PENJABARAN PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGMENT RULE SEBAGAI DOKTRIN IMUNITAS BAGI DIREKSI PERSEROAN

TERBATAS*

Oleh:

Anak Agung Ngurah Bhaskara Ananda Putra** Desak Putu Dewi Kasih***

ABSTRAK

Setiap kali Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perseroan Terbatas mengalami kerugian, maka organ perseroan, khususnya diarahkan kepada direksi akan dianggap telah memenuhi Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hukum perusahaan mengenal suatu doktrin imunitas yaitu Business Judgment Rule yaitu ajaran tentang tidak dapatnya dimintakan pertanggungjawabannya keputusan direksi oleh siapapun walaupun pada akhirnya keputusan tersebut berdampak pada ruginya perseroan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dan kasus. Hasil dari penelitian ini Manifestasi dari fiduciary duty di Indonesia dapat ditemukan dalam Pasal 97 ayat (2) serta mengenai Business Judgement Rule telah ditemukan dalam Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Salah satunya adalah terkandungnya prinsip Business Judgement Rule dalam Putusan Mahkamah Agung No. 130 PK/Pid.Sus/2013 dimana para pejabat PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. dapat menerapkan Business Judgement Rule karena adanya fiduciary duty yang telah dilakukan.

Kata Kunci: Business Judgement Rule., Direksi Perseroan Terbatas.

ABSTRACT

Every time a State-Owned Enterprise (SOE) in the form of a Limited Liability Company suffers a loss, the company's organs, especially directed to the directors will be deemed to have fulfilled the Article 2 paragraph (1) of the Law on Eradicating Corruption. In corporate law, known a doctrine of immunity, namely the Business Judgment Rule, which is the doctrine of the irresponsibility of any directors'

decisions, even though ultimately the decisions have an impact on the company's loss. This study uses a normative legal research method with a law and case approach. The results of this study are the manifestations of fiduciary duty in Indonesia can be found in Article 97 paragraph (2) as well as regarding the Business Judgment Rule that has been found in Article 97 paragraph (5) of Law Number 40 Year 2007 concerning Limited Liability Companies. The embodiment of the Business Judgment Rule principle can be found in the Supreme Court Decision No. 130 PK / Pid.Sus / 2013 where PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. can apply the Business Judgment Rule due to fiduciary duties that have been carried out.

Key Words: Business Judgement Rule., Directors of Limited Liability Company.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Pada perkembangannya sekarang ini menunjukkan bahwa sektor ekonomi sangat dihandalkan oleh negara dalam menggerakkan pembangunan nasional. Menurut pendapat Heidjrachman Ranupandojo menyatakan bahwa perekonomian negara sangat dipengaruhi oleh kehidupan perusahaan. Salah satu bentuk perusahaan berbadan hukum yang memegang andil dalam menentukan perekonomian nasional adalah Perseroan Terbatas atau yang selanjutnya disebut dengan Perseroan.1

Berisikan atas dua kata, yaitu kata persero yang merujuk pada modal Perseroan Terbatas yang terdiri dari saham-saham dan kata terbatas yang merujuk pada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya meliputi nilai nominal saham yang dimilikinya. Tanggung jawab pemegang saham yang terbatas

tersebut dalam hukum perusahaan dikenal dengan prinsip hukum limited liability.2

Pengertian Perseroan Terbatas terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT 2007), dimana Perseroan Terbatas (PT) ialah bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu kegiatan usaha dengan modal tertentu yang terbagi atas saham-saham, dalam mana para pemegang saham ikut serta mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan – persetujuan perseroan itu.3

