PERTANGGUNGJAWABAN KESALAHAN DAN KELALAIAN KURATOR SETELAH PENCABUTAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN PAILIT
on
PERTANGGUNGJAWABAN KESALAHAN DAN KELALAIAN KURATOR SETELAH
PENCABUTAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN PAILIT∗
Oleh :
Jean Charity Johana Godelava∗∗ I. G. N. Dharma Laksana∗∗∗
Hukum Bisnis
Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Kepailitan dapat berakhir jika terjadi pemberesan,
pencabutan putusan kepailitan, maupun pembatalan Pailit. Tanggung jawab kurator diatur pada pasal 72 UU KPKPU disebutkan tentang kesalahan dan kelalaian Kurator, akan tetapi mengenai kesalahan dan kelalaian tidak dijelaskan secara terperinci batasnya dalam UUKPKPU tersebut. Apalagi mengenai pemulihan dalam keadaan semula setelah pencabutan dan pembatalan putusan pailit. Sesuai penjelasan diatas maka ditarik masalah tentang bagaimana suatu putusan Kepailitan dapat dibatalkan dan dicabut serta Bagaimana pertanggungjawaban kurator setelah Pencabutan Dan Pembatalan putusan pailit? Tujuan karya ilmiah ini untuk mengetahui bagaimana suatu putusan kepailitan dapat dibatalkan dan dicabut serta Pertanggungjawaban kurator setelah pencabutan dan pembatalan putusan pailit. Metode dalaam penulisan jurnal ini adalah metode penelitian hukum1 Normatif yang berarti meneliti hukum melalui perspektif internal dengan objek penelitiannya adalah norma hukum. Hasil analisis UU KPKPU tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai Batasan perbuatan kurator yang melakukan kesalahan dan kelalaian yang merugikan sehingga mengandung pemaknaan yang sangat luas.
Kata kunci: kurator., pencabutan pailit., pembatalan pailit.
ABSTRACT
∗ Penulisan Karya Ilmiah yang berjudul Pertanggungjawaban Kesalahan dan Kelalaian Kurator Setelah Pencabutan dan Pembatalan Putusan Pailit ini bukan merupakan ringkasan skripsi (di luar skripsi).
∗∗ Penulis pertama dalam penulisan karya ilmiah ini selaku mahasiswa Fakultas Hukum Udayana.
∗∗∗ Penulis kedua dalam penulisan karya ilmiah ini selaku Pembimbing Akademik penulis pertama di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Bankruptcy could end if there is a settlement, revo8c1ation1of2the bankruptcy decis9ion, and bankr0uptcy
cancellation. The1Curator's Responsibility in article 72 of2the KPKPU Law regulates concerning the3mistakes and omissions of the Curator, but there is no further explanation concerning limits on mistakes and omissions in the aforementioned KPKPU Law, let alone concerning the recovery to its original state after the revocation and cancellation of the bankruptcy decision. Accordingly, the problem formulation which was taken is how the Bankruptcy decision could be canceled and revoked and0how is the responsibility of the curator after the revocation and cancellation of7the bankruptcy0decision. The8aim0of this paper is to0discuss how the bankruptcy decision could be canceled and revoked and how the curator is responsible after the revocation and cancellation of the bankruptcy decision. The metho0d us1ed inthis9 resear9ch kwas the normative rese0arch method which intends to conduct research on law through an internal perspective with the object of research being the legal norm. The results of the analysis was that the KPKPU Law does not elaborate further on the limits on the actions of curators who make mistakes and negligence which leads to quite broad meanings.
Keywords: curator, bankruptcy revocation, bankruptcy
cancellation
Keadaan pailit dapat menjadi ancaman yan9g bagi pelaku bisnis maupun pelaku usaha. Ancaman ini tidak hanya dapat terjadi pada perusahaan yang baru berdiri, tapi juga dapat terjadi pada perusahaan yang sudah lama bahkan puluhan tahun lamanya berdiri. Keadaan pailit dapat menjadi hal yang berbahaya bagi perusahaan, karena perusahaan dalam keadaan tera9ncam dan mungkin dapat musnah.
