PERANAN UNITED NATIONS INTERNATIONAL CHILDREN’S EMERGENCY FUND (UNICEF) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK-ANAK YANG DIANGGAP PENYIHIR DI NIGERIA*

Oleh:

Putu Saskia Reiskana**

I Gde Putra Ariana***

Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

Many children in Nigeria are neglected and discriminated from their community and their family because they are considered dangerous witches and harm many people. So that children who are victims in Nigeria are negatively affected by this discrimination act. Actually UNICEF has been trying to protect all childrens in Nigeria. However, it seems that there are still parties who commit acts of discrimination and violate regulations that have been made regarding childs protection. This paper aim to analyze the roles of UNICEF in providing protection for children who are considered witches in Nigeria.

Keywords: UNICEF, Protection, Discrimination, Childrens, Witches

ABSTRAK

Banyak anak-anak di Nigeria yang ditelantarkan dan mengalami tindakan diskriminasi dari masyarakat dan keluarga karena dianggap sebagai penyihir yang berbahaya dan merugikan banyak orang. Sehingga anak-anak yang menjadi korban di Nigeria terkena dampak negatif dari tindak diskriminasi tersebut. Sebenarnya UNICEF telah berupaya untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak di Nigeria. Namun, tampaknya masih saja ada pihak-pihak yang melakukan tindak diskriminasi dan melanggar peraturan yang telah dibuat tentang perlindungan anak. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa peranan UNICEF dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang dianggap penyihir di Nigeria.

Kata Kunci: UNICEF, Perlindungan, Diskriminasi, Anak-anak, Penyihir

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) adalah organisasi internasional yang dibentuk oleh PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa). UNICEF didirikan pada tanggal 11 Desember 1946 dan memiliki fungsi sebagai organisasi yang menyalurkan bnatuan kemanusiaan khususnya kepada anak-anak.1Perserikatan Bangsa-Bangsa telah didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945, jumlah anggotanya adalah 193 negara di seluruh dunia, tujuannya untuk mempertahankan perdamaiaan dan juga keamanan di dunia,memajukan dan mendornog ikatan persaudaran antar bangsa melalui penghorrmatan hak asasi manusia, menjalani kerjasama internasional yaitu didalam pembangunannya bidang-bidang economy, social & budaya, dan lingkungannya, telah mnjadi terpusat penyelarasannya semua macam perbuatan bersama-bersama terhadap negara yang membahayakaan perdamaiannya di dunia, memberikan pertolongan kemanusian jika terjadinya kelapaaran, peristiwa bencana alam, dan juga conflict bersenjata. 2 Lembaga-lembaga lainya yang berada di bawah naungan PBB adalah UNESCO (United Nation Educationals, Scientifics and Cultural Organizations) yaitu Organisasi Pendidikan, Keilmuan & Kebudayaan PBB, WHO (World Healthy Organizationz). UNICEF sendiri memiliki misi yang diberikan olehh Majelis Umum PBB untk advokasi perlindungnan hakhak anak-anak, untuk turut memberikan keperluan terdasar merreka, memperluas peluang anak untk menggapai potention

anak, UNICEF diarahkan Knvensi Hak-hak anak dan berusaha untuk menetapkan hak-hak anak sebagai prinsipal etikaa yang abadi lalu standard prilaku international trhadap anak, UNICEF bersikeras kalua kelangsunan hidup, perlindungannya dan pengembangannya anak-anak adalah pembangunan untk kemajuan manusia.3

Di dunia ini, berbagai macam kasus pelanggaran hak terhadap anak-anak sudah banyak terjadi di seluruh bagian dunia. Salah satu kasus pelanggaran hak yang terjadi adalah perlakuan diskriminasi terhadap anak-anak yang dianggap penyihir di Nigeria. Di Nigeria anak-anak yang tidak berdosa, disiksa, ditinggalkan dan dibunuh oleh orng tua, keluarga dan anggota masyaraka mereka sendiri, anak-anak yang dituduh sebagai penyihir menerima kekerasan fisik dan psikologi, pertama-tama dilakukan oleh anggota keluarga mereka lalu di lingkaran pertemanan mereka, kemudian oleh para pastor di gereja ataupun para dukun. Praktek-praktek ini menstigmatisasi dan mempromosikan kekerasan terhadap anak-anak, sehingga melanggar hak-hak dasar anak sebagaimana tercantum dalam Konvension Hak anak Perserikatan Bangsa-bangsa (diadopsikan Majelis Umum tnggal 20 November 1989). Ini termasuk, hak anak yang melekat pada kehidupan (Pasal 6, Paragraf 1), perlindungan terhadap semua bentuk diskriminasi terhadap anak (Pasal 2, Ayat 2), dan perlindungan dan perawatan semacam itu yang diperlukan untuk kesejahteraannya (Pasal 3, Ayat 2), dan lain-lain.4

