AKSESIBILITAS SEBAGAI BENTUK KEMANDIRIAN BAGI DIFABEL DALAM MENGGUNAKAN FASILITAS PELAYANAN PUBLIK PADA PERBANKAN
on
AKSESIBILITAS SEBAGAI BENTUK KEMANDIRIAN BAGI DIFABEL DALAM MENGGUNAKAN FASILITAS PELAYANAN
PUBLIK PADA PERBANKAN
I Ketut Surya Buana* Dewa Gde Rudy**
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara
ABSTRAK
Aksesibilitas Aksesibilitas dalam pelayanan publik seharusnya dimiliki pada setiap fasilitas gedung pelayanan publik serta aksesibilitas pada transportasi umum guna memudahkan para difabel untuk melakukan aktivitas pelayanan publik. Perlindungan dan pengaturan mengenai aksesibilitas dalam hal pelayanan publik mendapatkan perhatian serius dalam hal menjunjung tinggi harkat dan martabat serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Penulisan ini merumuskan dua permasalahan, yakni: bagaimana pengaturan aksesibilitas bagi difabel sebagai bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara dan bagaimanakah aksesibilitas bagi difabel dalam melakukan pelayanan publik pada perbankan . Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal adalah metode penulisan hukum normati yang menggunakan pendekatan konsep hukum serta pendekatan peraturan perundang-undangan. Penulisan jurnal ini menyimpulkan bahwa aksesibiltas bagi difabel telah dijamin oleh negara, terutama dalam hal pelayanan publik. Aksesibilitas sangat dibutuhkan oleh para difabel dalam melaksanakan segala bentuk aktifitasnya terutama dalam hal pelayanan publik pada perbankan
Kata Kunci: Aksesibilitas, Difabel, Pelayanan Publik
ABSTRACT
Accessibility in public services should be owned by every public service building facility and accessibility to public transportation in order to facilitate the diffable to carry out public service activities. Protection and regulation regarding accessibility in terms of public services get serious attention in terms of upholding the dignity and justice of all the people of Indonesia. This writing formulates two problems, namely: how is the arrangement of accessibility for diffables as a form of protection provided by the state and how is accessibility for diffables in conducting public services in banks. The method used in journal writing is a method of
writing legal norms that uses a legal concept approach and a regulatory approach. The writing of this journal concluded that accessibility for diffables was guaranteed by the state, especially in terms of public services. Accessibility is needed by diffables in carrying out all forms of activities, especially in terms of public services in banks
Keywords: , Accessibility, Disabled, Public Service
Difabel atau seseorang berkebutuhan khusus mempunyai hak dan kewajiban serta kedudukan yang setara dan sama dengan masyarakat non difabel. Persamaan tersebut dijamin oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kaum difabel merupakan bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang perlu mendapatkan perlakuan khusus. Perlakuan khusus yang dimaksud merupakan upaya dari perlindungan yang diberikan terhadap kaum difabel karena rentan terhadap berbagai bentuk diskriminasi serta pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus yang dimaksudkan merupakan sebuah bentuk perlindungan, penghormatan terhadap terpenuhinya hak asasi manusia.1
Difabel adalah seseorang dengan keterbatasan fisik ataupun mental, seperti mengalami keterbatasan terhadap fisik, mental atau gabungan dari keduanya dalam jangka waktu yang lama. Difabel kesulitan dalam hal mengakses pelayanan publik seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan, karena minimnya aksesibilitas pendukung bagi kaum difabel pada tempat-tempat pelayanan publik tersebut. Kedudukan dan hak terhadap kaum difabel dijamin oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Cacat yang mempertegas Pasal 28 A UUD NRI Tahun 1945 mengenai kedudukan dan hak dan
kewajiban serta peranan yang sama sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.
Difabel dalam melakukan interaksi dengan lingkungan sosial atau kelompok masyarakat disekitarnya, para difabel terkendala dalam hal berpartisipasi secara penuh dalam hal kegiatan bersosialisasi di masyarakat karena terbatasnya kemampuan dan aksesibilitas pendukung bagi para difabel. Berdasarkan data Satuan Kerja Nasional (Sakernas) pada tahun 2017 penduduk usia kerja yang tergolong sebagai difabel berjumlah 21.930.529 orang.2 Peran serta negara dalam menjamin perlindungan kepada difabel guna membantu mempermudah kehidupan dan interaksi sosialnya di masyarakat serta dalam hal mengakses berbagai layanan publik dalam bidang kesehatan, pendidikan, transportasi umum, dan pekerjaan serta fasilitas pelayanan publik lainnya.
