IMPLIKASI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15/PUU-XV/2017 TERHADAP ALAT BERAT SEBAGAI OBYEK PAJAK GANDA

Oleh:

Ni Nyoman Tanti ParwatiI Wayan Parsa**

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Salah satu faktor yang menjadi tulang punggung dalam terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah adalah faktor keuangan. Dalam rangka mengoptimalkan pendapatan daerah dan pemerataan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat salah satunya dapat dilakukan melalui pemungutan pajak. Akan tetapi, pemerintah terkadang kurang teliti dalam membuat suatu kebijakan bagi masyarakat yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat. Salah satunya dengan adanya pemungutan pajak ganda terhadap alat berat. Berdasarkan uraian tersebut, penulisan ini dilakukan untuk menjawab dua permasalahan, yaitu pengaturan alat berat sebagai salah satu obyek pajak dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan kedudukan alat berat sebagai salah satu obyek pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/2017. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Berdasarkan hasil penulisan ini, dapat disimpulkan bahwa alat berat bukan lagi merupakan bagian dari kendaraan bermotor dan secara otomatis tidak lagi dikenakan pajak ganda.

Kata Kunci: Alat Berat, Kendaraan Bermotor, Pajak Ganda

ABSTRACT

One of the factors that became the backbone in the implementation of regional government activities was financial factors. In order to optimize regional income and equitable development in order to improve people's welfare, one of them can be done through tax collection. However, the government sometimes lacks thoroughness in making a policy for the community which can ultimately harm the community. One of them is the double tax collection on heavy equipment. Based on this description, this paper was conducted to answer two problems, namely the regulation of heavy equipment as one of the tax objects in the Act No. 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Retributions and the position of heavy equipment as one of the objects of motor vehicle tax and the transfer of tax motorized vehicles after the Constitutional Court Decision Number 15/PUU-XV/2017. The research method used is a normative research method that uses a statutory approach and a legal concept analysis approach. Based on the results of

this paper, it can be concluded that heavy equipment is no longer part of a motorized vehicle and is automatically no longer subject to double taxation.

Keywords: Double Taxes, Heavy Equipment, Motorized Vehicles

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Pada masa ini pemerintah sedang gencar-gencarnya untuk melakukan peningkatan dan pemerataan pembangunan nasional. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Hal ini tidak saja menjadi tanggung jawab dari pemerintah, namun juga menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Dalam mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan guna mencapai pembangunan nasional yang diinginkan, pemerintah dalam bertindak harus berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945). Kedua landasan tersebut merupakan sumber nilai yang terdapat disetiap program kerja untuk mewujudkan pembangunan nasional. Dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional diperlukan salah satunya ketersediaan dana yang besar.

Pada dasarnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dirubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 saat ini Indonesia menganut asas desentralisasi yang dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, daerah diberikan otonomi seluas-luasnya tetapi tidak termasuk urusan pemerintah pusat yang telah diatur dalam undang-undang. 1 Hal ini merupakan cerminan dari ketentuan Pasal 18 ayat (5) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah propinsi, kabupaten atau

kota berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dapat mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi otonomi daerah, yaitu faktor peralatan, faktor manusia, faktor organisasi dan manajemen, dan faktor keuangan. 2 Faktor yang menjadi tulang punggung dalam terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah adalah faktor keuangan. Karena pemerintah daerah untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya sendiri harus mempunyai sumber keuangan yang memadai. 3 Dengan demikian diharapkan setiap daerah baik provinsi, kabupaten atau kota dapat mengoptimalkan pendapatan daerah dan pemerataan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat salah satunya dapat dilakukan melalui pemungutan pajak.

Pajak merupakan iuran wajib dari masyarakat kepada negara berdasarkan undang-undang yang berlaku tanpa mendapatkan timbal balik secara langsung yang digunakan untuk membiayai keperluan, kepentingan dan kesejahteraan umum. 4 Salah satu pajak yang memiliki potensi tinggi sebagai sumber penerima Pendapatan Asli Daerah (yang selanjutnya disebut PAD) adalah Pajak Kendaraan Bermotor (yang selanjutnya disebut PKB). PKB merupakan pajak atas suatu kepemilikan dan/atau penguasaan terhadap kendaraan bermotor yang menjadi bagian dari pajak provinsi.

