PERAN DINAS SOSIAL DALAM MENANGANI ANAK TERLANTAR BERDASARKAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN BULELENG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Oleh:

Ni Ketut Rianingsih Waringin* I Gusti Ngurah Wairocana** Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati∗∗∗

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Tingginya penduduk di Indonesia yang tergolong anak-anak mendapat perhatian khusus dari pemerintah, salah satunya anak-anak terlantar. Guna melindungi anak umumnya dan anak terlantar khsusunya, maka pemerintah Kabupaten Buleleng membuat Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Dinas Sosial Kabupaten Buleleng sebagai pihak terkait yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap kegiatan sosial wajib menangani dan menyelesaikan permasalahan terkait anak terlantar di Kabupaten Buleleng. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan memahami bagaimana upaya yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten Buleleng dalam menangani anak terlantar beserta hambatannya. Dalam jurnal ini menggunakan penelitian hukum empiris berupa pendekatan peraturan perundang-undangan serta pendekatan fakta. Kewenangan Dinas Sosial Kabupaten Buleleng memberikan pelayanan dibidang sosial, khususnya anak terlantar dengan melakukan pembinaan rutin dan pelayanan sekaligus menjamin perlindungan bagi anak-anak terlantar di Kabupaten Buleleng. Hambatan yang terjadi dalam melaksanakan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 disebabkan kurangnya arahan, pedoman yang menjadi panduan serta kewenangan yang jelas dan sinergis antara Dinas Sosial dengan pihak terkait, lemahnya kesadaran masyarakat dalam menaati peraturan, dan tindak pidana oleh anak-anak. Kesimpulan penelitian ini bahwa

kewenangan Dinas Sosial dalam menerapkan Perda Perlindungan Anak terhadap anak terlantar belum dapat dicapai dengan maksimal karena aturan hukum yang tidak mengatur dengan tegas terkait anak terlantar, serta perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas pekerja Dinas Sosial bidang pelayanan sosial anak khususnya agar tiap anak terlantar bisa dibimbing secara utuh dan mendalam.

Kata Kunci :Peraturan Daerah, Kewenangan, Anak Telantar

ABSTRACT

The high population in Indonesia which is classified as children gets special attention from the government, one of them is abandoned children. In order to protect general children and neglected children in particular, the Buleleng Regency government makes Buleleng Regency Regional Regulation Number 4 of 2016 concerning Child Protection. The Buleleng Regency Social Service as a related party authorized and responsible for social activities must handle and resolve problems related to abandoned children in Buleleng Regency. The purpose of this study is to know and understand how the efforts made by the Social Service Office of Buleleng Regency in dealing with neglected children and their obstacles. This research used empirical legal research with a regulatory approach and a factual approach. The authority of the Social Service Office of Buleleng Regency provides services in the social field, especially neglected children by conducting routine coaching and services while ensuring protection for abandoned children in Buleleng Regency. The obstacles that occur in implementing Regional Regulation No. 4 of 2016 are due to the lack of clear and synergic guidelines, direction, authority between the Social Service Office and related parties, weak public awareness in complying with regulations, and criminal acts by children. The conclusion is that the authority of the Social Service in implementing Regional Regulation concerning Child Protection against neglected children has not been maximally achieved because the law does not explicitly regulate neglected children, and needs to improves quality of Social Service workers the field of child social services in particular so that each neglected child can be guided in full and in depth.

Keywords: Local Regulations, Authority, Neglected Children

  • I.    Pendahuluan

    1.1.  Latar Belakang

Indonesia terdiri dari belasan ribu pulau yang pada tahun 2016 diperkirakan jumlahnya berkisar17.504 pulau. 1 Banyaknya jumlah pulau di Indonesia ini sejalan dengan jumlah penduduk Indonesia yang juga terbilang tinggi. Tingginya angka penduduk di Indonesia

terutama penduduk yang tergolong anak-anak tentu harus mendapatkan perhatian yang khusus dari masyarakat dan pemerintah. Oleh karenanya wajib dilindungi serangkaian hak-haknya baik dalam segi pendidikan hingga kesehatan jasmani dan rohaninya guna menunjang pertumbuhan dan perkembangannya untuk meningkatkan kualitas sebagai masyarakat Indonesia.