Pengakuan terhadap keberadaan, kedudukan dan hak-hak dari difabel perlu meningkatkan penyediaan aksesibilitas dalam pelayanan publik yang dapat diakses para difabel. Aksesibilitas sudah seharusnya dimiliki pada setiap fasilitas gedung pelayanan publik guna memudahkan para difabel untuk melakukan aktivitas pelayanan publik. Akses infrastruktur publik yang dapat mempermudah difabel dalam menjalankan aktifitasnya belum sempurna. Fasilitas pelayanan publik seperti transportasi umum, gedung pemerintahan dan non pemerintahan wajib memiliki aksesiblitas bagi difabel.3
Fasilitas jalan serta transportasi publik tidak ramah terhadap difabel, diskriminasi yang tanpa disadari tersebut secara disadari atau tidak, terjadi pada pelayanan perbankan yang dilakukan oleh difabel. Seorang difabel yang memiliki keterbatasan penglihatan (tunanetra) tidak diperkenankan melakukan pelayanan perbankan atau transaksi perbankan secara mandiri. Hal tersebut dikarenakan para difabel khususnya dengan keterbatasan penglihatan (tunanetra) dianggap tidak cakap hukum. Tunanetra yang melakukan pelayanan perbankan wajib menguasakan transaksi perbankan pada pihak lainnya yang tidak memiliki keterbatasan fisik (bukan tunanetra) yang wajib diberikan kuasa melalui pengesahan oleh notaris.4 Ketidak adilan dan perlakuan diskriminatif kepada difabel menjadi suatu permasalahan bagi negara, negara secara tidak langsung dianggap telah merampas hak-hak para difabel. Negara berkewajiban untuk merealisasikan hak-hak para difabel karena negara menjamin partisipasi difabel dalam seluruh aspek kehidupan guna mewujudkan dan menjunjung hak asasi manusia dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka terdapat dua permasalahan yang menjadi objek penulisan ini, yaitu:
-
1. Bagaimana pengaturan aksesibilitas bagi difabel sebagai bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara?
-
2. Bagaimanakah aksesibilitas bagi penyandang difabel dalam menggunakan pelayanan publik pada perbankan?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aksesibilitas yang diperlukan oleh difabel dalam hal melakukan pelayanan publik dan tanggungjawab negara dalam hal jaminan aksesibilitas pelayanan publik yang tidak mendiskriminasi para difabel dalam hal melakukan proses pelayanan publik secara mandiri.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dalam menentukan penyusunan penulisan hukum berupa jurnal.5 Metode penelitian hukum normatif digunakan untuk mengkaji data primer berupa sebuah peraturan perundangan dan diidentifikasi terhadap peraturan lainnya.6 Pendekatan yang digunakan yakni pendekatan analisis konsep hukum dan pendekatan perundang-undangan.7 Penelitian ini menggunakan data sekunder seperti literatur hukum dan karya tulis ilmiah yang dikumpulkan dan dianalisis secara kualitatif dan sistematis.
-
2.2. Pembahasan
2.2.1. Pengaturan Aksesibilitas Bagi Difabel Sebagai Bentuk
Perlindungan Yang Diberikan Oleh Negara
Aksesibilitas memberikan kesempatan bagi difabel untuk dapat melakukan kegiatannya dengan mandiri sehingga dapat berpartisipasi secara penuh dan berinteraksi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Dengan adanya aksesibilitas yang baik akan
memberikan kemudahan bagi difabel dalam melakukan mobilitasnya terutama dalam hal melakukan pelayanan publik, aksesibilitas merupakan sebuah kebutuhan bagi difabel. Aksesibilitas pada setiap gedung pelayanan publik ataupun transportasi dan jalan umum menunjukan tanggungjawab negara dalam pemenuhan hak-hak difabel dan menjauhkan difabel dari diskriminasi sosial. Aksesibilitas pada bangunan gedung dapat memberikan keselamatan, kemudahan, kegunaan dan kemandirian bagi difabel.
