KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN IBU NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
on
KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN IBU NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA∗
Oleh:
Ida Bagus Gede Putra Agung Dhikshita∗∗ Putu Tuni Cakabawa Landra∗∗∗
Program Kekhususan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Tahun 2019 muncul satu isu menarik yang dibahas oleh masyarakat yaitu tentang ibu negara. Keberadaan ibu negara di Indonesia tidak diatur dalam sebuah peraturan khusus namun keberadaanya tersirat dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 141 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2005 tentang Staf Khusus Presiden (Perpres). Namun kedua pengaturan tersebut tidaklah tegas menyebutkan bagaimana kedudukan dan kewenangan ibu negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, sehingga mengakibatkan kekosongan norma terkait dengan kedudukan dan kewenangan ibu negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Tujuan penulisan dari jurnal ilmiah ini adalah untuk memahami dan menganalisis terkait dengan kedudukan dan kewenangan ibu negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan dan analisis konsep hukum. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa belum ada aturan yang mengatur secara khusus mengenai keberadaan ibu negara dalam sistem
∗
∗∗
Jurnal hukum ini merupakan karya ilmiah diluar ringkasan skripsi.
Ida Bagus Gede Putra Agung Dhikshita adalah Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Udayana, Korespondensi : gusdiksha@gmail.com
∗∗∗ Putu Tuni Cakabawa Landra adalah Dosen Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
ketatanegaraan Indonesia. Selama ini kedudukan dan kewenangan Ibu Negara merupakan suatu kelaziman yang terjadi dari masa ke masa pemerintahan Presiden di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis apabila terjadi permasalahan dimana seorang Presiden tidak memiliki istri maka itu menjadi hak Presiden untuk menentukan siapa yang menjadi ibu negara. Namun disinilah seharusnya ada aturan khusus yang mengatur mengenai prosedur pengangkatan seorang Ibu negara ini agar transparan dan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang mengingat keberadaan Ibu Negara sangat penting bagi sistem ketatanegaraan.
Kata Kunci : Keberadaan, Kedudukan dan Kewenangan, Ibu Negara.
ABSTRACT
Ahead of the Election the President and Vice President in Indonesia in 2019 an interesting issue was discussed by the community, its about the first lady. The existence of first lady in Indonesia is not regulated in a special regulation, but its existence is implied in the Presidential Decree (Keppres) Number 141 of 1999 concerning the Presidential Secretariat and Presidential Regulation of the Republic of Indonesia Number 97 of 2007 concerning Amendment to Presidential Regulation Number 40 of 2005 concerning Special Staff of the President hereinafter referred to as Presidential Regulation. However, the two regulations do not explicitly state how the position and authority of the first lady in the Indonesian constitutional system, resulting in a vacuum of norms related to the position and authority of the first lady in the Indonesian constitutional system. The purpose of writing this scientific journal is to understand and analyze related to the position and authority of the first lady in the Indonesian constitutional system. This paper uses the normative legal research method through a legal approach and analysis of legal concepts. The results of this paper indicate that there are no rules that specifically regulate the existence of first lady in the Indonesian constitutional system. During this time the position and authority of the First Lady was a common practice that occurred from the time of the President's administration in Indonesia. Based on the results of the analysis if there is a problem where a President does not have a wife, then it is the President's right to determine who is the first lady. But this is where there should be special rules governing the procedure for appointing a national mother so that there is no abuse of authority considering the existence of the First Lady is very important for the constitutional system.
Keywords : Existence, Position and Authority, First Lady.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kita mengenal adanya ibu negara, sebutan seorang wanita yang memiliki suami seorang Presiden. Sebagai wanita nomor satu di negaranya, seorang ibu negara memiliki peran yang begitu penting dalam membantu kinerja suami atau bapak presiden. Sejumlah kebijakan yang diambil dan diputuskan oleh presiden, tidak terlepas dari campur tangan dan pertimbangan ibu negara.
Sebagai seorang ibu negara, sudah menjadi kewajiban bagi ibu negara untuk mendampingi Presiden dalam melakukan perjalanan dinas ke luar negeri. Selain berkunjung ke negara-negara sahabat, keduanya juga hadir pada berbagai pertemuan internasional yang rutin diselenggarakan setiap tahun. Hampir di semua perjalanan dinas yang dilakukan Presiden, kita bisa melihat ibu negara turut serta mendampingi.