Salah satu obyek pajak dari PKB adalah alat berat. Alat berat merupakan alat produksi yang digunakan untuk membantu

kegiatan proyek dalam lingkup kehutanan, pertambangan, dan pertanian. Pada umumnya alat berat digerakkan dengan motor yang digunakan untuk melipat gandakan kapasitas kerja tenaga manusia, namun bukan diperuntukkan untuk mobilitas atau sebagai alat angkut (moda transportasi).Akan tetapi, pemerintah menyamakan pengertian dari kendaaraan bermotor dengan alat berat dan memasukkannya ke dalam bagian dari kendaraan bermotor yang diatur dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (selanjutnya disebut dengan UU PDRD). Padahal jika dilihat karakteristik dan kegunaanya sudah jelas berbeda. Selain itu, pemerintah juga memasukkan alat berat ini ke dalam objek PKB sekaligus sebagai salah satu objek dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (yang selanjutnya disebut BBNKB). Hal ini berarti, alat berat dikenakan dan dilakukan pemungutan pajak ganda (double taxation) berdasarkan peraturan yang ada.

Namun, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/2017, dinyatakan bahwa Pasal 1 angka 13 sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen”, Pasal 5 ayat (2) sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar”, Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) UU PDRD bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Berdasarkan hal ini maka disusunlah jurnal ilmiah dengan judul: “IMPLIKASI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15/PUU-XV/2017 TERHADAP ALAT BERAT SEBAGAI OBYEK PAJAK GANDA”

  • 1.2    Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini, yaitu:

  • 1. Bagaimanakah pengaturan alat berat sebagai salah satu

obyek dalam UU PDRD?

  • 2. Bagaimanakah kedudukan alat berat sebagai salah satu

obyek PKB dan BBNKB setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/2017?

  • 1.3    Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan ini, yaitu:

  • 1. Untuk mengkaji dan mengetahui pengaturan alat berat

sebagai salah satu obyek dalam UU PDRD.

  • 2. Untuk mengkaji dan mengetahui kedudukan alat berat

sebagai salah satu obyek PKB dan BBNKB setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2017.

  • II.    ISI

    • 2.1    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif. 5 Dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (The Statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach).6

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Pengaturan Alat Berat Sebagai Salah Satu Obyek Pajak Dalam UU PDRD

Pemerintah memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah propinsi, kabupaten atau kota untuk mengurus serta mengatur keuangan daerahnya sendiri. 7 Beberapa sumber penerimaan pemerintah daerah, yaitu dari bagi hasil pajak dan bukan pajak, penerimaan pembangunan yang terdiri dari pinjaman pemerintah, sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, sumbangan dan bantuan, serta PAD yang terdiri dari:8

  • a.    Pajak Daerah;

  • b.    Retribusi Daerah;

  • c.    Laba Badan Milik Daerah;

  • d.    Penerimaan Dari Dinas-Dinas; dan

  • e.    Penerimaan lain-lain.

Salah satu sumber pemerimaan yang berasal dari PAD yaitu, pajak daerah. Pajak daerah terdiri dari dua kategori, yaitu pajak daerah tingkat propinsi dan pajak daerah tingkat kota dan/atau kabupaten. Salah satu pajak daerah yang memiliki potensi yang tinggi adalah PKB. Hasil penerimaan dari pemungutan PKB tidak semua menjadi hak pemerintah propinsi. Berdasarkan UU PDRD pembagian hasil dari pemungutan PKB, yaitu sebesar 30% untuk kabupaten dan/atau kota dan 70% untuk propinsi.

Salah satu obyek pajak dari PKB adalah alat berat. Dalam mengerjakan suatu proyek, alat berat merupakan salah faktor

penting dalam pengerjaan proyek terutama yang memiliki skala besar.9 Salah satu tujuan dengan penggunaan alat berat adalah untuk memudahkan dan meringankan kerja manusia dalam melaksanakan tugasnya. Dengan menggunakan alat berat diharapkan hasil yang didapatkan sesuai dengan harapan pada waktu yang cepat atau relatif lebih singkat daripada biasanya.

Dalam UU PDRD, alat berat termasuk kedalam obyek PKB dan BBNKB. Hal tersebut dilihat dari pengertian kendaraan bermotor yang diatur dalam Pasal 1 angka 13 UU PDRD, adanya pengelompokan alat berat sebagai bagian dari kendaraan bermotor. Adanya penyamaan perlakuan atau penggolongan antara alat berat dengan kendaraan bermotor pada umumnya telah menimbulkan kerugian bagi para pihak yang memiliki atau menguasai alat berat. Alat berat yang pada dasarnya bukan merupakan bagian dari moda transportasi namum diwajibkan untuk memenuhi persyaratan yang dibuat khusus bagi moda transportasi. Alat berat belum tentu digunakan setiap saat. Alat berat hanya digunakan pada saat tertentu yang berbeda dengan moda transportasi yang dapat dimanfaatkan setiap saat.