Aksesibilitas fisik pada bangunan, transportasi seperti akses masuk pada sarana pendidikan, rumah sakit, tempat kerja, toilet dan ramp (tambahan dari anak tangga) yang merupakan suatu kebutuhan bagi difabel dalam menikmati hak asasi manusia yang dimilikinya. Aksesibilitas informasi dan komunikasi, merupakan sebuah kebutuhan ditengah berkembang dan meningkatnya penggunaan perangkat elektronik yang terintegrasi internet dalam hal mengakses informasi dan berbagai kebutuhan lainnya, aksesibilitas yang dimaksud seperti penggunaan braille (huruf timbul) atau informasi aural (bahasa isyarat).
Negara bertanggungjawab atas perlindungan yang bersifat non diskriminatif bagi difabel melalui peraturan perundangan, sebagai berikut:
-
a. Amandemen IV Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam Pasal 28 D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
-
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, setiap penyandang disabilitas memiliki hak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5. Pasal 18 mengatur
mengenai aksesibilitas, pemerintah menjamin adanya aksesibiitas bagi difabel sebagai pemenuhan terhadap haknya dalam mempermudah melakukan proses pelayanan publik secara mandiri. Pasal 19 mengatur mengenai hak pelayanan publik, meliputi pendampingan dan penerjemah serta tersedianya aksesibilitas secara gratis atau tidak dipungut biaya. Difabel berhak mendapatkan pelayanan [ublik yang bermartabat secara wajar dan optimal dan memperoleh akomodasi, tanpa mendapatkan perlakuan yang bersifat diskriminasi. Pasal 97 kewajiban pemerintah daerah dalam menjamin adanya infrastruktur yang dapat memudahkan akses bagi difabel seperti jalan atau trotoar, fasilitas gedung, pemakaman dan pertamanan, pemukiman. Dalam Pasal 105, kewajiban pemerintah daerah terhadap penyediaan fasilitas pelayanan publik dan pelayanan publik yang mudah diakses oleh difabel. Berdasarkan Pasal 122, aksesibiltas yang dijamin dalam hal melakukan komunikasi kepada para difabel sehingga dapat dimengerti dan dipahami pada saat melakukan pelayanan publik.
-
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), pengaturan ini merupakan ratifikasi dari konvensi internasional dan merupakan dasar hukum dalam hal melakukan perlindungan terhadap difabel sebagai bentuk penghormatan dan pemenuhan hak-haknya. Ratifikasi ini memiliki tujuan dalam melindungi, menjamin dan memajukan persamaan hak dan kebebasan bagi seluruh difabel.
-
d. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, secara tegas mengatur mengenai aksesibilitas bagi
difabel dalam melakukan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas yang mempermudahkan difabel dalam melakukan aktivitasnya.
-
e. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 27 menjamin tersedianya fasilitas bagi difabel serta aksesibilitas yang dapat memudahkan aktivitas difabel dan lanjut usia, sehingga menciptakan rasa aman dan nyaman bagi difabel dalam melakukan aktivitasnya di dalam bangunan gedung.
-
f. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, secara lebih jelas dan rinci mengatur aksesibilitas pelayanan bagi difabel. Peraturan pemerintah ini menjamin kesamaan hak, dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
-
g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 mengatur mengenai standar yang harus digunakan dalam membangun aksesibilitas sehingga para difabel tidak kesulitan untuk menggunakan aksesibilitas tersebut.
Jadi dalam Peraturan Perundang-Undangan diatas sudah diatur secara jelas bagaimana aksesibilitas yang di dapat bagi penyandang Difabel dan juga bagaimana Negara menjamin hak-hak yang di dapat oleh penyandang difabel dalam melakukan pelayanan publik.
Keberadaan difabel tidak sebanding dengan hak yang didapatkannya, masih terdapat diskriminasi dalam hal mendapatkan suatu hak, salah satunya adalah dalam
mendapatkan hak pelayanan publik secara mandiri dan bermartabat setara dengan seseorang yang bukan dikategorikan sebagai difabel. Jumlah difabel yang mendapatkan hak dalam melakukan pelayanan publik secara mandiri berada dalam persentase kurang dari 30%8.