Guna menunaikan segala hak dan kewajibannya sebagai suatu badan hukum, maka terdapat organ-organ dalam perseroan terbatas yang masing-masing memiliki wewenang dan fungsinya yang terdiri atas Komisaris, RUPS dan Direksi. Dapat terlihat diantara ketiga organ tersebut organ penting dalam PT salah satunya ialah Direksi karena merupakan organ PT yang memiliki tugas mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar serta bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk

kepentingan tujuan perseroan (pasal 1 angka 5 dan pasal 92 ayat (1) UUPT 2007).4

Budaya korupsi di Indonesia telah masuk kepada tingkat yang membahyakan eksistensi negara ini sendiri. Salah satu yang menjadi sasaran pemberantasan tindak pidana korupsi adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Setiap kali BUMN mengalami kerugian, maka organ perseroan, khususnya diarahkan kepada direksi akan dianggap telah memenuhi Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setiap kerugian pada sebuah BUMN Perseroan Terbatas akan dianggap merugikan keuangan negara, karena negara memiliki sejumlah saham dalam BUMN tersebut maka tidak menutup kemungkinan untuk direksi dapat diseret untuk dimintakan pertanggung jawabannya.

Dalam Corporate Law mengenal suatu immunity doctrine yaitu Business Judgment Rule yang berasal dari sistem common law turunan dari Hukum Korporasi di Amerika Serikat yang mengajarkan direksi suatu perusahaan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan direksi tersebut didasari itikad baik dan sifat hati-hati.5 Berdasarkan hal itulah maka dilakukan penelitian dengan judul “Penjabaran Prinsip-prinsip Business Judgment Rule sebagai Doktrin Imunitas bagi Direksi Perseroan Terbatas”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah penjabaran prinsip-prinsip Business Judgment Rule terhadap Direksi Perseroan Terbatas?

  • 2.    Bagaimanakah prinsip Business Judgment Rule menjadi pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Agung No. 130 PK/Pid.Sus/2013?

  • 1.3.    Tujuan Penelitian

Mengkaji bagaimana prinsip Business Judgment Rule diatur di Indonesia khususnya dalam Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas serta mengkaji bagaimana prinsip Business Judgment Rule dijadikan pertimbangan terhadap direksi pada perseroan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 130 PK/Pid.Sus/2013.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.   Metode Penelitian

Jenis penelitian di dalam penelitian kali ini ialah dipergunakan jenis penelitian hukum normatif. Soerjono Soekanto menyajikan pengertian penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum normatif ini, yakni ialah “penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka”.6

Penelitian ini pendekatannya adalah menggunakan pendekatan perundang-undangan  (the statutory  approach)

digunakan untuk menelaah aturan hukum terkait pengaturan tanggung jawab Direksi. Pendekatan konsep (conceptual approach) dipergunakan agar dapat memahami akan konsepkonsep yang terdapat di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Di dalam Penelitian hukum normatif bahan hukum yang dikaji adalah meliputi: Bahan Hukum Primer, ialah bahan-bahan hukum yang memiliki daya ikat, termasuk di dalamnya adalah peraturan perundangundangan. Bahan Hukum Sekunder, ialah mempunyai fungsi menjelaskan terhadap bahan hukum primer termasuk di dalamnya yakni hasil penelitian dan hasil karya dari kalangan hukum. Bahan Hukum Tertier, ialah bahan yang berfungsi untuk menunjuk atau menjelaskan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, termasuk di dalamnya ialah kamus. Dalam penelitian ini data primer yang dipergunakan yaitu dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.”.

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

  • 2.2.1. Penjabaran Prinsip-Prinsip Business Judgement Rule Terhadap Direksi Perseroan Terbatas

Di dalam kepengurusan perseroan, Jabatan anggota Direksi ialah jabatan penting, di tangan Direksilah seluruh kegiatan oprasional dari suatu perseroan itu berada. Dalam Pasal 1 Ayat (4) UUPT 2007 diterangkan bahwa Direksi ialah “Organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai ketentuan Anggaran Dasar”.7

Dalam menjalankan kepengurusannya, Direksi memiliki Business Judgement Rule. Business Judgement Rule timbul akibat

dari telah dilaksanakannya fiduciary duty dari seorang Direksi, yaitu prinsip duty of skill and care, maka semua kesalahan yang timbul setelah dijalankannya prinsip ini, memperoleh konsekuensi Direksi mendapat pembebasan tanggung jawab secara pribadi bila terjadi kesalahan dalam keputusannya tersebut.8