Banyak orang yang menganggap bahwa kehadiran ibu negara pada momen-momen tersebut adalah suatu formalitas belaka. Beberapa orang bahkan menyebut keberadaan ibu negara tidaklah penting dalam perjalanan dinas Presiden Indonesia melainkan menyebut keberadaannya sebagai salah satu pemborosan uang negara. Padahal sebenarnya, ada banyak hal yang dilakukan ibu negara saat di luar negeri, yang lebih dari sekedar mendampingi perjalanan suaminya.
Secara formil, kedudukan dan kewenangan ibu negara Indonesia tidak diatur secara tegas meskipun dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 141 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
40 Tahun 2005 tentang Staf Khusus Presiden yang selanjutnya disebut Perpres tentang Staf Khusus Presiden tersebut menyatakan bahwa ibu negara masuk dalam pelayanan jajaran sekretariat presiden yang bertugas memberikan pelayanan kerumahtanggaan, keprotokolan, dan pelayanan pers kepada Presiden dan Wakil Presiden. Lalu dalam Pasal 11A Perpres tentang Staf Khusus Presiden, menyatakan bahwa ”Masing-masing Staf Khusus Presiden dibantu paling banyak tiga Asisten, yang satu di antaranya diperbantukan kepada Ibu Negara.” Berdasarkan dua ketentuan tersebut kedudukan dan kewenangan ibu negara tidak jelas disebutkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia namun tetap mendapat perbantuan dari sekretariat presiden. Secara umum dapat kita pahami bahwa ibu negara memiliki tugas untuk mendampingi Presiden saat menerima tamu dari Negara lain maupun kunjungan kenegaraan.
Kedudukan dan kewenangan istri kepala negara atau bisa disebut dengan first lady di Indonesia tidak memiliki aturan yang tegas dan mengikat sehingga timbul permasalahan terkait apakah seorang Presiden Republik Indonesia wajib memiliki istri ataupun suami saat aktif menjabat. Isu tentang ibu negara ini kembali menyeruak di Indonesia jelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, karena diketahui salah satu calon Presiden tidak memiliki pendamping yang sah, sehingga timbul pertanyaan siapa yang berhak atas status, kedudukan, dan kewenangan sebagai ibu negara apabila ternyata Presiden terpilih tidak memiliki pendamping yang sah. Kemudian apabila misalnya nanti akan diangkat orang lain yang bukan berstatus sebagai istri Presiden bagaimanakah prosedur pengangkatannya dan apakah hal tersebut sah karena belum pernah terjadi di Indonesia selama ini. Hal inilah yang selanjutnya dikaji oleh penulis dalam suatu jurnal
ilmiah yang berjudul ”Kedudukan dan Kewenangan Ibu Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”
Tulisan ini mengangkat dua permasalahan yaitu sebagai berikut :
-
1. Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan ibu negara di dalam suatu negara dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia ?
-
2. Bagaimana keberadaan ibu negara apabila seorang presiden tidak memiliki istri yang sah ?
Tujuan dari penulisan jurnal hukum ini antara lain sebagai berikut :
-
1. Memahami dan menganalisis kedudukan dan kewenangan ibu negara dalam suatu negara khususnya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
-
2. Menganalisis keberadaan ibu negara apabila seorang presiden tidak memiliki istri yang sah, sehingga dapat diketahui pula prosedur sebenarnya dari pengangkatan ibu negara apabila seorang Presiden tidak memiliki istri yang sah.
Penulisan jurnal hukum ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang dilakukan melalui pengkajian kepustakaan.1 Penelitian hukum normatif tersebut meletakkan hukum sebagai bangunan sistem norma, sistem norma yang
dimaksud adalah asas, norma kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin/ajar.2 Adapun jenis pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan (the statute approach) serta analisis konsep hukum (analitical & conseptual approach). Sumber data yang digunakan berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri atas peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan tersebut yaitu Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 141 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2005 tentang Staf Khusus Presiden. Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis.3 Serta bahan hukum sekunder yang meliputi buku-buku, literatur, dan jurnal hukum yang terkait dengan topik bahasan.
