Pelaksanaan Kewenangan Pengawasan Oleh DPRD Kabupaten Buleleng Terhadap Pelaksanaan Peraturan Daerah Dan Peraturan Kepala Daerah*

Oleh

Kadek Agus Restu Saputra**

Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati***

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum

Universitas Udayana

ABSTRAK

Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dilaksanan melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) berdasarkan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penelitian jurnal ini bertujuan untuk   mengetahui tata cara pelaksanaan fungsi

pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah oleh Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng serta kendala dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah oleh Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng. Penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dilakukan dengan jenis pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis dan konsep hukum. Dari penulisan jurnal ini dapat disimpulkan bahwa Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng ditemukan kendala yang dapat diklasifikasi menjadi kendala substansi, struktur dan kultur.

Kata Kunci : Kewenangan, Pengawasan, DPRD Kabupaten Buleleng, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah.

ABSTRACT

The implementation of the Regional Government Representative Assembly has oversight function on regional regulations and regional head regulations is carried out through the Regional Regulation Forming Board based on the procedures as regulated in Buleleng District House of Representatives Regulation No. 1 of 2018 concerning the Standing Orders of the Regional Representatives Council. This research journal aims to find out the procedures for the implementation of the

oversight function of regional regulations and regional head regulations by the Regional Regulation Forming Board of the Buleleng Regency Regional Government Representative Assembly and the constraints in the implementation of the supervision function of the regional regulations and regional head regulations of the Regional Regulation Forming Board of the Buleleng Regency. Writing this journal using empirical legal research methods carried out with the type of approach to the legislation and approach to analysis and legal concepts. From the writing of this journal, it can be concluded that in the implementation of the oversight function of regional regulations and regional head regulations, the Bapemperda of the Regional Government Representative Assembly of the Regency of Buleleng found obstacles that could be classified into substance, structure and culture constraints.

Keywords: Supervisory Authority, Regional Government Representative Assembly of Buleleng Regency, Local Government Regulation, Local Head of Gavernment Regulation.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan bagian dari pemerintah daerah, karena di dalam negara kesatuan tidak ada legislatif daerah, oleh karena itu DPRD dimasukkan ke dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, namun demikian kewenangan DPRD tidak seperti Kepala Daerah yang mempunyai kewenangan penuh dalam menjalankan pemerintahan, kewenangan DPRD dibatasi hanya menjalankan fungsinya sesuai dengan Undang-Undang.

Indonesia adalah negara demokrasi, hal ini ditandai di antaranya dengan adanya pemisahan kekuasaan negara ke dalam tiga poros kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif (pembuat undang-undang), kekuasaan ekskutif (pelaksana undang-undang) dan kekuasaan yudikatif (peradilan/kehakiman, untuk menegakkan perundang-undangan kalau terjadi pelanggaran). Ketiga poros kekuasaan tersebut masing-masing terpisah satu sama lain, baik mengenai orangnya maupun fungsinya, ajaran

tersebut berasal dari pendapat Montesquieu yang diberi nama Trias Politica.1

Sejalan dengan doktrin trias politica tersebut, bahwa yang dimaksud pemisahan kekuasaan adalah pemisahan kekuasaan di tingkat pusat negara, bukan di tingkat daerah, karena mengenai kekuasaan legislatif, dijelaskan bahwa di negara kesatuan yang disebut sebagai negara unitaris, unitary adalah negara tunggal (satu negara) yang monosentris (berpusat satu), terdiri hanya satu negara, satu pemerintahan, satu kepala negara, satu legislatif yang berlaku bagi seluruh daerah di wilayah Negara bersangkutan.2

Otonomi Daerah terwujud dalam bentuk terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan sendiri pemerintahan atas dasar “prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya”3.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menegaskan “DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang mempunyai fungsi pembentukan Perda, anggaran, dan pengawasan, yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di daerah”. Oleh karena itu, DPRD merupakan mitra sejajar Kepala Daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang memiliki peran dan tanggung jawab dalam mewujudkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, melalui pelaksanaan hak, kewajiban, tugas, wewenang, dan fungsi DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota memuat pedoman pengaturan bagi DPRD dalam penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD yang meliputi fungsi, tugas, dan wewenang DPRD, keanggotaan DPRD, alat kelengkapan DPRD, rencana kerja DPRD, pelaksanaan hak DPRD dan Anggota DPRD, persidangan dan rapat DPRD, pengambilan keputusan, pemberhentian antarwaktu, penggantian antarwaktu, dan pemberhentian, Fraksi, Kode Etik, konsultasi, dan pelayanan atas pengaduan dan aspirasi masyarakat.