Hak dalam mendapatkan pelayanan publik tidak dapat dilakukan oleh seluruh difabel, karena masih menemui hambatan berupa terbatasnya aksesibilitas dan kemampuan berkomunikasi kepada beberapa difabel. Terbatasnya akses, sarana dan prasarana yang bersifat aksesibel bagi difabel pada suatu fasilitas pelayanan publik menjadi faktor terhambatnya aktivitas difabel, sehingga dapat dikatakan sebagai bentuk diskriminasi dan pengabaian kebutuhan. Selain itu aksesibilitas yang dibangun tidak terawat dan bahkan rusak menjadi hambatan bagi difabel dalam melakukan aktivitasnya secara mandiri, terutama bagi penyandang tunanetra yang melakukan pelayanan publik pada lembaga perbankan.
Negara memiliki kewajiban dalam menjamin pemenuhan hak bagi difabel dengan menyediakan dan membangun aksesibilitas yang aman dan nyaman digunakan oleh difabel. Aksesibilitas yang dimaksud seperti toilet yang dapat digunakan bagi difabel dalam setiap bangunan gedung atau fasilitas umum lainnya, lahan parkir, kontruksi jalan yang minim adanyanya undakan atau menyediakan jalur khusus difabel. Pemerintah
sebagai pelaksana negara belum memenuhi standar minimum dalam pembangunan aksesibilitas sehingga pemenuhan aktivitas para difabel yang mudah diakses dan dapat digunakan dengan nyaman dan aman masih menemui hambatan.
Negara telah menjamin pemenuhan hak difabel melalui intrumen hukum nasional, namun pelaksanaan dari instrumen tersebut tidak sepenuhnya direalisasikan sehingga negara terkesan mendiskriminasi atau mengabaikan hak dari difabel. Tidak seluruh fasilitas pelayanan publik menyediakan aksesibilitas, seperti pada lingkungan pendidikan, terminal, penginapan, termasuk pada bangunan gedung pada lembaga perbankan namun beberapa bangunan kantor telah dilengkapi aksesibilitas bagi difabel.9 Lemahnya penegakan dari instrumen yang telah dibuat menyebabkan rendahnya tingkat ketersediaan aksesibilitas bagi difabel. Difabel berhak mengakses setiap ruang publik serta memanfaatkan fasilitas yang terdapat didalamnya, maka pemerintah wajib memenuhi hak difabel dengan melengkapi setiap fasilitas publik dengan aksesibilitas yang aman.10
Pelayanan publik belum responsif terhadap para difabel, yang seharusnya menerapkan asas kemudahan, kegunaan, serta kemandirian bagi difabel, khususnya dalam hal melakukan komunikasi, komunikasi kepada difabel juga merupakan salah satu bentuk aksesibilitas dalam memudahkan difabel melakukan pelayanan publik, seperti tersedianya huruf brailey, penggunaan bahas tubuh dan lainnya dalam mengakses pelayanan publik pada
lembaga perbankan.11 Tersedianya aksesibilitas bagi difabel dalam melakukan pelayanan publik merupakan pemenuhan dan penghormatan hak-hak difabel serta sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kemandirian difabel. Lingkungan sekitar difabel yang mendukung pemenuhan hak difabel sehingga difabel dapat melakukan mobilitas dan beraktifitas merupakan faktor yang mendukung keberhasilan pengembangan potensi serta peranan sosial difabel dalam kehidupan kemasyarakatan dan bernegara.12
-
1. Aksesisibilitas dalam pemenuhan pelayanan publik bagi difabel merupakan bentuk pemenuhan hak dan tanggung jawab negara dalam melindungi difabel dari diskriminasi dan menghormati hak-haknya sebagai warga negara dalam rangka mewujudkan kemandirian bagi difabel. Jaminan adanya aksesibilitas telah diatur dalam berbagai macam peraturan perundangan, namun pelaksanaannya belum maksimal.
-
2. Pemenuhan aksesibilitas dalam setiap fasilitas pelayanan publik pada perbankan merupakan bentuk
penghormatan dan dalam mendukung kemandirian difabel terhadap pelaksanaan proses pelayanan publik. Aksesibilitas yang dibutuhkan termasuk kemampuan berkomunikasi kepada difabel dalam melakukan pelayanan publik pada bidang perbankan, seperti
tersedianya huruf brailey, dan dapat menggunakan bahasa tubuh.
