GAMBARAN GENUS DAN PANJANG LARVA LALAT PADA BANGKAI TIKUS WISTAR DENGAN PERBEDAAN LETAK GEOGRAFIS DI BALI
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.9,SEPTEMBER, 2019
n∩Λ ι≡≈ OsTnta
UUMJ journals
GAMBARAN GENUS DAN PANJANG LARVA LALAT
PADA BANGKAI TIKUS WISTAR DENGAN PERBEDAAN LETAK GEOGRAFIS DI BALI
Hanan Anwar Rusidi1, Kunthi Yulianti2
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Udayana
ABSTRAK
Kasus pembunuhan sering menjadi penyebab kematian tidak wajar. Pada kasus pembunuhan masalah yang sering dihadapi adalah penentuan waktu kematian. Metode yang bisa diaplikasikan untuk mengetahui PMI adalah dengan menggunakan penerapan entomologi forensik.Dalam menjalankan penelitian ini peneliti mengguakan 15 bangkai tikus wistar yang memenuhi kriteria inklusi. Lokasi peletakkan bangkai tikus dibedakan menjadi 3 yaitu pemukiman, dataran tinggi, dan vegetasi pantai. Kemudian dilakukan pengamatan dan pengumpulan sampel larva lalat. Pemeliharaan sampel menggunakan alkohol 70%. Selanjutnya dilakukan pengukuran panjang dan identifikasi genus lalat. Ditemukan 3 genus yaitu Lucilia,Calliphora, dan Sarcophaga dan 2 famili lalat yaitu Calliphoridae dan Sarcophagidae. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa genus larva lalat di pemukiman dan vegetasi pantai Lucilia dan Sarcophaga sedangkan pada dataran tinggi adalah Lucilia, Calliphora, dan Sarcophaga. Golongan diptera dari kedua familia yang berbeda akan memiliki siklus hidup yang berbeda pula.Panjang rata-rata larva lalat pada fase instar 3 yang diletakkan di pemukiman adalah 10,06 mm, dataran tinggi 12,76 mm dan vegetasi pantai 10,17 mm.
Kata kunci : genus, familia, instar, Lucilia, Calliphora, Sarcophaga
ABSTRACT
The murder case is often the cause of unnatural deaths. In a frequently encountered problem is the determination of time of death. Another method that can be applied is to use of forensic entomology.This study uses the 15 dead rats wistar met the inclusion criteria. Location laying dead rats divided into three, namely residential, highland and coastal vegetation. Then do the observation and collection of samples of the larvae of flies. Maintenance samples using 70% alcohol. We then measured the length and identification of the genus of flies.Results of the research found 3 genus that Lucilia, Calliphora and Sarcophaga and 2 families of flies that Calliphoridae and Sarcophagidae. The results show that the identification of the larvae in the genus settlements and coastal vegetation Lucilia and Sarcophaga while on the plateau is Lucilia, Calliphora and Sarcophaga. Diptera class family distinct from both will have different life cycles.The average length instar larvae of flies in phase 3 is placed in a settlement is 10.06 mm, 12.76 mm highlands and coastal vegetation 10.17 mm.