Pasal 21 PP Nomor 12 Tahun 2018 menegaskan Fungsi Pengawasan yang dimiliki DPRD Kabupaten. Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap Perda dan Peraturan Bupati, fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (selanjutnya dalam penelitian ini disebut Bapemperda) melalui kegiatan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan Perda dan Peraturan Bupati. Untuk melaksanakan Pasal 21 tersebut Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng memerlukan pedoman. Pedoman yang dimaksud, selain menjadi acuan secara yuridis juga menjadi acuan teknis bagaimana Bapemperda melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan Kepala Daerah, serta pelaksanaan peraturan perundang-

undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Hal ini menarik untuk diteliti karena pada awal penelitian ini dilakukan pedoman yang dimaksud belum ada, dan ketentuannya tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang diatas, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

  • 1.    Bagaimanakah pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah oleh Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng?

  • 2.    Apakah dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng ditemukan kendala-kendala ?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata cara pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah oleh Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng serta mengetahui kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah oleh Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng.

  • II.   ISI MAKALAH

    • 2.1  Metode Penulisan

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum empiris, dimana penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang melihat nyata bagaimana implementasi serta bekerjanya hukum di masyarakat.4 Penelitian hukum empiris dilakukan dengan jenis pendekatan; pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) dan pendekatan analisis dan konsep hukum (Analytical And Conceptual Approach).

Penelitian empiris dilakukan dengan cara melakukan wawancara di lapangan kepada pihak yang mengalami permasalahan dan responden terkait dengan permasalahan yang akan dibahas. Penelitian ini dilakukan di DPRD Kabupaten Buleleng.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah Oleh Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng

Pada tataran praktik sebenarnya fungsi kontrol atau pengawasan adalah fungsi yang harus diutamakan karena pada hakikatnya asal mula munculnya konsep parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat. Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR sebagai salah satu pilar demokrasi, telah banyak menjalankan perannya secara kritis menyoroti berbagai perilaku dan kebijakan yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Hal ini secara keseluruhan dijalankan dalam kerangka menciptakan sistem politik yang bersifat checks and balances, terutama

berkenaan dengan hubungan badan legislatif dan eksekutif. Terkait dengan pengawasan pemerintah, pada dasarnya apa yang dilakukan DPR bukanlah untuk menjatuhkan pemerintahan tetapi lebih pada untuk mendalami kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah.5

Terkait dengan DPRD Provinsi/Kabupaten, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menegaskan DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang mempunyai fungsi pembentukan Perda, anggaran, dan pengawasan, yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di daerah. Oleh karena itu, DPRD merupakan mitra sejajar Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memiliki peran dan tanggung jawab dalam mewujudkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, melalui pelaksanaan hak, kewajiban, tugas, wewenang, dan fungsi DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Sejalan dengan hal tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 ditetapkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 132 ayat (1), Pasal 145, Pasal 186 ayat (1), dan Pasal 199 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pedoman bagi DPRD dalam penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD, yang esensinya ditujukan untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah serta memaksimalkan peran DPRD dalam mengembangkan checks and balances antara DPRD dan Pemerintah Daerah.

Diatur dalam Pasal 21 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur yaitu Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan Peraturan Bupati; pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Mencermati pada ketetuan tersebut fungsi pengawasan oleh DPRD Kabupaten Buleleng dilakukan oleh Bapemperda. Mengenai keberadaan unit ini dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 22 yaitu Bapemperda melaksanakan fungsi pengawasan terhadap efektivitas pelaksanaan Perda, Peraturan Bupati, dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (3); Bapemperda dapat mengusulkan pembentukan panitia khusus apabila terdapat dugaan yang beralasan bahwa permasalahan efektivitas pelaksanaan Perda, peraturan Bupati, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. Bapemperda dapat bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (3), Bapemperda menyampaikan laporan hasil evaluasi disertai dengan rekomendasi.

Pelaksanaan dan tata cara Bapemperda melaksanakan tugas dan fungsi di Kabupaten Buleleng tentu tidak terlepas dari berbagai hambatan ataupun kendala sebagai muara atas gap antara das sollen dan das sein peraturan daerah. Hal tersebut

yang akan menjadi pembahasan lebih lanjut dalam Bab berikutnya.