-
2.2 Hasil dan Pembahasan
-
2.2.1 Kedudukan dan kewenangan ibu negara dalam suatu negara
-
Dalam sistem pemerintahan presidensial, Presiden tidak hanya diletakkan sebagai pusat kekuasaan eksekutif, tetapi juga kekuasaan negara. Ini berarti, Presiden tidak hanya bertindak sebagai kepala pemerintahan (chief of executive), tetapi juga sebagai kepala negara (chief of state). Seperti apa yang dikatakan oleh Rett R. Ludwikowski ”The President, as the sole executive, is elected as head of state and head of government”, yaitu seorang Presiden, sebagai inti dari kekuasaan eksekutif, dipilih sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan.4 Kedudukan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensial berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 tidak dipisahkan, hal ini karena di tangan Presiden ada peran sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi ”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Adapun maksud dari kekuasaan pemerintahan menurut ketentuan tersebut adalah kekuasaan eksekutif.5 Hal ini jelas membuat Presiden memiliki banyak kegiatan yang hampir tidak terhitung dengan jari jumlahnya. Dengan luasnya wilayah pada suatu negara dan kompleksnya permasalahan yang negara hadapi, tidak mungkin Presiden akan menanggung segala tugas tersebut sendiri. Bahkan ketika sudah ada para pembantu Presiden sekalipun, disinilah keberadaan dan peran ibu negara akan sangat dibutuhkan.
Sebuah tulisan yang diterbitkan dalam laman Independent menyebut konsep ibu negara sebagai warisan masyarakat feodal dimana seorang raja dianggap sudah pasti didampingi seorang ratu. Warisan seperti ini masih bertahan pada sistem pemerintahan modern baik model parlementer dengan perdana menteri maupun presidensial yang dipimpin oleh presiden. Di Amerika Serikat, kewenangan first lady tidak pernah ditetapkan dalam sebuah aturan formal, sama seperti di Indonesia. Namun, ibu negara lazimnya punya tugas untuk menemani perjalanan dinas sang suami di dalam maupun luar negeri, mengurus Gedung Putih / Istana Negara, dan tampil sebagai panutan bagi
perempuan-perempuan di Amerika Serikat. Sejak 1977, ibu negara AS menempati Kantor Ibu Negara di bawah koordinasi staf kepresidenan dan terletak di sayap timur Gedung Putih. Peran ibu negara sejak 1989 juga banyak berubah dengan keterlibatan terbuka mereka dalam kampanye politik suaminya hingga mewakili presiden untuk menghadiri acara resmi dan seremonial.6 Setelah masa jabatan suaminya berakhir, seorang ibu negara biasanya menerbitkan memoar atau kenangan-kenangan perjalanan karier suami dan pengalaman mendampinginya dalam autobiografi.
Di Indonesia pernah diketahui bahwa pada zaman orde baru Almarhum Ibu Tien Suharto sebagai ibu negara saat itu ikut memegang peranan yang krusial karena beliau dapat dikatakan menjadi penasehat atau think-thank yang didengarkan oleh sang suami, Soeharto, Presiden Indonesia zaman orde baru.7 Hal ini jelas menampik bahwa kedudukan dan kewenangan ibu negara hanyalah sebagai pendamping Presiden dan simbolis dalam hal penyambutan tamu negara saja, melainkan cukup banyak juga pada kenyataanya first lady yang mempengaruhi kebijakan suaminya. Oleh karenanya peranan first lady secara tidak langsung di bidang politik atau sutradara balik layar sangat memungkinkan mempengaruhi kebijakan politik dalam suatu negara.
Saat almarhum menjadi ibu negara, beliau berperan dalam pengambilan keputusan terkait dengan permintaan THR (tunjangan hari raya) ganda dari dua staf kepercayaanya, yang salah satunya adalah Dr. Rusmono. Selain itu beliau juga
berperan dalam pengambilan keputusan bersama dengan Menteri Kesehatan RI dan Yayasan Harapan Kita serta berbagai disposisi yang terkait dengan ketatanegaraan yang terangkum rapi bersama disposisi Presiden Soeharto.8
Sedikit berbeda dengan cerita Almarhum Ibu Ani Yudhoyono yang baru saja meninggalkan kita semua, ibu negara dari Presiden Indonesia ke-enam ini menuliskan rapi kisahnya menjadi ibu negara dalam bukunya yang berjudul 10 Tahun Perjalanan Hati. Buku berjumlah 539 halaman ini, menceritakan kisah perjalanan almarhum lengkap dengan foto-fotonya. Dalam bukunya almarhum menceritakan bahwa almarhum selalu mencatat keluhan-keluhan yang disampaikan masyarakat saat mendampingi Presiden SBY menemui rakyatnya. Selain itu almarhum menceritakan pengalaman selama masa hidupnya yang sangat aktif dalam menjalankan kebijakan program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera dan Indonesia Kreatif (PERKASSA) yang mendorong pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Kredit Mikro Indonesia hingga berujung pada diberikannya nobel perdamaian kepada almarhum. Kebijakan almarhum yang menunjukkan keberadaan almarhum sebagai ibu negara adalah saat almarhum menginisiasi dan memimpin Gerakan Tanam dan Pelihara 10 Juta Pohon di Indonesia yang dilakukan oleh tujuh organisasi perempuan Indonesia pada 1 Desember 2007.
