KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM HAL KEPAILITAN BANK

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

TENTANG KEPAILITAN BANK DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

PEMBAYARAN UTANG

Oleh

Gede Irwan Mahardika

Ngakan Ketut Dunia

Dewa Gede Rudy

Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Konstruksi hukum mengenai kepailitan atas suatu bank yang ada di Undang-Undang Kepailitan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan pailit atas suatu bank tidaklah sejalan dengan dengan tahapan serta proses kepililitan yang secara umum memberikan kedaulatan kepada kreditur atas dasar adanya hubungan utang piutang yang ada dalam mempailitkan debiturnya pada Pengadilan Niaga. Hasil dari penelitian yang dilakukan dilapangan menunjukkan bahwa kedudukan Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan sebagai satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit atas suatu bank tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam kepailitan yang secara umum memberikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan kreditor. Kedudukan Bank Indonesia sebagai satu-satunya pihak yang berwenang untuk mempailitkan bank karena apabila bank dengan mudah dapat dimohonkan pailit oleh setiap kreditor maka resikonya sangat tinggi, karena pengaturan kepailitan yang sederhana terhadap bank akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank bisa menjadi hilang.

Kata Kunci : Kepailitan, Bank Indonesia

ABSTRACT

Construction law on bankruptcy of a bank that is in Bankruptcy Act fully authorizes Bank Indonesia to file for bankruptcy on a bank is not in line with the stages and processes in general insolvency giving sovereignty to the creditor on the basis of the relationship existing debts in making Commercial debtors in bankruptcy court. Results of research conducted in the field Showed that the position of Bank Indonesia as the banking authorities as the only party that can file for bankruptcy on a bank is not in accordance with the principles of the general bankruptcy protection for the rights and interests of creditors. BI Position as the only party authorized to make insolvent banks Because if the bank can Easily be filed by any creditor bankruptcy then the risk is very high, Because of the simple setting of the bank's bankruptcy would result in public confidence in the bank could be lost.

Keywords : Bankruptcy, Bank of Indonesia

  • I.    PENDAHULAN

Sektor Perbankan yang memliki posisi strategis sebagai lembaga pembiayaan dan penanggung sistem pembayaran bagi pertumbuhan perekonomian nasional khususnya industri

dan perdagangan. Seiring dengan meningkatnya pembangunan aspek ekonomi tentunya tidak lepas dari faktor pendanaan untuk membiayai suatu aktifitas ekonomi dalam dunia usaha. Kegiatan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku ekononi baik pemerintah maupun swasta tentunya sangat memerlukan dana dalam jumlah yang tidak kecil. Belakangan ini hampir tidak ada satu kehidupan ekonomi yang tidak bersentuhan dengan bank, khususnya yang berkenaan dengan pendanaan usaha di bidang industri, perdagangan bahkan dibidang kehidupan 1

rumah tangga biasa.

Kepailitan merupakan sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitor untuk kepentingan pelunasan piutang semua kreditur.2Lembaga kepailitan diperlukan berkaitan dengan perlindungan atas hak milik kreditor yang harus dilindungi, hal ini sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan Bank Indonesia dan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Bank Indonesia sebelum mempailitkan bank.

  • II.    ISI MAKALAH

  • 2.1   Metode Penelitan

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer, dan sekunder.3 Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah, serta dapat dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini akan dibahas menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konsep (conseptual approach).4 Bahan hukumnya diperoleh melalui penelitian kepustakaan misalnya memahami dan mengkaji lebih mendalam tentang literatur dan

peraturan perundang-undangan yang ada kolerasinya dengan pembahasan baik langsung maupun tidak langsung.5

  • 2.2    Hasil Penelitian Dan Pembahasan

    • 2.2.1    Kedudukan Bank Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Dalam Hal Kepailitan Bank Di Indonesia

Sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan, terhadap bank sebagai debitur telah dibuat pengaturan khusus yang berbeda dengan pengaturan terhadap debitur pada umumnya. Bank sebagai debitur tidak dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi dirinya sendiri, sebagaimana halnya dapat dilakukan debitur pada umumnya. Kreditor bank juga tidak dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap bank sebagai debitur sebagaimana halnya dapat dilakukan kreditor terhadap debitor pada umumnya. Satu-satunya lembaga yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap bank sebagai debitor adalah Bank Indonesia sesuai dengan pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan (Undang-undang Kepailitan). Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (UU Perbankan) menyatakan bahwa: Jika menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan penyehatan dan penyelamatan, diantaranya dengan :

  • 1.    Pemegang saham menambah modal;

  • 2.    Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan/atua direksi bank;

  • 3.    Bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;

  • 4.    Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;

  • 5.    Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;

  • 6.    Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagain kegiatan bank kepada pihak lain;

  • 7.    Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajibannya kepda bank atau pihak lain.

