Pengaturan Penetapan Batas Wilayah Papua New Guinea Dengan Indonesia Ditinjau Dari Hukum Internasional

Oleh :

Gede Wisnu Prawerthi*

Gedd Mahaendra Wija Atmaja**

Program kekhususan hukum internasional fakultas hukum universitas udayana

ABSTRAK

Batas negara merupakan kedaulatan suatu Negara. Hal ini menjadi sangat riskan jika terjadi suatu perselisihan atau sengketa mengenai batas wilayah suatu negara. Dalam konteks perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea pastinya memiliki produk-produk hukum seperti perjanjian kesepakatan (MOU) yang dilaksanakan secara damai terkait penetapan batas-batas wilayah. Dalam penyelesaian karya ilmiah ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif.

Kata kunci : Wilayah, Perjanjian, Kesepakatan.

ABSTRACT

National borders are the sovereignty of a State. This becomes very risky if there is a dispute or dispute regarding a country's boundaries. In the context of Indonesia's borders with Papua New Guinea it certainly has legal products such as an agreement (MOU) that was implemented peacefully regarding the determination of regional boundaries. In completing this scientific work, the method used is a normative legal research method.

Key word : Region, agreement, deal

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1  Latar Belakang

Negara–negara yang ada di dunia ini dibagi atas beberapa macam negara, yang biasanya dibedakan dari letak geografisnya maupun besar kecilnya suatu negara seperti, negara mini, negara pantai, negara kepulauan ataupun negara–negara lainya.2 Karena adanya banyak negara maka perlu dibuatkan suatu batas–batas wilayah baik itu batas wilayah daratan maupun lautan. Wilayah suatu negara dipisahkan oleh batas wilayah negara lainnya berfungsi sebagai pembatas daerah kedaulatan suatu negara. Pengenalan dan pemahaman batas wilayah erat hubungannya dengan pelaksanaan pembangunan, kesejahteraan dan pertahanan keamanan negara.3 Dalam membuat suatu perbatasan negara maka diperlukan dasar hukum internasional, perbatasan wilayah antar dua negara biasanya harus berdasarkan perjanjian yang dibuat antara keduanya.4

Melihat batas negara merupakan kedaulatan suatu negara maka ini menjadi sangat riskan jikalau terjadi suatu perselisihan atau sengketa mengenai batas wilayah suatu negara. Tidak dipungkira banyak sekali kasus yang terjadi jika menyinggung mengenai sengketa terhadap batas wilayah, baik dari benua Eropa, benua Australia, Benua Antratika, Benua Amerika Selatan, Benua Amerika Utara, Benua Afrika, dan Benua Asia. Dari ke tujuh benua itu perselisihan sengketa mengenai batas wilayah dapat kita

contohkan benua Asia yang tepatnya di Indonesia. Melihat Negara Indonesia yang memiliki luas wilayah sebesar 5.455.675 km2 dan 3.544.744 km2 di antaranya atau 2/3 wilayahnya adalah lautan serta terdiri dari pulau-pulau dan di kelilingi dengan banyak negara, sengketa wilayah pastinya banyak bermunculan baik pada wilayah daratan atau lautnya. Jika melihat pada batas wilayah daratan, Indonesia yang dibatasi oleh gunung, hutan, ataupun bentangan daratan lainnya biasanya memunculkan beberapa sengketan, maka dalam hal itu untuk menegaskan wilayah Negara Indonesia berbagai peraturan perundang - undangan telah mengatur mengenai hal tersebut salah satunya adalah dalam Pasal 25 A Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang menyatakan “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang’’. Meskipun

Indonesia telah membuat peraturan nasional itu tidaklah cukup, perlu suatu produk hukum internasional untuk lebih menegaskan suatu batas wilayah. Jika melihat salah satu contoh batas wilayah daratan yang ada di Indonesia kita bisa lihat antara Papua New Guinea yang berbatas dengan Provinsi Papua yang ada di Indonesia. Untuk menyelesaikan pembagian perbatasan wilayah tersebut maka kedua belah pihat membuat dasar hukum internasional untuk menegaskan batas wilayah daratan tersebut.

Sesuai dengan uraiyan diatas maka batas wilayah yang terjadi antara Papua New Guinea sangatlah riskan untuk kedaulatan Negara Indonesia maka penulis ini ingin menelusuri tentang dasar hukum mengenai pengaturan batas wilayah anatara Papua New Guinea dengan Indonesia. Jadi karya ilmiah ini berjudul Pengaturan Penetapan Batas Wilayah Papua New Guinea Dengan Indonesia Ditinjau Dari Hukum Internasional.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Dengan permasalahan yang ada diatas maka terdapat beberapa rumusan masalah yang akan diangkat yaitu:

  • 1.    Apa Dasar Hukum Yang Mendasari Penetapan Batas Wilayah Yang Terjadi Antara Papua New Guiea Dengan Indonesia?