Namun pada kedudukan yang dianggap khalayak sebagai tempat tertinggi, kedudukan ibu negara di era reformasi menurut almarhum membutuhkan kekuatan ekstra, karena sorotan, kritikan, juga tudingan di antara tugas-tugas dan kewenangan mendampingi Presiden yang dijalani. Bukan hanya mendampingi Presiden dan menjalankan berbagai program bersama para istri
Menteri, Ibu Negara mau tak mau juga harus menghadapi konflik politik yang merupakan sebuah pengabdian yang menuntut kedewasaan dan keikhlasan yang luas.9
Sementara Ibu Iriana Jokowi sempat menyinggung kedudukan dan kewenangannya menjadi ibu negara pada wawancara yang diadakan oleh salah satu acara terkemuka di tanah air, menariknya beliau menegaskan bahwa tugasnya hanyalah mendampingi Presiden dalam kunjungan-kunjungan kenegaraan, beliau tegas menyatakan bahwa mengenai proses pengambilan keputusan maupun kebijakan sama sekali bukanlah wewenang beliau, sehingga beliau menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi tanpa campur tangan apapun.
Menurut penafsiran historis dan otentik dari apa yang diamanatkan dalam UUD NRI Tahun 194510, dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Presiden wajib meminta bantuan Wakil Presiden dalam menjalankan kewajibannya dan sebaliknya Wakil Presiden berkewajiban membantu Presiden.11 Hubungan kerja antara Presiden dan Wakil Presiden ini tentu tidak bisa disamakan dengan hubungan antara Presiden dengan ibu negara, karena kedudukan dan kewenangan ibu negara tidak memiliki hubungan sama sekali karena hanya bersifat hubungan pribadi semata dan tidak tercantum dalam aturan yang jelas layaknya hubungan antar Presiden dengan Wakilnya yang tercantum dalam konstitusi,
sehingga seharusnya tidak menjadi masalah apabila Presiden tidak memiliki seorang ibu negara, karena kedudukan dan kewenangannya tidak sekonstitusional kedudukan Wakil Presiden dalam sistem ketatanegaraan. Namun, sejauh ini melihat begitu pentingnya peran ibu negara dari masa ke masa membuat Indonesia melazimkan kedudukan dan kewenangan ibu negara untuk mendampingi Presiden dalam ketatanegaraan Indonesia.
Terkait dengan kedudukan dan kewenangan ibu negara di berbagai negara yang kepala negaranya tidak memiliki istri yang sah, dapat dilihat dari contoh-contoh berikut ini:
Dimulai dari Presiden AS ke-15 James Buchanan yang selama jabatannya tidak pernah memiliki istri yang sah, namun tetap didampingi oleh first lady. Jabatan first lady ini diberikan kepada ponakannya, Harriet Lane Johnston, yang mengambil peran sebagai nyonya rumah untuk Gedung Putih dan menggunakan kedudukan dan kewenangannya untuk memperjuangkan beberapa isu sosial. Begitu juga Evo Morales, Mantan Presiden Bolivia ini sejak 2006, tidak menikah namun mendapuk kakak perempuannya Esther Morales Ayma untuk mengisi kedudukan ibu negara. Lain cerita dengan mantan presiden Filipina Benigno Aquino III yang tidak menunjuk siapapun untuk menjadi ibu negara dari 2010 sampai 2016 saat ia menjabat yang otomatis menjelaskan bahwa di Negara Filipina sendiri tidak wajib diperlukan seorang ibu negara yang memiliki kedudukan dan kewenangan dalam ketatanegaraan.