Pada tahun 2003 UNICEF bekerja sama dengan para sekelompok relawan dalam pembentukan Pusat Jaringan Hak Asasi Manusia dan Rehabilitasi atau Child Rights And Rehabilitations Network (CRARN) untuk melindungi beberapa anak yang dituduh memiliki kekuatan sihir sebagai bagian dari perburuan luas di komunitas mereka, yang menyebabkan ratusan orang tewas.

  • 1.2    Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah untuk dapat mengetahui dan memahami peranan UNICEF dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang dianggap penyihir di Nigeria.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan secara normatif. Penelitian hukum normatif adlah penelitian hokum yang meletakan hokum sebagai sebvah bangunan sistem norma. Sistem norme yang dimaksud adalah yaitu mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, merupakan putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin. Dengan menggunakan pendekatan kasus yaitu (the case approasch), pendekatan perundang-undangan (the statute approacsh), pendekatan fakta (the fact apprsoach), pendekatan analisis konsep hukum (analyticals and conceptuals approach), pendekatan frasa (words and phrases approach), pendekatan sejarah (historicals approach), dan pendekatan perbandingan (comparatisve approacsh). 5

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Perlindungan

Terhadap Anak-anak

Perlindungan anak bersifat mlengkapi hak-hak lainnya yaitu untuk menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang mereka butuhkan agar supaya mereka dapat bertahan hidup, berkembang dan tumbuh. Kekerasan terhadap anak memiliki dampak yg mendalam pada kesehatan emosional, perilaku dan fisik dan sosial pembangunan sepanjang hidup.6

Konvensi Hak Anak (Conventions on The Rights of The Child) telah disahkan oleh dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989, dan mmempunyai kekuatan memaksa (enteredz in force) pada tanggal 2 September 1990. Konvension nhak anak ini merupakan instrumental yang merumuskan yaitu prinsip-prinsip yang universal dan norma hukum mengenai kedudukkan anak. Oleh karena itu, konvensi hak anak ini merupakan perjanjijan internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukkan hak-sipil, hak-politik, hak-ekonomi dan hak-budaya.7

Sejarah penetapan hak-hak anak dimulai sejak tahun 1923 yakni dengan dibuatnya 10 Pernyataan Hak-hak Anak (Declarationt of The Rightts of The Children) oleh seorang tokoh perempuan yang bernama Egnla ntyne Jebb. 8 Rancangan deklarasi hak anak ini kemudian diadopsi oleh lembaga Saving the Children Fund Internasional Unions. Rancangan deklarasi hak anak yang dibuat oleh Egnlantyne Jebb pada tahun 1924 kemudian diadopsi secara

internasional oleh Liga BangsaBangsa (LBB) dalam Deklarasi Jenewa tentang Hak Asasi Anak, dan pada tahun 1946 Perserikatan Bangsa--Bangsa membentuk United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) untuk memberikan bantuan darurat kepada anak-anak di Eropa sesudah perang dunia ke dua.9

Terhadap latar belakang ini, UNICEF mengajukan rancangan Undang-undang Hak Anak ditujukan untuk memberlakukan Undang-undang di Nigeria prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Konvension Hak Anak dan Piagam Afrika tentang Hak dan Kesejahteraan Anak-anak disiapkan di awal tahun 1990. RUU yang diajukan oleh UNICEF itu disahkan menjadi UU oleh Majelis Nasional pada Juli 2003. Hal ini distujui oleh Presiden Republik Federal Nigeria, Chief Olusegun Obasanjo pada September 2003, dan diumumkan sebagai Undang Hak Anak tahun 2003 (Child’s Rights Act 2003).10

