KEABSAHAN PERJANJIAN LISAN

SEBAGAI ALAT BUKTI SURAT DI PENGADILAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ONLINE SHOP*

Oleh :

I Kadek Parma Astawa ** Ni, Luh Gede Astariyani,*** Hukum perdata Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Undayana

Abstrak

Perjanjian jual beli online (untuk selanjutnya disebut “perjanjian”) adalah perjanjian antara kedua belah pihah yang dilakukan melalui media sosial, seperti instragram, facebook, bukalapak, online shop, dan whatsApp. Saat ini, perjanjian tersebut sering digunakan untuk mempermudah proses jual beli yang instan atau cepat tanpa harus keluar rumah. Apabila perjanjian tersebut dikaitkan dengan asas asas yang berlaku dalam hukum perdata, maka akan berhubungan dengan asas kebebasan berkontrak. Perjanjian tersebut dapat dikategorikan sebahai hukum lisan. Menurut hukum perikatan, perjanjian jual beli online adalah sah atau legal. karena sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya sebuah perjanjian. Hukum lisan tidak dapat dijadikan alat bukti didepan pengadilan. Karena tidak ada tanda tangan kedua belah pihak atau lebih.

Kata kunci : perjanjian jual beli, hukum tidak tertulis, dan legal.

Abstract

Online sale and purchase agreement (hereinafter referred to as "agreement") is an agreement between the two parties made through social media, such as instragram, facebook, bukalapak, online shop, and wa. Currently, these agreements are often used to simplify the process of buying and selling that is instant or fast without having to leave the house. If the agreement is associated

with the principles applicable in civil law, it will be related to the principle of freedom of contract. The agreement can be categorized as an unwritten law. According to the engagement law, an online sale and purchase agreement is legal. because in accordance with article 1330 of the Civil Code about the legal requirements of an agreement. The unwritten law cannot be used as evidence before the court. Because there are no signatures from both parties or more.

Keywords: sale and purchase agreement, unwritten law, and legal.

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1   Latar Belakang

Sekarang perkembangan teknologi semakin canggih, teknologi informasi mengalami suatu perkembangan yang sangat pesat sehingga menciptakan terobosan-terobosan yang baru dan praktis. Kalau bicara berkaitan teknologi didunia dan diindonesia saat ini menggemari transaksi onlinen atau transaksi elektronik dalam melakukan jual beli. Transaksi online atau jual Beli online adalah transaksi yang dilakukan oleh penjual dan pembeli secara online melalui suatu media internet tanpa bertatap muka secara langsung. Perkembangan internet merubah gaya hidup dan perilaku masyarakat dunia yang biasanya informasi dan komunikasi dengan menggunakan sebuah kertas berubah menjadi elektronik. Tidak menutup kemungkinan terjadinya transaksi di bidang bisnis. Transaksi yang terjadi antara permintaan dan penawaran dapat dengan mudah dialakukan walaupun yang bersangkutan berada di wilayah yang berbeda karena kemajuan teknologi informasi, dalam hal ini adalah teknologi e-commerce

Kalau tentang hukum perjanjian itu ada hukum. hukum yang lisan berdasarkan hal di atas bahwa suatu persetujuan sudah

cukup membuktikan bahwa telah terjadi hubungan keperdataan, dimana suatu perikatan telah timbul yang diakibatkan suatu perbuatan hukum (rechtshandeling) antara satu orang atau lebih sebagaimana di atur dalam pasal 1320 dan pasal 1338 Undang– Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan:

  • a.    pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

  • 1.    Kesepakatan mereka yang mengikatnya

  • 2.    Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

  • 3.    Suatu hal tertentu

  • 4.    Suatu sebab yang halal

  • b.    Pasal 1338 KUHPerdata

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

  • 1.2    Tujuan

  • 1.    Agar masyarakat lebih waspada atau lebih hati-hati dalam melakukan jual beli online melalui akun intragram, , bukalapak, online shop, dan whatsApp

  • 2.    Untuk mengetahui proses pelaksanaan, hambatan-hambatan serta cara mengatasi hambatan-hambatan dalam jual beli melalui media internet.

  • 3.    Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian jual beli melalui media internet.

  • 1.3    Rumusan masalah

  • 1.    Apakah perjanjian jual beli online sah menurut hukum perikatan?