Dalam Black’s Law Dictionary tertulis istilah pailit atau Bankrupt adalah “the state or conditional of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt
as they are, or became due. The term includes a person against whom am involuntary petition has been field, or who has field a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.”1 Pailit menurut Black’s Law Dictionary bermakna suatu ketidakmampuan seorang debitur unt1uk5mem2bayar9seluruh utqang0yan0g jat0uh t9empo. 2Ketidakmampuan dalam membayar terlihat pada tidak dibayarkannya utang meskipun1 telah ditag5ih9da1n ketidakmampuan ini ha9rus9disertakan denga1nipengaju1an pada penga9dilan, bai1k dengan permintaa1npdebitu2r itu send3iri atau ata4s per3mintaan satu orang/lebih krediturnya.
Sedangkan0 Kepailitan menurut Shuban Hadi ialah pwutusan penga1dilankyang berakibat sitapumum akan segalakekayaan milik debitorlyang sudah ada maupun yangpakan ada di kemudian hari. Pengurwusan0serta pembe8resan8Pailit dilaksanakan oleh Kurator dibawah6 pengawasan oleh Hakuim7Pengawas30dengian maksud dan tujuan4 membayarkan keseluruhan utang debitur pailit dengan cara proporsional7.4
Berdasarkan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Untang yangpkemudian disini disebut UU KPKPU, Debitor yang dimaksud disini ialahiiorang yaong memiliki utang karena perjanjian ataupun undang-undang yang dalam pelunasan nya dapat ditagih di muka
pengadilan. Sedangkan Kreditor adalah oran1g yang mempu9nyai piutang karena per-janjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Kemudian Kurator merupakan Balai Harta Peninggalan maupun orang perseorangan yang0ditunjuk Pengadilan guna mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di9bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan
UndangUndang ini.
Kepailitan dapat berakhir jika terjadi pemberesan, pencabutan putusan kepailitan, maupun pembatalan Pailit. Tanoggung jaw8ab kurator diatur pada pasal 72 U9U KPKPU tertulis tentang kesalahan dan kelalaian Kurator, akan tetapi mengenai kesalahan dan kelalaian tidak dijelaskan secara terperinci batasnya dalam UU KPKPU tersebut. Apalagi mengenai pemulihan kepada keadaan semula setelah pencabutan dan pembatalan putusan pailit sehingga berkaitan dengan hal ini ditarik judul “Pertanggungjawaban kesalahan dan kelalaian Kurator setelah Pencabutan dan Pembatalan Putusan Pailit”.
-
1. Bagaimanakah suatu putusan Kepailitan dapat dibatalkan dan dicabut?
-
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban kurator setelah Pencabutan Dan Pembatalan putusan pailit?
-
1. Untuk mengetahui pencabutan dan pembatalan suatu
putusan pailit.
-
2. Untuk mengetahui Pertanggungjawaban kurator setelah
pencabutan dan pembatalan putusan pailit.
Metode dalam5 penulisan jurnal ini yakni metode penelitian hukum Normatif yang berarti meneliti hukum melalui perspektif internal yang objek9 penelitiannya7 merupakan norma hukum. 5 Norma hukum disini meliputi asas-asas,0norma, peraturan0perundang-undangan, putusan7pengadilan serta doktrin.
Pendekatan yang8digunakan adalah pendekatan melalui perayturan perunduang-undangan (the statutory approach) yang digunakan dalam menelaah aturan hukum yang terkait dengan pembatalan dan pencabutan putusan Pailit serta tanggung jawab kurator setelah pembatalan pailit. Conceptual approach atau pendekatan konseptual diguonaqkan4 guna me iaha1mi berbagai konsep yang terkandung dalam “Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”.
Sumber bahan hukum8penelitian yanigo bersifat normative terdiri dari dua jenis yaitu sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. 6 Morris Cohen menjelaskan sumber hukum primer terd4iiiri da4rii berbagai9peraturan perundang-undangan putusan7pengadilan, serta jurnal internasional maupun nasional dan disertasi. Sedangkan sumber hukum sekunder terdiri atas berbagai jenis kepustakaan bidang hukum9maupun bidang
yang terkait serta pandangan7dari para ilmuwan5hukum. 7 Data Primer yang digunakan disini merupakan “Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang No. 37 Tahun 2004”.