-
1. Diperlukan adanya penegakan terhadap peraturan mengenai kewajiban memenuhi aksesibilitas dalam setiap fasilitas pelayanan publik, sehingga setiap fasilitas tersebut ramah terhadap difabel. Aksesibilitas yang telah tersedia perlu mendapatkan perawatan sehingga para difabel aman dan nyaman dalam menggunakannya.
-
2. Disarankan agar pada setiap fasilitas pelayanan publik atau pada setiap kantor pelayanan publik agar menyediakan sumber daya manusia yang dapat memahami bentuk komunikasi kepada difabel dan
menyediakan huruf brailey. Aksesibilitas tidak hanya
berbentuk fisik sebagai penopang mobilitas difabel tetapi berbentuk komunikasi kepada para difabel.
DAFTAR PUSTAKA
DepartemenASosialARepublik Indonesia, APanduanAKhusus
Pelaksanaan BimbinganASosial Penyandang CacatATubuh Dalam Panti, ADit.PRSPC, AJakarta.
ElAMuhtaj, AMajda, 2008, Dimensi-DimensiAHAM MenguraiAHak Ekonomi, ASosial danABudaya, RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Fajar, AA. Muktie dan YuliantoAAhmad, 2009,
DualismeAPenelitian HukumANormatif dan Empiris,
APustaka Pelajar, AYogyakarta.
Muladi, A2009, Hak AsasiAManusia: AHakikat, Konsep dan
ImplikasinyaAdalam PerspektifAHukum danAMasyarakat, Pt. Rafka Aditama, ABandung.
NurATanjung, H. ABahdin danAH. Ardinal, A2005, “Pedoman
PenulisanAKarya Ilmiah (Proposal, ASkripsi dan Tesis)”,
Kencana, AMedan.
Sinambela, ALijanAPoltak, et.al, A2010, ReformasiAPelayanan Publik: ATeori, Kebijakan, Dan Implementasi, Pt. Bumi AKsara, Jakarta
Suprapto, A2013, “MetodologiAPenelitian IlmuAPendidikan dan
Ilmu-Ilmu Pengetahuan Sosial
(PenelitianAKuantitatifAdanKualitatif Dilengkapi
denganATeknik PengolahanAData dan Tabel Statistik)”,
-
ACAPS, Bogor.
Indyana Pranatha, I Kadek dan Anak Agung Sri Utari, 2016, Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali Terhadap Perlindungan Disabilitas, Jurnal Kertha Negara Vol. 04, No.05 Juli 2016 Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Kusnawan, I Gede dan IAGusti NgurahAWairocana, Ni GustiAAyu DyahASatyawati, 2017, PenerapanAPeraturan Daerah
ProvinsiABali Nomor 9ATahun 2015ATentang Perlindungan danAPemenuhanAHak PenyandangADisabilitasADalam
Penerimaan Tenaga Kerja, Jurnal Kertha Negara Vol. 05, No.02 April 2017 Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Jimly Asshiddiqie, workshopApengarusutamaanAHak-hak Penyandang DisabilitasAdalam PenyusunanAKebijakan PublikAdi Daerah,
dilaksanakan pada tanggal 20-21 November 2012 di Hotel Lumire, Jakarta. Diakses oleh penulis tanggal 11 Desember 2018, URL: http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/123456789/1208 /2/jd2d3d-01-02-2004-aksesibilitas_publik_bagi_penyandang.pdf
Kompasiana.com, Pemerintah, Difabel Juga Butuh Perhatian, URL: Diakses pada 11 Desember 2018.
R. ANuraini, 2018, ACatatan Pemerintah, ASebanyak 414.222
Penyandang Disabilitas Butuh Kerja, URL:
https://jpp.go.id/humaniora/sosial-budaya/319416-catatan-pemerintah-sebanyak-414-222-penyandang-disabilitas-butuh-kerja diakses pada: 11 Desember 2018.
-
d. Peraturan Perundang-Undanganan:
Undang-Undang Dasar NegaraARepublikAIndonesiaATahun 1945
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871).
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5251).
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038).
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3754).
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247).
14
Discussion and feedback