PELANGGARAN IZIN OPERASIONAL JAM KERJA TOKO SWALAYAN DI KABUPATEN BADUNG

Oleh:

A.A Bagus Raga Prayudha

Made Gde Subha Karma Resen

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Toko Swalayan adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermart ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan”, dalam menjalankan operasional usahanya toko-toko swalayan tersebut memerlukan izin yang diperoleh melalui mekanisme pengajuan izin ke instansi yang berwenang. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu bagaimana pengaturan dan pelanggaran izin operasional jam kerja pada Pasal 8 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2017 di Kabupaten Badung dan faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan izin operasional jam kerja toko swalayan di Kabupaten Badung.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang menjelaskan fenomena hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan pelaksanaannya di lapangan (kesenjangan antara das Sollen dan das Sein atau antara the ought dan the is atau antara yang seharusnya dengan senyatanya di lapangan). Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Fakta dan Pendekatan kasus.

Pengaturan izin operasional jam kerja toko swalayan di Kabupaten Badung diatur di dalam ketentuan Pasal 8 ayat (4) Perda No. 3 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai jam kerja dan izin beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati. Adapun faktor penghambat pelaksanaan izin operasional jam kerja terhadap pelanggaran toko swalayan di Kabupaten Badung adalah faktor penegak hukum yaitu kurangnya kordinasi antara dinas terkait yang menangani permasalahan operasional jam kerja toko swalayan dan kurang tegas dalam menindak suatu pelanggaran toko swalayan yang buka 24 jam.

Kata Kunci: Pelanggaran, Izin Operasional Jam Kerja, Toko Swalayan.

Abstract

Supermarket is a kind of shops which has system independently, selling various items in retail that has formed Minimarkets, Supermarkets, Department Stores, Hypermarts or distributor, to operate their business operational, supermarkets require license which has obtained through a mechanism license to authorized agency. The problems that will be discussed in this thesis is about arrangements and violations operational license of working hours in Article 8 of Badung Regency Regional Regulation Number 3 of 2017 in Badung Regency and the factors which influence the implementation operational license of working hours in Badung Regency.

The research method which used in this essay is an Empirical Legal research method. Empirical legal research is a kind of research methods which explains about legal phenomena that concerns with discrepancy between the rules and its real implementation (discrepancy between das Sollen and das Sein or between the ought and the is or between the proper one and the real one). This study used The Statute Approach, The Fact Approach and The Case Approach.

The arrangement of operational license for supermarkets working hours in Badung Regency is regulated in the provisions of Article 8 paragraph (4) of Perda No. 3 of 2017 which states that provisions regarding working hours and operational license as referred to paragraph (2) and paragraph (3) are regulated in Regents Regulation. There is inhibition factors of implementation operational license on working hours which concerned supermarket violation in Badung Regency are law enforcement factor, such as lack of coordination between related agencies that handle working hour operational problems of supermarkets and less of strict in cracking down on a violation of a supermarket which is opened 24 hours. Keywords: Violations, Working Hours Operational License, Supermarkets.

PENDAHULUAN

  • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Toko Swalayan adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermart ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan sebagaimana termaktub di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan (selanjutnya disebut Perda No. 3 Tahun 2017) pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 10.

Sama seperti halnya yang di atur dalam Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional serta Toko Modern (selanjutnya disebut Perpres No. 122 Tahun 2007) yang ditegaskan dalam Bab I pada Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa toko modern adalah toko dengan system pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermart, ataupun Grosiran dalam bentuk Perkulakan. Salah satu contoh Minimarket yang sedang ramai jumlahnya di wilayah Kabupaten Badung seperti Alfamart, Indomaret, dan Circkle K. Saat ini jumlah toko swalayan yang ada di wilayah Kabupaten Badung sudah sangat banyak dan di khawatirkan akan menjadi bom waktu bagi usaha kecil (warung) ataupun pasar-pasar tradisional yang ada.

Pada hakekatnya permohonan izin mendirikan usaha ini tidak hanya bagi perusahaan yang melakukan perdagangan lintas batas dan usaha yang berskala besar, tetapi juga bagi perusahaan regional dan berskala kecil. Pengurusan berbagai surat izin usaha dapat dilakukan dikantor dinas perindustrian setiap daerah

Kabupaten/Kota.1 Pemberian izin akan sesuai dengan kebutuhan dari pihak yang memerlukan izin tersebut seperti dalam Perda No. 3 Tahun 2017 pada Pasal 2 yaitu Pendirian Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan wajib berpedoman pada:

  • a.    Rencana tata ruang wilayah Daerah;

  • b.    Rencana detil tata ruang wilayah Daerah; dan

  • c.    Peraturan zonasi.