Pada pasal 1 angka 1 undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 pada pasal 1 disebutkan mengenai kepailitan yaituosita umum atas segala harta kekayaan milik debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan kurator dibawah pengawasan hakimpengawas sebagaimana diatur dalam UUpini. Pengaturan mengenai Kepailitan di Indonesia terbentuk dan berkembang bersamaan dengan3 terbentuknya Pengadilan Niaga di Indonesia. Pada Pasal 3 UU KPKPU dijelskan mengenai ruang lingkup kewenangan Pengadilan Niaga adalah Memutus atas segala permohonanllpernyataan pailit dan6 hal-hal yang lainjjyang berkaitaniidan7 diatu 8kUU ini3.
Sesuai dengan ketentuanhpasal 18 UU KPKPU pengadilan Niaga memiliki ruang lingkup kewenanganguntuk6 memutus pencabutan putusan pernyataan pailit. Sesuai6h dengan bunyi pasal 18 ayat 1, jika harta debitur pailit sedikit, bahkan tidak cukup untuk biaya pailit dan utang harta pailit, kurator da2patmmenguwsulkanca 5ar kepailit2an dicabut. Keputusan pencabutan kepailitan dibuat melalui ketetapan hakim dan diputuskan dalam sidang yang terbuka untukbumum. Kepailitan jugalldapat dicabut atasuanjuran hakim pengawas
dengan3mmengingat keadaanoharta debitor pailit dan jika ada panitia kreditur setelah mendengar ataummemanggil debitur pailit itu dengan sah.
Dengan Penc4abutan putusan pernyataan pailitoomaka kepailitan debtor berakhir. Debitor kembali berwenang mengurus harta kekayaan miliknya sesuai7 sedia kala sebelum putusan pernyataan pailit ada. 8 Selain itu status dari piutang kreditor kembali9 dalam1 keadaan6 otonom pailit yakni, status piutang kreditor tidak6 lagi4 tunduk pada hukumiikepailitan, hubungan hukum8antara kreditor7dan7debitor kembali6 kedalam hubungan perikatan seperti sebelumnya, status sita umum yang serta merta berakhir3, dan debitor kembali3 berhak untuk2 pengurusan terhadap9 harta kekayaan miliknya. Dengan demikian debitor tetap berkewajiban membayarkan utang-utangnya0dan8 kreditor99dapat2 menagih pembayaran88piutangnya.9 Dengan Kepailitan yang berakhir maka berakhir2 pula7 tugas kurator dalam2 pengurusan dan pemberesan terhadap harta kekayaan milikdebitor.10
Dalam pasal 16 ayat 2 UU KPKPU disebutkan mengenai putusan pernyataan pailit dapat dibatalkan melalui upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali. Upaya hukum sendiri merupakan suatu langkah maupun usaha yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan terhadap3 suatu2 putusan hakim.llPihak yang terkait dapat mengajukan upaya hukum dengan alasan1 putusan
hakim dianggap terdapat3 suatu1 kekeliruan, ketidakadilan, dan agar terhindarodari2 akibat hukum putusan hakim.11
Kata kasasi dala7mkkBahasa perancis Cassation yang berasal dari kata Casser yang artinya membatalkan atau mem1ecahkan. 12 Lembaga kasasi dibentuk dengan fungsi seba1gai a1at dalam membina keseragaman d9an ketetpatan penerapan hukum untuk mencapai kesepaka8tan hukum masyarakat
Indonesia13. Da1am pengajuian suaytu upaya hukum kasasi terhadap putusan pailit ha6rus memperhatikan alasan dan tenggang waktu pengajuan upaya hukum.14
Pengaturan mengenai alasan da1am mengajukanoupaya hukum kasasi diatur da1am pasa1 11 ayat 3, yakni pengajuan kasasi dilaku3kan o1eh debitor dan kreditor sebagai pihak pertama dan dapatkkdiajukan kreditormlain ya1ngkbu2kan merupakanllpihak persidangan tingkatpertama yanghtidakbpuas terh1adapojputusan atqashpermohonan pernyataan pailit. Namun mengenai tidakjjpuas terhadap putusan tidak diperjelas dalam UU ini. Hal tenggang waktu diatur pasal 11 ayat 2 UU KPKPU permohonan kasasi diajukan pa1ing lambat 8 hari setelah tanggall putusanyan2g dimohon kasasi diucapkan. Kemudian putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan pa1ing lambat 60 hari sete1ah tangga1 permohonan kasasi diterima oleh MA, ha1 ini sesuai bunyi pasal 13 ayat 3 UU KPKPU. Terhadap permohonan0kasasi ya8ng telah diajukan, suatu putusan Pailit yanggtelah dijatuhkan pengdilanniaga dapat dibatalkanyolehkMA apabila dalam
pertimbangan hakim putusan pailit bertentangan dengan salah satu alas an kasasi.