Terdapat perbedaan yang signifikan antara alat berat dengan kendaraan bermotor. Perbedaan yang terlihat yaitu dari pengertian, latar belakang keberadaanya, karakteristik, tujuan serta fungsi dari alat berat dan kendaraan bermotor itu sendiri. Terdapat beberapa karakteristik yang membedakan antara kendaaraan bermotor dan alat berat, yaitu antara lain: ukuran, hal penggerak, alat pemantau, ruang kendali serta transportasi dijalan. Selain itu, perlengkapan, persyaratan, modifikasi serta pengendara antara kendaraan bermotor dengan alat berat juga menjadi tolak ukur perbedaan keduanya.

Alat berat juga diatur dalam Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disebut UU LLAJ) yang menyatakan bahwa alat berat sebagai bagian dari kendaraan bermotor yang termasuk dalam pengelompokan kendaraan khusus. Alat berat yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah traktor, bulldozer, mesin gilas, crane, forlift, dan excavator.

Pada tahun 2015 terdapat pengujian norma tersebut yang dimana Mahkamah Konstitusi telah menjatuhkan suatu putusan dengan nomor putusan: 3/PUU-XIII/2015 yang isinya adalah bahwa Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dengan adanya putusan tersebut norma hukum yang telah ada sebelumnya akan dicabut karena telah ada norma hukum yang baru. Sehingga alat berat dalam UU LLAJ tidak lagi menjadi bagian dari kendaraan bermotor yang termasuk dalam pengelompokan kendaraan khusus. Yang menjadi bagian dari kendaaran bermotor yang termasuk dalam pengelompokan kendaraan khusus adalah Kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia, Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kendaraan Khusus Penyandang Cacat.

Dengan adanya ketentuan tersebut maka ketentuan Pasal 1 angka 13 UU PDRD telah menimbulkan dualisme hukum dan ketidakpastian hukum. Karena telah memasukkan alat berat sebagai kendaraan bermotor. Hal ini seolah-olah terdapat ada dua norma hukum yang saling bertentangan satu sama lain terhadap alat berat, yaitu alat berat yang bukan merupakan bagian dari kendaraan bermotor dan alat berat merupakan bagian dari

kendaraan bermotor. Padahal alat berat yang dimaksud dalam norma hukum tersebut adalah alat berat yang sama. Dengan demikian, norma tersebut telah menimbulkan ketidakjelasan yang mana termasuk alat berat yang bukan merupakan bagian dari kendaraan bermotor dan alat berat yang merupakan bagian dari kendaraan bermotor.

Dengan adanya pengaturan alat berat sebagai obyek dari PKB dan BBNKB, maka para pihak yang memiliki atau menguasai alat berat telah dirugikan atau berpotensi dirugikan. Kerugian yang dimaksud adalah kerugian baik yang ditimbulkan karena adanya ketidakpastian hukum, kerugian finansial dengan membayar pajak ganda, dan persoalan administrasi.

Dengan masuknya alat berat sebagai bagian dari kendaran bermotor dalam UU PDRD, para pihak yang memiliki atau menguasai alat berat merasa hak-hak konstitusionalnya telah dirugikan. Hak konstitusional merupakan hak-hak warga negara yang dijamin dalam UUD NRI 1945. Salah satu hak konstitusional yang diberikan oleh UUD NRI 1945 yaitu hak atas jaminan, pengakuan dan perlindungan, kepastian hukum, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (equality before the law) sebagaimana yang telah diatur UUD NRI 1945 dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1). Dengan berlakunya salah satu norma dalam UU PDRD, para pihak yang memiliki atau menguasai alat berat merasa hak konstitusional yang diberikan oleh UUD NRI 1945 kepada telah dirugikan. Norma tersebut telah memasukkan alat berat sebagai bagian dari kendaraan bermotor dan tidak hanya sebatas itu norma tersebut juga menjadikan alat berat sebagai objek PKB dan BBNKB yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) UU PDRD.