Pemerintah Kabupaten Badung sudah memberikan kebijakan yang sangat mendukung usaha atau perekonomian masyarakat, masih saja banyak masyarakat yang tidak taat pada aturan yang telah dibuat dan diterapkan tersebut. Berdasarkan hasil data yang di muat dalam surat kabar PosBali tanggal 17 Juli 2017, Ranperda Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan yang telah ditetapkan menjadi Perda, wilayah Kabupaten Badung mendapat kuota jumlah toko modern, yakni 1.760 unit (toko). Pembatasan jumlah tersebut berlaku untuk toko modern berjaringan nasional.

Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan Badung, Bapak I Ketut Karpiana mengatakan saat ini jumlah toko modern atau swalayan melebihi dari kuota yang telah ditetapkan. Namun demikian, jumlah yang berizin tak melebihi kuota yang ditetapkan. Jumlah toko yang tidak berizin cukup banyak, sedangkan lebih dari 600-an toko memiliki izin untuk buka 24 jam. Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan Badung terus akan melakukan pembinaan terhadap toko yang tak berizin dengan memberikan teguran, jika teguran tersebut tidak di indahkan pihaknya akan melaporkan hal tersebut kepada Satuan Polisi Pamong Praja (selanjutnya disebut

Satpol PP). Pemerintah melakukan kajian bersama pihak ahli untuk menentukan jarak dan kuota toko modern di Kabupaten Badung atas 1.760 toko swalayan. Dengan rician, 400 di Kecamatan Kuta Selatan, 389 Kuta, 408 Kuta Utara, 264Mengwi, 222 Abiansemal, dan 77 toko modern di Kecamatan Petang.

Keberadaan toko-toko modern maupun swalayan yang ada di wilayah Kabupaten Badung berdasarkan hasil data surat kabar/koran tidak memiliki izin untuk beroperasi atau membuka tokonya dalam waktu 24 jam/ satu hari penuh. Agus Aryawan selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Badung, membenarkan belum ada pengusaha yang mengajukan izin operasional 24 jam.2

Pada hakikatnya orang menjalankan kegiatan usaha adalah untuk memperoleh keuntungan dan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan primer, sekunder, maupun kebutuhan tersier. Atas dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup itulah yang mendorong banyak orang menjalankan kegiatan usaha, baik kegiatan usaha yang sejenis maupun kegiatan usaha yang berbeda. Keadaan yang demikian itulah yang sesungguhnya yang menimbulkan atau melahirkan persaingan usaha diantara para pelaku usaha. Oleh karena itulah, persaingan dalam dunia usaha merupakan hal yang biasa terjadi. Bahkan dapat dikatakan persaingan dalam dunia usaha itu merupakan conditio sine qua non atau persyaratan mutonglak bagi terselenggaranya ekonomi pasar. Walaupun diakui bahwa

adakalanya persaingan usaha itu sehat (fair competition), dan dapat juga tidak sehat (unfire competition).3

Masuknya investasi untuk berinvestasi di sektor pasar modern, menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah.4 Melihat permasalahan yang kerap terjadi di wilayah Kabupaten Badung dengan jumlah toko modern yang sangat banyak tersebar di tiga wilayah Kabupaten Badung. Masyarakat masih secara bebas maupun tanpa izin membuka tokonya selama 24 jam. Sehingga dari hal tersebut menarik untuk melakukan penelitian mengenai pelanggaran izin operasional jam kerja toko swalayan di Kabupaten Badung.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana Pengaturan dan Pelanggaran Izin Operasional

Jam Kerja pada Pasal 8 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2017 di Kabupaten Badung?

  • 2.    Faktor Apakah yang Mempengaruhi Pelaksanaan Izin Operasional Jam Kerja Toko Swalayan di Kabupaten Badung?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini memiliki tujuan agar para pembaca dapat mengetahui mengenai bagaimana pelanggaran izin operasional jam kerja toko swalayan di Kabupaten Badung.

  • I.   ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Penulisan makalah ini menggunakan metode penelitian hukum empiris, yang menjelaskan fenomena hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan aparatur pemerintah (kesenjangan antara das Sollen dan das Sein atau antara the ought dan the is atau antara yang seharusnya dengan senyatanya di lapangan).5 Penulisan ini meneliti mengenai pelanggaran izin operasional jam kerja toko swalayan di Kabupaten Badung.