Namun sayangnya banyak anak-anak Indonesia yang hidup dikeluarga kurang mampu dalam kondisi sulit menjadikan penyalahgunaan hak atau children abuse menjadi hal yang biasa di Indonesia. Beberapa kasus yang biasa terjadi antara lain kasus anak yang menjadi pembantu rumah tangga, anak-anak jalanan, anak-anak terlantar, hingga eksploitasi seks dan pelacuran anak.2 Hal ini tentu menjadi perhatian pemerintah, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 34 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945: “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Selanjutnya Pasal 28b ayat (2) menentukan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Mengingat tujuan bangsa yang salah satunya ialah memajukan kesejahteraan bangsa, pemerintah membuat payung hukum bagi anak-anak Indonesia khsuusnya bagi anak-anak yang terlantar yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (yang selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak). Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak menjelaskan definisi anak terlantar ialah “anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial”.

Berdasarkan berita dari website resmi Dinas Sosial Kabupaten Buleleng yang diunggah pada pertengahan tahun 2017 menyebutkan ada 51 anak terlantar dalam satu kelurahan yakni Kelurahan Banyuning yang diketahui mengalami putus sekolah dan tinggal dengan kerabatnya yang kurang mampu.3 Dengan adanya beberapa kasus terkait anak terlantar di Kabupaten Badung barang tentu menjadi perhatian pemerintah setempat. Maka dari itu, Pemerintah Kabupaten Buleleng membuat Peraturan Daerah pada Kabupaten Buleleng yakni Perda Nomor 4 Tahun 2016 mengenai Perlindungan Anak. Sehingga berbagai bentuk tindakan baik berupa perbuatan fisik maupun verbal yang menyebabkan terhambatnya pemenuhan akan hak-hak anak, dengan kata lain hal tersebut telah melanggar Perda Kabupaten Buleleng mengenai Perlindungan Anak. Dinas Sosial sebagai pihak terkait yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap kegiatan sosial wajib menangani dan menyelesaikan permasalahan terkait anak terlantar khususnya di Kabupaten Badung. Atas dasar penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk membahas dalam judul jurnal “Peran Dinas Sosial dalam Menangani Anak Terlantar Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

    • 1.2.1.    Bagaimana kewenangan Dinas Sosial dalam menangani anak terlantar berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak?

    • 1.2.2.    Apa saja hambatan bagi Dinas Sosial dalam menangani anak terlantar di Kabupaten Buleleng?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

    • 1.3.1.    Untuk mengetahui dan memahami bagaimana upaya yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten Buleleng dalam menangani anak terlantar berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

    • 1.3.2.    Untuk mengetahui apas aja yang menjadi hambatan bagi Dinas Sosial Kabupaten Buleleng dalam menangani anak terlantar berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

  • II.    Inti Makalah

    • 2.1.    Metode Penulisan

      • 2.1.1. Jenis Penulisan

Dalam jurnal ini ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris ialah salah satu jenis penelitian hukum yang dilakukan dengan memperhatikan aspek hukum dari hasil penelitian di lapangan.4 Dalam penelitian ini digunakan data yang berasal atau bersumber dari wawancara dan dengan mengkaji upaya Dinas Sosial dalam menerapkan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng mengenai Perlindungan Anak terhadap anak terlantar, serta sejauh mana perda tersebut telah dijalankan.

  • 2.1.2. Jenis Pendekatan

Jurnal penulis berlandaskan pendekatan perundang-undangan (statute approach) serta fakta (fact approach). Statute approach yakni pendekatan dengan meneliti aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan topik penelitian atau masalah yang diangkat

dalam suatu penelitian.5 Sedangkan pendekatan fakta (fact approach) adalah pendekatan yang mengaitkan antara hukum yang berlaku dengan praktiknya di dunia nyata.

2.1.3.Sifat Penulisan

Jurnal ini bersifat penelitian  deskripstif  kualitatif yang

menjelaskan bagaimana permasalahan yang sedang terjadi pada saat ini. Tujuannya yaitu mendapatkan  informasi  terkait dengan

permasalahan yang sedang dibahas dan keadaan yang terjadi.6

  • 2.1.4.    Data dan Sumber Data

Untuk menjawab permasalahan yang termuat dalam peneulisan ini maka digunakan dua data yaitu data primer serta sekunder. Data primer berarti data yang didapat secara langsung dari sumber nomor satu di lapangan yaitu responden maupun informan yang berhubungan dengan penyelenggaraan Perlindungan Anak terhadap anak terlantar. 7 Sedangkan data sekunder yaitu bahan hukum yang terdiri dari literatur terkait. Jurnal ini menggunakan bahan hukum primer seperti norma-norma, bahan hukum sekunder seperti buku yang berkaitan dengan perlindungan anak, serta bahan hukum tersier seperti kamus dan situs internet resmi.8

