengan kelahirannya dalam-hidup-masyarakat.-Hak-ini terdapat pada manusia0tanpa0membedakan ras, bangsa, agama, jenis

kelamin, dan kelompok karena itu bersifat asasi dan universal.3 Menurut Protocol on the Rights of Women in Africa, aborsi merupakan-hak-asasi-manusia-dan meyakinkan bahwa0hak reproduksi wanita adalah hak”asasi”manusia.

Tidak semua negara melegalkan tindakan aborsi, jikapun ada tergantung situasi yang dihadapi oleh wanita tersebut. Sebagai contohnya, di Singapura aborsi hanya dapat dilakukan kepada warga negara Singapura saja, istri dari orang yang berkewarganegaraan Singapura, dan jika ia sudah tinggal di Singapura minimum 4 bulan,4 serta jika berdasarkan permintaan selama 24 minggu waktu masa hamil, yaitu 6 bulan pertama. Dan kita dapat mengambil El Salvador sebagai contoh negara yang paling ketat aturannya terhadap aborsi, dimana aborsi dianggap merupakan tindakan yang ilegal, dibawah keadaan tanpa dan tidak ada pengecualian. Jika negara menemukan orang yang melakukan aborsi atau bertanggungjawab atau mendukung untuk mengakhiri kehamilan tersebut akan dikenakan hukuman penjara antara dua dan delapan tahun, meskipun beberapa wanita telah dihukum atas tuduhan pembunuhan yang memperberat (aggravated homicide) dan dijatuhi hukuman hingga 30 (tiga puluh) tahun5 dan bisa sampai dikenai hukuman mati.

Jika kita melihat di dalam aturan hukum internasional bahwa dapat ditemui hukum yang”menyatakan”bahwa-semua

orang-berhak-untuk-hidup-dan0kehidupan merupakan hak asasi1manusia, namun di sisi lain terdapat hukuman mati1yang dapat merenggut hak asasi manusia tersebut sehingga kita dapat melihat bahwa terdapat ketidaksesuaian atau konflik diantara kedua aturan ini. Oleh karena itu tulisan ini membahas mengenai “Legalitas Aborsi Dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan aborsi menurut hukum internasional?

  • 2.    Bagaimanakah legalitas hukuman mati terhadap orang yang melakukan aborsi dalam hukum internasional tentang Hak Asasi Manusia?

  • 1.3     Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ilmiah iniiuntuk menganalisa dan mengetahui-legalitas aborsi di dalam hukum Hak Asasi Manusia Internasional dengan menganalisa pengaturan aborsi di dalam Hukum Internasional, serta peran Hukum HAM Internasional terkait dengan hukuman mati atas aborsi.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1     Metode Penelitian

Pengertian dariipenelitian-hukum adalah suatu usahaayang dapat menemukan aturan, prinsip, maupun-doktrin-hukum untukkmenjawab persoalan hukum0yang0dihadapi.6 Dalam

penulisan”makalah ilmiah ini”penulis mengunakan metode penelitian hukum yang berjenis normatif ini, dimana dilakukan dengan penelitian-hukum-kepustakaan-yang data –-datanya didapatkan dari0mengkaji bahan pustaka, yang disebut dengan data sekunder7 untuk menjawab masalah hukum yang terkait. Karena menggunakan penelitian hukum normatif, maka penulis menggunakan”jenis-pendekatan konseptual, perundang – undangan,-dan kepustakaan (library search).

  • 2.2    HASIL DAN ANALISIS

  • 2.2 .1 Pengaturan Aborsi Menurut Hukum Internasional

Pengertian aborsi menurut World Health Organization adalah sebuah operasi atau prosedur untuk mengakhiri kehamilan atau janin yang tidak dapat hidup,8 Lalu menurut Black’s Law Dictionary, aborsi adalah keguguranndengannkeluarnyaaembrio yang tidak-semata1– mata karena terjadi secara alamiah,1akan tetapi1juga disengaja atau terjadi karena adanya campur-tangan atau provokasi-manusia.9

Pada setiap negara di dunia ini memiliki hukum nasionalnya masing – masing, salah satunya adalah aturan mengenai aborsi. Aturan mengenai aborsi di Prancis pada awalnya disahkan oleh Law No. 75-17 of January 1975 Regarding Voluntary Interruption of Pregnancy, namun sebagian besar aturan terkini dapat ditemukan di Public Health Code. Hukum di Prancis mengizinkan perempuan untuk melakukan aborsi hingga akhir dari minggu

kedua belas kehamilan, jika sudah lebih dari dua belas minggu maka hukum Prancis hanya mengizinkan melakukan aborsi jika mendapat konfirmasi dari dokter dan setelah berkonsultasi bahwa dengan mengandung hingga waktunya akan membahayakan kesehatan sang ibu, atau terdapat kemungkinan akan bermasalah kesehatan sang anak jika dilahirkan.

