EFEKTIVITAS PASAL 72 HURUF a ANGKA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NO. 9 TAHUN 2013 DALAM PEMANFAATAN RUANG SEMPADAN PANTAI KAWASAN BALI UTARA SERTA PENERAPAN SANKSINYA*

(Studi : Pantai Kaliasem, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng)

Oleh :

Dewa Putu Perdana Khrisna Murti** I Gede Putra Ariana***

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Perubahan rentan terjadi pada kawasan pantai. Meningkatnya pertumbuhan penduduk, pesatnya kemajuan pariwisata serta peningkatan laju pembangunan mengakibatkan timbulnya berbagai masalah pada bidang pertanahan yang berdampak semakin terbatasnya lahan untuk membangun bangunan-bangunan yang akan dibuat sebagai penunjang pariwisata. Keadaan tersebut dijadikan dalil oleh para investor demi menjadikan pesisir pantai sebagai tempat untuk melangsungkan kegiatan bisnisnya. Bahkan terdapat beberapa bangunan yang sampai melanggar batas sempadan pantai. Adapun permasalahan yang akan dibahas penulis adalah bagaimana efektivitas Pasal 72 huruf a angka 1 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 dan bagaimana upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng dalam melaksanakan penerapan sanksi terhadap penyimpangan pengelolaan pemanfaatan ruang sempadan pantai di kawasan pantai kaliasem. Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode yuridis empiris. Metode penelitian yuridis empiris adalah metode penelitian yang meneliti bagaimana bekerjanya produk hukum yang berlaku dengan menggabungkan bahan-bahan hukum atau studi kepustakaan dengan data yang didapatkan berdasarkan

observasi serta wawancara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas berlakunya pasal 72 huruf a angka 1 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 di pantai kaliasem dan untuk mengetahui bagaimana bentuk sanksi yang dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang apabila terjadi pelanggaran terhadap batas sempadan pantai. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa implementasi pasal 72 huruf a angka 1 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 di pantai kaliasem tidak berjalan efektif karena masih terjadi pelanggaran batas sempadan pantai yang disebabkan oleh beberapa faktor. Sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelanggar pemanfaatan ruang berupa sanksi administrasi.

Kata Kunci : Efektivitas, Peraturan Daerah, Pemanfaatan Sempadan Pantai, Sanksi, Kabupaten Buleleng

Abstract

Beach are areas that vulnerable to change. Increasing rate of population growth, tourism development, and the increased of construction led to conflicts to the increasingly limited of land to construct buildings for tourism support. This condition makes the reasons for investor to make the coastal areas as a place to conduct business activities. there are even some buildings that violate the border of beach. The issues in this paper are how is the effectiveness of Article 72 letter a number 1 Buleleng Regency Regional Regulation Number 9 of 2013 and how the efforts Government applies the sanctions against irregularities in management of coastal borders in Kaliasem beach. The method on this research was empirical legal research methods. The empirical juridical research method is a legal research method that discusses the operation of applicable legal products with research legal or literature study material with data obtained from field observations and interview. This research aims to find out effective the Article72 letter a number 1 Buleleng Regency Regional Regulation Number 9 of 2013 in kaliasem beach and what form of sanctions can be given by government in case of a violation of the coastal borders. The results of this reach can be concluded thatothe implementation of Article 72 letter a number 1 Buleleng Regency Regional Regulation Number 9 of 2013 in kaliasem beach is not running effective because there is still widespread violations of the coastal borders caused by several factors. Sanctions can be given to offenders are administrative sanctions.