Bank Indonesia memberikan alasan mengapa tidak mengajukan permohonan pailit terhadap bank ke Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena didalam ketentuan Undang-Undang Perbankan berserta Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha dan Likuidasi Bank, adalah bahwa dalam pembubaran dan likuidasi bank, tidak mengenal adanya mekanisme kepailitan dan dalam rangka mekanisme penyeleaian hak dan kewajiban bank diatur dengan cara pencabutan izin usaha, pembubaran badan hukum dan

likuidasi bank. Oleh karena itu sebelum mencabut izin usaha bank, terlebih dahulu dilakukan tidakan-tindakan penyelamatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun1992 Tentang Perbankan. Dengan melaksanakan tindakan-tindakan tersebut diharapkan kondisi bank dapat membaik. Namun apabila kondisi bank tersebut tidak dapat membaik, Bank Indonesia berwenang melakukan exit policy berupa pencabutan izin usaha, pembubaran badan hukum dan pelaksanaan likuidasi.6

  • 2.2.2    Kewenangan Tunggal Bank Indonesia Dalam Kepailitan Bank

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan hanya memberi kewenangan kepada Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit atas bank sebagai debitor, tidak atas bank sebagai kreditur. Dalam praktik tidak ditemukan bank yang murni hanya sebagai kreditur atau debitor. Proses akhir kepailitan adalah pembagian harta kekayaan debitor oleh kurator kepada semua kreditor dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing sebagai pelunasan piutang. Lembaga kepailitan pada dasarnya diperlukan berkaitan dengan perlindungan atas hak milik kreditor yang harus dilindungi.7 Ada 3 (tiga) norma yang mengatur secara khusus kepailitan bank dari kepailitan debitur pada umumnya, yaitu:

  • 1.    Pasal 2 ayat (3) Undang-undang Kepailitan yang mengatur bahwa dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

  • 2.    Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Kepailitan yang mengatur mengenai tidak ada keharusan penggunaan jasa advocat dalam hal permohonan diajukan oleh kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, dan Menteri Keuangan.

  • 3.    Pasal 223 Undang-undang Kepailitan yang menyatakan bahwa jika debitur adalah bank maka pihak yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah Bank Indonesia

Konstruksi hukum kepailitan bank dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan yang memberikan prosedur khusus dalam kepailitan bank dilakukan mengingat usaha bank mempunyai karakteristik khusus. Selaku intermediary institution, bank sangat membutuhkan kepercayaan masyarakat dalam menjalankan usahanya. Dikhawatirkan masyarakat akan resah dan menarik kembali semua simpanannya ketika ada suatu bank yang diajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas maka dapatlah ditarik kesimpulan berikut:

  • 1.    Kedudukan Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mempailitkan suatu bank karena apabila bank dengan mudah dapat dimohonkan pailit oleh setiap kreditor maka resikonya sangat tinggi, karena pengaturan kepailitan yang sederhana terhadap bank akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank bisa menjadi hilang dan menggangu stabilitas dunia perbankan.

  • 2.    Sebelum mempailitkan bank, Bank Indonesia melakukan upaya tindakan-tindakan penyehatan dan penyelamatan terlebih dahulu terhadap bank yamg mengalami kesulitan atau terindikasi pailit sesuai dengan pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Perbankan, hal ini untuk menjaga stabilitas perekonomian negara.

DAFTAR BACAAN

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004,Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,

Andrian Sutedi, 2008, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Gunarto Suhardi, 2003, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Kanisius, Yogyakarta

Mutiara Hikmah, 2007, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Perkara-Perkara Kepailitas, Refika Aditama, Bandung

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Grafindo Persada, Jakarta

Republik Indonesia,Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472

Republik Indonesia,Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 37

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Pencabutan Izin Usaha dan Likuidasi Bank, lembar Negara Tahun 1999 Nomor 25