Mengeni aborsi di Indonesia sendiri sebenarnya dilarang menurut Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 299,,346, 347, 348, dan 349 dimana pasal – pasalltersebut menyatakan bahwa aborsi merupakan perbuatan kejahatan dan dapat dipidana. Namun menurut pasal 75 ayat (2) Undang – Undang Nomor 36tTahun12009ttentang Kesehatan, yang1selanjutnya disebutuUU Kesehatan dannpasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61-Tahunn2014 tentang”Kesehatan Reproduksiiyang disebut UU Kesehatan Reproduksi, menyatakan bahwa aborsi dapattdilakukan jika berindikasi kedaruratan”medis”yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin,kkehamilannyang diakibatkan olehhperkosaan, serta dapattdilakukan”apabila usia0kehamilan palingglama-berusia;40 hari;dihitung dari-hari pertamaadatang bulannterakhir.

Dalam Hukum Internasional sebenarnya belum terdapat aturan yang menyatakan secara eksplisit bahwa aborsi merupakan hak asasi manusia. Namun, dapat kita temukan pernyataan yang paling jelas dan tegas mengenai hak perempuan unuk mengakses aborsi dalam teks perjanjian hak asasi manusia di dalam Protocol on the Rights of Women in Africa atau dikenal juga sebagai African Women’s Protocol, yang

diadopsi oleh Union Afrika pada 11 Juli 2003.10 Bertujuan untuk mengisi kesenjangan atau celah dari African Charter on Human and People’s Rights 1981 atau biasa disebut African Charter,11 Protokol tersebut menyatakan:

Negaraapihak-harus-mengambil-tindakan-yang-tepattuntuk melindungi hak reproduksi wanita dengan mengizinkan aborsi medis dalam kasus – kasus seperti kekerasan seksual, pemerkosaan, inses, dan dimana kondisi kehamilan yang berlanjut membahayakan kesehatan mental dan fisik dari sang ibu atau kehidupan sang ibu atau janinnya.12

African Women’s Protocol pada saat itu merupakan satu – satunya instrumen HAM yang mengikat secara hukum yang menyatakan bahwaaaborsi merupakan hak asasi manusiaadan meyakinkan bahwa1hak reproduksiiwanita adalah hak asasi manusia.13

Terobosan yang terjadi pada tahun 2008 mengenai hak perempuan untuk aborsi dikeluarkan pada 166April22008 oleh Parliamentary Assembly of the Council of Europe yang mewakili 47nnegara bagian Eropa, yang kebanyakan dari anggota parlemen mengadopsi sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Committee on Equal Opportunities for Women and Men yang berjudul ‘Access to Safe and Legal Abortion in Europe’ atau disebut juga ‘the Report’. Yang dimana the Report tersebut memanggil negara – negara anggota untuk mendekriminalisasi aborsi, menjamin hak perempuan untuk melakukan aborsi yang aman dan legal, dan mengadopsi strategi dan kebijakan

kesehatan seksual dan reproduksi, seperti akses untuk kontrasepsi dengan biaya yang masuk akal dan jenis yang sesuai.14

Selain itu, menurut General Comment No. 36 (2018) on article 6 of the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) on the right to life menyatakan bahwa anggota negara bagian harus menyediakan akses yang aman, legal, dan efektif untuk aborsi dimana kehidupan dan kesehatan wanita hamil berada dalam bahaya, dan di mana kehamilan tersebut akan menyebabkan wanita hamil sakit atau menderita, terutama jika kehamilan tersebut hasil dari pemerkosaan atau inses.15

Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) adalahhperjanjiannhak asasi manusia yanggsecara khusus menegaskan hak – hak reproduksi wanita. Terdapat dua pasal di dalam CEDAW secara khusus dapat dibilang mendukung hak asasi perempuan untuk melakukan aborsi,1yaitu::pasal 121ayat1(1) dannpasal114 ayat (2)hhuruf (a) dan1(b.) Padaapasal 12Aayat (1) yang berbunyi:

States Parties shall take all appropriate measures to eliminate discrimination against women in the field of health care in order to ensure, on a basis of equality of men and women, access to health care services, including those related to family planning.

