TANGGUNG JAWAB PERWAKILAN DIPLOMATIK TERHADAP PELAJAR INDONESIA YANG MENGALAMI KERJA PAKSA DI LUAR NEGERI
on
TANGGUNG JAWAB PERWAKILAN DIPLOMATIK TERHADAP PELAJAR INDONESIA YANG MENGALAMI KERJA PAKSA DI LUAR NEGERI
Oleh :
Ni Putu Karmila Dewi
Made Maharta Yasa
Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
The alleged of forced labor case by a Japanese language school in Japan against students from Indonesia is the example of a discrimination case against foreign students, especially Indonesian students. Therefore, this article was written to find out the diplomatic responsibility for Indonesian abroad students and legal protection for students who experienced forced labor in another states based on international law. This article is written by normative legal research methods with the national law as a starting point, which is the basis for the application of the international law instruments related to this issues. This article concludes that Indonesian abroad students are under the responsibility of the diplomatic representation of Republic Indonesia in the receiving state and all forms of the prohibition of forced labor against foreign students are indirectly regulated in various international conventions, especially International Labor Organization Conventions.
Keywords : Student, Forced Labour, Diplomatic Mission, Legal Protection, Responsibility
ABSTRAK
Kasus dugaan kerja paksa yang dilakukan salah satu sekolah bahasa di Jepang terhadap pelajar dari Indonesia merupakan salah satu contoh kasus diskriminasi terhadap kaum pelajar asing terutama pelajar Indonesia. Oleh sebab itu, tulisan ini ditulis untuk mengetahui tanggung jawab perwakilan diplomatik terhadap pelajar Indonesia di luar negeri serta perlindungan hukum terhadap pelajar yang mengalami kerja paksa di luar negeri berdasarkan hukum internasional. Tulisan ini ditulis dengan metode penelitian hukum normatif dengan bertitik tolak pada hukum nasional yang menjadi dasar keberlakuan instrumen-instrumen hukum internasional terkait masalah yang diangkat. Kesimpulan yang dapat diberikan dari tulisan ini adalah bahwa pelajar Indonesia yang berada di negara lain merupakan tanggung jawab dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara penerima serta segala bentuk larangan kerja paksa terhadap pelajar asing secara tidak langsung telah diatur dalam berbagai konvensi internasional terutama konvensi-konvensi dari International Labour Organization (ILO).
Kata Kunci : Pelajar, Kerja Paksa, Perwakilan Diplomatik, Tanggung Jawab, Perlindungan Hukum
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok setiap individu yang juga merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dipenuhi. Pendidikan memiliki pengaruh yang besar terhadap peradaban dan kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang memiliki sistem pendidikan yang buruk akan berimbas pada sistem pemerintahan yang buruk pula.1 Indonesia sebagai Negara berkembang masih dipandang kurang memiliki penataan fasilitas pendidikan yang berkualitas apabila dibandingan dengan Negara lain, sehingga tidak sedikit Warga Negara Indonesia (WNI) yang memilih untuk bersekolah atau melanjutkan jenjang pendidikan di luar Negeri.
Perbedaan budaya, bahasa, serta sistem pendidikan menjadi daya tarik WNI terutama kaula muda untuk berbondong-bondong mencari beasiswa ke luar negeri ataupun melanjutkan sekolah ke luar Negeri dengan biaya pribadi. Tingginya minat WNI untuk menuntut pendidikan ke luar negeri juga tidak terlepas dari pandangan mayoritas masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa lulusan luar Negeri memiliki kualitas yang lebih baik dan akan lebih mudah diterima di dunia kerja.