Sedangkan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) upaya hukum 1uar biasa dan digunakan untuk putusan pengadilan yang telah lampau tenggat waktu untuk dilkukan suatu upaya hukum biasa dalam hal kepailitan disebut kasasi. Dalam UU KPKPU upaya hukum permohonan peninjauan kembali diatur da1am pasal 14 dan pada pasal 295 sampai pasal 298. Dalam pasal 14 dan 295 dinyatakan disini da1piatddiajukan permohonan Peninjauan kembali pada MA mengenai putusan pailit yangftelyah berekekuaatan hukuum tetap kecua1i ditentu1kan 1ain.
Alasan pengajuan permohonan Peninjauan Kembali terdapat da1am pasal 295 ayat 2 UU KPKU. Dalam pasal ini, permohonan PK diaju2kan jikaksetelah perkara diputus ditemui bukti baru yang memiliki sifat menetukan yayngbbpauda saat perkara diperiksa pengadilan telah ada,jjtetapi be1um di temukan, atau putusan hakim terdapat suatu keke1iruan yangggnyata. Namun tidak terdapat penjelasan mengenai bukti baru maupun yang dimaksud dengan kekeliriuan yanighnyata. Tenggang waktu pengajuan permohonan PK diatur pada pasal 296 ayat 1 UUKPKPU yakni permohonan PK dengianalas an penemuan bukti baru yang menentukan yangupada waktu diperiksa di pengadilan telah ada,fftetapi be1um ditemukan (pasa1 295 ayat 2 huruf a UU KPKPU) dilakuk1an dalam jangka waktu paling 1ambat 180hari sesudah tanggal putusan yang dimohonkan PK berkekuatan hukum tetap. Sedangkan Permohonan PK dengan alas an da1am putusan hakim yang bersangkutan terda1pat kekeliruan yang nyata (pasal295 ayat 2 huruf b)jjdilakukan da1am jangka waktu paling lambat 30 hari setelah putusan ya8ng dimohonkan berkekuatan
hukumgtetap. Dalam pasal 298 ayat 1 UU KPKPU disebutkan, Mahkamah Agung harus memeeriksa dan memutuus atas permmohonan PeninjauanKembali paling lambat 30 hari setelah permohonan diterima panitra MA. Terhadap permohonan PK, MA ddapat membatalkan putus9an pai2lit y1angxsudah berkekuatan hukum tetap jika dalam putusan memang bertentangan dengan salah satu alas an da1am pengajuan permohonan Peninjauuan keembali.
Putusan pailit oleh pengadilan niaga ialah putusan serta merta (sesuai pasal 8 ayat 7 UU KPKPU) yakni siejaakssaaat putusan pailit, maka staqtus1debitur sudah1dalam keadaan pailit. Namun apabila dalam1tingkat2kasasi3atau4peninjauan kembali putusan pailit dibatalkan maka1kepailitan2debitor berakhir. Meskipun kepailitan debitur berakhir dengan cara ini, tetap sah segala3perbuatan yang sudah dilakukannkurator sebelum atau pada tanggal4kurator5menerimammpemberitahuan tentang putusan pembatalan putusan kepailitan dari Mahkamah Agung (sesuai pasal 16 ayat 2 UU KPKPU).