Dalam pasal ini, Komite CEDAW memberi mandat kesetaraan dalam layanan kesehatan dan mencirikan “penolakan prosedur medis yang hanya dibutuhkan oleh wanita, seperti aborsi, sebagai diskriminasi jenis kelamin”,16 menunjukkan bahwa

kurangnya hak aborsi merupakan layanan kesehatan yang tidak setara. Sedangkan pasal 14 ayat (2) huruf (a) dan (b)yyang berbunyi:

“States Parties shall take all appropriate measures to eliminate discrimination against women in rural areas in order to ensure, on a basis of equality of men and women, that they participate in and benefit from rural development and, in particular, shall ensure to such women the right: (a) To participate in the elaboration and implementation of development planning at all levels; (b) To have access to adequate health care facilities, including information, counselling and services in family planning.”

Pada intinya ketentuan tersebut mengharuskan wanita di daerah pedalaman untuk mendapat hak dan manfaat dari pengembangan atas layanan perawatan kesehatan. Ketika kita mendasarkan pada General Comment No. 36 Article 6 ICCPR ketentuan CEDAW tersebut secara implisit dapat kita artikan memberi jaminan kesehatan wanita terhadap reproduksi yang mana dijelaskan dalam kata family planning.

Kemudian dalam Article 12 (1) of the The Committe on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR) mengakuiihak ‘setiapporanggmenikmatiistandarrkesehatan fisik dan mental tertinggiiyanggbisaadicapai’. Aturan tersebut dengan tegas mengkonfirmasi hak perempuan atas kesehatan dan badan pengawas dari perjanjian tersebut telah menafsirkan dan menerapkan hak tersebut dalam konteks aborsi.17 The Beijing Platform for Action atau Platform Aksi Beijing, muncul dari United Nations Fourth World Conference on Women yang diadakan pada tahun 1995, mengamati bahwa ‘kemampuan wanita untuk

mengendalikan kesuburan mereka sendiri merupakan dasar yang penting untuk menikmati hak – hak lainnya’.

Berdasarkannpenjelasanndiaatas, dapattkitaaketahuiibahwa aborsi adalahhhak asasi manusia dan diakui di dalam hukum internasional. Jadi, aborsi bukanlah suatu bentuk kejahatan karena aborsi merupakan hak dari setiap wanita di dunia dan harus dilindungi oleh hukum. Aborsi diakui dan dilegalkan sesuai dengan yang dinyatakan oleh aturan – aturan di atas, yaitu African Women’s Protocol, the Report, African Charter, ICCPR, CEDAW, dan CESCR.

Namun meski telah terdapat aturan internasional yang menjaminnya melakukan aborsi, di beberapa negara seperti El Salvador dan Filipina masih dijatuhi hukuman terhadap orang yang melakukan aborsi, bahkan bisa sampai dijatuhi hukuman mati, yang bertolak belakang dengan aturan UDHR yang menjamin hak untuk hidup bagi setiap orang. Untuk itu, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai legalitas hukuman mati dalam hukum internasional.

  • 2.2    Legalitas Hukuman Mati Terhadap Orang Yang

Melakukan Aborsi Dalam Hukum Internasional Tentang Hak Asasi Manusia

Legalitas hukuman mati diidalammhukum internasional dipertanyakan karena terdapatnya hukuman mati atas tindakan aborsi di beberapa negara, yang hukuman tersebut merupakan pelanggaran dari HAM internasional. Hakkasasiimanusia internasionallsendiri adalah hak yang dimiliki oleh setiap manusia..Mereka dilindungiioleh perjanjiannhak asasi manusia internasionalldan prinsip – prinsip hukumminternasional yang sudah lama ditetapkan. UDHR menetapkan hak asasi manusia

sebagai ‘standar umum dari pencapaian untukksemua orang dan-semuaabangsa’.18

Kegagalan untuk memberikan perlindungan yang menghargai martabat yang melekat dari mereka yang dihukum sampai mati, merupakan pelanggaran dari standar internasional. Standar internasional yang dimaksud disini ialah yang melarang penyiksaan atau segala bentuk kekejaman, biadab, atau perlakuan atau hukuman yang merendahkan.19 Larangan penyiksaan adalah norma yang harus ditaati yang ditetapkan, tanpa syarat atau pengecualian, dalam instrumen dasar hak asasi manusia, yaitu UDHR,20 beserta 2 (dua) ketentuan ICCPR21, dan berbagai instrumen HAM regional.22