  • 2.    Apakah perjanjian lisan dapat digunakan sebagai alat bukti surat didepan pengadilan?

  • II.    PEMBAHASAAN

    • 2.1    Jual perjanjia jual beli online sah menurut hukum perikatan?

tentang jual beli online maka dipikiran tau bahwa transaksi digunakan secara elektronik, elektronik adalah sebuah perjanjian atau perikatan yang dilakukan secara elektronik. Hubungan perjanjian elektronik tetap mencerminkan asas kebebasan berkontrak, beritikad baik, dan asas konsensual pada pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selanjutnya disebut KUHPerdata. Perjanjian atau kontrak elektronik juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.    Pada    pasal    18

menyebutkan transaksi yang dibuat secara elektronik yang dituangkan dalam perjanjian elektronik mengikat para pihak. Dimana Suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila memenuhi unsur-unsur dari pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

  • 1.    Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. Kesepakan timbul dari adanaya suatu penarawan terhadap barang atau jasa tertentu dan dilanjutkan dengan adanya responoleh orang lain.Dalam transaksi onlinepihak yang memberikan

penawaran ialah pihak penjual yang menawarkan barangnya melalui website. Jika pembeli tertarik terhadap suatu barang maka ia perlu mengklik barang yang diinginkan. Dengan pembeli mengklik pesan untuk memesan, maka telah terjadi kesepakan antara mereka.1

  • 2.    Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Pada dasarnya seorang dikatakan cakap ialah seorang yang telah berumur 21 tahun atau sudah menikah, kalau jika yang membuat perjanjian tersebut dibawah umur 21 dan belum menikah apakah ini sah dimata hukum perdata, Namun dalam transaksi online sangat sulit membedakan mana yang telah cakap atau berada dibawah pengampuan, karena dilakukan tidak secara face to facesehingga bisa terjadi penipuan.

  • 3.    Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu berupa obyek yang diperjanjikan dalam transaksi online. Obyek perjanjian adalah isi dari prestasi menjadi pokokperjanjian yang bersangkutan.2

  • 4.    Suatu sebab yang halal Sebab yang dimaksud ialah isi dari perjanjian transaksi online tersebut. Isi dari perjanjian tersebut harus halal karena isi perjanjian tersebut yang akan dilaksanakan.3

menurut pasal Pasal 1314 menyatakan “Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan. Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Suatu persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.”

Jual beli dikatakan telah terjadi antara para pihak setelah ada sepakat diantara kedua belah pihak terhadap harga dan barang atau jasa yang ditawarkan penjual. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama dan unsur kedua (unsur subyektif) maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Namun jika unsur ketiga dan keempat (unsur obyektif) tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Apabila Penjual lalai, maka harus dihukum untuk mengganti suatu kerugian yang timbula pabila ia tidak melaksanakan perikatan itu atau tidak melaksanakannya secara tepat waktu yang tidak dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan Pasal 44 KUHPerdata.4 dan menurtu pasal 5 UUITE, informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

  • 2.2    perjanjian lisan bisa sebagai alat bukti surat di depan pengadilan perdata dalam ranah jual beli online?

berkaitan dengan jual beli online melewati sosial media, seperti instragram, facebook, bukalapak, online shop, dan whatsApp. Kalau bicara lisan menurut KBBI adalah lidah, kata-kata yang diucapkan, berkenaan dengan kata-kata yang diucapkan dan dengan mulut (bukan dengan surat), Pada umumnya perjanjian lisan dianggap sah selayaknya perjanjian tertulis. Di Indonesia, ketentuan-ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) sama sekali tidak mewajibkan agar suatu perjanjian dibuat secara tertulis, sehingga perjanjian lisan juga mengikat secara hukum. Apabila terjadi suatu perkara yang berkaitan dengan perjanjian lisan, bukti-bukti tertulis dapat digunakan sebagai alat bukti untuk menunjukkan keberadaan suatu perjanjian lisan, contohnya alat bukti surat. Terkait dengan bukti berupa saksi, Pasal 1905 KUH Perdata menyatakan bahwa keterangan satu orang saksi saja tanpa diperkuat dengan alat bukti lain tidak dapat diterima. dan menurut pasal 5 UUITE, informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Bila ada saksi

Dalam proses peradilan perdata berlakulah Hukum Acara Perdata. mengenal 5 macam alat bukti yang sah, yang diatur dalam Pasal 164 Herziene Inlandsch Reglement (“HIR”), yaitu:

  • a.    Surat;

  • b.    Saksi;

  • c.    Persangkaan;

  • d.    Pengakuan;

  • e.    Sumpah.