Salah satu negara Asia yang memiliki reputasi pendidikan yang bagus serta banyak diminati oleh negara-negara di dunia untuk menuntut pendidikan adalah Jepang. Berdasarkan perhitungan kantor berita JNN, dalam tiga tahun terakhir telah terdapat 5000 pelajar asing yang masuk ke Universitas Tokyo Fukushi.2 Para pelajar yang hendak melanjutkan studinya ke Negeri
Sakura ini umumnya diwajibakan untuk menempuh pendidikan bahasa Jepang terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke sekolah ataupun perguruan tinggi yang diinginkan. Setiap prefektur di Jepang juga tengah berlomba-lomba untuk menyediakan sekolah bahasa (Japanese Language School) mengingat tingginya minat masyarakat mancanegara untuk mengecap pendidikan di Jepang ataupun untuk mengadu nasib di dunia kerja. Namun hal tersebut tentu tidak terlepas dengan adanya berbagai permasalahan yang ditimbulkan yang tentunya akan berimbas pada hubungan antar negara.
Salah satu sekolah bahasa di Prefektur Miyazaki, Kyushu, Jepang, Miyazaki Japanesse Language School, telah dilaporkan oleh Otoritas tenaga kerja kepada kejaksaan setempat atas dugaan kerja paksa terhadap enam pelajar dari Indonesia.3 Para pelajar WNI yang merupakan siswa dari sekolah tersebut diduga dipekerjakan secara paksa tanpa dibayar antara bulan Desember 2015 sampai Juni 20164 di panti jompo yang masih berada dalam satu perusahaan dengan Miyazaki Japanesse Language School. Menurut sebuah Departemen Inspeksi Standar Tenaga Kerja setempat, para siswa dari Indonesia tersebut diduga dipaksa menggunakan upah mereka untuk membayar uang sekolah.5
Kasus kerja paksa terhadap pelajar Indonesia tersebut merupakan pelanggaran terhadap HAM. Setiap orang memiliki hak-hak dasar yang tidak boleh dilanggar (derogeble rights) yaitu untuk bebas dari segala bentuk penganiayaan, perbudakan, kerja paksa, serta perlakuan yang kejam atau tidak manusiawi dan merendahkan martabat.6
Setiap negara memiliki tanggung jawab terhadap warga negara asing yang berada di wilayahnya. Pertanggungjawaban tersebut muncul apabila suatu negara melalui organ atau pejabatnya melakukan mistreatment (perlakuan yang salah) terhadap orang asing yang sifatnya merugikan baik secara ekonomis maupun secara fisik. Mistreatment tersebut dapat berupa tindakan ataupun kelalaian yang dilakukan suatu negara di bawah standar hukum internasional terhadap warga negara asing yang berada di wilayahnya.7
Apabila suatu negara memperlakukan warga negara lain seenaknya, maka hal tersebut harus dipertanggungjawabkan. Demikian pula bila terjadi pelanggaran teritorial terhadap wilayah negara lain, pelanggaran perjanjian internasional maupun penyerangan.8 Pada kenyataannya, terdapat berbagai bentuk kasus mengenai perlakuan buruk atau tidak adil yang menimpa warga negara asing, termasuk kaum pelajar Indonesia di luar negeri.
Berdasarkan uraian tersebut, tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis :
-
a. bagaimanakah tanggung jawab perwakilan diplomatik terhadap pelajar Indonesia di luar negeri; dan
-
b. bagaimanakah perlindungan hukum pelajar yang mengalami kerja paksa di luar negeri berdasarkan Hukum Internasional.
Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu metode yang mengedepankan peraturan perundang-undangan atau hukum yang menempatkan norma sebagai acuan dalam bertingkah laku yang pantas,9 dalam hal ini penulis mengedepankan instrumen–instrumen hukum
internasional terkait tanggung jawab perwakilan diplomatik terhadap warga negaranya yang mengalami kerja paksa di luar negeri, khusunya yang berstatus pelajar. Selain itu, penulis menggunakan teknik deskripsi yang merupakan teknik analisis menggunakan bahan hukum primer dan sekunder yang dibarengi dengan bahan hukum tersier.10
Melindungi segenap bangsa Indonesia serta
menghapuskan segala bentuk penjajahan merupakan tujuan dari negara Indonesia yang telah tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945). Pasal 28G UUD 1945 juga menegaskan adanya penolakan terhadap segala bentuk penyiksaan serta perlakuan yang merendahkan
derajat manusia.11 Berdasarkan konstitusi tersebut maka perlindungan terhadap pelajar Indonesia di dalam maupun di luar negeri merupakan bagian dari kewajiban dan tanggung jawab negara yang harus diwujudkan bersama melalui organ-organ pemerintahan baik di dalam negeri maupun melalui perwakilannya di negara lain.
Perwakilan diplomatik maupun konsuler memiliki fungsi melindungi warga negaranya di negara penerima, hal tersebut telah menjadi prinsip dan kewajiban dari negara pengirim.12 Dalam hukum nasional, pengaturan mengenai perwakilan diplomatik Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Undang-undang ini mengatur bahwa “perwakilan diplomatik memiliki kewajiban memberikan pengayoman, perlindungan serta bantuan hukum bagi WNI dan badan hukum Indonesia di luar negeri.”13 Dengan demikian, perlindungan terhadap pelajar Indonesia di luar negeri merupakan bagian dari tanggung jawab perwakilan diplomatik Republik Indonesia.
Tanggung jawab penting dari perwakilan diplomatik dapat dilihat dari fungsinya, salah satunya yaitu protecting, yang berarti bahwa “perwakilan diplomatik berfungsi melindungi kepentingan negara dan warga negaranya di Negara penerima dalam batas-batas yang diijinkan oleh hukum internasional”.14 Selain itu perwakilan diplomatik juga memiliki tanggung jawab dalam fungsi Improving,
yaitu untuk meningkatkan relasi antar negara dan mengembangkan ekonomi antar negara, budaya dan pendidikan.15 Fungsi protecting dan improving tersebut juga merupakan fungsi dari perwakilan Konsuler. Dalam Vienna Convention on Consular Relations 1963 diatur mengenai fungsi perwakilan konsuler untuk menolong dan membantu badan hukum negaranya dan warga negara yang diwakilinya.16
Berdasarkan prinsip Nationality of Claims, setiap negara memiliki hak atas perlindungan diplomatik bagi warganegaranya di luar negeri. Apabila warganegaranya mengalami mistreatment di negara lain, maka negara dapat mengajukan claim,17 serta dapat membawa persoalan tersebut pada tingkat internasional.18 Berdasarkan hal tersebut maka merupakan hak dan tanggung jawab dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia untuk melindungi pelajar Indonesia di luar negeri sebagai bagian dari warga negara Indonesia.
-
2.3 Perlindungan Hukum Terhadap Pelajar yang Mengalami Kerja Paksa di Luar Negeri Berdasarkan Hukum Internasional
Mengenai pelajar asing yang mengalami kerja paksa di luar negeri, maka sudah menjadi tanggung jawab dari negara penerima sebagai pihak yang telah melakukan Internationally Wrongful Act yang diatur dalam Pasal 1 Draf International Law Commission (ILC) 2001.19
Dibandingkan dengan subjek atau entitas lain di luar negeri seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia di Luar Negeri yang telah memiliki perlindungan hukum tersendiri yang diatur secara khusus, pelajar yang menuntut pendidikan di luar negeri belum memiliki intrumen perlindungan hukumnya sendiri.20 Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap pelajar di luar negeri masih merujuk pada instrumen perlindungan hukum bagi warga sipil.
