PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT PRODUK MAKANAN RINGAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN KOMPOSISI BAHAN DASAR
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT PRODUK MAKANAN RINGAN YANG TIDAK
MENCANTUMKAN KOMPOSISI BAHAN DASAR*
Oleh:
Achmad Yudha Yogaswara** A.A Ketut Sukranatha***
Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Makanan ringan bukan merupakan makanan utama yang hanya dinikmati pada pagi, siang, dan sore hari, namun makanan ringan ini bisa dinikmati kapanpun disaat saya ingin menikmatinya, dan hanya untuk menghilangkan rasa lapar sementara. Semakin banyaknya minat konsumen terhadap makanan ringan khususnya konsumen anak-anak maka bisnis makanan ringan ini semakin berkembang pesat di masyarakat, namun banyak makanan ringan yang beredar di kalangan anak-anak yang tidakdicantumkan bahan dasar pembuatan dari makanan tersebut oleh pelaku usaha dan membuat para orang tua dari anak-anak tersebut khawatir dengan kesehatan anak-anaknya setelah mengkonsumsi makanan ringan tersebut. Permasalahan dalam penilitian ini antara lain membahas bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen yang mengkonsumsi makanan ringan tanpa label bahan dasar dan bagaimana tanggung jawab pelaku usaha yang dengan sengaja mengedarkan secara luas makanan ringan tanpa label bahan dasar pembuatannya. Selanjutnya metode penulisan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan menghubungkan dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan perlindungan hukum bagi konsumen dan tanggung
jawab pelaku usaha sesuai dengan ketentuan yang tercantum didalam Undang-Undang perlindungan konsumen.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Makanan Ringan, Bahan Dasar.
ABSTRACT
Snacks are not the main food that is only enjoyed in the morning, afternoon, and evening, but these snacks can be enjoyed anytime when I want to enjoy it, and only to temporarily relieve hunger. The more consumer interest in snacks, especially children, the snack business is growing rapidly in the community, but many snacks that are circulating among children are not included in the basic ingredients of making these foods by businesses and make the parents are worried about their children's health after consuming these snacks. Problems in this research could be discussed include how the legal protection for consumers who consume snacks without label the basic ingredients and how the responsibility of business people whodistributewidely with deliberate of snackswithout label the basic ingredients. Furthermore, the writing method in this research uses normative legal research methods and connects with laws and regulations, namely Law Number 8 of 1999 Concerning Consumer Protection. The results of this research can provide legal protection for consumers and business actors' responsibilities in accordance with the provisions in the consumer protection law.
Keywords : Consumer Protection, Snacks, Basic Material
I PENDAHULUAN
Di era globalisasi seperti ini pertumbuhan ekonomi semakin berkembang pesat, contohnya saja perkembangan usaha makanan, umumnya yang berada di Bali dan khususnya di Denpasar. Masyarakat lebih cenderung memilih mengkonsumsi makanan ringan sembari berkumpul dengan keluarga, teman, sahabat, dan lain-lain. Makanan ringan sangat digemari masyarakat karena tekstur dan kemasan yang unik serta membuat orang yang mengkonsumsi menunda rasa laparnya. Makanan siap saji banyak diproduksi oleh pabrik-pabrik yang
berdiri dan tersebar di seluruh toko-toko di Indonesia, sehingga masyarakat dengan sangat mudah bisa mendapatkan makanan ringan tersebut.
Makanan ringan pada umumnya banyak digemari oleh anak-anak, karena rasa yang enak, unik, murah, dan mudah diperoleh. Dengan peminat atau penggemar makanan ringan sangat banyak dikalangan anak-anak, maka saat ini banyak pelaku usaha yang memanfaatkan peluang usaha tersebut, terlebih lagi biaya produksi yang dikeluarkan oleh pelaku usaha tidak begitu banyak untuk memproduksinya. Namun, saat ini para pelaku usaha malah memanfaatkan peluang yang besar tersebut dengan tindakan yang nakal, seperti tidak mengikuti syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai landasan dalam produksi makanan di Indonesia. Contohnya yaitu kemasan yang rusak, tidak berisi tanggal kadaluarsa, penilaian gizi, dan terlebih lagi tidak menyantumkan komposisi bahan pada makanan ringan tersebut, hal ini tidak selaras dengan ketentuan pada Pasal 8 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang memuat perihal tindakan yang tidak diperkenankan kepada pelaku usaha yang akan memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasanya.