Perlindungan terhadap semua bentuk diskriminasi atau hukuman berdasarkan keyakinan kedua orang tua anak yang terletak pada Pasal 2 dalam Konvensi Hak-hak Anak, yaitu “Negara-negara Pihak harus menghormati dan menjamin hak-hak yang dinyatakan dalam Konvension ini. Negara-negara Pihak yang harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjaminkan bahwa anak dilindunginya dari semua bentuk dari diskriminasi atau hukuman atas dasar status, dan aktivitas, pendapat yang diutarakan sekali atau kepercayaan dari orang tua anak, wali hukum anak atau anggota keluarga dari anak.”, lalu perlindungan dan perawatan yang diperlukan untuk kesejahteraannya pada Pasal 3, yaitu “Negara-negara Pihak berusaha menjamin perlindungan

dan perawatan anak-anak. Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa berbagai lembaga, pelayanan, dan fasilitas yang bertanggung jawab atas perawatan dan perlindungan tentang anak.”, lalu hak yang melekatkan pada kehidupan (dalam Pasal 6, yaitu “Negara-negara Pihak mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai hak yang melekat atas kehidupan. Dan Negara-negara Pihak harus menjamin sampai pada jangkauan semaksimum mungkin ketahanan dan perkembangan dari anak.”, dan lain-lain.11

  • 2.2.2     Peran UNICEF dalam Kasus Diskriminasi Anak-anak

    yang Dituduh Penyihir di Nigeria

Sebagai salah satu dari organisasi kemanusiaan yang berada dibawah naungan PBB yang peduli terhadap masalah anak-anak, UNICEF menjalankan fungsi-fungsi sebagai berikut:

  • a)    Memberi arahan dan juga alternatif pemecahan bagi negara-negara yang menghadapi masalah yaitu tentang anak-anak.

  • b)    Memberi advice dan bantuan bagi rencana dan penerapan usaha-usahaa kesejahteraan anak.

  • a)    Mendukung latihan-latihan bagi para pekerja sosial UNICEF di seluruh negara.

  • b)    Mengkordinasi proyek-proyek bantuannya dalam skala lebih kecil untuk melakukan metode yang sangat baik.

  • c)    Mengorganisasikanya proyek-proyek maju yang lebih luas.

  • d)    Bekerjasama dengan para partners internasional teruntuk memberi bantuan bagi negara yang membutuhkan.

Pada awal abad ke-20, ilmu sihir telah diklasifikasikan sebagai bagian integral dari mentalitas primitif atau pra-logis. Gagasan Prancis tentang sorcellerie, dalam bahasa Inggris disebut witchcraft dan dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu sihir,

diperkenalkan ke Afrika oleh penjelajah, penjajah dan misionaris Eropa pertama. Gagasan tentang ilmu sihir mencakup banyak istilah dalam bahasa lokal yang mengacu pada berbagai fenomena yang sangat bergantung pada konteks mereka.12

Namun demikian, terminologi etnosentris ini sekarang telah diintegrasikan ke dalam bahasa-bahasa Afrika dan digunakannya kedalam bahasa seharihari untuk merujukan pada kekuatan gaib atau mistis. Terminologi etnosentris adalah sebuaah perseptif yang dimilikinya masing-masing individual yang menganggap bahwa kebudayaan yang dipunyai lebih baik dari kebudayaan lainnya. Sejumlah penulis menganggap bahwa pengertian sorcellerie, dan juga pengetahuan sihir harus ditinggalkan sebagai konsep kerja dalam antropologi. 13 Namun, karena kurangnya alternatif yang lebih baik, istilah ini terus digunakan oleh para periset di berbagai bidang dengan makna yang bervariasi.Cyprien C. Fisiy dan Peter Geschiere telah mengusulkan sebuah ungkapan yang mereka anggap lebih luas dan lebih netral yaitu kekuatan okultism. Okultism adalah kepercayaan trhadap hal-hal supernatural yang sesungguhnya tidak memiliki penjelasan yang rasional karena merupakan pengetahuan yang bersifat netral.14