Kerugian lain yang harus diterima adalah sanksi yang ditimbulkan karena tidak membayar pajak terhadap alat berat tersebut. Sanksi yang dimaksud adalah sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 38 dan Pasal 39 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pasal 41 A ayat (3) dan sanksi administratif yang diatur pada Pasal 97 UU PDRD.

  • 2.2.2    Kedudukan Alat Berat Sebagai Salah Satu Obyek PKB dan BBNKB Setelah Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/2017

Masalah mengenai pajak pada saat ini bukan hanya menjadi permasalahan bagi satu negara saja, akan tetapi juga terjadi di negara-negara lain dalam hal anggaran pendapat dan belanja negara (APBN).10 Dengan demikian, pemungutan pajak merupakan kewenangan yang mutlak oleh negara. Sebagai dasar dalam menyatakan keadilannya memungut pajak, negara berhak untuk menentukan suatu syarat maupun asas-asas yang digunakan. Dalam hal untuk membiayai pengeluaran negara diperlukan pemungutan pajak sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara.

Banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak salah satunya UU PDRD. Dengan dibentuknya peraturan undang-undang yang mengatur tentang pajak guna menjamin adanya kepastian hukum. Akan tetapi, dalam penerapannya kerap menimbulkan opini di masyarakat bahwa dengan adanya pemungutan pajak akan memberatkan dan tidak

memenuhi rasa keadilan. Hal tersebut terjadi karena adanya penarikan pajak terhadap satu obyek yang sama dan hal ini berdampak negatif pada masyarakat karena tidak adanya suatu keadilan dan kepastian hukum.11

Salah satu obyek pajak yang terkena pajak ganda adalah alat berat. Alat berat terkena pajak ganda karena merupakan salah satu obyek dari PKB dan BBNKB. Adanya pemungutan pajak ganda disebabkan oleh kurang telitinya pemerintah dalam membentuk suatu perundang-undangan. Dibutuhkan metode dan model yang tepat dalam menghindari pemungutan pajak ganda tersebut.

Pemungutan pajak ganda sering mendapat sorotan yang negatif oleh masyarakat. Pada dasarnya pemungutan pajak dilakukan untuk memenuhi kepentingan negara. Pemungutan pajak tidak seharusnya membebani masyarakat walaupun pajak memiliki sifat yang memaksa. Pada prinsipnya, tidak boleh melakukan pemungutan pajak yang dilakukan dua kali atau yang disebut pajak ganda atas satu obyek yang sama. Karena akan memberatkan setiap subyek pajak yang terkena pajak.

Dalam hal ini, sebelum keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/2017 (selanjutnya disebut dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2017) bahwa alat berat termasuk bagian dari kendaraan bermotor dan terkena pemungutan pajak ganda. Pemungutan pajak ganda harus lebih diperhatikan oleh pemerintah agar tidak berdampak merugikan bagi masyarakat. Selanjutnya, setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2017 yang diajukan oleh beberapa asosiasi pemilik atau yang menguasai alat berat di

Indonesia, didalamnya berisi pertimbangan-pertimbangan yang menyatakan bahwa alat berat bukan lagi merupakan bagian dari kendaraan bermotor dan secara otomatis tidak terkena pajak ganda.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2017, menyatakan bahwa Pasal 1 angka 13 sepanjang frasa “termasuk alatalat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen”, Pasal 5 ayat (2) sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar”, Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) UU PDRD bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga memerintahkan untuk melakukan perubahan terhadap UU PDRD khususnya yang berkaitan dengan pemungutan pajak terhadap obyek alat berat dalam jangka waktu tiga tahun.

Dengan dihapusnya alat berat sebagai bagian dari kendaraan bermotor bukan berarti alat berat tidak dapat dikenakan pajak. Selama peraturan baru belum dibentuk dan diundangkan, alat berat akan tetap dikenakan dan dilakukan pemunguntan pajak berdasarkan kententuan peraturan yang lama.12 Akan tetapi, apabila dalam jangka waktu yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perubahan telah melewati batas dan pemerintah belum juga membentuk dan mengundangkan peraturan yang baru maka terhadap alat berat tidak boleh lagi dikenakan dan dilakukan pemungutan pajak berdasarkan peraturan tersebut.

Sudah hampir dua tahun berlalu sejak putusan itu dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi, tetapi belum ada tindakan yang terlihat dilakukan oleh pemerintah. Norma-norma dalam UU PDRD telah banyak diajukan judicial review karena dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan dan merugikan masyarakat. Perubahan terhadap undang-undang tersebut dan perumusan pajak terhadap alat harus secepatnya dilaksanakan agar tidak terjadinya kekosongon hukum.