Dikenal dengan fiduciarius yang dalam Bahasa Latin, Fiduciary memiliki makna kepercayaan. Istilah fiduciary secara teknisnya diartikan dengan orang yang berpegang akan sesuatu dalam kepercayaannya untuk kepentingan pihak lain. Sesorang dikatakan mempunya fiduciary duty disaat ia mempunyai fiduciary capacity. Seseorang dikatakan mempunyai fiduciary capacity bilamana harta kekayaan yang dikuasainya, bisnis yang ditransaksikannya, dilakukan untuk kepentingan orang lain bukan untuk kepentingan sendiri.9

Kewajiban fiduciary merupakan hubungan Direksi dengan pemegang saham dan perseroan, yang artinya di dalam melaksanakan pengurusan sehari-hari Direksi bertanggungjawab kepada pemegang saham dan perseroan. Konsekuensi hukum dari hubungan fiduciary ini ialah Direksi diberi kewenangannya untuk bertindak atas kepentingan para pemilik saham serta atas nama perseroan.10

FiduciaryDuties, menurut Gunawan Widjaja dalam fiduciary duties terdapat dua kewajiban Direksi pada perseroannya yakni: a. Direksi bukan hanya melaksanakan tugasnya untuk interes dari perseroan, tetapi juga stakeholders di dalamnya (Duty of Loyalty and Faith Good).

  • b. Kewajiban untuk bersikap hati-hati (Duty of Care and Diligences) sebagai pegawai dalam di sebuah PT maka Direksi harus berprilaku dan berbuat: “They must exercise that degree of skill, diligences, and care that a reasonably prudent person would exercise in similar circumstances”. 11

Untuk merumuskan secara lebih jelas mengenai tanggung jawab direksi terhadap perseroan maka fiduciary duty dapat diidentifikasikan dalam lima bagian, yakni:

  • 1.    Duty of care, pembuatan kebijakan dan pengelolaan

perusahaan oleh direksi harus diselenggarakan dengan memperhatikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya serta harus dapat memperhitungkan segala risiko yang mungkin terjadi terhadap tindakan yang dilakukan.

  • 2.    Duty of Loyalty, direksi dituntut untuk patuh dan setia

terhadap perseroan dan bukan kepada pemegang saham, Patuh dapat diartikan bertindak dengan pertimbangan rasional dan professional sesuai dengan maksud dan tujuan dalam Anggaran Dasar Perseroan demi kepentingan perseroan

  • 3.    Duty of skill sebagai salah satu bentuk fiduciary duty yang

menuntut direksi untuk melakukan tugas pengurusan perseroan harus memiliki keahlian dan bertindak secara professional.

  • 4.    Duty of Diligence, Direksi dalam melakukan tugasnya sebagai pengurus perseroan harus menerapkan kesetiaan terhadap perseroan dengan melakukan yang terbaik untuk perusahaan

  • 5.    Duty to Act Lawfully, Kewenangan direksi dalam melakukan tugas pengurusan perseroan didasari sekaligus dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.12

Fiduciary Duty di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT 2007, yang mengatur bahwa dalam menjalankan tugasnya, direksi wajib menjalankannya sesuai dengan kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan disertai itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Duty of Care dijabarkan dalam pasal 92 ayat (2), Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

Duty of Loyalty, dijabarkan pada pasal 92 ayat (1) dimana direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

Duty of Skill, dijabarkan dalam penjelasan Pasal 92 ayat (2) dijelaskan yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat” adalah kebijakan yang, antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.

Duty of diligence dijabarkan dalam Pasal 97 ayat (2) yang menerangkan bahwa pengurusan wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab,

dijelaskan lebih rinci yang dimaksud dengan “penuh tanggung jawab” adalah memperhatikan Perseroan dengan saksama dan tekun.