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1.    Pengaturan dan Pelanggaran Izin Operasional Jam Kerja pada Pasal 8 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2017 di Kabupaten Badung

Negara Indonesia adalah negara yang menganut bentuk negara kesatuan (unitary). Hal ini akan berbeda ketika kita lihat dalam sistem pemerintahan daerah dalam negara Indonesia yang telah mengadopsi prinsip-prinsip federalisme seperti otonomi daerah. Ada sebuah kolaborasi yang unik berkaitan dengan prinsip kenegaraan di Indonesia, hal ini dapat dilihat utamanya pasca reformasi.6

Dalam sistem pemerintahan daerah, pada prinsipnya terhadap kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan yang selama ini tersentralisasi ditangan pemerintahan pusat. Dalam proses desentralisasi itu, kekuasaan pemerintahan pusat dialihkan dari tingkat pusat ke pemerintahan daerah sebagaimana mestinya sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke dareah kabupaten dan kota

diseluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus kekuasaan pemerintahan bergerak dari daerah ke tingkat pusat, maka diidealkan bahwa sejak diterapkan kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak sebaliknya yaitu dari pusat ke daerah. Sehingga dimungkinkan oleh pemerintahan daerah untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain dalam rangka melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 7

Salah satu bentuk pelaksanaan kewenangan pemerintahan di daerah, pada pemerintahan daerah Kabupaten Badung yaitu terkait dengan pemberian izin terhadap toko swalayan. Sebagaimana diketahui bahwa pendirian toko swalayan wajib mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan. Jumlah dan jarak toko swalayan wajib mempertimbangkan antara lain yaitu tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduk, potensi ekonomi, aksesibilitas wilayah termasuk arus lalu lintas, dukungan keamanan dan ketersediaan infrastruktur, perkembangan pemukiman baru, pola kehidupan masyarakat, jam kerja yang sinergi dan tidak mematikan usaha toko eceran tradisional di sekitarnya.8

Pemberian izin terhadap toko swalayan secara peraturan perundang-undangan dapat dilihat berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56/M-DAG/PER/9/2014 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70-M-Dag/Per/12/2013 Tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern (selanjutnya disebut Permendag Toko Swalayan) pada

pasal perubahan yaitu sebagaimana pada Pasal II ditegaskan bahwa dengan berlakunya peraturan menteri ini maka istilah pasar tradisional dibaca menjadi pasar rakyat dan istilah toko modern dibaca menjadi toko swalayan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 Tahun 2014. Selanjutnya terhadap ketentuan pendirian sebagaimana ditegaskan pada ketentuan Pasal 2 Permendag Toko Swalayan bahwa toko swalayan wajib berpedoman pada rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang wilayah kabupaten, termasuk peraturan zonasi. Hal itu dimaksudkan untuk mempertimbangkan pemanfaatan ruang dalam rangka menjaga keseimbangan antara jumlah pasar rakyat dengan toko swalayan.

Perizinan sebagai sarana pengendali dan pemanfaatan potensi daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah pada era otonomi daerah dapat dikembangkan dengan leluasa dan seoptimal mungkin dengan tetap mengedepankan unsur proporsional yang didasarkan pada situasi, kondisi dan akar aspirasi daerah. Selanjutnya agar pelaksanaan perizinan selalu berada dalam koridor hukum maka diperlukan suatu pengaturan yang memuat tentang sanksi dalam kegiatan perizinan dengan maksud ada sesuatu kepastian hukum.9 Pengawasan merupakan salah satu bentuk dari pengawasan preventif dari pemerintah, selanjutnya terhadap pengawasan represif sebagaimana ketentuan Perda No. 3 Tahun 2017 pada Pasal 35 ayat (1) ditegaskan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, Pasal 8 ayat (1), Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 26 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 29, dikenakan sanksi

administratif. Bentuk sanksi sebagaimana ditegaskan pada ketentuan Pasal 35 ayat (1) dapat disimak pada ketentuan Pasal 35 ayat (2) bahwa sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara bertahap berupa peringatan tertulis, pembekuan izin usaha dan pencabutan izin usaha.