Ilmu sihir mengacu pada hal yang diwariskan dan bawaan, terletak di dalam diri orang-orang yang disebut penyihir. Dikatakan bahwa penyihir beroperasi pada malam hari, tak terlihat dan berubah, bermetamorfosis dari lapisan fisiknya, untuk menyakiti

korban dengan melahap hakikat hidupnya. Seorang penyihir adalah seseorang yang diakui secara sosial, beroperasi di siang hari dan dapat menyakiti orang lain dengan menggunakan zat tumbuhan dan ritual yang terkait dengan kejahatan. Penyihir selalu bertindak secara sadar, dan meskipun pengetahuannya tidak dari bawaan dan dapat dipraktekkan oleh siapa saja, namun penyerang bisa dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perbedaan ini menjadi praktik standar bagi banyak antropolog yang bekerja dalam pendekatan fungsionalis, dan yang tertarik dengan sihir Afrika di tahun 1950an dan 1960an.15

Sebelum peristiwa tuduhan penyihir terjadi, ilmu sihir itu dianggap tabu. Tidak ada yang mau mendengar pembicaraan tentang penyihir. Dan kemudian ada beberapa orang yang sudah mengalami sendiri ilmu sihir, jadi begitu berbicara tentang sihir, segera ada reaksi keras dalam hal tersebut. Namun sekarang, ini sudah menjadi hal biasa, orang-orang membicarakannya sepanjang waktu. Rujukan rutin dan konstan sehari-hari tentang sihir adalah bagian dari akal sehat dan sebagai perilaku alami.16

Di Nigeria dan di tempat lain di Afrika, dipercaya bahwa dunia ini terdapat hal-hal yang berhubungan dengan alam luar. Dunia tak kasatmata terdiri dari roh air, penyihir, setengah macan tutul, dan lain-lain. Semua karakter dari yang tak terlihat ini terus-menerus melakukan intervensi di dunia nyata, menghantui pikiran populasi, dan merupakan bahaya nyata bagi mereka, yaitu malapetaka, penyakit atau kematian. Dalam percakapan sehari-hari, mereka tidak hanya memberikan penjelasan tentang kemalangan tetapi

juga untuk kesuksesan dan kekayaan. Mereka adalah sumber bagi orang miskin dan politisi, senjata mistik sekarang tersedia untuk semua orang.17

Anak-anak yang rentan dituduh melakukan tindakan sihir dapat dibagi menjadi tiga kategori. Kategori pertama, yang mencakup ribuan anak-anak, mengacu pada fenomena urban “penyihir anak”. Anak-anak ini biasanya anak yatim piatu yang telah kehilangan satu atau kedua orang tua alami, anak-anak dengan cacat fisik (atau kelainan fisik, termasuk kepala besar, perut bengkak, mata merah, dan lain-lain) mereka yang menderita penyakit fisik (epilepsi, tuberkulosis, dan lain-lain) atau kecacatan (autisme, down syndrome, berbicara gagap, dan lain-lain), atau terutama anak-anak berbakat seperti yang dapat melihat hal-hal tak kasat mata atau indigo. Anak-anak menunjukkan perilaku yang tidak biasa, misalnya anak-anak yang keras kepala, agresif, bijaksana, menarik diri atau malas, juga membentuk kategori ini.18

Kategori kedua mencakup anak-anak yang kelahirannya dianggap tidak normal, seperti anak kelahiran buruk, anak-anak yang lahir prematur, atau yang kelahiran ada dalam berbagai posisi seperti sungsang, atau pada posterior posisi wajah saat melahirkan. Juga termasuk kelahiran anak kembar, yang terkadang dikaitkan dengan okultisme, kelahiran mereka melambangkan kejahatan atau kemarahan para dewa.19

Kategori ketiga dan terakhir menyangkut anak-anak dengan albinisme yang terbunuh karena kekuatan sihir yang diduga ada di bagian tubuh mereka, termasuk organ tubuh, rambut, kulit dan anggota badan mereka. Infantisida adalah istilah hukum yang merujuk pada pembunuhan anak, terutama bayi baru lahir, dan pelaku tindakan semacam itu. Laporan ini telah menunjukkan bagaimana praktik yang berkaitan dengan anak-anak yang terlahir dengan buruk dan kelahiran anak kembar sangat rentan terhadap pembunuhan bayi.20