  • 2.1.5.    Teknik Pengumpulan Data

Jurnal ini menggunakan teknik studi dokumen atau teknik studi kepustakaan dan teknik wawancara. Teknik studi dokumen ini dilakukan dengan menganalisis literatur-literatur yang memiliki

keterkaitan dengan hak guna bangunan dan jangka waktunya. Sedangkan teknik wawancara dilaksanakan melalui pemberian daftar pertanyaan agar mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

  • 2.1.6.    Teknik Analisis Data

Analisis data jurnal ini memakai teknik analisis data kualitatif. Data dikumpulkan berupa kata-kata (narasi) dimana prosesnya dilaksanakan berkelanjutan dimulai dari pengumpulan data, yang kemudian disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.

  • 2.2.    Hasil Analisa

    • 2.2.1. Kewenangan Dinas Sosial Dalam Menjalankan Peraturan Daerah

Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dirubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah di dalamya menyatakan: “urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat dan sosial”. Sehingga urusan sosial sebagai salah satu kewenangan pemerintah, diselenggarakan dengan sebaik-baiknya dan menjadi kewenangan milik pemerintah daerah. Kewenangan seperti ini biasa disebut dengan kewenangan delegasi.

Dasar hukum lainnya yang dijadikan pedoman Dinas Sosial dalam menjalankan fungsinya melindungi anak terlantar yaitu Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 15A/HUK/2010

tentang Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak, Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak, Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak Anak, Peraturan Menteri Sosial Republik Indoensia Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak, Perda Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Perlindungan Anak, kemudian Perda Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2016 terkait Perlindungan Anak. Sebenarnya upaya dalam melindungi anak telah direalisasikan dalam bentuk aturan/norma ataupun implementasinya.9

Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 16 Desember 2018 dengan Alfons Kolimasang selaku Pekerja Sosial Perlindungan Anak Kementrian Sosial Republik Indonesia menyatakan ada beberapa bantuan yang diberikan oleh Dinas Sosial Kabupaten Buleleng terhadap anak terlantar guna meningkatkan taraf kehidupannya, yang mana dibagi menjadi dua jenis. Pertama ialah progran Bantuan dalam bentuk dana tunai atau sembako berupa KUBE (Kelompok Usaha Bersama), TASA (Tabungan Sosial Anak) adalah Co Branding Name dari produk Simpanan Pelajar (selanjutnya disebut Simpel TASA), dan PKH (Program Keluarga Harapan). Program Pendukung yang bersifat Penguatan Kapasitas Anak dan Keluarga, antara lain LK3 (Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga), PKSA (Progran Kesejahteraan Sosial Anak), TEPAK (Temu Penguatan Kapasitas Anak dan Keluarga), dan Program Pembinaan Anak Terlantar juga dilakukan pada Desa-Desa di

Kabupaten Buleleng dengan banyak jumlah anak yang rentan terlantar, pembinaan ini ditujukan kepada anak-anak baik untuk fisik, mental maupun akademis mereka.

Dalam mendata anak-anak terlantar di Kabupaten Buleleng, Dinas Sosial Kabupaten Buleleng bersifat menunggu laporan yang masuk terkait pengaduan masyarakat. Pada website resmi Dinas Sosial Kabupaten Buleleng sendiri menerbitkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh anak terlantar apabila ingin mendapat bantuan jaminan sosial, adapun kriterianya yaitu: 10 usia anak antara 5 sampai dengan usia 18 tahun, anak berasal dari keluarga tidak mampu/keluarga miskin, salah satu atau kedua orang tua dari anak tersebut memiliki riwayat penyakit atau sedang sakit atau meinggal dunia, anak berasal dari keluarga yang tidak harmonis, dan anak berada di bawah asuhan panti/LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak). Jumlah anak terlantar yang berada dibawah pengasuhan LKSA Kabupaten Buleleng sebanyak 822 anak terdiri dari 412 orang laki-laki dan perempuan sebanyak 410 anak. Anak-anak dibawah asuhan LKSA yang tidak mendiami Panti Asuhan sebanyak 51 orang anak. Dalam hal ini pasca Dinas Sosial memberikan bantuan baik berupa bantuan sembako, uang tunai dan program-progam baik untuk anak terlantar langsung maupun untuk keluarga sebagai tempat pertama dimana anak dilatih dan dididik selanjutnya Dinas Sosial memantau perkembangan anak tersebut, baik langsung turun ke lapangan maupun dari data-data kegiatan yang diberikan LKSA.