Keywords: genus, familia, instar, Lucilia, Calliphora, Sarcophaga
DOAJ

PENDAHULUAN
Menurut data UNODC kasus pembunuhan menyebabkan kematian sekitar 437.000 orang di seluruh dunia.1 Lebih dari sepertiganya (36%) terjadi di Amerika dan untuk benua Asia persentasenya sekitar 28%. Penelitian yang dilakukan oleh Dwipayanti menunjukkan cara kematian warga negara asing di Bali pada tahun 2010-2012, 46,1% mengalami mati wajar, mati tidak wajar sebanyak 24,6%, dan penyebab yang tidak dapat ditentukan terhitung 29,3%. Sebanyak 87,6% dari kasus kematian tidak wajar disebabkan karena kecelakaan, bunuh diri sebanyak 11,2%, dan sisanya karena dugaan pembunuhan.2
Pada kasus pembunuhan masalah yang sering dihadapi adalah penentuan waktu kematian atau post mortem interval (PMI) dan pemindahan lokasi mayat. Penentuan PMI memiliki kaitan yang erat dengan alibi pelaku dan keberhasilan investigasi suatu kasus kematian.3,4
Salah satu hal yang mempersulit dalam proses investigasi mayat adalah ketika mayat yang ditemukan sudah dalam kondisi membusuk. Berbagai metode telah dikembangkan dalam upaya untuk mengungkap kasus penemuan mayat. Salah satu metode yang bisa diaplikasikan adalah dengan menggunakan entomologi forensik. Metode ini memanfaatkan keberadaan serangga yang ditemukan pada tubuh mayat. Beberapa jenis serangga termasuk lalat sangat berguna dalam mengungkap misteri penemuan mayat. Mayat yang mengalami dekomposisi merupakan daya tarik dan akan menjadi media perkembangbiakkan bagi lalat. 5,6 Dengan cara mengetahui siklus hidup serangga lalat secara lengkap maka waktu kematian dapat diketahui. Di samping penentuan PMI, entomologi forensik juga sangat berguna dalam menentukan lokasi kematian dan juga toksikologi.7
Penemuan mayat di Pulau Bali dapat terjadi pada berbagai kondisi geografis, seperti di pemukiman, pantai, hutan, dan rawa-rawa. Jenis lalat yang ditemukan pada mayat dapat berbeda sesuai kondisi geografis karena dipengaruhi oleh perbedaan iklim. Parameter lingkungan seperti temperatur, kelembapan, kecepatan angin, dan paparan cahaya merupakan faktor memengaruhi pertumbuhan dan persebaran jenis serangga lalat. 8
Sebagai contoh pada musim panas lalat genus Phaenicia mudah ditemukan, sedangkan pada musim hujan lalat Calliphora lebih sering ditemukan. Bahkan perbedaan dapat ditemukan pada jenis serangga yang terdapat di perkotaan dan di pedesaan.9 Lalat yang sering ditemukan di perkotaan seperti Calliphora vicina berbeda dengan lalat yang sering ditemukan di pedesaan yang didominasi Calliphora vomitoria. Beberapa jenis lalat lebih menyukai lingkungan dengan suhu hangat seperti lalat Chyrsomya ruffifacies, sedangkan beberapa lalat lebih memilih temperatur yang dingin. Berdasarkan fenomena tersebut maka diperlukan data jenis serangga lokal untuk menunjang ilmu entomologi forensic. 10
Penelitian tentang keberadaan larva dan lalat pada bangkai dengan perbedaan letak geografis di Bali belum ada data yang dipublikasikan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka peneliti membuat sebuah penelitian mengenai gambaran genus dan panjang larva lalat yang ditemukan pada bangkai tikus wistar di Bali. Pemilihan lokasi penelitian adalah pemukiman, dataran tinggi, dan vegetasi pantai dengan berdasarkan pada perbedaan parameter lingkungan pada masing-masing lokasi.
METODE DAN BAHAN
Penelitian ini telah mendapatkan ethical clearance untuk melakukan penelitian pada hewan uji. Penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2016. Populasi dari penelitian adalah dengan menggunakan tikus galur wistar. Sampel penelitian menggunakan consecutive sampling dengan kesesuaian terhadap kriteria inklusi. Sampel dialokasikan ke dalam 3 kelompok perlakuan, yaitu P1, P2, dan P3. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan ketentuan WHO dimana setiap kelompok perlakuan berjumlah 5 ekor tikus.11 Pada penelitian ini menggunakan 3 kelompok perlakuan sehingga diperlukan 15 ekor tikus wistar. Bangkai tikus wistar diletakkan pada kotak kandang yang terbuat dari besi di lokasi pemukiman, dataran tinggi, dan vegetasi pantai. Setiap lokasi peletakkan digunakan satu buah kandang besi yang berisi 5 bangkai tikus wistar.