Pelajar Indonesia di luar negeri maupun pelajar asing di negara manapun yang telah diakui statusnya secara sah sebagai pelajar yang legal berdasarkan surat-surat ataupun dokumen keimigrasian yang telah dipenuhinya maka patut diakui sebagai warga sipil. International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 1966 secara tegas melarang adanya segala bentuk perbudakan untuk melakukan kerja paksa terhadap warga sipil.21
Indonesia telah meratifikasi the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966 melalui Undang-undang Nomor 11 tahun 2005, yang mengakui hak setiap individu dalam mengembangkan diri melalui pendidikan. Konvensi tersebut menegaskan bahwa “pendidikan harus diarahkan pada pengembangan sepenuhnya kepribadian manusia dan kesadaran akan harga dirinya, serta memperkuat penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar”. Lebih lanjut bahwa “pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, memajukan pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan
meningkatkan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara perdamaian”.22
Berdasarkan konvensi tersebut maka tujuan pendidikan adalah untuk pengembangan kepribadian, memajukan toleransi antar suku, bangsa dan agama, dimana dalam melaksanakan pendidikan tersebut, setiap orang harus mendapatkan suatu kebebasan, sehingga segala bentuk pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan tujuan pendidikan tersebut bukanlah merupakan kewajiban dari subyek pendidikan itu sendiri (pelajar). Suatu instansi pendidikan dapat dikatakan memberlakukan kerja paksa terhadap siswanya apabila lapangan pekerjaan yang ditawarkan tersebut tidak ada kaitannya dengan proses dan tujuan pendidikan itu sendiri, serta pekerjaan tersebut memanfaatkan ketidakleluasaan dengan memaksakannya kepada orang tanpa memberikan pilihan yang lain dan syarat-syarat yang digunakan tidak lumrah.23
Berkaitan dengan kerja paksa yang dilakukan terhadap pelajar, dalam ICESCR 1966 juga telah mengatur mengenai hak untuk bekerja dalam kondisi yang adil serta menjamin pekerjanya untuk mendapatkan imbalan dan upah yang setara tanpa adanya diskriminasi apabila bekerja dalam pekerjaan yang sejenis.24 Konvensi tersebut menjamin perlindungan terhadap anak dan kaum muda dari segala bentuk pembedaan dalam kondisi apapun, serta perlindungan dari tindakan eksploitasi. Sanksi hukum harus diberikan terhadap pemberian pekerjaan yang dapat menghambat
perkembangan kehidupan seseorang, tidak sesuai dengan moral ataupun membahayakan kesehatan seseorang.25
International Labour Organization (ILO) atau Organisasi Perburuhan Internasional yang didirikan PBB pada tahun 1991 telah menghasilkan berbagai macam konvensi berkaitan dengan ketenagakerjaan. Antara lain Forced Labour Convention atau Konvensi Kerja Paksa 1930 yang menyatakan bahwa murid atau pelajar harus dibebaskan dari kerja paksa atau forced labour.26 Kemudian dalam Labour Inspection Convention 1947 telah menetapkan bahwa merupakan fungsi dari sistem pengawas ketenagakerjaan setempat untuk menegakan ketentuan hukum terkait dengan perlindungan pekerja beserta kondisi kerjanya antara lain ketentuan-ketentuan terkait dalam hal mempekerjakan orang-orang muda termasuk mempekerjakan anak, pengaturan mengenai keselamatan kerja serta upah dan jam kerja.27
Konvensi ILO 1957 mengenai Abolition of Forced Labour Convention atau Penghapusan Kerja Paksa juga mewajibkan setiap Negara mengambil tindakan-tidakan efektif untuk menghentikan segala bentuk kerja paksa yang mengarahkan pekerjanya untuk meberikan keuntungan ekonomis terhadap kelompok tertentu,28 maupun yang bertujuan untuk melaksanakan diskriminasi rasial, sosial, bangsa dan agama.29
Melindungi kepentingan pelajar Indonesia di luar negeri merupakan tanggung jawab dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia. Tanggung jawab perwakilan diplomatik tersebut juga meliputi tanggung jawab dalam mengayomi, melakukan pengembangan terhadap pengenalan budaya Indonesia di luar negeri, melakukan pengembangan pendidikan bagi pelajar Indonesia di luar negeri, serta memberikan bantuan hukum hingga ke tingkat internasional.