Selain itu beragam sosialisasi dan penyuluhan pendidikan juga gencar dilakukan Dinas Sosial. Sebagaimana informasi dari Ibu Niken Pudjiastuti selaku Informan Kepala Seksi Pelayanan Sosial Anak dan Lanjut Usia di Dinas Sosial Kabupaten Buleleng karena banyak sekali orangtua yang kurang mampu secara finansial lebih memilih memutus pendidikan mengajak anaknya membantu mencari nafkah untuk kehidupannya sehari-hari. Padahal terdapat program salah satunya TASA (Tabungan Sosial Anak) yang siap membantu biaya pendidikan anak. Selain dengan LKSA, pihak Dinas Sosial juga bekerja sama dengan KPAI. Serta bekerja sama bersama FAD Bali (Forum Anak Daerah) yaitu lembaga yang diusung oleh pemerintah dalam usaha menciptakan hubungan yang baik antara anak-anak dengan pemerintah dalam kaitannya untuk memenuhi keikutsertaan anak.

  • 2.2.2. Hambatan Dinas Sosial Dalam Menerapkan Peraturan Daerah Terkait Anak Terlantar

Perlindungan terhadap anak terlantar merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat jelas dalam UUD NRI Tahun 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak.11 Menurut hasil wawancara pada tanggal 15 Desember 2019 di Kantor Dinas Sosial Kabupaten Buleleng dengan Kepala Seksi Pelayanan Sosial Anak dan Lanjut Usia di Dinas Sosial Kabupaten Buleleng Ibu Niken Pujiastuti, bahwa permasalahan seputar anak dan anak terlantar khususnya di Kabupaten Buleleng pada dasarnya adalah masalah kita bersama. Selaras dengan teori efektivitas hukum oleh Soerjono Soekanto penegakan hukum dan pelaksanaan hukum

sesungguhnya bersumber dari dalam masyarakat itu sendiri yang selanjutnya bertujuan demi mencapai kedamaian di tengah-tengah masyarakat. Adapun hambatan-hambatan yang berasal dari internal dalam penanganan anak terlantar di Kabupaten Buleleng oleh Dinas Sosial berdasarkan wawancara dengan Bapak Alfonso Kolimasang sebagai berikut.

Keberadaan anak terlantar di Kabupaten Buleleng didominasi oleh anak-anak yang masih lengkap memiliki orang tua namun kekurangan dalam hal ekonomi. Bantuan baik berupa dana tunai maupun bantuan sosial seperti sembako dan lain sebagainya yang tidak bisa langsung diberikan melainkan harus menunggu selama kurang lebih 1 tahun untuk dana tersebut cair dan bisa diberikan kepada anak/keluarga yang membutuhkan. Sering terjadi aksi pencurian oleh anak-anak terlantar (anak dibawah 12 tahun) yang melakukan tindak pidana belum bisa dijerat pidana dan tidak bisa diminta pertanggungjawaban. Hambatan lain yang berasal dari internal juga masih perlu lebih dimantapkan arahan kebijakan, pedoman pelaksanaan serta didalamnya mengenai kewenangan yang jelas dan sinergis dengan pihak lain yang turut ikut dalam menangani atau melindungi anak-anak terlantar, yaitu KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia).

Selain hambatan internal juga terdapat hambatan para pekerja Dinas Sosial yang berasal dari eksternal menurut Ibu Niken Pujiastuti, diantaranya keberadaan penduduk kurang mampu di Kabupaten Buleleng yang terbilang tinggi, masih lemahnya kesadaran masyarakat dalam menaati Peraturan Daerah khusunya mengenai perlindungan anak, masih kurangnya kesadaran dari pihak keluarga

anak terlantar itu sendiri, dan masih perlu ditingkatkan jalinan kerja sama dengan seluruh unsur masyarakat, khususnya Desa Adat.