Dilakukan pengamatan lalat dan larva pada bangkai tikus yang membusuk. Pada
DOAJ

pengamatan hari ke-2 pada lokasi pemukiman dan vegetasi pantai dilakukan pembedahan terhadap bangkai tikus wistar dan pengambilan larva lalat instar 3 yang terbesar sebanyak 15 ekor dari setiap tikus. Sedangkan pada lokasi dataran tinggi pembedahan dilakukan pada hari ke-5.
Semua larva lalat yang berada dalam botol berisi alkohol 70% dikeluarkan satu per satu kemudian dilakukan pengukuran panjang dengan mistar. Identifikasi genus larva lalat yang dikumpulkan dengan cara pemeriksaan pada spirakel posterior menggunakan mikroskop.
HASIL
Genus Lalat
Sebanyak 150 larva berhasil dikumpulkan dari 3 lokasi peletakkan bangkai tikus. Identifikasi genus larva lalat dilakukan dengan pengamatan pada struktur spirakel posterior larva lalat. Sebelum menentukan genus lalat, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi pada tingkat familia.
Famili lalat yang dapat diidentifikasi dari penelitian ini adalah familia Calliphoridae dan Sarcophagidae. Pengamatan pada spirakel posterior familia Calliphoridae dapat dilihat struktur pelindung spirakel (peritreme) yang tersambung, terdapat suatu tonjolan (button) pada bagian pangkal dan spirakel posteriornya berada pada posisi medio-lateral. Pada familia Sarcophagidae, struktur pelindung spirakel (peritreme) terputus,tidak ada botton pada pangkalnya, dan posisi spirakel posteriornya dorso-ventral.
Variasi genus familia yang dapat ditemukan adalah genus Calliphora dan juga genus Lucilia yang keduanya merupakan bagian dari familia yang sama yaitu Calliphoridae. Sedangkan untuk familia Sarcophagidae larva yang ditemukan adalah genus Sarcophaga. Perbedaan yang dapat ditemukan dari pengamatan spirakel posterior antara genus Lucilia dan Calliphora adalah pada genus Lucilia dapat ditemukan struktur seperti jaring pada bagian celah spirakelnya dan juga struktur button yang terlihat tebal dan jelas, sedangkan pada genus Calliphora memiliki ciri peritreme tipis dan button tidak terlihat jelas
Gambar 2. Spirakel posterior familia Calliphoridae. (a) Spirakel posterior genus Calliphora. (b) Spirakel posterior genus Lucilia
Berdasarkan hasil identifikasi, pada lokasi pemukiman dan vegetasi pantai populasi larva didominasi oleh familia Calliphoridae genus Lucilia. Pada lokasi pemukiman jumlah individu Lucilia adalah 55 ekor (73,3%) dan Sarcophaga 20 ekor (26,7%). Pada lokasi peletakkan vegetasi pantai jumlah individu Lucilia 63 ekor (84%) dan Sarcophaga 12 ekor (16%). Sedangkan untuk lokasi dataran tinggi ditemukan 3 genus yaitu Lucilia, Calliphora, dan Sarcophaga. Jumlah individu Lucilia yang ditemukan di dataran tinggi 63 ekor (38,6%), Calliphora 27 ekor (36%) dan Sarcophaga 12 ekor (25,4%).
Gambar 1. Spirakel posterior familia Calliphoridae dan Sarcophagidae. (a) Spirakel posterior larva Calliphoridae. (b) Spirakel posterior larva Sarcophagidae genus Sarcophaga
DOAJ

■ Lucilia ■ Sarcophaga ■ Calliphora
Gambar 3. Jumlah larva pada masing-masing lokasi peletakkan berdasarkan genus Panjang Larva
Berdasarkan hasil pengukuran panjang larva lalat pada fase instar 3 didapatkan hasil panjang rata-rata larva yang diletakkan di pemukiman adalah 10,06 mm, dataran tinggi 12,76 mm dan vegetasi pantai 10,17 mm.
