KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL
on
KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL
Oleh
Vici Fitriati
SLP. Dawisni Manik Pinatih
Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Penulisan ini berjudul Kedudukan Organisasi Internasional dalam Mahkamah Internasional. Mahkamah Internasional adalah organ utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum anatarnegara yang berdiri sejak tahun 1946 atau satu tahun setelah dibentuknya PBB. Mahkamah Internasional merupakan penyempurnaan dari Mahkamah Tetap Internasional (International Permanent Court of Justice) yang dibentuk oleh Liga Bangsa-Bangsa. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan bahan hukum sekunder. Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah apakah organisasi internasional dapat berperkara di Mahkamah Internasional, dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh organisasi internasional dalam menyelesaikan permasalahan internasional yang dihadapinya.
Kata Kunci : Organisasi internasional, Mahkamah Internasional, Pendapat Tidak Mengikat,
ABSTRACT
This paper entitled “The position of international organizations on International Court of Justice”. International Court of Justice is a primary organ of United Nations which exist from 1946, a year after the establishment of The United Nations, to solve a legal problem between states. International Court of Justice is an improvement from International Permanent Court of Justice which formed by the League of Nations. The research method that used in this paper is the normative legal research, which use a secondary resources. The issue on this paper are, is the international organizations has a capability to litigants in International Court of Justice, and what kind of legal action can be done by international organizations in solving international problems it faces. Keywords: International Organizations, International Court of Justice, Advisory Opinion
International Court of Justice atau Mahkamah Internasional adalah peradilan tetap dalam taraf internasional yang berkedudukan di Den Haag, dan merupakan organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).1
Yurisdiksi Mahkamah Internasional yakni menangani perkara-perkara hukum antar negara pihak yang diajukan oleh negara pihak itu sendiri, maupun negara lain yang mengakui eksistensi Mahkamah Internasional.2 Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pihak yang dapat berpekara dalam Mahkamah Internasional adalah negara. Keterbatasan pihak yang dapat berpekara di Mahkamah Internasional menimbulkan pertanyaan yang menarik bagi penulis untuk dikaji lebih lanjut, yaitu apakah organisasi internasional dapat berpekara di Mahkamah Internasional, dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh organisasi internasional dalam menyelesaikan permasalahan internasional yang dihadapinya.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan organisasi internasional dalam mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional dan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh organisasi internasional dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapinya.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif karena meneliti asas, konsep hukum, serta menggunakan sumber data sekunder berupa peraturan tertulis, perundang-undangan, keputusan pengadilan, dan teori hukum.3 Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan fakta. Analisis terhadap bahan hukum yang telah diperoleh dilakukan dengan cara deskriptif, analisis dan argumentatif.
-
2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Mahkamah Internasional hakikatnya adalah merupakan lembaga peradilan tetap yang memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan permasalahan antarnegara yang diajukan oleh negara-negara tersebut berdasarkan kesepakatan. Yurisdiksi
Mahkamah diatur dalam Bab II Statuta Mahkamah Internasional. Mengenai material jurisdiction dari Mahkamah Internasional, telah diatur di dalam Pasal 36 ayat (1) Statuta yang menyatakan bahwa : “Yurisdiksi Mahkamah meliputi semua perkara yang diajukan pihak-pihak yang bersengketa, terutama yang terdapat dalam Piagam PBB atau dalam perjanjian dan konvensi yang berlaku.”4
Selanjutnya mengenai pihak yang dapat mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional telah diatur secara jelas dalam Pasal 34 ayat (1) Statuta, yang menyatakan bahwa hanya negara yang dapat menjadi pihak dalam perkara di depan Mahkamah. Dalam konteks ini yang dimaksud adalah seluruh anggota PBB yang secara otomatis menjadi negara pihak dalam Statuta, maupun negara di luar PBB dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam tiap-tiap kasus oleh Majelis Umum atas usul Dewan Keamanan PBB.5