Keywords : effectiveness, regional regulation, utilization of coastal borders, sanctions, Buleleng Regency

I PENDAHULUAN

  • 1.1    Latar Belakang

Perubahan sangat rentan terjadi pada kawasan pantai. Perubahan tersebut diakibatkan oleh faktor alam maupun disebabkan oleh perbuatan manusia.1 Fenomena terhadap pantai yang belakangan ini terjadi amat memprihatinkan dimana pemanfaatan ruang wilayah pesisir pantai berupa eksploitasi wilayah pantai yang hanya di peruntukan demi kepentingan pariwisata. Pantai - pantai yang dimana semestinya harus menjadi ruang publik yang terbuka untuk umum, akan tetapi ketika pembangunan di sepanjang kawasan pantai semakin banyak, mengakibatkan pantai tersebut tidak lagi menjadi areal yang terbuka untuk publik dan bebas dari penguasaan para pihak pelaku kegiatan yang ingin menanamkan modal besar(investor) yang melakukan kegiatan usaha.

Pantai pada umumnya memiliki batas jarak antara laut dengan bangunan yang dinamakan dengan sempadan pantai. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, kemajuan pariwisata yang semakin pesat serta peningkatan laju pembangunan pada segala aspek mengakibatkan timbulnya berbagai masalah utamanya pada bidang pertanahan yang membawa dampak semakin terbatasnya ketersediaan lahan untuk membangun bangunan – bangunan yang akan dibuat sebagai penunjang pariwisata.2 Keadaan tersebut dijadikan dalil oleh para pelaku usaha kegiatan dan investor demi menjadikan pesisir pantai sebagai sarana tempat lokasi untuk melangsungkan kegiatan

bisnisnya, mengingat pantai dapat dimanfaatkan secara optimal karena lokasinya sangat strategis untuk menjadi kawasan pariwisata. Pemanfaatan terhadap wilayah pantai tersebutl mencakup kegiatan dalam bidang ekonomi, yakni diperuntukkan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan berbasis hiburan dan wisata dengan mendirikan bangunan seperti villa, resort, restoran, dan sebagainya. Villa merupakan alternatif penginapan yang lebih dipilih wisatawan terutama wisatawan asing daripada hotel sebagai tempat peristirahatan, karena villa memberikan pelayanan yang lebih personal dan villa juga memberikan keamanan dan tingkat kenyamanan lebih pada wisatawan dari beberapa ancaman kriminal maupun terror.3

Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 Tentang RTRWK Buleleng Tahun 2013-2033 mengatur lebih lanjut mengenai batas sempadan pantai yang terdapat dalam kabupaten Buleleng, yakni pada Pasal 1 angka 43 yang menentukan bahwa : “Sempadan Pantai adalah kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian dan kesucian pantai, keselamatan bangunan, dan ketersediaan ruang untuk lalu lintas umum.” Dan pasal 72 huruf a angka 1 berbunyi : “daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat”

Di kawasan Bali Utara, lebih tepatnya di Pantai Kaliasem, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, pelanggaran terhadap batas sempadan pantai yang ditemui sudah sangat parah. Ketika pasang air laut bahkan sampai menyentuh pondasi villa - villa

yang berjejer di sepanjang pantai, jika hal tersebut terus dibiarkan maka pelanggaran akan terus terjadi karena pantai merupakan tempat yang menjanjikan dalam sektor pariwisata. Dalam hal ini pemerintah Kabupaten Buleleng seharusnya memberikan sanksi terhadap permasalahan penataan ruang dalam hal kawasan sempadan pantai di wilayah pantai kaliasem.

Adapun permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana efektivitas Pasal 72 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 dan bagaimana upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng dalam melaksanakan penerapan sanksi terhadap penyimpangan pengelolaan pemanfaatan ruang sempadan pantai di kawasan pantai kaliasem.

  • 1.2    Rumusan Masalah :

  • 1.    Bagaimana Efektivitas Pasal 72 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 ?

  • 2.    Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng dalam melaksanakan penerapan sanksi atas penyimpangan pengelolaan pemanfaatan ruang sempadan pantai di kawasan pantai kaliasem ?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas berlakunya pasal 72 huruf a angka 1 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahuni 2013 terhadap batas sempadan pantai di wilayah pesisir pantai kabupaten Buleleng khususnya di pantai kaliasem dan untuk mengetahui bagaimana bentuk sanksi yang dapat diterapkan oleh pemerintah apabila terjadi pelanggaran terhadap batas sempadan pantai tersebut.