Label komposisi bahan yang tertera pada kemasan makanan sangat penting, karena masyarakat sebagai konsumen akan mengetahui bahan yang dipakai dalam pembuatan makanan tersebut, terlebih lagi anak-anak yang dominan mengkonsumsi makanan ringan. Perlindungan konsumen bertujuan melindungi dan menjamin hak-hak konsumen yang bersifat merugikan serta menindak para pelaku usaha terhadap tindakan yang merugikan
tersebut.1 Secara formal dan material perlindungan terhadap konsumen di anggap penting, karena dalam teknologi serta ilmu pengetahuan sangat berkembang pesat untuk menggapai produktivitas serta efisien dalam mencapai hasil usaha yang dinginkan.2 Jika dalam bahan makanan tersebut terdapat bahan yang berbahaya maka akan sangat merugikan para orang tua yang anaknya sakit akibat mengkonsumsi makanan ringan yang berisi bahan-bahan berbahaya. Hal tersebut tidak selaras dengan ketentuan asas yang termuat didalam Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan “Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.” Banyaknya permasalahan tentang perlindungan hak yang diterima konsumen, maka kepentingan konsumen sangatlah diutamakan untuk diselesaikan secara bersama dan mencari solusi dari permasalahan tersebut, terlebih lagi dunia akan memasuki fase dimana era perdagangan dibuka seluas-luasnya antar negara-negara di masa yang akan datang.3
Atas pemaparan ketentuan diatas, dengan ini ditemukan beberapa permasalahan berikut :
-
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengkonsumsi makanan ringan tanpa label komposisi bahan dasar?
-
2. Bagaimana pelaku usaha melakukan tanggung jawab hukum terhadap diedarkannya produk makanan ringan tanpa label komposisi bahan dasar menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?
Adapun tujuan dapat diambil dari penulisan ini antara lain :
-
1. Untuk memberikan wawasan tentang perlindungan hukum yang diterima konsumen terhadap mengkonsumsi makanan ringan tanpa label komposisi bahan dasar.
-
2. Untuk memberikan pelaku usaha tanggung jawab dalam mengedarkan makanan ringan tanpa label komposisi bahan dasar.
Penelitian hukum normatif merupakan suatu cara dengan menggunakan pokok kajiannya yaitu hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat, dan digunakan sebagai acuan perilaku setiap masyarakat sehingga penelitian ini memfokuskan kepada inventarisasi hukum positif, asas-asas, doktrin hukum, sistematik hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum.4 Dalam penyusunan penulisan ini, metode yang dipilih untuk digunakan ialah metode penelitian hukum normatif. Selain itu cara digunakan oleh penulis dengan menggunakan perundang-undangan antara lain Undang-
Undang Republik Indonesia tentang perlindungan konsumen dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Makanan ringan yang beredar di pasaran Indonesia sangat beragam, yaitu dari jenis, kemasan, cara produksi, dan sistem promosinya. Dengan berkembangnya usaha makanan ringan tersebut maka banyak sekali pelaku usaha yang berubah haluan untuk memulai usaha ini. Makanan yang identik di hidangkan dan di konsumsi pada waktu luang atau selang ada berbagai jenis bahan yang digunakan yaitu dengan bahan-bahan dari buah-buahan yang bagus untuk di konsumsi oleh anak-anak dan orang tua, namun selain itu banyak juga makanan ringan yang di produksi dengan bahan-bahan yang tidak baik untuk kesehatan, antara lain dengan formalin, pewarna makanan, dan lain-lain. Dalam hal ini diperlukan perlindungan konsumen untuk menjamin kesehatan dan perlindungan yang dapat diterima oleh konsumen yang membeli makanan ringan tersebut jika terjadinya sakit atau kerugian materi atas komposisi bahan yang digunakan tidak sesuai standar kesehatan, bisa juga tidak mencantumkannya bahan-bahan produksi yang membuat konsumen tidak mengetahui isi dari bahan yang digunakan tersebut antara lainnya baik atau tidak baik.
Pengertian perlindungan konsumen sudah dituangkan didalam pasal 1 angka 1 UUPK yang menyatakan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Jadi setiap konsumen sudah diberikan kepastian oleh peraturan perundang-undangan untuk diberi akses yang mudah melakukan transaksi pembelian barang apapun.