  • 2.2.2    Kendala Yang Ditemukan Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng.

Adapun kendala yang dihadapi DPRD Kabupaten Buleleng melalui Bapemperda dapat dianalisa dengan mempergunakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penegakan atau efektifitas hukum, antara lain:

  • 1.    Faktor hukum

Secara umum hukum dapat dipahami sebagai seperangkat kaidah atau norma yang dibuat oleh lembaga yang berwenang yang berisi perintah dan larangan dimana terdapat ancaman berupa sanksi bagi pelanggarnya. Scholten dalam Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa “hukum yang tidak pernah dijalankan, pada hakekatnya telah berhenti menjadi hukum”.6 Agar hukum itu berfungsi, maka hukum harus memenuhi syarat berlakunya hukum sebagai kaidah, yaitu :

  • a.    Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.

  • b.    Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif, dalam artian kaidah itu dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak

diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan) atau kaidah tersebut berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.

  • c.    Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Putu Darma Sanjaya selaku Kepala Bagian Sidis dan Perundang-Undangan DPRD Kabupaten Buleleng bahwa Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum memuat aturan tentang kewenangan pengawasan terhadap Peraturan Kepala Daerah (Perbup Buleleng).7 Hal ini akan menjadi kendala karena kewenangan untuk membuat Peraturan Bupati adalah hak murni dari eksekutif sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah yang dibuat bersama legislatif. Selama ini berjalannya Peraturan Bupati belum terdapat tembusan ke Bapemperda sehingga akan sulit untuk menentukan apakah Peraturan daerah telah terlaksana dengan baik atau justru sebaliknya.

  • 2.    Faktor Struktur (Penegak Hukum)

Penegak hukum merupakan bagian dari elemen struktur hukum yang berfungsi sebagai penggerak substansi hukum (UU). Ruang lingkup dari istilah “penegak hukum” adalah luas sekali, karena mencakup mereka yang secara langsung dan tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum. Namun, dalam hal ini ditafsirkan sebagai mereka yang langsung berkecimpung dalam sistem pengawasan pelaksanaan Peraturan

Daerah dan Peraturan Kepala Daerah di Kabupaten Buleleng, yaitu DPRD Kabupaten melalaui Bapemperda.

Kendala yang dapat dijumpai dalam sistem pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah di Kabupaten Buleleng adalah keterampilan atas kesamaan pemahaman tentang diskresi aparatur negara (dalam hal ini eksekutif). Keterampilan dimaksud adalah upaya untuk memahami atau memiliki kesamaan pandangan tentang tindakan diskresi eksekutif. Apa yang menjadi parameter dari keabsahan tindakan diskresi. Pada satu sisi tindakan pengawasan penting agar pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah di Kabupaten Buleleng terhindar dari tindakan menyimpang. Di sisi lain beberapa tindakan diskresi oleh pihak eksekutif (Bupati Buleleng) perlu dipahami sebagai tindakan diskresi oleh pihak pengawas (yang menjalankan fungsi controlling). Oleh karenanya penting terdapat komunikasi dan kesamaan pendapat tentang asas-asas umum pemeritahan yang baik sebagai tolak ukur sebuah tindakan eksekutif yang tergolong tindakan diskresi (freis emersen).

Sejalan dengan itu, Putu Tita Adnyana dari anggota Bapemperda menjelaskan bahwa terdapat beberapa Perda yang belum berjalan secara baik, misalnya Perda tentang Retribusi Parkir di tepi jalan umum, sebagai jasa umum sebagai penopang pendapatan asli daerah APBD Kabupaten Buleleng tidak dapat terealisasikan. Terhadap hal ini dari pihak eksekutif tidak ada laporan dalam hambatan pelaksanaannya.8 Mencermati realita tersebut maka dapat dikatakan terdapat kendala di bidang penegak hukum yaitu belum efektifnya komunikasi dan koordinasi

antara pihak eksekutif dengan legislatif di Tingkat Daerah Kabupaten Buleleng.

  • 3.    Faktor Budaya Hukum

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa “kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan”.9 Jadi, kebudayaan yang dimaksudkan disini adalah budaya hukum. Budaya hukum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan perilaku dan sikap untuk taat ataupun tidak taat pada suatu kaidah/norma hukum yang berlaku.

Derita Prapti Rahayu mengemukakan bahwa agar suatu hukum dapat efektif mencapai tujuan dan sasarannya, beberapa elemen dasar dalam hukum haruslah berjalan atau berfungsi dengan baik yaitu sebagai berikut:

  • 1)    Aturan hukum harus lengkap dan up to date.