Anak-anak yang dituduh melakukan sihir ditinggalkan oleh keluarga mereka atau dipaksa untuk melarikan diri, mengikuti kekerasan dan pelecehan di rumah keluarga. Banyak yang telah disiksa dan dibunuh, yang lainnya mengalami pelecehan yang tidak manusiawi. Mereka menderita pemukulan berat, luka bakar akibat kebakaran, disiram air mendidih atau asam, keracunan, usaha untuk mengubur mereka hidup-hidup, ditinggalkan, diperkosa dan diperdagangkan.21 Mereka ditolak untuk memiliki akses terhadap perawatan kesehatan dan vaksinasi. Dan mereka disalahkan saat mereka sakit dan penyakit mereka menyebar ke anggota keluarga dan komunitas lainnya. Kekerasan itu sangatlah dekat dengan kehidupan para anak, pengalaman dari anak-anak berhadapan dengan kekerasan sangatlah beraneka ragamnya baik yang dari segi bentuk-bentuk dari kekerasan yang dialaminya, pelaku kekerasan tsb, tempat kejadian itu, dan sebab-sebab terjadinya kekerasan. Orang tua sampai dgn memarahi anaknya hingga sampai memukul

dengan sabuk, juga sapu dan benda-benda tumpul lainnya. Tindak kekerasan ini disebut hiddens crimes (kejahatan yang sangat tersembunyi), disebut demikian karena baik pelaku maupun korban berusaha untuk merahasiakanya perbuatan tersebut dari pandanganya publik, kadang juga disebut domestic violence (kekerasan domestik).22

Baik anak perempuan maupun anak laki-laki mengalami kekerasan seksual. Kekerasan dalam seksualitas berbasiz gender sering digunakan yaitu sebagai alat perang yaitu anak-anak dan wanita sebagai sasaran. Walaupun negara memegangnya tanggung jawab utama untuk melindungi warganya dari kekerasan seksual, seringkali terjadi pada kasus-kasus dalam keadaan darurat yang seperti perang, suatu negara tidak cukup sumber daya untuk menegakkan hukum. Bahkan dalam beberapa kasus, aparat negara juga ikut terlibat dalam kekerasan seksual tersebut. Banyak dari mereka, yang berusia sekitar 8 tahun, telah menjadi korban pemerkosaan berulang kali dilakukan oleh aparat keamanan.23 Hal ini melanggar ketentuan Childs Rights Act 2003 pada pasal 32 yaitu, “Seseorang yang melakukan pelecehan seksual atau mengeksploitasi anak secara seksual dengan cara apa pun melakukan pelanggaran dan bertanggung jawab atas hukuman penjara untuk jangka waktu empat belas tahun”.24

Anak-anak dengan demikian hidup dalam penderitaan, rasa malu dan ketidakmampuan untuk menggambarkan kekerasan

seksual. Selain itu, pelecehan seksual dilakukan tanpa perlindungan, yang meningkatkan risiko penyakit menular seksual, seperti HIV / AIDS. Anak-anak hidup dalam ketakutan akan pasukan keamanan yang sama yang seharusnya melindungi mereka. Laporan Human Rights Watch juga menjelaskan bagaimana anak jalanan direkrut oleh petugas polisi yang sama untuk mencuri dan menjarah. Emmanuel, berusia 14, menceritakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh tentara, ia dilecehkan oleh tentara setiap saat, mereka datang di malam hari, kapanpun setelah pukul 22:00 lalu memukul atau menendang, mereka secara berkala meminta uang atau barang yang bisa mereka jual, seperti telepon genggam. Bahkan jika telah bekerja seharian dengan Rp. 3.000, mereka masih merampasnya dari anak-anak tersebut.25

UNICEF mengajukan rancangan Undang-undang Hak Anak yang akhirnya disahkan menjadi Undang-undang Hak Anak tahun 2003 (Child’s Rights Act 2003) oleh Majelis Nasional pada Juli 2003. UNICEF telah menjalin kemitraan sektor swasta dengan Zenith Bank, salah satu lembaga keuangan terkemuka di Nigeria, menghasilkan sumbangan sebesar $ 85.000 atau Rp 1.275.000.000 untuk membangun fasilitas CRARN. Bila fasilitas selesai, anak-anak akan memiliki akomodasi dan ruang yang layak untuk konsultasi, rekreasi dan studi.26

UNICEF telah membantu berbagai organisasi non-pemerintah, serta terlibat dalam pembangunan CRARN tersebut, untuk memberikan

rehabilitasi, perawatan dan perlindungan yang efektif bagi anak-anak yang ditolak yang dituduh melakukan sihir.