Duty to Act Lawfully dalam undang-undang dijabarkan dalam Pasal 92 ayat (2) yaitu Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang dan/atau anggaran dasar.

Business Judgement Rule dalam UUPT 2007 terjabarkan pada Pasal 97 ayat (5) yang mengatur, Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya apabila dapat membuktikan:

  • a.    kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

  • b.    telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

  • c.    tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

  • d.    telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

  • 2.2.2. Prinsip-Prinsip Business Judgement Rule Sebagai Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 130 PK/Pid.Sus/2013

Contoh ditemukannya business judgement rule terdapat dalam Putusan No. 130 PK/Pid.Sus/2013 berupa bebasnya eks pejabat Bank Mandiri, Fachrudin (Group Head Corporate Relationship) dan Roy Ahmad Ilham (Group Head Credit Approval).

Mengenai prinsip-prinsip dari business judgement rule yang terdapat dalam putusan ini, akan dijabarkan sebagai berikut: 1. Duty of Care

Kedua pejabat telah melakukan putusan bisnisnya dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dengan adanya fakta-fakta bahwa proses pemberian kredit refinancing telah sepenuhnya memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Kebijakan Perkreditan PT. Bank Mandiri (KPBM) dan Pedoman Pelaksanaan Kredit (PPK), yaitu didasarkan pada Due Dilligence yang telah tersedia, tetap memperhatikan Prinsip 5C’s of Credit, serta telah melakukan tindakan Check On The Spot sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Selain itu juga telah memperhatikan Surat Deputi Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia yang merupakan himbauan dari Bank Indonesia perihal Pembiayaan Kredit Modal Kerja dan Pembiayaan Kembali (Refinancing) oleh Perbankan Terhadap Debitur-Debitur BPPN 2. Duty of Loyalty

Kepatuhan kepada Perseroan ini ditunjukkan dengan itikad baik para terdakwa sudah melakukan tugasnya berdasarkan pertimbangan rasional dan professional sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan demi kepentingan perseroan. Hal ini dibuktikan dengan Bukti PK-II yang memperlihatkan bahwa aset PT ATM dan PT ABM sejak awal sudah termasuk ke dalam target list Bank Mandiri yang akan dibeli dari BPPN bersama dengan Konsorsium PT Woka International.

  • 3.    Duty of Skill

Para Terdakwa dalam hal ini sudah melakukan putusan bisnisnya dengan keahliannya serta dengan profesional dibuktikan dengan pemahaman dan kehati-hatiannya mengikuti prosedur-

prosedur dari Prinsip-prinsip Perkreditan Bank untuk memutus kredit refinancing tersebut.

  • 4.    Duty of diligence

Para Terdakwa dalam hal ini sudah melakukan putusan bisnisnya berdasarkan duty of diligence karena terdakwa sudah melaksanakan setiap prosedur-prosedur untuk merefinancing kredit, baik melakukan analisis hingga check on the spot terhadap perusahaan PT ATM dan PT ABM.

  • 5.    Duty to Act Lawfully

Dalam melakukan putusan bisnisnya, para terdakwa sudah melakukannya sesuai dengan aturan-aturan perseroan maupun perundang-undangan.

Sesuai Surat Edaran Direksi PT. Bank Mandiri (Persero) No. RMN.RRAl001/2002 tanggal 15 Februari 2002, tugas dari wewenang Terdakwa I dan Terdakwa II dalam persetujuan permohonan kredit adalah Memberikan approval (persetujuan) terhadap permohonan fasilitas kredit dari nasabah Corporate Relationship Management Group dan nasabah Financial Institution dan Overseas Network Management sesuai dengan tingkat kewenangannya (Rp. 25 milyar sampai dengan Rp. 75 milyar).