  • 2.    Bagaimanakah Mekanisme Penyelesaian Batas Wilayah Antara Papua New Guinea Dengan Indonesia?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Penulisan ini bertujuan untuk menjadikan karya ilmiah ini sebagai bahan bacaan untuk mengetahui bagaimana dasar hukum penyelesaian sengketa antara papua new guinea dengan indonesia, serta bagaimana mekanisme penyelesaiyan sengketa tersebut.

  • II.   Isi makalah

    2.1  Metode

Metode penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Mekanisme Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Papua New Guinea Dengan Indonesia Dilihat Dalam Hukum Internasional.” Yaitu dengan menggunakan metode penelitian hukum normative. Metode ini juga biasanya disebut juga dengan penelitian perpustakaan yang melakukan studi dokumen dikarenakan penelitian ini ditujukan untuk melakukan kajian serta peneliti dengan mencari jawaban pada peraturan–peraturan yang tertulis saja atau bahan–bahan hukum yang lain.5

  • 2.2    Hasil dan analisis

    • 2.2.1    Dasar Hukum Penentuan Batas Wilayah Antara Indonesia

Dengan Papua New Gunea

Batas wilayah merupakan harga mati yang harus dipertahankan oleh setiap negara, tidak dipungkiri banyak negara –negara sampai berperang untuk merebutkan suatu wilayah.6 Untuk meredam peperangan antara negara satu dengan negara yang lain maka, diperlukan suatu produk hukum internasional yang menjamin serta memberikan dasar hukum suatu wilayah. Sesuai dengan pengertian Hukum Internasional adalah suatu bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala Internasional yang keseluruhan kaidah-kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara satu negara dengan negara lainya.

Sstiap negara memiliki batas-batas sejauh mana suatu negara berdaulat dan memiliki hak derdaulat terhadap wilayahnya. Ini dapat dilihat dari perbatasan suatu wilayah negara dengan negara lain, baik dari wilayah daratan maupun wilayah laut. Melihat wilayah perbatasan suatu negara memiliki arti penting dalam kedaulatan suatu negara seperti kebijakan suatu pemerintah baik untuk kepentingan nasional maupun hubungan internasional. Dalam hal pengelolaan batas wilayah di Indonesia dapat dicontohkan pada perbatasan Papua New Guinea di provinsi papua. Kondisi wilayah perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea dibedakan dalam dua tipe yaitu perbatasan laut dan perbatasan darat. Melihat batas wilayah daratan antara Indonesia dengan Papua New Guinea didasarkan pada dasar hukum suatu perjanjian

Internasional yang dibuat pada tanggal 12 Februari 1973 Di Jakarta. Perjanjian ini dibuat oleh Indonesia dan Australia mengenai garis batas Indonesia dengan Papua New Guinea. Setalah ada perjanjian itu pemerintah Indonesia selanjutnya meratifikasi perjanjian tersebut dalam bentuk Undang-Undang Nomo 6 Tahun 1973 Tentang Perjanjian Antar Indonesia Dan Australia Mengenai Garis Batas Tertentu Antara Indonesia dan Papua New Guinea.

Setelah itu pemerintah Australia melakukan perjanjian bertindak atas nama sendiri dan atas nama pemerintah Papua New Guinea tentang peraturan-peraturan antara Indonesia dengan Papua New Guinea yang ditanda tangani di Port Moresby pada tanggal 13 November 1973 yang di sahkan dengan Kepres Nomor 27 tahun 1974, Kemudian diganti dengan persetujuan dasar antara pemerintah Indonesia dan Pemerintah Papua New Guinea tentang pengaturan-pengaturan perbatasan yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 17 Desember tahun 1979 dengan pemngesahan Kepres Nomor 6 tahun 1980, lalu diperbarui di Port Moresby pada tanggal 29 Oktober 1984 dan disahkan dengan Kepres nomor 66 tahun 1984. Perubahan terakhir kembali dilakukan di Port Moresby pada tanggal 11 April 1990 dan disahkan dengan Kepres Nomor 39 tahun 1990. Garis batas Indonesia dengan Papua New Guinea dengan menempatkan 52 pilar dari penempatan pilar pertama MM1-MM14A yang merupakan batas utama Meridian Monument. Selain ke14 pilar MM, pada tahun 1983-1991di tambah lagi pilar sesuai amanat pada pasal 9 perjanjian 1973 telah didirikan juga 38 pilar MM sehingga dapat dihitung telah berdiri 52 pilar MM disepanjang garis perbatasan.