III KESIMPULAN

Berdasarkan dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya oleh penulis . Maka dapat ditarik suatu kesimpulannya bahwa :

  • 3.1    Pengaturan Hukum Internasional mengenai perlindungan anak-anak di Nigeria belum memadai, kareana walaupun telah terbentuk Undang-undang Hak Anak Tahun 2003 yang mengadopsi hak-hak Konvensi tentang Hak Anak (CRC) dan Piagam Afrika ke dalam hukum nasional, tindak diskriminasi terhadap anak-anak tetap terjadi.

  • 3.2    Peran UNICEF dalam kasus diskriminasi anak-anak yang dituduh penyihir di Nigeria adalah UNICEF mengajukan rancangan undang-undang yang disahkan menjadi Undang-undang oleh Majelis Nasional pada Juli 2003 dan disetujui oleh Presiden Republik Federal Nigeria, Chief Olusegun Obasanjo pada September 2003, lalu diumumkan sebagai Undang-undang Hak Anak tahun 2003 (Child’s Rights Act 2003). Peranan UNICEF lainnya dalam tujuan melindungi dan melestarikan anak-anak terlantar di Nigeria adalah UNICEF bersama Zenith Bank membangun fasilitas CRARN (Pusat Jaringan Hak Asasi Manusia dan Rehabilitasi atau Child Rights And Rehabilitations Network). Yang mana sampai saat ini CRARN terus beroperasi dan merawat anak-anak yang ditelantarkan akibat tuduhan penyihir.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Diah Mutiara Kartika, 2015, Peran UNICEF dalam Melindungi Kekerasan Anak di Tanzania (2011-2014).

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Remaja Aulia, 2002, Aku Anak Dunia: Bacaan Hak-hak Anak bagi Anak, Yayasan Aulia, Jakarta.

Soeroso, 2010, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis Viktimologis, Sinar Grafika, Jakarta

Supriady W. Eddyono, 2005, Pengantar Konvensi Hak Anak, lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta.

Internet

Multazam, 2013, “Sejarah Berdirinya UNICEF”, URL: http://www.tendasejarah.com /2013/03/sejarah-panjang-berdirinya-unicef.html, diakses tanggal 10 April 2018

Mokhammad Zakky, “Tujuan PBB Didirikan dan Asas PBB (Perserikatan            Bangsa-Bangsa)”,            URL:

https://www.infoakurat.com/2018/01/tujuan-pbb.html, diakses tanggal 10 April 2018

UNICEF, 2015, “The UNICEF Vision and Mission for Children”, URL: https://www.unicef.org/publicpartnerships/files/UNICEF_M ission(1).pdf, diakses tanggal 11 April 2018

Aleksandra Cimpric, “Children Accused of Witchcraft”, URL: https://www.unicef.org/wcaro/wcaro_children-accused-of-witchcraft-in-Africa.pdf, diakses pada tanggal 10 Juli 2018

UNICEF,             “The             Child             Rights”,

https://www.unicef.org/wcaro/WCARO_Nigeria_ Factsheets_CRA.pdf, diakses tanggal 9 Juli 2018

Konvensi            Hak            Anak,            URL:

https://alghif.files.wordpress.com/2010/05/7_konvensi-hak-anak.pdf, diakses tanggal 10 Juli 2018

UNICEF, “UNICEF Personnel in Emergency and High-Risk Environments”,

http://www.unicefinemergencies.com/downloads/eresource /docs/3.3%20Human%20Resources/PreDeplymentGuide_21 %20Nov%202017.pdf, diakses tanggal 22 September 2018

Instrumen Hukum Internasional

Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Rights of The Child)

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Hak Anak 2003

Undang-undang KUHP Bab 77 Hukum Federasi Nigeria 1990

16