Dinas Sosial Kabupaten Buleleng tentu tidak bisa hanya bekerja seorang diri dalam menghadapi hambatan-hambatan dalam menangani anak terlantar di Kabupaten Buleleng, sehingga memerlukan kerjasama antara Dinas Sosial dengan pihak terkait seperti FAD, KPAI dan Desa Adat setempat yang mana harus bersinergi dan solid. Tidak boleh ada stigma negatif dari masyarakat dan tentu harus memperlakukan setiap anak sama tanpa memandang kelas dan golongannya. Karena hal ini akan turut membentuk mental dan kondisi psikis anak tersebut. Masyarakat memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak baik dilakukan oleh perseorangan, lembaga sosial anak, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha dan media massa.12

  • III.    Penutup

    • 3.1.    Kesimpulan

Sebagaimana penjelasan jawaban rumusan masalah serta analisis yang sudah dipaparkan di atas, adapun ditarik kesimpulan:

  • 1.    Kewenangan Dinas Sosial dalam menerapkan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak sudah terlaksana cukup baik. Pelaksanaannya ialah menyelenggarakan pembinaan dan sosialisasi yang bekerjasama dengan Forum Anak Daerah dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Program

pemerintah yang menjadi kewenangan Dinas Sosial di Kabupaten Buleleng seperti TASA, PKSA, dan LKSA yang menjadi wadah bagi anak-anak terlantar untuk dapat menikmati hak-haknya dan menjamin kesejahteraannya.

  • 2.    Hambatan yang terjadi dalam menegakkan Perda Perlindungan Anak terhadap anak terlantar meliputi hambatan internal dan eskternal. Hambatan internal disebabkan karena tidak adanya kewenangan Dinas Sosial untuk menempatkan anak-anak tersebut di LKSA dan maraknya kasus pidana yang melibatkan anak-anak terlantar itu. Hambatan eksternal yaitu keberadaan penduduk kurang mampu di Kabupaten Buleleng dengan jumlah cukup tinggi dan lemahnya kesadaran masyarakat dalam menaati hukum terkait dengan Perda Perlindungan Anak.

  • 3.2.    Saran

Sebagaimana uraian kesimpulan yang telah ditarik, adapun saran yang dapat disampaikan ialah:

  • 1.    Kualitas dan kuantitas pekerja Dinas Sosial dalam bidang pelayanan sosial anak khususnya anak terlantar perlu terus ditingkatkan serta agar Dinas Sosial lebih meningkatkan koordinasi dengan KPAI dan FAD beserta Desa Adat terkait pelaksanaan Perda terhadap anak terlantar.

  • 2.    Perlu diatur secara jelas dan mengkhsuus mengenai masalah anak terlantar di Kabupaten Buleleng, sehingga Dinas Sosial mempunyai kewenangan yang lebih dalam menangani anak terlantar, khususnya anak terlantar yang

menjadi korban kekerasan dan tindak pidana di bawah umur.

  • IV.    Daftar Pustaka

    1.    Buku

Abintoro Prakoso, 2016, Hukum Perlindungan Anak, Laksbang

Pressindo, Yogyakarta.

Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, 2008, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Prenada Media Group, Jakarta.

Mardalis, 2014, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta.

Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke-2,

Kencana, Jakarta.

Sumaryati Hartono, 2006, Penelitian hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung.

Wagiati Sutedjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama,

Bandung.

  • 2.    Jurnal Ilmiah

Fuadi, 2013, “Pemenuhan Hak Anak Oleh Pengelola Panti Menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan studi kasus Banda Aceh”, Jurnal Ilmu Hukum Universitan Pasca Sarjana Syiah Kuala, Banda Aceh.

  • 3.    Internet (Situs Resmi)

Anonim, 2018, “51 Anak Terlantar Dibina”, Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, URL: isiin dong diakses tanggal 7 November 2018.

Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, 2015, “Spesifikasi/Syarat Pemberian Bantuan Kepada Masyarakat/Keluarga Miskin Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan”, URL: http://dinsos.bulelengkab.go.id, diakses tanggal 20 Desember 2018.

  • 4.    Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679.

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 30/HUK/ 2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 303.

Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 15/A/HUK /2010 tentang Panduan Umum Kesejahteraan Sosial Anak, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 102.

Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Daerah Kabupaten Buleleng Tahun 2016 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabuaten Buleleng Nomor 1.

15