Landasan hukum berikutnya dari kerjasama dari pengelolaan perbatasan antara Indonesia dengan Papua New Guinea adalah suatu perjanjian tentang prinsip saling menghormati dan

bekerjasama yang disebut dengan Trety Of Mutual Respect, Friendship, and Cooporation yang ditandatangani di Prot Merosby pada tanggal 27 Oktober 1986. Kemudian landasan hukum yang terakhir dalam perbatasan wilayah antara Indonesia dan Papua New Guinea adalah kesepakatan dasar peraturan perbatasan yang disebut Basic Agreement Between The Government Of The Republic Of Indonesia And The Government Of The Independent State Of Papua New Guinea On Border Arrangments yang ditandatangani pada tanggal 11 April 1990 yang kemudian diperbarui kembali pada tanggal 18 Maret 2003.

  • 2.2.2    Mekanisme Penyelesaian Batas Wilayah Antara Papua New Guinea Dengan Indonesia

Kebijakan negara berhubungan langsung dengan kedaulatan suatu negara yang dimana negara tersebut bebas melakukan kegiatan sesuai dengan kepentingan suatu negara, asal kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional.7 Meskipun suatu negara itu sudah dikatakan berdaulat, akan tetapi negara tersebut harus tunduk pada hukum internasional serta tidak boleh melanggar maupun merugikan kedaulatan negara lainya.8 Jika berbicara mengenai perbatasan maka kita tidak bisa terlepas dari namanya hukum internasional. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perbatasan yang antara negara satu dengan lainya pasti dan harus diselesaikan dengan hukum internasional.

Mekanisme penyelesaian sengketa batas wilayah Hukum Internasional di bagi menjadi dua yaitu secara damai dan jalur

kekerasan (perang). Dalam cara damai pada umumnya cara damai dibagi menjadi dua jalur :

  • 1.    Secara Damai

  • a.    Jalur Politik

Pada umumnya dimuklai dengan melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang bersengketa atau negaranya berbatasan dengan Negara lain untuk mendapatkan suatu kesepakatan. Negesiasi ini dapat dilakukan secara bilateral maupun multilateral, formal maupun informal. Selain menggunakan jalur negosiasi jalur jasa baik (good offices) yang melibatkan pihak ketiga untuk mengupayakan pertemuan pihak-pihak bersengketa untuk berunding menyelesaikan batas wilayah. Biasanya jasa baik diimbangi dengan mediasi supaya pihak ketiga dapat berperan aktif mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa.

  • b.    Jalur Hukum

Penyelesaian suatu sengketa batas wilayah biasanya melalui arbitrase yang menurut hukum Internasional adalah prosedur untuk penyelesaian sengketa antara Negara-negara dengan penghargaan yang mengikat berdasarkan hukum. Melalui lembaga ini prinsip sukarela mendasari penyelesaian sengketa batas wilayah. Selain menggunakan jalur arbitrase jalur hukum juga menggunakan lembaga pengadilan Internasional yang antara lain International Court Of Justice (ICJ), Permanent Court Of International Of Justice (PCIJ), International Tribunal For The Law Of The Sea.

  • 2.    Jalur Kekerasan

  • a.    Secara Retorsi

Rotasi merupakan tindakan tidak bersahabat dimana dilakukan oleh suatu Negara terhadap Negara lain yang telah lebih dahulu melakukan tindakan tidak bersahabat.

  • b.    Secara Reprisal

Reprisal merupakan upaya pemaksaan oleh suatu Negara terhadap Negara yang lain untuk menyelesaikan suatu sengketa yang timbul dikarenakan Negara yang dikenai reprisal terlebih dahulu melakukan tindkan yang illegal.

  • c.    Blokade Damai

Blokade damai merupakan suatu tindakan yang memaksa Negara memblokade Negara lain agar memenuhi permintaaan yang dimau oleh Negara yang memblokade. d. Embargo

Embargo merupakan larangan ekspor suatu barang ke negara yang dikenakan embargo.

  • e.    Perang

Perang dalam hal ini adalah cara terkahir yang dilakukan untuk menaklukan Negara lawan sehingga Negara yang menderita kekalahan memilih jalan alternative menerima syarat-syarat penyelesaian yang ditentukan oleh Negara pemennag perang.