Kalau kita bicara tentang alat bukti surat atau pembuktian dengan lisan maka kita harus tau dulu apa pasal apa yang

mengatur tentang surat pada pasal KUHPER pasal 1867- 1894. Ini yang membuat menimbulkan norma kabur dikalangan masyarakat, karena tidak menerangkan bisa sebagai alat bukti surat di sepan pengadilan dengan hukum tidak tertulis.

Kalau kita bicara tentang tentang alat bukti surat maka kita harus tau tentang akte otentik dan akta dibawah tangan :

  • 1.    akta otentik

Menurut kamus hukum akta otentik adalah suatu akta yang dibuat di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akte dibuatnya.5 Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu, menurut ketentuan tertentu yang telah ditetapkan.6 Sebagai pejabat yang berwenang dimaksudkan antara lain Notaris, Juru Sita, Panitera, Hakim Pengadilan, Pegawai Catatan Sipil, Pegawai Pencatat Nikah (PPN), Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Pembuat Akta Ikrar Waqaf (PPAIW), dan Lain-lain.

Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1870 KUHPerdata. Akta otentik memberikan diantara para pihak termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu

bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat/ dinyatakan di dalam akta.7

Kekuatan pembuktian suatu akta otentik menurut sifatnya dapat dibagim menjadi dua yaitu:

  • 1.    Kekuatan pembuktian formal yaitu bahwa kedua belah pihak benarbenar sudah menerangan di muka notaris apa yang telah tertulis di dalam akta itu.

  • 2.    Kekuatan pembutian material yaitu bahwa apa yang telah diterangkan oleh kedua pihak di muka notaris dan tertulis dalam akta itu, memang benar-benar terjadi atau dalam kata-kata lain bahwa isinya keterangan mereka itu benar-benar terjadi.8

Bagi akta otentik “tanda tangan dan tanggal pembuatan akta” telah cukup terbukti dengan diajukannya akta itu dan siapa yang menantangnya harus membuktikan kebenaran dalil-dalilnya.9

  • 2.    Akta dibawah tangan/akta bukan otentik

Akta di bawah tangan atau akta bukan otentik ialah segala tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tetapi tidak dibuat di hadapan atau oleh pejabat yang berwenang untuk itu dan bentuknya pun tidaklah terikat kepada bentuk tertentu. Dengan demikian, akta selain otentik semuanya termasuk akta di bawah tangan. Misalnya surat jual beli tanah yang dibuat oleh kedua belah pihak, sekalipun di atas kertas segel dan

ditandatangani oleh ketua RT, ketua RW, Lurah/Kepala Desa, tidak bisa disebut akta otentik karena pejabat yang berwenang membuat akta tanah yaitu PPAT, hanyalah Notaris dan Camat.10

Kekuatan akta di bawah tangan, hakim menilainya bebas, akan tetapi jika akta yang bersifat dibuat oleh kedua belah pihak, seperti jual beli tanah yang bukan otentik, apabila tanda tangan yang tercantum di dalamnya diakui oleh pihak yang menandatanganinya maka akta tersebut mempunyai kekuatan sama dengan akta otentik, tetapi masih mempunyai perbedaan dengan akta otentik.11

Dalam kedua bentuk surat diatas, perjanjian lisan tidak termasuk didalam bentuk surat akte otentik dan akta dibawah tangan tersebut, karena tidak ada tanda tangan pejabat yang berwenang.