Menurut hukum internasional saat ini tidak ada larangan yang absolut mengenai penerapan hukuman mati yang mengikat semua negara di dunia.23 Sebagai negara yang mengakui dan menghormati HAM beberapa diantaranya menyetujui untuk tidak menjatuhkan hukuman mati di dalam keadaan apapun. Meski begitu, masih terdapat sebagian kecil negara yang tetap mempertahankan hukuman mati dan menegaskan legitimasi, legalitas, dan efektifitasnya. Namun, bahkan untuk negara – negara yang menjatuhkan hukuman mati, terdapat pembatas hukum internasional atas kejahatan dan kepada siapa yang dapattdijatuhiihukumannmati, serta prosedur yanghharus

diikuti jika hukuman mati akan diizinkan berdasarkan hukum internasional.24 Menurut ICC Statute, kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati hanya merupakan kejahatannyang paling serius25 yang menjadi perhatian komunitas-internasional secara”keseluruhan, yaitu: kejahatan genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi.26 Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa aborsi bukan merupakan kejahatan yang luar biasa dan merugikan banyak orang yang sehingga dapat dihukum mati, mengingat pada tahun 1948, PBB menyatakan di dalam pasall3 UDHR27.bahwa “semua orang memiliki hak untuk hidup, kemerdekaan dan keamanan seseorang.” dan diidalammpasal 6 ayat (1) dari ICCPR28 memberikan: “Setiap manusia memiliki hak yang melekat untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun akan semena – mena kehilangan nyawanya.”

Hukuman mati tidak pernah konsisten dengan prinsip hak asasi manusiaayang mendasar, yaitu hak untuk hidup sesuai dengan Pasal 3 UDHR yang menyatakan bahwa kehidupan adalah hak asasi manusia, maka dapat dikatakan bahwa hukumannmati yang merupakan suatuupelanggarannhakkasasi manusiaayanggpalinggmendasar,,karena setiap orang di seluruh penjuru dunia memiliki hak yang melekat di dalam dirinya yang tidak dapat direnggut0olehhsiapapunnkecuali Tuhan Yang Maha Esa. Apalagi dihukum mati dengan alasan melakukan aborsi.

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas setiap wanita tidak sepatutnya dihukum mati karena mereka melakukan aborsi, dengan alasan apapun, karena hukuman mati merupakan pelanggaran standar dan fundamental hak asasi manusia internasional..Mereka memiliki hakkasasiimanusiaayanggsama seperti manusia lainnya. Mereka memiliki hak untuk hidup seperti yang dinyatakan oleh UDHR, mereka memiliki hakkuntuk mengatur organ reproduksinya sendiri tanpa campur tangan siapapun seperti yang diatur oleh CEDAW. Dan mengingat pemerintah membenarkan hukuman yang sama kejamnya dengan kematian bertentangan dengan konsep hak asasi manusia.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1    Kesimpulan

      • 3.1.1.    Setiap negara memiliki hukum nasional mengenai aborsi yang berbeda – beda. Aturan mengenai aborsi di Prancis kini diatur di dalam Public Health Code, lalu di Indonesia aborsi di atur di dalam KUHP dan UU tentang Kesehatan. Selainndiatur diidalam hukum nasional, aborsi jugaadiaturrdiidalam hukum internasional. Hukum internasional yang mengatur mengenai aborsi dapat ditemui di dalam African Women’s Protocol, African Charter, the Report, ICCPRoon the right to life, CEDAW, dan CESCR, dimana aturan – aturan tersebut menyatakan bahwa aborsi merupakannhakkasasiimanusia internasionalddan menjaminnhak perempuan untuk melakukan aborsi dengan syarat kehidupan dan kesehatan wanita berada dalam bahaya, dan di mana kehamilan tersebut akan menyebabkan wanita hamil sakit atau menderita, terutama jika kehamilan tersebut hasil dari pemerkosaan atau inses.

      • 3.1.2.    Menurut UDHR hak asasi manusia internasional sebagai’‘standar umum dari pencapaian untukksemua orang dannsemua bangsa’. Selain standar umum terdapat standar internasional yang melarang penyiksaan atau segala bentuk kekejaman, biadab, atau perlakuan atau hukuman yang merendahkan, di mana ditetapkan oleh UDHR, ICCPR, dan berbagai instrumen HAM regional. Menurut ICC Statute, kejahatan-yang”dapat dijatuhii hukuman””mati hanya kejahatannyanggpaling serius, yaitu: kejahatan genosida, kejahatan perang, kejahatan”terhadappkemanusiaan, dan kejahatan agresi. Berdasarkan pasall6aayatt(1) ICCPR dan pasal 3 UDHR setiap manusia memiliki hak untukkhidup dannhak tersebut harussdilindungi. Jadi, setiap wanita yang melakukan aborsi tidak seharusnya dihukum mati karena itu merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia internasional.