  • 2)    Penegakan hukum harus berjalan dengan baik dan fair.

  • 3)    Penegakan hukum harus berjalan dengan sungguh-sungguh imajinatif, dan tidak memihak.

  • 4)    Budaya hukum dan kesadaran masyarakat harus mendukung pelaksanaan hukum.10

Dari beberapa argumentasi teoritis tersebut Nampak bahwa budaya hukum sangat penting untuk dapat berjalannya suatu sistem. Sistem dimaksud dalam kajian ini adalah pengawasan oleh Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng sebagai hakikat fungsi control dari lembaga legislatif. Untuk dapat berjalannya sistem pengawasan dimaksud penting bahwa budaya hukum yang ada lembaga legislatif dan ekesekutif untuk saling berpadu dalam penyelenggaraan pemerintah daerah kabuapten Buleleng.

Faktor budaya hukum dapat dilihat pada budaya pemisahan murni antara kewenangan eksekutif dengan legislatif. Pada sejatinya di Indonesia termasuk di Tingkat Kabupaten tidak terdapat pemisahan secara murni karena dalam pelaksanaan kewenangannya masih saling terkait perihal pembentukan serta pelaksanaan regulasi. Imbas jangka panjang dari situasi ini adalah terjadi gap komunikasi yang menganggap bahwa kewenangan dalam pelaksanaan Perda berupa aturan turunan (Peraturan Bupati) menjadi kewenangan eksekutif tanpa perlu pelaporan atau tembusan kepada pihak legislatif.

Tentunya keadaan ini tidaklah mustahil terjadi namun perlu diketengahi bahwa hakikat kekuasaan yang dipegang oleh masing-masing pengemban kekuasaan tersebut adalah dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang notabena adalah untuk memajukan daerahnya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejatinya kekuasaan tersebut tidaklah berlainan bahkan satu kesatuan dalam kekuasaan pemerintah daerah Kabupaten, sehingga siapapun yang mengembang kekuasaan tersebut hendaknya kembali pada hakikat kekuasaan yang diembannya dengan mengedepankan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

  • III. Penutup

    3.1    Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan analisa diatas diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

  • 1)    Pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah oleh Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng dilakukan berdasarkan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

  • 2)    Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah Bapemperda DPRD Kabupaten Buleleng ditemukan kendala yang dapat diklasifikasi menjadi kendala substansi, struktur maupun kultur.

  • 3.2    Saran

Berdasarkan kesimpulan  diatas, diperoleh saran  sebagai

berikut :

  • 1)    Kepada pihak eksekutif, dalam membuat produk hukum

daerah baik dalam bentuk perda dan peraturan kepala daerah diharapkan memberikan tembusan kepada lembaga DPRD Kabupaten Buleleng melalui alat kelengkapan Dewan Badan Pembentukan Peraturan Daerah. Sehingga turunan tersebut dapat secara langsung dilakukan pengawasan, berkaitan dengan maksud dan tujuannya.

  • 2)    Kepada pihak eksekutif, diharapkan meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan lembaga DPRD melalui Bapemperda

sehingga pelaksanaan suatu produk hukum daerah yang telah ditetapkan dapat terlaksana secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku :

Ali, Zainudin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Rahardjo, Satjipto, 1984, Hukum dan Masyarakat, Angkasa,

Bandung.

Rahman, Syaiful, 2004, Pembangunan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Yayasan Pancur Siwah.

Soekanto, Soerjono, 2009, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Sudjijono, Budi, 2003,Manajemen Pemerintahan Federal Perspektif Indonesia Masa Depan, Citra Mandala Pratama, Jakarta.

Suparman, Erman, 2004, Pilihan Forum Arbitrase Dalam Sengketa Komersial Untuk Penegakan Hukum, Tatanusa, Jakarta.

Jurnal Ilmiah :

Hadi, Syofyan, 2013, “Fungsi Legislasi Dalam Sistem Pemerintahan Presidensil (Studi Perbandingan Indonesia dan Amerika Serikat)”, Jurnal DIH, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 18.

Sihotang, Githa Angela, et.al, 2017, “Diskresi Dan Tanggung Jawab Pejabat Publik Pada Pelaksanaan Tugas Dalam Situasi Darurat”, Jurnal Law Reform, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Vol. 13, No. 1.

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6197).

16