Pelaksanaan izin operasional jam kerja toko swalayan di Kabupaten Badung dari hasil penelitian menunjukan sejumlah 563 (lima ratus enam puluh tiga) unit toko swalayan, terdapat 93 (Sembilan puluh tiga) unit toko swalayan yang kedapatan belum memiliki izin operasional 24 jam. Berdasarkan hasil penilitian diatas dapat disimak bahwa terhadap izin operasional pada toko swalayan untuk di Kecamatan Petang dengan jumlah toko swalayan 8 (delapan) unit dan seluruhnya tidak memiliki izin operasional 24 jam, untuk Kecamatan Abiansemal jumlah toko swalayan adalah 39 (tiga puluh sembilan) unit dan terdapat 2 (dua) unit toko swalayan yang tidak memiliki izin operasional 24 jam. Untuk Kecamatan Mengwi dengan jumlah toko swalayan adalah 37 (tiga puluh tujuh) unit dan terdapat 5 (lima) unit toko swalayan yang tidak memiliki izin operasional 24 jam. Untuk Kecamatan Kuta Utara jumlah toko swalayan adalah 113 (seratus tiga belas) unit dan terdapat 23 (dua puluh tiga) unit toko swalayan yang tidak memiliki izin operasional 24 jam, untuk Kecamatan Kuta jumlah toko swalayan adalah 209 (dua ratus sembilan) unit dan terdapat 36 (tiga puluh enam) unit toko swalayan yang tidak memiliki izin operasional 24 jam, untuk Kecamatan Kuta Selatan jumlah toko swalayan adalah 159 (seratus lima puluh sembilan) unit dan terdapat 19 (sembilan belas) unit toko swalayan yang tidak memiliki izin operasional 24 jam.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ir. A.A Rai Wirawan selaku Kepala Bidang Perdagangan pada Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, dan Perdagangan Kabupaten Badung apabila dilapangan ditemukan adanya pelanggaran maka petugas dapat memberikan sanksi berupa teguran tertulis dengan jenjang waktu peringatan secara tertulis berturut-turut sejumlah 3 (tiga) kali selama 21 hari yaitu tahap pertama sanksi yang diberikan kepada toko swalayan dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja yaitu teguran 1 (satu), kemudian 7 (tujuh) hari kerja berikutnya teguran tertulis 2 (dua) dan ditambah 7 (tujuh) hari kerja berikutnya untuk teguran tertulis 3 (tiga). Selanjutnya dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah teguran ke 3 (tiga) maka sanksi yang akan diberikan ialah sanksi pembekuan izin usaha. Kemudian apabila Pelaku Usaha tidak melakukan perbaikan selama pembekuan izin usaha dengan jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan maka sanksi yang akan diberikan ialah pencabutan izin usaha. (Wawancara tanggal 9 November 2018).

  • 2.2.2.    Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Izin Operasional Jam Kerja Toko Swalayan di Kabupaten Badung

Faktor-faktor penghambat yang ditemukan dilapangan bedasarkan hasil wawancara dengan dengan Bapak Dewa Made Sugira S.H selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung menyebutkan antara lain sebagai berikut:

  • 1.    Faktor Penegak Hukum

Dinas Penanaman Modal-Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Badung sebagai unsur pelaksana yang melaksanakan kewenangan dibidang perizinan mengatur tentang izin operasional jam kerja 24 jam dan Dinas

Koperasi, Usaha Kecil Menengah, dan Perdagangan Kabupaten Badung sebagai unsur pelaksana yang melaksanakan kewenangan dibidang pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan izin operasional jam kerja 24 jam, selanjutnya Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung dengan tugas dan fungsi apabila pada kenyataan terdapat pelaku usaha toko swalayan yang tidak memiliki izin operasional namun tetap melakukan usahanya hingga 24 jam ataupun operasional selama 24 jam diluar ketentuan atau diluar kawasan pariwisata sebagaimana telah ditentukan oleh pemerintah Kabupaten Badung, kurangnya kordinasi antara dinas terkait dalam menangani permasalahan operasional jam kerja toko swalayan. Hal ini merupakan faktor penghambat terhadap terlaksananya aturan mengenai operasional jam kerja toko swalayan sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga tidak memberikan efek jera terhadap pelaku usaha toko swalayan yang telah melanggar aturan tersebut. (Wawancara tanggal 12 November 2018)

  • 2.    Faktor Masyarakat

Terlaksana atau tidaknya suatu aturan hukum dapat dilihat dari tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat akan suatu aturan hukum. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang melakukan pelanggaran, dalam hal ini melakukan kegiatan usaha yang bukan semestinya, seakan tidak pernah jera setiap tahunnya selalu ada masyarakat yang melanggar peraturan sehingga menjadi salah satu faktor penghambat terhadap terlaksananya aturan mengenai izin operasional jam kerja. Adapun contoh pelanggaran yang dilakukan oleh