Perjanjian itu sebenarnya bisa dibuat secara lisan atau secara tidak tertulis, tapi permasalahannya cara dibuktikannya bahwa perjanjian itu sah didepan suatu pengadilan itu susah kalau perjanjian itu dibuat secara tidak tertulis

Hal–hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam–diam dimasukkan dalam perjanjian meskipun dengan tidak tegas dinyatakan (Pasal 137 KUH Perdata).12 Perjanjian yang secara tegas dinyatakan dapat berupa

tanda, lisan, dan tulisan (dengan akta dibawah tangan dan dengan akta autentik).13

Menurut perjanjian lisan dan elektronik itu tidak bisa di sebut barang bukti didepan pengadilan perdata, karena didalam pengadilan tidak bisa dibuktikan secara sah karena tidak ada Perjanjian yang secara tegas dinyatakan dapat berupa tanda tangan, atau saksi didalam perjanjian tersebut, dan tulisan (dengan akta dibawah tangan dan dengan akta autentik) tandatangan kedua belah pihak atau lebih didalam perjanjian tersebut,

KESIMPULAN

  • 1.    Keabsahan sebuah transaksi online yang berdasarkan kontrak    atau    perjanjian elektronik menurut hukum

perikatan telah diatur dalam buku ketiga KUH Perdata Pasal 1320. Yang mana kontrak online yang dilakukan sama halnya dengan kontrak biasa yang di dasari oleh asas konsensual yaitu adanya kesepakatan antara dua belah pihakuntuk mengikatkan dirinya.Syarat sahnya suatu perjanjian transaksi online harus tetap memenuhi syarat syarat yang ada dalamPasal 1320 KUHPerdata.

  • 2.    Menurut perjanjian lisan tidak bisa di sebut barang bukti didepan pengadilan perdata, karena didalam pengadilan tidak bisa dibuktikan secara sah karena tidak ada tanda tangan kedua belah atau lebih belah pihak didalam

perjanjian tersebut (dengan akta dibawah tangan dan dengan akta autentik) dan sksi didalam perjanjian tersebut

  • 3.2 Saran

  • 1.    agar pemerintah lebih mengatur tentang jual beli online didalam peraturan perdata dan biar masyarakat lebih waspada terhadap penipuan didalam kasus perikatan

  • 2.    kalau masyarakat lebih mendepankan perjanjian tertulis atau agar masyarakat lebih mudah membuktikan perjanjian tersebut sah didepan pengadilan

DAFTAR PUSTAKA

Buku.

Amiruddin dan H.Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Rajawali Pers, Jakarta.Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian Di Indonesia,Pustaka Yustitia, Yogyakarta.

J.Satrio, 1995 , Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari

Perjanjian Buku II, PT. Citra AdityaBakti, Bandung.

Munir Fuady, 2002, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Subekti, “Hukum Pembuktian”, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1975), h. 29-30

Abdul Halim dan Teguh Prasetyo,”Bisnis E-Commerce “,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2006), hal. 98. ).

Handri Raharjo, “Hukum Perjanjian di Indonesia” (Jakarta : PT. Buku Kita, 2009), hal.48.

Jurnal/ Internet

Jurnal:Belly Riawan, I Made Mahartayasa,2015,“Perlindungan Konsumen Dalam Kegiatan Transaksi Jual Beli Online Di Indonesia”,KerthaSemaya,Vol.03,No.01,Januari,2015,Hal.3,oj s.unud.ac.id,URL:http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthase maya/article/view/11904/8215, diakses tanggal 11 November, jam 22.30 WITA.

Ni Kadek Ariati, I Wayan Suarbha, 2016, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Melakukan Transaksi Online”,Kertha

Semaya,Vol.04,No.02,Februari,2016,Hal.2,ojs.unud.ac.id,UR L:http//ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/dow nload/19113/12563, diakses tanggal 11 November 2016, jam 19.59 WITA.

Shinta Vinayanthi Bumi, Anak Agung Sri Indrawati, 2013, “Syarat Subjektif Sahnya Perjanjian Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Dikaitkan Dengan Perjanjian                                                E-

commerce”,KerthaSemaya,Vol.01,No.03,Mei,2013,Hal.4,ojs.u nud.ac.id,URL:http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemay a/article/view/5359/4108, diakses tanggal 11 November, jam 21.22 WITA.

Lia Catur Muliastuti,“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI MEDIA INTERNET”             ,             URL             :

http://eprints.undip.ac.id/23920/1/Lia_Catur_Muliastuti.pd f

Rosdalina Bukido, “KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN”, URL: https://media.neliti.com/media/publications/240242-

kedudukan-alat-bukti-tulisan-terhadap-pe-809072b5.pdf, diakses tanggal 25 september 2019

Perundang-undangan:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010;

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan 13

Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Diterjemah Oleh Soedaryo Soimin, 2014, SinarGrafika, Jakarta.

14