Konsumen dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia dikualifikasikan dengan arti kata consumer, yang memiliki pengertian secara harafiah yaitu (lawan dari produsen) setiap orang yang memakai dan/atau menggunakan barang tersebut.5 Dalam hal sebagai konsumen ada beberapa hal yang menjadi tolak ukur yang dikemukakan oleh Az. Nasution antara lain konsumen yaitu orang yang menerima jasa dan/atau barang yang diperuntukan sebagai tujuan tertentu, konsumen antara ialah orang yang menerima atau mendapatkan jasa dan/atau barang yang diperuntukan sebagai tujuan menciptakan jasa dan/atau barang yang lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial), konsumen akhir yaitu orang yang sifatnya alami yang mendapatkan atau menerima jasa dan/atau barang dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan tidak untuk diperjual belikan.6
Selain itu pengertian konsumen yang termuat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Dari segi konsumen, Pasal 4 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan secara jelas bahwa “Konsumen diberikan hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan saat mengkonsumsi atau menggunakan barang dan/atau jasa”, yang apabila dikaitkan dengan Pasal 4 huruf c yang sama juga dengan jelas menjelaskan bahwa “Hak konsumen dengan diberikannya informasi yang benar, jelas, dan jujur atas barang dan/atau jasa yang digunakannya”. Dalam hal ini terkait makanan ringan yang tidak berisikan informasi yang jelas terhadap komposisi bahan dasar yang tidak dijabarkan secara lengkap dalam kemasan makanan tersebut yang membuat tidak dalam kondisi terbaik dan dapat membahayakan kesehatan konsumen.7
Untuk menjamin terlaksananya asas keseimbangan di dalam Undang-undang perlindungan konsumen, maka hak dan kewajiban sangat perlu diatur. Hak yang mendasar yang diterima oleh konsumen secara umum antara lain hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed),hak untuk didengar(the right to be heard), hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety),hak untuk memilih (the right to choose).8 Hak konsumen yang diterima didalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan :
“Hak Konsumen adalah:
-
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
-
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan konsisi serta jaminan yang dijanjikan;
-
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
-
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
-
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
-
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
-
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
-
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
-
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.”
Sebagai konsumen hak-hak lain juga harus diterima sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain hak mendapatkan perlindungan, advokasi, serta penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara jelas dan benar, dengan tujuan supaya konsumen dapat menerima perlindungan dan kepastian hukum di saat menerima kerugian atas tindakan pelaku usaha sebagaimana sebuah undang-undang yang berkaitan dengan itu.9
Selain hak diterima konsumen dari UUPK tersebut, maka untuk mencapai keseimbangan konsumen diberikan kewajiban juga, yang dimana kewajiban tersebut dituangkan di Pasal 5 UUPK sebagai berikut :
“Konsumen berkewajiban untuk membaca seluruh informasi dan prosedur pemakaian, haruslah beritikad baik dalam pembelian barang, dan mengikuti segala aturan hukum serta membayar sesuai prosedur.”
Dalam suatu kegiatan menjalankan usaha, Undang-Undang Perlindungan Konsumen diharapkan mampu mendorong kesadaran bagi pelaku usaha dan dapat meningkatkan rasa tanggung jawabnya atas suatu produk yang diproduksi.10 Upaya dalam melakukan penegakan dan perlindungan bagi konsumen terkait beredarnya produk makanan ringan yang tidak mencantumkan komposisi bahan dasar memerlukan peran pengawasan dari pemerintah, lembaga dan instansi terkait serta masyarakat Indonesia. Pelaku usaha wajib memegang prinsip caveat emptor yang berarti seorang konsumenlah yang harus berhati-hati dan caveat venditor yang berarti pelaku usahalah yang harus berhati-hati dan teliti dalam memproduksi barangnya demi kepentingan masyarakat Indonesia.11 Dengan adanya caveat venditor maka pelaku usaha diwajibkan untuk memberikan informasi secara jelas mengenai produk yang diproduksi.
-
2.2.2 Pelaku Usaha Melakukan Tanggung Jawab Hukum Terhadap Diedarkannya Produk Makanan Ringan Tanpa Label Komposisi Bahan Dasar Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Pengertian pelaku usaha sudah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa :
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
Ketentuan hak pelaku usaha termuat dalam Pasal 6 UUPK menyatakan :
“Hak pelaku usaha adalah:
-
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-
b. hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
-
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
-
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.”