Kedudukan dan kewenangan ibu negara di Eropa sebenarnya tidak semenonjol di Amerika Serikat. Sebutan ibu negara kurang populer karena persoalan pasangan dianggap sebagai urusan pribadi. Contoh saja Perancis yang punya penilaian ekstrem terkait pasangan kepala negara. Publik Perancis
tidak begitu suka dengan gelar ibu negara. Brigitte Macron, istri dari Presiden Emmanuel Macron pernah dipetisi warga pada 2017 karena sang suami mengusulkan ada jabatan khusus ibu negara, selama ini jabatan first lady memang tidak dikenal dalam konstitusi bahkan dalam protokoler Perancis sekalipun. Jadi berdasarkan penjelasan diatas ada beberapa negara yang memberikan kewenangan pengangkatan ibu negara kepada presiden bersangkutan dan ada negara yang bahkan tidak mementingkan kehadiran dari ibu negara dalam suatu sistem ketatanegaraanya.
Di Indonesia tidak ada peraturan yang jelas dan mengikat terkait apakah seorang Presiden Republik Indonesia wajib memiliki istri maupun suami saat aktif menjabat. Namun selama ini keberadaan sosok istri pendamping kepala negara alias first lady dianggap penting karena Presiden Indonesia sejak era Soekarno sampai Joko Widodo selalu memiliki pasangan yang dijadikan ibu negara. Terlebih lagi apabila dianalisis dari kegiatan ibu negara dalam dalam pertemuan-pertemuan internasional yang diikuti oleh para kepala negara dan kepala pemerintahan seperti APEC, ASEAN, G-20 dan sejenisnya, negara tuan rumah selalu menyiapkan program khusus bagi para istri atau suami pendamping kepala negara yang umum disebut sebagai spouse program. Dalam program itu, mereka akan diajak untuk terlibat dalam aneka kegiatan sosial budaya dan pariwisata sementara para suami atau istri mereka sedang berkutat dengan agenda sidang di ruang pertemuan. Selain itu dalam spouse program inilah keberadaan istri atau suami pendamping Presiden akan sangat penting karena keberadaan yang akan menunjukkan bagaimana dari identitas negara dan bangsa itu sendiri.
Berdasarkan analisis tersebut, meskipun kedudukan dan kewenangan ibu negara tidak diatur secara khusus dalam suatu hukum tertulis, namun ibu negara memiliki kelaziman untuk hadir sebagai pendamping Presiden saat kunjungan-kunjungan kenegaraan. Bahkan apabila menganalisis ke tingkat yang lebih rendah, misalkan pengisian jabatan seorang istri bupati, pun ketika terjadi kondisi bahwa seorang pemimpin daerah dalam hal ini bupati tidak memiliki istri yang sah, maka bupati tersebut berhak menunjuk pengganti untuk mengisi posisi yang ditinggalkan oleh istri bupati tersebut hal ini karena tugas dari istri bupati terutama dalam hal kunjungan-kunjungan maupun hal-hal yang biasanya banyak menyangkut peran pendamping kepala negara maupun daerah yaitu mengenai urusan kesehatan dan pemberdayaan perempuan yang harus diisi keberadaannya.
Meskipun keberadaan ibu negara sangat penting, pakar Hukum Tata Negara, Prof. Mahfud MD menegaskan melalui salah satu akun media sosialnya bahwa apabila Presiden tidak memiliki pendamping maka itu bukanlah menjadi sebuah masalah karena tidak diatur dalam konstitusi dan hukum lainnya, karena apabila meminjam kaidah ushul fiqh dalam studi hukum islam, disebutkan bahwa “al-ashu fil amri lil ibaahah” yang berarti boleh dengan arti apabila konstitusi dan hukum tidak melarang dan tidak mewajibkan sesuatu maka sesuatu itu sah saja dilakukan, mau dipilih atau tidak juga boleh.
Apabila nantinya ada Presiden Indonesia yang tidak memilki pendamping, maka Presiden bersangkutan berhak menunjuk atau bahkan tidak menunjuk siapapun untuk menjadi Ibu Negara, karena dalam konstitusi maupun hukum tidak diatur tegas mengenai keberadaan, kedudukan dan kewenangan ibu negara ini. Namun kedudukan dan kewenangan ibu negara lazimnya
apabila harus diisi sudah sepatutnya ditujukan kepada sosok wanita yang tangguh, yang mampu membawa citra Indonesia ke dunia, walaupun hanya sebagai pendamping dan simbol hubungan kenegaraan, ibu negara jelas mencirikan bagaimana moral dan akhlak bangsanya. Jangan sampai seperti istri mantan Perdana Menteri Malaysia yang terjerat kasus pencucian uang, korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Ibu negara tersebut malah lebih terkenal dengan gaya hidupnya yang mewah seperti menyukai perhiasan mahal dan tas bermerek yang jelas jauh dari citra hangat nan sederhana dan bersahaja seorang ibu negara.