II ISI MAKALAH

  • 2.1    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian yuridis empiris berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Metode penelitian yuridis empiris adalah metode penelitian dengan mengidentifikasi efektivitas suatu produk hukum dalam masyarakat, dengan menggabungkan bahan hukum serta studi kepustakaan sebagai data sekunder dengan data yang didapatkan berdasarkan fakta – fakta dari observasi di pantai kaliasem ditambah dengan data yang diperoleh di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Buleleng(yang selanjutnya disingkat Dinas PUPR Buleleng) sebagai data primer.4

  • 2.2    Hasil Dan Pembahasan

    • 2.2.1    Efektivitas Pasal 72 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013

Wilayah pantai harus dimanfaatkan dengan bijaksana dan secara efisien, agar pemanfaatan dari sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bisa digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.5 Dalam rangka pemanfaatkan seluruh sumber daya pantai beserta seluruh elemen ekosistem yang terkandung di dalamnya wajib diatur melalui peraturan perundang-undangan karena kedudukannya sangat penting sebagai cara untuk meminimalisir, dan menghindari terjadinya pertentangan kewenangan dalam

mengelola kawasan sempadan pantai tersebut dan benturan berbagai macam kepentingan.6

Menurut Soerjono Soekanto, Beliau menyatakan bahwa efektivitas suatu peraturan dapat dikatakan efektif atau tidaknya ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :7

  • 1.    Faktor hukum, Hukum disini adalah peraturan perundang-undangan. Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan.8

  • 2.    Faktor Penegak Hukum, Dalam berfungsinya hukum,

mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum

memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum.9

  • 3.    Faktor Sarana/Fasilitas Pendukung Penegakan Hukum, Sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum.

  • 4.    Faktor Masyarakat, Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

  • 5.    Faktor Budaya, Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsikonsepsi yang abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehinga dihindari).

Segala kegiatan administrasi Negara harus menggunakan kewenangan (authority). Jadi kewenangan merupakan kunci bagi terselenggaranya tugas administrasi Negara. Tanpa adanya kewenangan maka tidak akan ada kegiatan administrasi Negara,10 Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Kabupaten Buleleng merupakan Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng yang berwenang dalam penyelenggaraan penataan ruang sesuai dengan bunyi Pasal 7 huruf f Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 13 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Gusti Bagus Arya Surya Basudewa, ST selaku Kepala Bidang Penataan Ruang, Dinas PUPR Buleleng. pada tanggal 2 oktober 2019, beliau berpendapat bahwa pelanggaran sempadan pantai yang terjadi di wilayah pantai kaliasem merupakan hal yang sangat memprihatinkan.

Beliau menambahkan bahwa pelanggaran tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya :

  • 1.    Faktor pertama, terkait faktor hukumnya, apabila ditinjau dari pengaturan sempadan pantai dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bulelelng No. 9 Tahun 2013, memang menyatakan bahwa jarak antara berdirinya bangunan dengan titik pasang air laut tertinggi memiliki batas jarak minimal 100meter, akan tetapi dalam penerapannya aturan tersebut sangat tidak memungkinkan untuk diterapkan,  karena titik pasang

tertinggi sewaktu-waktu dapat berubah dimana terkadang lahan milik warga selaku pengelola lahan kegiatan sering menimbulkan polemik di berbagai pihak karena lahan yang dimana diperuntukan untuk kegiatan pariwisata tersebut hilang akibat adanya abrasi sehingga penetapan jarak sempadan pantai dengan bangunan villa tersebut berjarak proporsional sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati sesuai perjanjian sebelumnya dan revitalisasi lahan yang hilang tersebut dilakukan oleh Badan Pertanahan Negara. Oleh karena itu penetapan jarak batas sempadan pantai tersebut mengikuti petunjuk dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan Presiden No. 51 tahun 2016 Tentang Batas Sempadan Pantai, Dan Pasal 3 ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Kelautan Dan Perlikanan Republik Indonesia No. 21 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penghitungan Batas Sempadan Pantai, yang dimana kedua ketentuan tersebut mengatur tentang penentuan batas jarak sempadan pantai harus menghitung tingkat resiko bencana berdasarkan indeks ancaman dan kerentanan bencana akibat adanya abrasi. Apabila bangunan villa tersebut dipaksa didirikan sesuai dengan aturan yang berlaku yakni sepanjang 100m dari titik