Hingga saat ini belum terdapat konvensi internasional yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan terhadap pelajar yang bersekolah di luar negeri. Namun ICESCR 1966 telah memberikan ketentuan mengenai hak dan tujuan pendidikan. Mengenai larangan terhadap kerja paksa telah diatur dalam berbagai konvensi internasional seperti ICCPR 1966, ICESCR 1966 serta berbagai konvensi ILO yang pada hakekatnya melarang segala bentuk paksaan dan ketidakadilan dalam bekerja serta melarang adanya diskriminasi dan eksploitasi terutama terhadap anak muda dan anak dibawah umur.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Amiruddin dan Zainal, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hanitijo, Roni, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Ghalia Indo, Jakarta.
International Labour Organization Publication, 1999, Menguak Konvensi-Konvensi Inti ILO Lewat Dialog Sosial, terjemahan kantor ILO Jakarta, Jakarta.
Muhtaj, Majda El, 2008, Dimensi-dimensi HAM, Mengurai Hak Ekonomi Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Medan.
Thontowi, Jawahir, 2002, Hukum Internasional di Indonesia (Dinamika dan Implementasinya dalam Beberapa Kasus Kemanusiaan), Madyan Press, Yogyakarta.
Thontowi, Jawahir, 2006, Hukum Internasional Kontemporer, PT. Refika Aditama, Bandung.
Dokumen Internasional
International Labour Organization Convention on Forced Labour 1930
International Labour Organization Convention on Labour Inspection 1947
International Labour Organization Convention on Abolition of Forced Labour 1957
Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961
Vienna Convention on Consular Relations 1963
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights 1966
International Covenant on Civil and Political Rights 1966
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Undang-undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Jurnal
Ardafillah, M., Regitta, E., Kumaenah, S. A., dan Patria, Y., (2016), Perlindungan Hukum Pelajar Indonesia di Luar Negeri yang Mengalami Konflik Bersenjata Internasional. Jurnal Penelitian Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, volume 3 nomor 1.
Cintya Dewi, A., Tuni Cakabawa Landra, P., dan Maharta Yasa, M., (2016), “Tinjauan Hukum Mengenai Tanggung Jawab Perwakilan Diplomatik Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri” .Kertha Negara, . diakses
dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article /view/18871 volume 04 nomor 01, Februari 2016.
Wisnu Darma Putra, A., Tuni Cakabawa Landra, P., dan Maharta Yasa, M., (2016). “Pengaturan Perlindungan Hukum Bagi
Perwakilan Diplomatik di Wilayah Perang”, Kertha Negara, diakses dari
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/vie w/20177 volume 04 nomor 03, April 2016.
Artikel
The Japan Times, 2017, “Miyazaki Japanese Language School
Suspected of Forcing Indonesian Students to Work In Care Facilities”, melalui URL:
https://www.japantimes.co.jp/news/2017/03/16/national/ crime-legal/japanese-language-school-suspected-forcing-indonesian-students-work/#.XR9KYOgzbIV.
Tribunstyle.com, 2017, “Miris! Sekolah di Jepang Ini Terkena Kasus Karena Paksa Pelajar Indonesia Untuk Kerja Tanpa Dibayar!”, melalui URL:
https://style.tribunnews.com/2017/03/19/miris-sekolah-di-jepang-ini-terkena-kasus-karena-paksa-pelajar-indonesia-untuk-kerja-tanpa-dibayar.
Tribunnews.com, 2019, “Setahun Sedikitnya 1852 Pelajar Asing Jadi Pekerja Ilegal di Jepang”, melalui URL:
https://www.tribunnews.com/internasional/2019/03/15/s etahun-sedikitnya-1852-pelajar-asing-jadi-pekerja-ilegal-di-jepang.
13
Discussion and feedback