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik dua kesimpulan sebagai berikut.
-
1. Secara hukum, kedudukan dan kewenangan ibu negara Indonesia tidak diatur secara tegas meskipun dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 141 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2005 tentang Staf Khusus Presiden yang selanjutnya disebut Perpres tentang Staf Khusus Presiden. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa ibu negara masuk dalam pelayanan jajaran sekretariat presiden yang bertugas memberikan pelayanan kerumahtanggaan, keprotokolan, dan pelayanan pers kepada Presiden dan Wakil Presiden. Ketentuan mengenai kedudukan dan kewenangan ibu negara pada dasarnya tidak jelas disebutkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Namun secara umum dapat kita lihat bahwa ibu negara
bertugas untuk mendampingi Presiden saat melakukan kunjungan kenegaraan.
-
2. Presiden Indonesia yang tidak memilki istri sah, berhak menunjuk atau bahkan tidak menunjuk siapapun untuk menjadi Ibu Negara, karena dalam konstitusi maupun hukum tidak diatur tegas mengenai kedudukan dan kewenangan ibu negara ini. Namun berdasarkan analisis, keberadaan ibu negara sangatlah penting dalam hal hubungan kenegaraan sehingga harus ada ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pengangkatan ibu negara. Selain itu, kedudukan dan
kewenangan ibu negara lazimnya harus diisi oleh sosok wanita yang tangguh, yang mampu membawa citra Indonesia ke dunia, walaupun hanya sebagai pendamping dan simbol hubungan kenegaraan, ibu negara jelas mencirikan bagaimana moral dan akhlak bangsanya.
-
1. Berdasarkan analisis diatas, penulis menilai bahwa kedudukan dan kewenangan ibu negara di Indonesia sangatlah penting walaupun hanya mendampingi Presiden dalam tugas-tugas kenegaraan, hal ini karena dalam pelaksanaanya ibu negara juga sering menghadiri kegiatan yang berkaitan dengan
pemberdayaan perempuan dan anak, kedepan perlu dibuatkan aturan khusus untuk mengatur sejauh mana ibu negara
menjalankan kedudukan dan kewenanganya.
-
2. Apabila terjadi kondisi dimana seorang Presiden Indonesia tidak memiliki istri yang sah, perlu adanya aturan khusus yang menentukan siapa yang berhak mengisi keberadaan atau posisi ibu negara tersebut serta bagaimana prosedur dan persyaratan ibu negara yang diangkat oleh Presiden bersangkutan, sehingga
tidak akan ada kekosongan norma dan terjadi transparansi yang tentu menutup peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden karena ibu negara yang diangkat benar-benar terkualifikasi dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku :
Amirrudin, Zainal Asikin, 2016, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Asshiddiqie, Jimly, 2005, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar
Demokrasi, Konstitusi Press, Jakarta
Endah, Alberthiene, 2018, Ani Yudhoyono : 10 Tahun Perjalanan Hati, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fajar, Mukti, Yulianto Achmad, 2015, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Putaka Pelajar, Yogyakarta.
Indarto, Boy Mahar, 2018, Serangkum Disposisi Presiden Soeharto & Ibu Negara, Percetakan PT Gramedia, Bandung.
Manan, Bagir, 2005, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, FH-UII Press, Yogyakarta.
Ramdhan, Mochamad Isnaeni, 2015, Jabatan Wakil Presiden Menurut Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Skripsi :
Dewi, Ita Mutiara, 2003, Studi Kritis Peranan Wanita Dalam Perpolitikan Dunia, Skripsi Fisipol Universitas Gadjah Mada, Jakarta.
Jurnal Ilmiah :
Ludwikowski, Rett R., 2017, ”Latin American Hybrid
Constitutionalism: The United States Presidentialism in the Civil Law Melting Pot”, Boston University International Law Journal, Vol. 2, USA.
Siswanto, 2018, ”Perilaku Media Massa Amerika Serikat Pada Pemilihan Presiden Tahun 2016”, Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 141 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2005 tentang Staf Khusus Presiden
17
Discussion and feedback