Sesuai dengan Surat Deputi Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Kepada Ketua BPPN Perihal Pembiayaan Kredit Modal Kerja dan Pembiayaan Kembali (Refinancing) oleh Perbankan Terhadap Debitur-Debitur BPPN bahwa pembelian aset kredit dari BPPN adalah sesuai himbauan pemerintah, Menteri Keuanagan dan Gubernur Bank Indonesia.

Selanjutnya, bagaimana bila prinsip Business Judgement Rule tidak dapat diterapkan. Pada prinsipnya tanggung jawab dalam PT hanya sebatas pada harta yang dimiliki PT tersebut. Maka dari itu anggota Direksi, para pemegang saham, dewan

komisaris tidak bertanggungjawab secara pribadi. Tapi, pertanggungjawaban terbatas tersebut tidak mutlak dikarenakan adanya prinsip piercing the corporate veil.13

Tindakan ultra vires berlaku jika Direksi melaksanakan perbuatan yang dilarang dalam peraturan perundangundangan maupun anggaran dasar PT serta setiap perbuatan ultra vires demi hukum batal bila terdapat pihakketiga yang merasa merugi terhadap hal itu pihak Direksilah yang harus mengganti kerugian atas kerugian PT hingga menggunakan harta kekayaan pribadi. Ganti kerugian jika Direksi tidak melaksanakan fiduciary duty ini didasari pada prinsip piercing the corporate veil.14

Piercing the Coorporate Veil secara harafiah memiliki arti menembus tirai perusahaan. Di dalam ilmu hukum perusahaan ialah menjadi suatu prinsip yang dimaknai sebagai suatu cara pembebanan tanggungjawab dari perusahaan pelaku yang melakukan tindakan hukum ke pundak orang lain, tanpa melihat pada kenyataan bahwasanya tindakan itu dilaksanakan oleh perusahaan pelaku.15

Direksi bertanggung jawab dan wajib melaksakan pengurusan perseroan dengan itikad baik dan penuh tangung jawab (Pasal 97 ayat (2) UUPT 2007) dan juga setiap anggota

Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (Pasal 97 ayat (3) UUPT 2007).

Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi (Pasal 97 ayat (4) UUPT 2007).

  • III.   PENUTUP

    • 3.1.  Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut

  • 1.    Penjabaran prinsip-prinsip Business Judgement Rule di Indonesia pertama haruslah dilihat dari Fiduciary Duty yang merupakan asal dari Business Judgement Rule. Fiduciary Duty di Indonesia dijabarkan dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT 2007, dimana direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Business Judgement Rule dijabaran dalam Pasal 97 ayat (5) UUPT 2007.

  • 2.    Prinsip Business Judgment Rule dijadikan pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Agung No. 130 PK/Pid.Sus/2013 dapat terlihat dari dibebaskannya kedua pejabat PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. yang dapat menerapkan prinsip business judgment rulenya karena fiduciary duty yang dilakukan oleh kedua pejabat tersebut.

  • 3.2.    Saran

Bertitik tolak dari kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan adalah yakni:

  • 1.    Para penegak hukum hendaknya lebih memahami dan memperhatikan konsep business judgment rule dalam membuat putusan untuk suatu perkara, supaya tidak menghukum seorang direksi yang membuat keputusan dengan telah

memperhatikan fiduciary dutynya.

  • 2.    Untuk Perusahaan hendaknya menetapkan Standard Operational Procedure (SOP) untuk memastikan proses bisnis agar berjalan dengan sesuai rencana, etika, kaidah bisnis, serta aturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat tercipta hasil putusan bisnis yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Buku

Asep Mulyana, 2018, Business Judgement Rule Praktik Peradilan Terhadap Penyimpangan dalam Pengelolaan BUMN/BUMD, PT. Grasind, Jakarta.

HendraASetiawanABoen,       2008,       Bianglala0Business

JudgementARule, PT. Tatanusa, Jakarta.