  • III.  PENUTUP

    • 3.1  Kesimpulan

Berdasarkan uraian atas kedua pokok pembahasan dalam penulisan ini, kesimpulan yang diperoleh, yaitu:

  • 1.    Pengaturan alat berat sebagai bagian dari kendaraan bermotor dalam ketentuan Pasal 1 angka 13 UU PDRD telah menimbulkan dualisme hukum dan ketidakpastian hukum. Karena telah memasukkan alat berat sebagai kendaraan bermotor. Hal ini seolah-olah terdapat dua norma hukum yang saling bertentangan satu sama lain terhadap alat berat. Karena berdasarkan putusan nomor 3/PUU-XIII/2015 yang isinya menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ yang mengatur mengenai alat berat sebagai kendaraan bermotor khusus bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

  • 2.    Alat berat merupakan salah satu obyek pajak diatur dalam UU PDRD. Sebelum keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2017 bahwa alat berat termasuk bagian dari kendaraan bermotor dan terkena pemungutan pajak ganda. Setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 15 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa alat berat bukan lagi merupakan bagian dari kendaraan bermotor dan secara otomatis tidak terkena pajak ganda. Namun dalam praktiknya alat berat tetap dilakukan pemunguntan pajak berdasarkan kententuan peraturan yang lama.

  • 3.2    Saran

Berdasarkan uraian atas kedua pokok pembahasan dalam penulisan ini, saran yang dapat diberikan, yaitu:

  • 1.    Pemerintah secepatnya melakukan perubahan terhadap UU PDRD sesuai yang diamanatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2017. Dalam hal membentuk suatu peraturan perundang-undang pemerintah seharusnya lebih teliti dan melihat fakta yang ada di masyarakat agar tidak terjadinya suatu kesenjangan. Pemerintah harus

melakukan pengecekan terhadap peraturan perundang-

undangan yang ada agar nantinya tidak ada lagi peraturan yang saling tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya.

  • 2.    Dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2017 dan dilihat dari kekuatan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi itu sendiri yang bersifat final, binding, serta erga omnes, Pemerintah seharusnya tidak lagi melakukan pemungutan pajak terhadap alat berat.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ali, H. Zainuddin 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Bohari, H., 2016, Pengantar Hukum Pajak, Rajawali Pers, Jakarta.

Hasyimzoem, Yusnani et. al., 2017, Hukum Pemerintahan Daerah, Rajawali Pers, Jakarta.

Lydianingtias, Diah dan Suhariyanto, 2018, Alat Berat, Polinema Press, Malang.

Marzuki, Peter Mahmud, 2015, Penelitian Hukum, Prenamedia Group, Jakarta.

Rahayu, Ani Sri 2018, Pengantar Pemerintahan Daerah: Kajian Teori, Hukum, dan Aplikasinya, Sinar Grafika, Jakarta.

JURNAL

Abral, Al Putri, 2017, “Efektivitas Pelayanan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor Di Kantor Samsat Pekanbaru Selatan”, JOM FISIP, Volume 4 Nomor 2, Oktober 2017.

Amin, Ika Dina, 2013, “Otonomi Daerah Untuk Penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pengelolaan Keuangan dalam Melaksanakan Otonomi Daerah)”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Volume 3 Nomor 1, April 2013, h. 39-46.

Hatta, 2017, “Kontradiktif Penerapan Hukum Pajak Berganda Di Indonesia”, Jurnal Al-Ishlah, Volume 19 Nomor 02, Mei-Agustus 2017, h.188-196.

Ilyas, Wirawan B., 2012, “Analisis Hukum Terhadap Pengenaan Pajak Ganda”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Nomor 4, Oktober 2012, Universitas Al Azhar, Jakarta Selatan, h. 566585.

Sitompul, Maradona dan Anggreini Atmey Lubis, 2013, “Analisis Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Sebagai Modal Pembangunan”, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, Volume 1 Nomor 1.

INTERNET

Fachrudin, Fachri, 2017, “MK Minta Ketentuan Pajak Alat Berat Diatur   Ulang”,   Kompas.com, tersedia di URL:

https://nasional.kompas.com/read/2017/10/10/22583001 /mk-minta-ketentuan-pajak-alat-berat-diatur-ulang, diakses tanggal 28 Februari 2019.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor  85;

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740).

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

16