Selain ketentuan hak orang menjalankan usaha yang sudah dituangkan dalam UUPK, Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga menuntut terlaksananya pelaku usaha diwajibkan yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan :
“Kewajiban pelaku usaha adalah:
-
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
-
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
-
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
-
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
-
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta
memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
-
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
-
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”
Pasal 7 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelaksana usaha dalam hal ini pihak produsen harus beritikad bagusdikewajiban semua proses-proses dalam kegiatan usahanya, dari proses barang diproduksi sampai dengan kegiatan penyaluran kepasar. Dengan hal kerugian yang akan diterima oleh konsumen akan dapat terjadi saat barang tersebut pertama kali diproduksi oleh pelaksana usaha.12
Terkait tanggungjawab pelaksana kegiatan usaha terhadap pembeli termuat didalam “Pasal 19 UUPK yang menyatakan :
-
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
-
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
-
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
-
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
-
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”
Dapat dilihat dari penjelasan Pasal 19 tentang tanggung jawab pelaku usaha, yaitu seseorang pelaksana usaha diharuskan mengganti kerugian yang timbul akibat cacatnya sebuah produk yang diproduksi oleh pelaku usaha kepada konsumen. Tindakan pelaksana kegiatan usaha yang secara efektif dapat dilakukan pengembalian uang transaksi atau bisa juga dengan cara penggantian barang yang memiliki nilai jual yang seimbang.
Terkait dengan permasalahan pelaku usaha yang memproduksi makanan ringan tanpa mencantumkan komposisi bahan dasar, yaitu dengan cara menggantikan biaya kerugian dari produk makanan ringan yang diproduksinya, serta menanggung semua biaya pengobatan yang diterima oleh konsumen akibat dari produk tersebut. Pelanggaran hak-hak kepada konsumen dapat dikurangi akibat adanya pengaturan tentang tanggung jawab pelaku usaha.13 Untuk mencapai sebuah ketenangan transaksi barang atau jasa pihak konsumen dan produsen harus samasama mengikuti semua peraturannya sudah diatur didalam UUPK. Jika semuanya dapat mengikuti ketentuan yang ada, maka akan tercapainya kenyamanan.
-
1. Pelaksana Usaha memproduksi makanan ringan tidak
mencantumkan komposisi bahan dasar melanggar
ketentuan Pasal 4 huruf c mengenai hak pembeli atau pemakai untuk menerima masukan yang jelas dan asli. Pelaku usaha yang tidak mencantumkan komposisi bahan dasar maka dapat dikualifikasikan melanggar ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf i yaitu tidak memasang label atau membuat penjelasan terhadap komposisi bahan yang menurut ketentuan harus dibuat. Maka pelaku usaha yang tidak mencantumkannya dapat melanggar ketentuan dari Pasal tersebut.
-
2. Sebagai pelaku usaha yang memproduksi snack ringan tanpa mencantumkan komposisi bahan dasar maka akan melaksanakan ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) UUPK dengan cara memberikan ganti rugi pengembalian uang dan penggantian barang yang senilai atau sejenisnya serta melakukan tanggungan terhadap biaya pengobatan yang diterima konsumen akibat dari kelalaian pelaku usaha.
-
1. Seharusnya pemerintah ikut mengawasi dan memastikan tidak adanya lagi peredaran makanan ringan yang tidak mencantumkan komposisi bahan dasar dan apabila pelaku usaha masih mengedarkan dengan sengaja maka pemerintah harus memberikan denda dan pencabutan ijin usaha.
-
2. Seharusnya pelaku usaha lebih cermat dalam memahami ketentuan dalam Pasal 19 UUPK mengenai tanggung jawab pelaku usaha dan standar pembuatan produksi makanan ringan yang diatur oleh pemerintah.
-
IV. DAFTAR PUSTAKA
Miru Ahmad dan Yodo Sutarman, 2004, “HukumPerlindungan
Konsumen”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Tri Siwi Kristiyanti Celina, 2014, “Hukum Perlindungan
Konsumen”, Sinar Grafika, Jakarta.
Muhamad Abdulkadir, 2004, “Hukum dan Penelitian Hukum”, Cet. 1, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
NasutionAz, 2001, “Hukum Perlindungan Konsumen Suatu
Pengantar”, Diadit Media, Jakarta.
Shidarta, 2000, “Hukum Perlindungan Konsumen”, Grasindo,
Jakarta.
Sutedi Adrian, 2008, “Tanggung Jawab Produk dalam Perlindungan Konsumen”, Ghalia Indonesia, Bogor.
Shofie Yusuf, 2008, “Kapita Selekta Hukum Perlindungan
Konsumen di Indonesia, Cet. 1”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
I Gede Eggy Bintang Pratamadan I KetutSudjana, 2018, “Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Kemasan Tanpa Tanggal Kadaluarsa”Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 06 No. 04, URL :https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/29542/18262, Diakses tanggal 20 Agustus 2019.
Nyoman Rizkyta Putri S.dan A.A KetutSukranatha, 2018, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Terkait Produk Makanan Kemasan Yang Sudah Kadaluarsa”Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 02 No. 01, URL
:https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/vie w/40853/24791,Diakses tanggal 21 Agustus 2019.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42).
15
Discussion and feedback