PEMBAHASAN
Variasi genus yang ditemukan pada penelitian ini adalah genus Lucilia dan Calliphora yang dari familia Calliphoridae dan genus Sarcophaga dari familia Sarcophagidae.
Pada penelitian ini tidak ditemukan familia lain yang juga berperan dalam entomologi forensik seperti familia Muscidae dan juga Piophilidae. Hal ini dapat dijelaskan karena populasi familia Muscidae terutama ada di daerah benua Amerika dan Afrika, sedangkan populasi Phiopilidae paling banyak ditemukan di Eropa. 12,13,14 Ukuran dari hewan uji yang dipakai dapat memengaruhi keberagaman serangga yang datang.
Ukuran tikus wistar yang kecil akan menyebabkan proses dekomposisi berlangsung dalam jangka waktu yang singkat. Penelitian yang dilakukan oleh Laksmita dengan menggunakan bangkai tikus dapat menemukan 2 familia lalat yaitu Calliphoridae dan Sarcophagidae 15, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wangko di Manado dengan menggunakan bangkai babi dapat menemukan 5 ordo dan 16 familia serangga dimana 7 diantaranya adalah familia lalat.7 Berdasarkan perbandingan penelitian tersebut dapat diasumsikan bahwa
ukuran dari bangkai akan memengaruhi keragaman familia serangga yang datang. 15
Serangga khususnya ordo Diptera akan tertarik dengan bau yang dikeluarkan oleh bangkai. Lalat familia Calliphoridae dan Sarcophagidae memiliki alat untuk mendeksi sumber makanan dalam jarak jauh berupa chemical detector dan visual detector.3,16 Jika bangkai berukuran kecil maka proses dekomposisi yang cepat akan membuat bangkai cepat mengering dan tidak berbau lagi. Kondisi tersebut menyebabkan serangga seperti ordo Diptera tidak tertarik lagi untuk mendatangi bangkai tersebut.
Larva lalat pada lokasi dataran tinggi juga memiliki rata-rata panjang yang paling besar. Rata-rata panjang larva yang diletakkan di pemukiman adalah 10,06 mm, dataran tinggi 12,76 mm, dan vegetasi pantai 10,17 mm.
Tabel 1. Rerata panjang larva lalat pada setiap tikus dan setiap lokas
Botol |
Rata-rata panjang larva per tikus (mm) |
Rata-rata panjang larva per lokasi (mm) |
P1.1 |
11,00 | |
P1.2 |
10,13 | |
P1.3 |
10,60 |
10,06 |
P1.4 |
9,06 | |
P1.5 |
9,53 | |
P2.1 |
12,13 | |
P2.2 |
13,46 | |
P2.3 |
13,40 |
12,76 |
P2.4 |
12,66 | |
P2.5 |
15,5 | |
P3.1 |
9,60 | |
P3.2 |
9,26 | |
P3.3 |
10,80 |
10,17 |
P3.4 |
10.20 | |
P3.5 |
11,00 |
Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena dataran tinggi memiliki karakteristik lingkungan dengan suhu yang rendah dan paparan sinar matahari yang minim karena populasi pohon pinus yang lebat. Hal ini akan membuat proses pembusukan memanjang sehingga lalat yang yang
DOAJ

datang akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk meletakkan telur, memakan bangkai, dan melakukan proses kolonisasi. Sedangkan pada lokasi pemukiman dan vegetasi pantai memiliki suhu yang lebih tinggi yang akan menyebabkan proses pembusukan yang lebih cepat. Selain itu pada lokasi tersebut juga memungkinkan untuk terpapar sinar matahari secara langsung sehingga membuat bangkai tikus cepat menjadi kering. Faktor – faktor tersebut dapat mengurangi kesempatan serangga untuk memulai kolonisasi. Hal tersebut juga dapat ditemukan pada penelitian Anderson menunjukkan hasil populasi lalat pada suhu yang lebih rendah lebih banyak dibandingkan dengan populasi pada suhu yang lebih tinggi.3
SIMPULAN
Berdasarkan hasil identifikasi dapat ditemukan 3 genus larva lalat yaitu genus Lucilia dan Calliphora dari familia Calliphoridae dan genus Sarcophaga dari familia Sarcophagidae. Pada lokasi dataran tinggi dapat ditemukan genus Lucilia, Calliphora, dan Sarcophaga, sedangkan pada lokasi pemukiman dan vegetasi pantai hanya ditemukan genus Lucilia dan Sarcophaga. Golongan diptera dari dua familia yang berbeda memiliki siklus hidup yang berbeda pula.