Dalam Kepailtan, terdapat Lembaga lain yang penting keberadaannya dalam hal ini k8urator. Kurator adalah Lembaga yang diadakan9oleh8Undang-undang dengan tujuan melaksanakan pemberesan5terhadap harta pailit.15 Putusan Kepailitan oleh pengadilan niaga bersifat serta merta, yang berarti dapat dilaksanakan atau dieksekusi8terlebih dahulu meskipun putusan
tersebut belum8mempunyai9hukum tetap. 16 Umumnya pu9tusan pengadilan baru dapat dilakukan apabila putusan telah berkekuatan hukm tetap, artinya pihak yang bersengketa tidak akan mengajukan upaya hukum banding maupun kasasi sehingga putusan itu tinggal dieksekusi namum berbeda dengan putusan pailit yang dasar hukum putusan serta merta kepailitan ini diatur0pada0pasal 8 ayat 7 UU KPKPU. 17
Kurator memiliki tugas dan kewenangan yang cukup berat, sehingga seluruh perbuatan yang0dilakukan0kurator sebelum atau sampai pada saat pemberitahuan0tentang9putusan pembatalan kepailitan diterima oleh kurator, maka segala perbuatan kurator tetap sah dan mengikat debitor. Hal ini dinyatakan dengan pasal 16 ayat 2 UUKPKPU. Apabila setelah terjadi pembatalan atau pencabutan putusan pailit yang menjadi sebuah pertanyaan adalah bagaimana pemulihan kedalam keadaan semula. Akan tetapi apabila pada dasarnya putusan serta merta sudah dijalankan dan melalui tugasnya kurator mengambil alih pemberesan harta debitor untuk membayarkan utangnya kepada beberapa kreditor maka debitor tidak dirugikan mengingat pada status pailit maupun8tiak pailit, suatu9utang haruslah tetap dibayar.18
Dalam setiap profesi atau pekerjaan dalam hal ini kurator, tidak dapat dipungkiri pasti akan ditemui resiko akibat dari kesalahan maupun kelalaian. Dalam UU KPKPU pasal 72 diatur mengenai tanggung jawab kurator apabila melakukan kesalahan. Da1am pasal ini disebutkan kurator bertanggungjawabhterhadap
kesalahan atau kelalaiannya dalam0melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan yang merugikan harta pailit. Yang dimaksud disini adalah segala perbuatan0yang dianggap merugikan harta pailit atau kepentingan kreditur, baik8sengaja maupun lalai, maka kurator harus mempertanggungjawabkannya.
Dalam UU KPKPU tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai Batasan kesalahan dan kelalaian yang merugikan sehingga mengandung pemaknaan yang sangat luas. Secara tidak langsung kesalahan dan kelalaian oleh kurator adalah perbuatanomelawan hukum. Perbuatan melawan hukum diatur pada pasal 1365 KUH Perdata yakni setiap perbuatan melawan hukum yangkdapat menimbulkan kerugian padaporanglllain, mewajibkanhorangttyang karenadkesalahan nya menerbitkan kerugianktersebut. Kurator pun demikian, apabila ia melakukan perbuatan yang merugikan harta pailit debitur maka ia harus mempertanggngjawabkannya. Sangat disayangkan karena UU KPKPU tidak menjelaskan lebih jelas mengenai kesalahan atau kelalaian oleh kurator. Demikianlah pertanggungjawaban kurator setelah pembatalan dan pencabutan putusan pailit menurut UU KPKPU.
-
III. PENUTUP
-
3.1 KESIMPULAN
-
Suatu Putusan Kepailitan dapat dicabut apabila harta pailit tidak9cukup0untuk membayar9biaya0kepailitan maka Pengadilan atas0usul Hakim Pengawas dan sete1ah mendengar panitia0kreditor sementara jika7ada, serta7setelah memanggil6dengan sah atau mendengar0Debitor, ini sesuai pasal 18 ayat 1 UU KPKPU. Sedangkan Putusan Kepailian dapat dibatalkan dengan alasan sesuai pada UU KPKPU pasal 16 ayat 2 disebutkan mengenai
putusan pernyataan pailit dibatalkan dengan upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali. Alas an untuk mengajukan upaya hukum kasasi diatur pada pasal011 ayat 3 UU KPKPU sedangkan alas an permohonan PK dapat diajukan sesuai pasal 295 ayat 2 UU KPKU.