pasang air laut, maka bangunan tersebut telah melanggar batas jalan, yang dimana jarak antara bibir pantai dengan jalan raya sangat dekat.

  • 2.    Faktor Kedua, Terkait  faktor  penegak  hukum, Dinas

Perizinan Kabupaten Buleleng tidak berkoordinasi dengan Dinas PUPR Buleleng,  terkait  dengan  pemberian izin

bangunan villa yang melanggar sempadan pantai, dimana villa tersebut mendapatkan izin mendirikan bangunan sedangkan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penetapan titik batas sempadan pantai dapat berubah karena adanya faktor abrasi.

  • 3.    Faktor Ketiga, terkait dengan faktor masyarakat, berdasarkan observasi yang saya lakukan yang berlokasi di pantai kaliasem, masyarakat selaku pihak pengelola villa tersebut tidak mematuhi ketentuan yang berlaku, dimana villa yang berada di pantai kaliasem tersebut tidak sesuai dengan aturan batas sempadan pantai seperti yang telah ditentukan dalam pasal 72 huruf a angka 1 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013, dimana batas jarak antara bangunan villa di pantai kaliasem dari titik pasang air laut tertinggi tidak lebih dari 35 meter. Mereka tetap memilih untuk beroperasi karena sebagai penunjang perekonomian setempat.

Untuk sarana/fasilitas pendukung penegakan hukum yang dimiliki Dinas PUPR buleleng cukup memadai. Terdapat kendaraan dinas dan alat monitoring tata ruang wilayah Kabupaten Buleleng yang berbasis web, dan aplikasi, untuk memudahkan Dinas dalam menjalankan tugasnya.

  • 2. 2.2 Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng Dalam Melaksanakan Penerapan Sanksi Atas Penyimpangan Pengelolaan Pemanfaatan Ruang Sempadan Pantai di Kawasan Pantai Kaliasem

Indonesia adalah Negara Hukum, maka untuk melihat fenomena pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang sempadan pantai di pantai kaliasem pandangan hukum harus didahulukan. Pemberian Sanksi merupakan salah satu instrumen penegakan hukum guna memudahkan dalam rangka penegakan norma tersebut, kemudian kita dapat melihat bagaimana kedayagunaan dari peraturan perundang-undangan tersebut. Selain itu, pemberian sanksi juga merupakan upaya agar seseorang dapat menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dan memberikan hukuman bagi siapapun yang melakukan pelanggaran atas suatu norma peraturan perundang-undangan.11

Menurut pendapat dari “J.B.J.M. ten Berge, Beliau berpendapat bahwa sanksi merupakan inti dari penegakan Hukum Administrasi Negara”.12 Dan diperlukan untuk menjamin serta mengayomi penegakan dari Hukum Administrasi Negara. Dalam Hukum Administrasi Negara hanya mengenal 2(dua) jenis sanksi diantaranya sanksi reparatoir dan sanksi punitive. Sanksi reparatoir dapat diartikan sebagai sanksi yang penerapannya berasal karena sebagai reaksi atas pelanggaran terhadap suatu norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum (legale situatie). Sedangkan sanksil punitif adalah sanksi yang hanya semata-mata ditujukan untuk memberikan hukuman

atas suatu pelanggaran untuk memberikan efek jera terhadap para pelanggar. Contoh dari sanksi reparatoir adalah paksaan pemerintah (besturdwang) dan pengenaan uang paksa (dwangsom), sedangkan contoh sanksi punitive adalah pengenaan denda administrasi(bestuurboete}.13

Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya dalam melakukan pengendalian pemanfaatan ruang agar sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang dan diperlukan untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku baik itu masyarakat atau pemeritah yang melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 117 ayat (4) Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 Tentang RTRWK Buleleng Sanksi administrasi yang dapat dikenakan terhadap para pelaku yang telah melanggar ketentuan dalam pemanfaatan ruang tersebut yakni : dengan pemberian peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan usaha, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangun-bangunan, pemulihan fungsi ruang, dan/atau administratif. Dimungkinkan juga penjatuhan sanksi pidana, dan berdasarkan pasal 66, 67, dan 75 Undang-Undang No. 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang juga dapat dikenakan sanksi perdata.

Berdasarkan wawancara bersama narasumber kedua yang saya lakukan pada tanggal 2 oktober 2019 dengan Bapak Gede Widya Iswaratantra, ST selaku Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Ruang Dinas PUPR Buleleng, Beliau menjelaskan bahwa sanksi administratif yang hanya dapat diberikan oleh Dinas PUPR Buleleng berupa pemberian surat peringatan tertulis yang

dikeluarkan sebanyak maksimal 3(tiga) kali peringatan, surat peringatan tertulis disini merupakan penerbitan dengan surat peringatan yang harus dinyatakan secara tertulis untuk menertibkan para pihak yang melanggar pemanfaatan ruang. Pemberian surat peringatan tertulis tersebut mencakup peringatan terjadinya pelanggaran serta bentuk pelanggarannya dalam perihal pelanggar pemanfaatan ruang harus segera untuk melakukan kegiatan berupa tindakan yang dibutuhkan sesuai dengan batas waktu maksimal yang dikenakan untuk menyesuaikan batas sempadan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Jika peringatan tertulis pertama, dan kedua, tetap dilanggar, maka Dinas PUPR Buleleng berhak mengeluarkan surat peringatan ketiga berupa surat keputusan pengenaan sanksi yang yang diberikan kepada Dinas Perizinan Kabupaten Buleleng dalam hal pencabutan dan pembatalan izin usaha. Perihal surat peringatan ketiga tersebut tidak hanya diberikan kepada Dinas Perizinan Kabupaten Buleleng saja, akan tetapi Dinas PUPR Buleleng bersama dengan Dinas Perizinan Kabupaten Buleleng juga berkoordinasi dengan Dinas Satuan Polisi Pamong Praja(selanjutnya disingkat Dinas Satpol PP Buleleng) untuk memberikan sanksi berupa penutupan terhadap lokasi tempat didirikanya kegiatan usaha sampai pelanggar tersebut memenuhi kewajiban yang diberikan untuk mengambil tindakan yang dibutuhkan guna menyesuaikan batas sempadan pantai agar sesuai dengan ketentuan pemanfaatan ruang yang berlaku. Dalam perihal mengenai pembongkaran bangunan – bangunan yang melanggar batas sempadan pantai, pemberian sanksi tersebut dapat dilakukan oleh pemilik bangunan itu sendiri, apabila pemilik bangunan tersebut tetap tidak melaksanakan kewajibannya untuk membongkar bangunan yang melanggar

batas sempadan pantai, maka atas izin dari Dinas PUPR Buleleng, Dinas Satpol PP Buleleng berhak untuk melakukan pembongkaran secara paksa terhadap pelanggar tersebut. Mengenai pemberian denda administratif, dan sanksi pidana maupun perdata, selama ini Dinas PUPR Buleleng belum pernah meberikan sanksi berupa denda administratif.