Panjang rata-rata larva lalat pada fase instar 3 yang diletakkan di pemukiman adalah 10,06 mm, dataran tinggi 12,76 mm dan vegetasi pantai 10,17 mm.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. United Nations on Drugs and Crime
(UNODC). Global Study on Homicide, Vienna: UNODC Research and Trend
Analysis Branch, 2013 . hal 1-20
-
2. Dwipayanti, NMA & Yulianti, K. Cara Kematian Warga Negara Asing di Bali menurut Data RSUP Sanglah Periode Januari 2010-Oktober 2012. Online Jurnal Unud, 2014; 7(2):1-8.
-
3. Anderson, GS. Minimum and maximum development rates of some forensically important Callophoridae (Diptera). Journal of Forensic Science. 2000; 45(4) : 824-832.
-
4. Wells, JD & Lamotte, LR. Estimating the Postmortem Interval. Dalam: Forensic
-
5. Goyal, PK. An Entomological Study to Determine the Time since Death in Cases of Decomposed Bodies. J Indian Acad Forensic Med. 2012;34(1) : 10-12
-
6. Jason, HB & Castner, JL. Forensic Entomology The Utility of Arthropods in Legal Investigations. 2010 : hal 10-20
-
7. Wangko, S, Kristanto, EG, Kalangi, SJR dkk. Insects on pig carcasses as a model for predictor of death interval in forensic. Medical Journal of Indonesia. 2015:24(2):71-78
-
8. Verma, K. Forensic Entomology world: A new study on Chrysomya rufifacies from India, Pradesh: Amity Institute of Forensic Sciences.2013 ;1(3): 125-141
-
9. Hwang, C dan Turner, BD. Spatial and
Temporal Variabiity of Nechrophaus Diptera from urban and rural areas. Medical and Vetenary Entomology. 2005. 19:379-391
-
10. Amendt, J. Best Practice in Forensic Entomology – Standard and Guidelines. International Journal Legal Medicine. 2007;121(2): 90-104.
-
11. World Health Organization. Research Guidlines for Evaluating the Safety and Efficacy of Herbal Medicines, Manila: Region al Office for The Western Pacific, 1993 : 31 – 41
-
12. Bhat, MA, Shrivastav, AB, Qureshi, SR. dkk. Forensic Exploitation of Veterinary Entomology. IJVMS. 2011; 5(4) : 429-437
-
13. Cherix, D, Wyss, C, Papae, T. Occurrences of Flesh Flies (Diptera: Sarcophagidae) on Human Cadavers in Switzerland, and Their Importance as Forensic Indicators, Lausanne: Museum of Zoology. 2012. hal 158–163
-
14. David, BV. Ananthakrishnan, TN. General and Applied Entomology. 2nd ed. New Delhi: McGraw-Hill. 2004. hal 555-596.
-
15. Laksmita, AS, Watiniasih, NL, Junitha, IK. Identifikasi Larva Sarcophagidae (Genus Sarcophaga) pada Bangkai Mencit (Mus musculus) di Hutan Mangrove. Jurnal Biologi Universitas Udayana. 2012;19(2):1-5
-
16. Byrd, JH and Castner, JL. Forensic Entomology. CRC Press Taylor and Francis Group. USA. 2010. hal 140-149
Entomology: the Utility of Arthropods in Legal Investigations, New York: CRC Press. 2001. hal 263-81
DOAJ

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
6
Discussion and feedback