    • 3.2    Saran

      • 3.2.1.    Dalam hukum internasional belum terkodifikasi dalam suatu aturan mengenai aborsi, sehingga dapat dibuat pengaturan mengenai tersendiri yang lebih jelas dan spesifik dimana di dalam aturan tersebut menyatakan bahwa aborsi dan hak reproduksi wanita merupakan sebuah hak asasi manusia, internasional maupun regional, sehingga wanita dapat melakukan aborsi dengan legal, aman dan sesuai prosedur yang ditentukan.

      • 3.2.2.    Hukum Internasional seharusnya membuat peraturan yang konsisten dan tidak saling kontradiksi seperti yang terjadi antara hukuman mati dengan UDHR yang menyatakan bahwa kehidupan adalah hak asasi manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Budiardjo, M. (1982). Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: PT Gramedia.

Ekotama, S. & St Harum Pudjiarto, R.S., & Widiartana, G. (2001). Abortus Provocatus bagi Korban Perkosaan Perspektif

Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya

Marzuki, P. M. (2008). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.

Soekanto, S. & Mamudji, S. (2007). Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat.  Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Jurnal

Abbas, Q. (2009). Pro Life and Pro Choice Debate: A Journey From Restriction To Regulation – Destination Pakistan. Pakistan Law Journal. URL: https://ssrn.com/abstract=2609641

Byrnes, A. C. (2007). The Right to Life, the Death Penalty and Human Rights Law: An International and Australian Perspective. University of New South Wales Law Research Paper           no.           2007-66.           URL:

https://ssrn.com/abstract=1366566

Cook, R. & Dickens, B. (2003). Human Rights Dynamics of Abortion Law Reform. Human Rights Quarterly 25(1), 159. doi:10.1353/hrq.2003.0003.

Januwalla, A. (2016). Human Rights Law and Abortion in El Salvador. Health and Human Rights Journal

Nurhadi, A., Wisanjaya, I.,  & Yasa M. (2018). Legalitas

Penjatuhan Eksekusi Mati Menurut Hukum Internasional (Studi Kasus Gurdip Singh). Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 6(4), 1-14

Setyonugroho, O., Wisanjaya. I.,& Yasa, M. (2019). Eksploitasi Dan Pelecehan Seksual Oleh Pasukan Penjaga Perdamaian Perserikatan Bangsa – Bangsa (Studi Kasus Republik Demokratik Kongo). Kertha Negara 7(6), 1-18

Wijayati, M. (2015).  Aborsi Akibat Kehamilan Yang Tak

Diinginkan (KTD): Kontestasi Antara Pro-Live dan ProChoice.      Jurnal      Studi      Keislaman      15(1)

https://doi.org/10.24042/ajsk.v15i1.712

Wilujeng, S. R. (2013). Hak Asasi Manusia: Tinjauan dari Aspek Historis dan Yuridis”. Jurnal Humanika 18(2). Semarang: Universitas                                   Diponegoro.

https://doi.org/10.14710/humanika.18.2.

Zampas, C. & Gher, J. M. (2008). Abortion as a Human Right – International and Regional Standards. Oxford University Press 8(2) https://doi.org/10.1093/hrlr/ngn008

Peraturan Perundang – undangan

African Charter on Human and People’s Rights

American Declaration of the Rights and Duties of Man

CEDAW General Recommendation No.24: Women and Health, 1999

European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms

International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)

International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights

Ministry Of Health Guidelines On Termination Of Pregnancy

Protocol on the Rights of Women in Africa (The African Women’s Protocol), Res. AHG/RES.240 (XXXI), 2005

Rome Statue of the International Criminal Court

United Nations: Universal Declaration of Human Rights (UDHR)

Internet

N. Lakhani, 2013, “El Salvador: Where women may be jailed for miscarrying,” URL: http://www.bbc.com/news/magazine-24532694 diakses tanggal 11 Oktober

Lain – lain

Council of Europe Parliamentary Assembly, 2008, Resolution 1607: Access to Safe and Legal Abortion in Europe

16