masyarakat terhadap suatu aturan akibat tidak pahamnya masyarakat itu terkait aturan yang berlaku yaitu terkait prosedur maupun syarat-syarat dalam proses memperoleh izin operasional jam kerja 24 jam. Pelaku usaha menganggap izin yang telah diperoleh merupakan suatu kesatuan yang sama dan telah menjadi satu dalam izin usaha yang telah diproses oleh pelaku usaha saat pertama kali memproses perizinan usahanya. Sebagaimana ditegaskan berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Wayan Pagonarianto selaku Kepala Bidang Perizinan Ekonomi pada Dinas Penanaman Modal-Pelayanan Terpadu Satu Pintu menyatakan bahwa kekeliruan pengetahuan yang sering dilakukan entah secara sengaja menggunakan alasan bahwa menggabungkan izin usaha sebagai izin yang mencangkup otonomi melakukan usahanya termasuk didalamnya terkait dengan izin operasional jam kerja 24 jam, ataupun secara sederhana bahwa tidak mengetahui adanya perbedaan antara izin usaha dengan izin operasional jam kerja 24 jam. Padahal secara tegas terkait dengan izin operasional jam kerja telah diatur dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Perda No. 3 Tahun 2017. (Wawancara tanggal 1 November 2018)

  • II.    PENUTUP

    • 3.1.    Kesimpulan

  • 1.    Pengaturan izin operasional jam kerja toko swalayan di Kabupaten Badung diatur di dalam ketentuan Pasal 8 ayat (4) Perda No. 3 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai jam kerja dan izin beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

diatur dalam Peraturan Bupati. Pelaksanaan izin operasional jam kerja toko swalayan sebagaimana pada Perbup No. 62 Tahun 2017 sebagaimana ditegaskan pada ketentuan Pasal 3 ayat (3) bahwa dikecualikan untuk Mini Market sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beroperasi 24 jam atas seizin Bupati.

  • 2.    Adapun faktor penghambat pelaksanaan izin operasional jam kerja terhadap pelanggaran toko swalayan di Kabupaten Badung adalah faktor penegak hukum yaitu  Dinas

Penanaman Modal-Pelayan Terpadu Satu Pintu, Dinas

Koperasi Usaha Kecil Menengah, dan Perdagangan dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung kurangnya kordinasi antara dinas terkait yang menangani permasalahan operasional jam kerja toko swalayan dan kurang tegas dalam menindak suatu pelanggaran toko swalayan yang buka 24 jam. Kemudian faktor dari

masyarakat yaitu rendahnya pemahaman  masyarakat

terkait aturan mengenai prosedur maupun syarat-syarat dalam proses memperoleh izin operasional jam kerja 24 jam.

  • 3.2.    Saran

  • 1.    Pemerintah Kabupaten Badung sebaiknya melakukan peningkatan pelaksanaan pengawasan terhadap izin operasional jam kerja 24 jam pada toko swalayan di Kabupaten Badung, sebagaimana yang telah diatur dalam Perda No. 3 Tahun 2017 khususnya pengaturan mengenai Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan serta diharapkan izin operasional jam kerja 24 jam pada toko swalayan harus tetap berada dalam pengawasan Pemerintah Kabupaten Badung.

  • 2.    Pemerintah Kabupaten Badung hendaknya lebih meningkatkan kinerja dari aparat penegak hukumnya dalam hal ini Dinas Penanaman Modal-Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, dan Perdagangan dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung dalam menangani permasalahan operasional jam kerja toko swalayan dan lebih tegas dalam menindak suatu pelanggaran serta meningkatkan sosialisasi agar masyarakat lebih paham terkait aturan mengenai prosedur maupun syarat-syarat dalam proses memperoleh izin operasional jam kerja toko swalayan.

DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.

H. M. Busrizalti, 2013, Hukum Pemda Otonomi Daerah dan Implikasinya, Total Media, Yogyakarta.

Henry S. Siswosoediro, 2008, Buku Pintar Pengurusan Perizinan dan Dokumen, Panduan Untuk Pelaku Usaha dan Masyarakat Umum, Visimedia, Jakarta.

Hermansyah, 2009, Pokok Pokok Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana, Jakarta.

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, 2017, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan Publik, Cet. Ke-V, Nuansa Cendekia, Bandung.

JURNAL

Ni Komang Devayanti Dewi, 2018, Perlindungan Hukum terhadap Pasar Tradisional di Era Liberalisasi Perdagangan, Law Reform, Vol. 14, No. 01, Maret 2018.

MAKALAH

I Nengah Suantra dan Made Nurmawati, 2017 “Penerbitan Izin Usaha Toko Modern Sebagai Potensi Pendukung Kepariwisataan Di Bali”, Makalah disampaikan dalam Seminar Hasil Penelitian.

INTERNET

Balipost.com, 2018, “Buka 24 Jam, Swalayan Di Badung Belum Kantongi                    Izin”,                    URL:

http://www.balipost.com/news/2018/03/24/40960/Buka-24-Jam,Swalayan-di...html diakses pada 29 November 2018.

15