Salim HS, H. 2014,iiPenerapan Teori0Hukum Pada0Penelitian

Tesis0Dan Disertasi, Rajawali Pers, Jakarta

  • 2.    Jurnal

Desak Nyoman Alit Gunatri, Ida Ayu Sukihana, 2019 “Akibat Hukum Pengaturan Acquit Et De Charge Terhadap Direksi Perseroan”, Kertha Semaya, Vol. 7, No. 3, Juli 2019, h. 2, aURL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/52707/31214adiakses 15 Oktober 2019.

Arod Fandy, Nyoman Satyayudha Dananjaya, 2015, “Hapusnya Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham Perseroan

Terbatas Berdasarkan Prinsip Piercing The Corporate Veil”, Kertha Semaya,  Vol. 03,  No. 03,  Mei 2015, URL:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/13145/8827 diakses 15 Oktober 2019

I MadeiSanditya EdiiKurniawan, MadeiGde SubhaiKarma Resen, 2013, “Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Pt Berdasarkan Doktrin Business Judgement Rule”, Kertha Semaya, Vol. 01, No. 09, September 2013, URL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/6706/5114 diakses 16 Oktober 2019.

Irawati, 2018, “Prinsip Piercing The Corporate Viel Terhadap Tanggung Jawab Direksi Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas”, Galuh Justisi, Vol. 6, No. 2, September 2018, URL: https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/galuhjustisi/article/d ownload/1711/1386 diakses tanggal 15 Oktober 2019.

M. Faisal Rahendra Lubis, 2018, “Pertanggungjawaban Direksi Disuatu Perseroan Terbatas Ketika Terjadi Kepailitan Pada Umumnya Dan Menurut Doktrin Hukum Perusahaan & Undang-Undang No.40 Tahun 2007”, Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat, Vol.       17,       No.       02,       2018       URL:

https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/jhk/article/view/350/3 64 diakses 16 Oktober 2019

Nadya KaruniaaNormayunita, A.A SagungAWiratniADarma, 2018, “Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007”, Kerta Semaya, Vol. 4, No. 3, Oktober 2018, URL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/44603/27057 diakses 17 Oktober 2019.

Ni Komang Nea Adiningsih, Marwanto, 2019, Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas (PT) Dalam Hal Kepailitan, Kertha Semaya, Vol. 7, No. 6, Juli 2019, URL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/52497/30981 diakses 10 Oktober 2019.

Putu Ratih Purwantari, Made Mahartayasa, 2014, “Tanggung Jawab Direksi Berdasarkan Prinsip Fiduciary Duties Dalam Perseroan Terbatas”, Kertha Semaya, Vol. 02, No. 04, Juni 2014,                                           aURL:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/9043/689adiakses tanggala15 Oktober 2019.

Putu Anantha Pramagitha, A.A. Ketut Sukranatha, 2019, “Prinsip Business Judgment Rule Sebagai Upaya Perlindungan

Terhadap Keputusan Bisnis Direksi Bumn”, Kertha Semaya, Vol.      7,      No.      12,      Juli     2019,      URL:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/52055/30833 diakses 16 Oktober 2019.

Sandra Dewi, 2018, “Prinsip “Piercing The Corporate Veil Dalam” Perseroan Terbatas Dihubungkan Dengan Good Corporate Governance”, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 16, No. 2, Juni 2018,                                              URL:

https://journal.unilak.ac.id/index.php/Respublica/article/v iew/1439/1001 diakses tanggal 14 Oktober 2019.

SangAMade SatyaADita Permana, IAWayanAWiryawan, I KetutAWestra, 2017, “Kedudukan Hukum Direksi Terhadap Pengelolaan Perseroan Terbatas Yang Belum Berstatus Badan Hukum”, Kertha Semaya, Vol. 05, No. 2, 2017, URL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/19809/13177 diakses 15 Oktober 2019

  • 3.    Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia,   Undang-UndangAaTentang   PerseroanaaTerbatas,

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,aLembaran NegaraaRepublik IndonesiaiTahun 2007 Nomor 106, TambahanaLembaran NegaraaRepublik RepublikaIndonesia Nomor 4756.”

17