Melihat dalam batas wilayah antara Papua New Guinea dengan Indonesia, perbatasan tersebut harus langsung memiliki otoritas yang tepat dan jelas. Esistensi otoritas pengelolaan garis batas yang terintegrasi menjadi solusi utama untuk mengurangi permasalahan yang muncul terkait batas wilayah. Dalam konteks perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea pastinya memiliki produk-produk hukum misalnya suatu perjanjian batas wilayah

yang telah disepakati oleh kedua elah pihak atau pemerintah dan itu merupakan dasar-dasar yuridis untuk pengelolaan batas-batas wilayah. Dalam mekanisme penyelesainyan batas wilayah Indonesia dengan Papua New Guinea mereka menggunakan jalur damai yang dimana pihak pemerintah Indonesia dan Papua New Guinea menandatangani perjanjian kesepakatan (MOU) mengenai batas-batas wilayah daratan yang dimulai dari perjanjian pada tanggal 12 Februari 1973 Di Jakarta yang selanjutnya di pemerintah Indonesia selanjutnya meratifikasi perjanjian tersebut dalam bentuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1973 Tentang Perjanjian Antar Indonesia Dan Australia Mengenai Garis Batas Tertentu Antara Indonesia dan Papua New Guinea. Dan terus berlanjut pada suatu perjanjian tentang prinsip saling menghormati dan bekerjasama yang disebut dengan Trety Of Mutual Respect, Friendship, and Cooporation yang ditandatangani di Prot Merosby pada tanggal 27 Oktober 1986. Dan terakhir perjanjian kesepakatan dasar peraturan perbatasan yang disebut Basic Agreement Between The Government Of The Republic Of Indonesia And The Government Of The Independent State Of Papua New Guinea On Border Arrangments yang ditandatangani pada tanggal 11 April 1990 yang kemudian diperbarui kembali pada tanggal 18 Maret 2003.

  • III.  PENUTUP

    • 3.1  Kesimpulan

  • 1.    Dasar hukum yang mendasari penetapan batas wilayah yang terjadi antara Papua New Guiea dengan Indonesia adalah perjanjian kesepakatan (MOU). Perjanjian kesepakatan (MOU) mengenai batas-batas wilayah daratan yang dimulai dari perjanjian pada tanggal 12 Februari 1973 Di Jakarta yang selanjutnya di pemerintah Indonesia selanjutnya meratifikasi

perjanjian tersebut dalam bentuk Undang-Undang Nomo 6 Tahun 1973 Tentang Perjanjian Antar Indonesia Dan Australia Mengenai Garis Batas Tertentu Antara Indonesia dan Papua New Guinea. Dan terus berlanjut pada suatu perjanjian tentang prinsip saling menghormati dan bekerjasama yang disebut dengan Trety Of Mutual Respect, Friendship, and Cooporation yang ditandatangani di Prot Merosby pada tanggal 27 Oktober 1986. Dan terakhir perjanjian kesepakatan dasar peraturan perbatasan yang disebut Basic Agreement Between The Government Of The Republic Of Indonesia And The Government Of The Independent State Of Papua New Guinea On Border Arrangments yang ditandatangani pada tanggal 11 April 1990 yang kemudian diperbarui kembali pada tanggal 18 Maret 2003.

  • 2.    Mekanisme dalam penyelesaian batas wilayah Papua New Guinea dengan Indonesia menerapkan jalur damai yang diaman kedua belah pihak melakukan negosiasi serta dilibatkan pihak ketiga untuk mediasi supaya mendapatkan kesepakatan antara kedua belah pihak yang dituangkan dalam sebuah perjanjian MOU tentang batas wilayah.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Untuk menjadikan batas-batas wilayah antara Indonesia dengan Papua New Guinea memiliki dasar hukum yang jelas sehingga perlu dibuat suatu produk hukum yang mengikat semua perjanjian-perjanjian MOU dalam suatu peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan kaedah-kaedah Hukum Internasional.

  • 2.    Jika kedepanya terjadi suatu sengkata batas wilayah, diharapkan kedua belah pihak lebih memilih jalur damai seperti ini agar tidak menimbulakan konflik.

Daftar Bacaan

Buku

Adji Samekto FX. 2009. Negara dalam Dimensi Hukum Internasional.

Bandung: Citra Aditya Bhakti.

Arifin Saru, 2014, Hukum Perbatasan Darat Antarnegara, Sinar Grafika, Jakarta

Mauna Boer, 2000, pengertian, penerapan dan fungsi dalam era dinamika global edisi ke 2, Bandung.

May Rudy T, 2006, Hukum Internasional 1, PT Refika Aditama, Bandung.

Soekanto Soejono dan Sri mahmudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Ke-8, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sugeng Istanto F, 1998, Hukum Internasional, (Univesitas Atma Jaya Yogyakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republic Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1973 Tentang Perjanjian Antar Indonesia Dan Australia Mengenai Garis Batas Tertentu Antara Indonesia dan Papua New Guinea.

Jurnal Ilmiah

Hanita Mergaretha. 2014. Strategi Pertahanan di Wilayah Perbatasan, Studi di Tiga Wilayah Perbatasan: Papua, Timor dan Kalimantan, URL :  hukum.studentjournal.ub.ac.id

Diakses tanggal 26 Januari 2019