Apabila terjadi pembatalan atau pencabutan pada dasarnya putusan serta merta sudah dijalankan dan tugas kurator sesuai pada pasal 16 ayat 2 dinyatakan sah dan mengikat untuk segala perbuatan termasuk mengenai mengurus harta debitor untuk membayarkan utangnya kepada beberapa kreditor sampai hari putusan dan pencabutan kepailitan didengar kurator maka debitor tidak dirugikan mengingat pada stat2us pailit atau tidak pailit, utang9haruslah tetap dibayar. Dalam UU KPKPU pasal 72 diatur mengenai tanggung jawab kurator apabila melakukan kesalahan dan kelalaian. Da1am pasal 72 disebutkan bahwa kurator bertanggungjawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam0melaksanakan00tugas 9pengurusan dan pemberesan9yang merugikan harta pailit.19 Namun U1U0KPKPU tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai Batasan kesalahan dan kelalaian yang merugikan sehingga mengandung pemaknaan yang sangat luas.
Dalam pengaturan UU KPKPU pada pasal 11 ayat 3 mengenai alas an pengajuan kasasi diharapkan dijelaskan mengenai makna tidak puas nya debitor maupun kreditor atas putusan pailit lebih rinci demikian pula pada pasal 72 mengenai tanggung jawab yang dimaksud dengan kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh kurator.
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, Morris L & Olson, Kent. C. (1992), Legal Research in A Nutshell, ST. PAUL MINNESOTA: West Publishing Company.
Diantha, I. M. P. (2016). Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. JAKARTA:Prenada Media.
Fakultas Hukum Universitas Udayana, (2013), Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, BALI.
Jono, (2007), Hukum Kepailitan, JAKARTA: Sinar Grafika.
Hadi Shubhan, (2009), Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, JAKARTA:Kencana.
., (2008), Hukum Kepailitan, JAKARTA:Kencana
Prenadamedia.
Sjahdeini, S. R, (2016), Sejarah, Asas, dan Teori Hukum
Kepailitan Memahami UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, JAKARTA: Kencana.
Soedirjo, (1985), Kasasi Dalam Perkara Perdata,
JAKARTA:Akademika Pressindo.
Sutantio, Retnowulan, (1997), Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, BANDUNG: Mandar Maju.
Yani,ahmad & Wijaya, Gunawan. (2000). Seri Hukum Bisnis Kepailitan. JAKARTA: PT. Raja Grafindo.
Ackbar, M., Marwanto, M., & Dharmakusuma, A. (2018).
PERTANGGUNGJAWABAN DEBITOR PAILIT TERHADAP UTANG YANG BELUM TERLUNASI DALAM PERKARA KEPAILITAN. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, . Retrieved
from https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/articl e/view/37818
Dewantara, K., & Rudy, D. (2019). KEWENANGAN KURATOR
DALAM MENGURUS DAN MENGUASAI ASET “DEBITOR PAILIT”. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, 7(9), 1-14.
Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/articl e/view/51685
Ishak, (2015), Upaya Hukum Debitor Terhadap Putusan Pailit, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 17(1), h.189-215. DOI:
http://jurnal.unsyiah.ac.id/kanun/article/view/6059/4993
Larasati, A. A. N, (2013), Tinjauan Yuridis Pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Putusan Serta Merta (Uit Voerbaar Bij Voorad) dan Provisionil Terhadap Putusan Pailit Yang Bersifat Serta Merta, Kertha Semaya,, 1(11), h.1-5. DOI:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/7038
Theodora, Gavrilla, (2019), Upaya Hukum Kreditor Terkait Aset Yang Dialihkan Setelah Putusn Pencabutan Putusan Pernyataan Pailit, Jurist-Diction, 2(4), 1257-1274. DOI:
http://dx.doi.org/10.20473/jd.v2i4.14490
Wiradharma, I., & Sukihana, I. (2018). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KURATOR DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA DEBITOR
PAILIT. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, 4(1), 1-14. Retrieved
from https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/articl e/view/42623
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Pajak
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Discussion and feedback