Pada bulan januari tahun 2019, Tim Tantrib dari Dinas PUPR Buleleng bersama dengan anggota Dinas Satpol PP Buleleng pernah melakukan penertiban berupa pemberian sanksi pembongkaran terhadap pondasi senderan villa yang melanggar sempadan pantai dimana pondasi senderan villa tersebut sampai menyentuh bibir pantai. Pihak pengelola villa tersebut mengatakan bahwa ia membangun pondasi senderan villa yang melanggar batas sempadan pantai tersebut karena telah mendapatkan izin dari nelayan setempat akan tetapi belum mendapatkan izin dari Kepala Desa Kaliasem. Sehingga pembongkaran tersebut terpaksa dilakukan atas dasar pelanggaran terhadap sempadan pantai.

Penjatuhan sanksi – sanksi tersebut bertujuan untuk mencegah setiap orang yang ingin mendidirikan kegiatan usaha ataupun kepada para investor supaya patuh pada ketentuan pemanfaatan ruang yang berlaku. Dan untuk memulihkan kembali serta menjaga kondisi fisik ruang agar sesuai dengan aturan pemanfaatan ruang guna melindungi kelestarian SDA pantai yang memiliki banyak sumber manfaat bagi kehidupan masyarakat.

III PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

  • 1.    Efektivitas berlakunya Pasal 72 huruf a angka 1 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 Tentang

RTRWK Buleleng Tahun 2013-2033 tidak berjalan secara efektif karena hal yang menjadi tolak ukur efektivitas ketentuan tersebut yakni faktor hukum, faktor penegak hukum, dan faktor masyarakatnya tidak efektif atau berjalan tidak optimal.

  • 2.    Upaya Pemerintah Kabupaten Buleleng yakni Dinas PUPR Buleleng bekerja sama dengan Dinas Perizinan Kabupaten Buleleng dan Dinas Satpol PP Buleleng dalam memberikan sanksi terhadap pelanggar sempadan pantai yaitu berupa surat peringatan, pengehentian kegiatan secara sementara, penutupan lokasi usaha, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, denda administrasi.

  • 3.2    Saran

Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng hendaknya melakukan sosialisasi mengenai aturan dalam melakukan pengelolaan pemanfaatan ruang kepada masyarakat setempat khususnya masyarakat yang bermukim di kawasan pesisir pantai agar tidak terjadi kembali pelanggaran terhadap batas sempadan pantai dan pemerintah juga harus mempertegas penegakan hukum serta penerapan sanksi terhadap para pihak yang telah melanggar batas sempadan pantai.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hasni, 2010, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah dalam Konteks UUPA UUPR UUPLH, Rajawali Pers, Jakarta.

Patis Jason M, 2001, Menuju Harmonisasi SIstem Hukum Sebagai Pilar Pengelolaan Wilayah Pesisir Indonesia,  Bappenas,

Jakarta.

Kalalo, 2016, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Pertanahan di Wilayah Pesisir, Raja Grafindo Persada, Depok.

Soekanto Soerjono, 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

H. Zainuddin Ali, 2017, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Ridwan HR 2016, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakara.

Jurnal

Ngurah Angga Narendra, 2016, Kewenangan Pemerintah Kabupaten Buleleng Dalam Mengendalikan Pembangunan Villa, Vol. 04, No. 01, Jurnal Kertha Negara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

Cokorda Istri Sri Pradnyaswari Pemayun, 2019, Kebijakan Pemerintah Provinsi Terhadap Pengelolaan Sempadan Pantai Secara Privat Terkait Keadilan Bagi Publik Dalam Perspektif Hukum Tata Ruang, Jurnal Kertha Negara, Vol. 07, No. 08, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

Ni Luh Gede Debby Andriani Lestari, 2018, Kewenangan Pemerintah

Kota Denpasar Dalam Mengatur Dan Pengendalian Bangunan Di Sepanjang Kawasan Sempadan Pantai, Jurnal Kertha Negara, Vol. 04, No. 08, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar

Peraturan Perundang - Undangan

Undang-Undang No. 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

Peraturan Presiden No. 51 tahun 2016 Tentang Batas Sempadan Pantai.

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perlikanan Republik Indonesia No. 21 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penghitungan Batas Sempadan Pantai.

Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No. 9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Buleleng Tahun 2013-2033.

16