Statuta Mahkamah Internasional tidak mencantumkan mengenai kompetensi suatu organisasi internasional untuk dapat menjadi pihak dalam perkara di depan Mahkamah. Mahkamah tidak memiliki yurisdiksi untuk menangani permohonan perkara dari individu, organisasi non-pemerintah, perusahaan atau badan swasta lainnya, dikarenakan tidak tesedianya konseling hukum untuk membantu mereka dalam hubungannya dengan pihak berwenang dari Negara manapun. Namun suatu negara dapat mengambil kasus salah seorang warga negaranya dan melawan negara lain untuk kemudian menjadi sengketa antara negara.6
Penolakan akses subyek hukum internasional selain negara untuk berpekara di Mahkamah Internasional seperti individu bukan berarti sengketa yang diajukan ke Mahkamah tidak pernah menyangkut permasalahan individu. Melalui mekanisme perlindungan diplomatik, negara dapat mengambil alih dan memperjuangkan kepentingan warga negaranya di depan Mahkamah, seperti perkara Ambatielos, dan perkara Interhandel. Demikian pula dengan organisasi internasional. Pasal 34 ayat (2) dan (3) Statuta Mahkamah menyebutkan bahwa
dapat diadakan suatu kerjasama antara organisasi internasional dan Mahkamah dalam penyelesaian suatu perkara.7
-
2.2.2. Upaya Hukum Organisasi Internasional Untuk Menyelesaikan Sengketa Internasional dalam Kaitannya Dengan Mahkamah Internasional
Meskipun organisasi internasional tidak dapat berpekara di hadapan Mahkamah, namun organisasi internasional dapat mengajukan permintaan pendapat Mahkamah dalam suatu kasus tertentu, atau yang biasa dikenal dengan advisory opinion (pendapat yang tidak mengikat). Advisory opinion merupakan fungsi konsultatif dari Mahkamah yang bertujuan untuk memberikan penjelasan kepada badan atau lembaga yang mengajukan pertanyaan kepada Mahkamah. Kebalikan dari fungsi penyelesaian sengketa, fungsi konsultatif ini hanya terbuka bagi organisasi internasional. Berdasarkan Pasal 96 Piagam PBB, Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB dapat meminta advisory opinion mengenai permasalahan hukum ke Mahkamah. Hak mengajukan advisory opinion ini juga diberikan kepada organ-organ lain PBB dan badan-badan khusus, dengan syarat harus mendapatkan otorisasi terlebih dahulu dari Majelis Umum PBB.8 Organisasi internasional di luar PBB dan badan-badan khusus PBB hanya dapat meminta advisory opinion seputar permasalahan hukum yang timbul dalam ruang lingkup kegiatannya.9 Meskipun advisory opinion erat kaitannya dengan Mahkamah Internasional, namun yurisdiksi ini juga dikenal di sejumlah pengadilan, seperti The European Court of Justice, The Inter-American Court of Human Rights (yang mana telah menghasilkan pendapat penting dimana negara juga dapat meminta pendapat) dan The Benelux Union Court of Justice.10 Upaya hukum berupa advisory opinion ini pernah ditempuh oleh PBB dalam kasus Pangeran Bernadotte. Dalam menjawab pertanyaannya, Mahkamah menyatakan bahwa PBB memiliki kemampuan untuk mengajukan klaim
internasional terkait dengan perwujudan perlindungan bagi perwakilannya yang sedang menjalankan suatu misi atau tugas.11
-
1. Pihak yang dapat mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 34 Statuta Mahkamah dan Pasal 93 ayat (1) dan (2) Piagam PBB adalah hanya negara anggota PBB, dan negara di luar PBB yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam tiap-tiap kasus oleh Majelis Umum atas usul Dewan Keamanan PBB. Sehingga, subyek hukum internasional selain negara, termasuk organisasi internasional tidak dapat menjadi pihak yang berpekara di depan Mahkamah Internasional.
-
2. Mahkamah Internasional memiliki fungsi konsultatif yang dapat dimanfaatkan oleh organisasi internasional untuk berkonsultasi dan meminta advisory opinion kepada Mahkamah dalam menyelesaikan permasalahan yang dialaminya. Namun klaim internasional dapat dilakukan oleh PBB untuk menjamin perlindungan bagi anggotanya yang sedang menjalankan tugas di negara tertentu, seperti yang terjadi pada kasus Pangeran Bernadotte.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarawati, Denny Ramadhany dan Rina Rusman, 2009, Hukum humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta.
Boleslaw A. Boczek, 2005, International Law, Scarecrow Press INC, United States of America.
Mauna Boer, 2005, Hukum Internasional : Pengertian, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, PT. Alumni, Bandung.
Rianto Adi, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta.
International Court of Justice, Practical Information, terakhir diakses pada tanggal 9 Februari 2013, available from : http://www.icj-
cij.org/information/index.php?p1=7&p2=2
International Court of Justice, How The Court Works, terakhir diakses pada tanggal 9 Februari 2013, available from : http://www.icj-cij.org/court/index.php?p1=1&p2=6 International Court of Justice : Reparation For Injuries Suffered In The Service Of The United Nations, Advisory Opinion, April 11, 1949.
International Court of Justice Statute
Piagam PBB
5
Discussion and feedback