POTENSI PERPAJAKAN TERHADAP TRANSAKSI ECOMMERCE DI INDONESIA*

Oleh:

Finanto Valentino*

I Gusti Ngurah Wairocana***

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Pengenaan Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai terhadap E-Commerce yang sedang berkembang di Indonesia memang harus mendapat perhatian dari pemerintah. Hal ini dikarenakan besarnya potensi perpajakan dari usaha secara online tersebut. Peraturan perpajakan di Indonesia masih belum mengatur secara khusus mengenai hal tersebut sehingga terjadi kekosongan norma. Tujuan dari penulisan jurnal ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana potensi pendapatan negara melalui pengenaan pajak Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai terhadap transaksi E-Commerce di Indonesia. Metode menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (Analitical Conceptual Approach). Sumber bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Potensi Perpajakan terhadap transaksi E-Commerce Di Indonesia sangat besar, ada beberapa faktor penghambat dalam pengenaan Pajak terhadap E-Commerce baik dari faktor hukum faktor pemerintah maupun pelaku usaha online sebagai wajib pajak. Seharusnya pemerintah membuat aturan yang secara khusus mengatur mengenai hal tersebut sehingga dapat memanfaatkan potensi tersebut dengan baik.

Kata kunci: Pajak, E-Commerce, Potensi, PPN, PPH

ABSTRACT

The Imposition of Income Taxes and Value Added Taxes on Developing E-Commerce in Indonesia must indeed receive attention from the government. This is due to the large tax potential of the online business. Taxation regulations in Indonesia have not yet been specifically regulated on this matter so that there is a vacuum of

norms. The purpose of writing this scientific journal is to find out how the potential of state income is through the imposition of Income Tax and Value Added Tax on E-Commerce transactions in Indonesia. The method uses the Statute Approach and Analytical Conceptual Approach. The sources of legal material used are primary, secondary and tertiary legal materials. Tax Potential for E-Commerce Transactions In Indonesia it is very large, there are several inhibiting factors in imposing Tax on E-Commerce both from the legal factors of government factors and Online business actors as taxpayers. The government should make rules specifically regulating this matter so that it can take advantage of this potential.

Keywords: Taxes, E-Commerce, Potential, Value Added Tax, Income Tax.

  • I.    PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu pendapatan negara yang terpenting bagi pelaksanaan serta pembangunan nasional adalah pajak. Guna memenuhi tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Guna mencapai tujuan tersebut diperlukan dana yang besar yang bersumber dari sumber daya alam dan sumber daya manusia. Seiring perkembangan jaman, sumber daya alam dan sumber daya manusia semakin berkurang, maka dari itu pajak merupakan pilihan utama.1

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Soeparman Soemahamidjaya, definisi pajak ialah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.2 Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah self assesment system, yaitu sistem yang memberikan kepercayaan serta tanggungjawab untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban melaksanakan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban wajib pajak, salah satunya adalah pajak penghasilan.3

Seiring perkembangan teknologi dan informasi, kini berbagai transaksi perdagangan barang atau jasa dapat dilakukan secara online. Berkembangnya perdagangan secara online didasarkan atas kemudahan bagi pelaku bisnis dalam mempromosikan barangnya serta tidak memerlukan biaya yang lebih karena tidak memerlukan adanya toko secara fisik. Banyaknya E-Commerce atau bisnis secara online dari berbagai kalangan masyarakat Indonesia yang berkembang melebihi pedagang konvensional membuat hal tersebut

semakin mewabah yang dikarenakan pada perdagangan secara online memiliki jumlah pasar tanpa batas.

Apabila ditinjau dari peraturan perundang-undangan perpajakan, semestinya perdagangan secara online sangat berpotensi untuk dikenakan Pajak. Tetapi karena kurangnya pengaturan mengenai pengenaan pajak terhadap bisnis online dapat menimbulkan adanya kekosongan norma yang terjadi dalam peraturan perpajakan di Indonesia. Sehingga potensi perpajakan tidak dimanfaatkan secara efektif. Maka berdasarkan hal tersebut, penulis menyusun jurnal dengan judul : “POTENSI PERPAJAKAN TERHADAP TRANSAKSI E-COMMERCE DI INDONESIA”

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Apakah Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai dapat dikenakan terhadap transaksi E-Commerce?

  • 2.    Apa saja Faktor penghambat serta solusi dalam pengenaan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana potensi pendapatan negara melalui pengenaan pajak Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai terhadap transaksi E-Commerce di Indonesia. Penulis berharap jurnal ilmiah ini nantinya dapat menjawab permasalahan tersebut sehingga negara bisa memanfaatkan segala potensi mengenai perpajakan di Indonesia ini secara maksimal serta membuat peraturan yang mengatur secara khusus mengenai hal tersebut agar tidak terjadi kekosongan norma.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode penelitian

      2.1.1    Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum secara normatif yakni penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang memiliki keterkaitan dengan objek penelitian ini.4

  • 2.1.2    Jenis Pendekatan

Pada penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan analisa konsep hukum (Analitical Conceptual Approach). Pendekatan perundang-undangan yakni pendekatan yang meneliti aturan-aturan atau asas yang berada dalam suatu perundang-undangan atau pendekatan yang menggunakan legislasi dan regulasi.5 Kemudian jenis pendekatan yang kedua adalah pendekatan analisa konsep hukum (Analitical Conceptual Approach) yaitu pendekatan analisis konsep hukum atau pendekatan yang melihat dari doktrin atau pandangan yang berkembang dalam ilmu hukum.

  • 2.1.3    Sumber Bahan Hukum

Berikut merupakan sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini:

  • 1.    Bahan hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945, Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

  • 2.    Bah.an huk.um  seku.nder, yakni bah.an huku.m yang

memb.erikan penj.elasan menge.nai bah.an hu.kum pri.mer sep.erti has.il k.arya da.ri kala.ngan huk.um, dan has.il-hasil peneli.tian.

  • 3.    Bah.an huk.um ters.ier, yakni b .han yang memb.erikan petu.njuk maup.un penjel.asan terha.dap bah.an huku.m primer dan sek.under sep.erti kam.us, ensiklop.edia dan ind.eks kum.ulatif.6

  • 2.1.4    Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Jurnal ilmiah ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis dan bahan hukum dengan menafsirkan serta mengkaji peraturan perundang-undangan terkait, dan juga mencari bahan pada literatur-literatur terkait permasalahan guna dijadikan pedoman untuk menganalisis permasalahan serta mengutip beberapa pendapat maupun pernyataan yang mendukung dalam menjawab permasalahan tersebut dan kemudian disusun secara sistematis sebagai landasan sesuai dengan pembahasan dalam penelitian ini.

  • 2.1.5    Teknik Pengolahan Bahan Hukum

Dal.am peneli.tian hukum normatif, pada analisis normatif dipergun.akan bahan.-bahan kepust.akaan seba.gai sum.ber penelit.iannya. Adap.un tahap.an-tahapannya meliputi perumusan da.sar-dasar hukum, merumu.skan pengertian hu.kum, perumusan ka.idah-kai.dah hukum.7

  • 2.2    Hasil Analisa

    • 2.2.1    Pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce

Hukum pajak tidak berbeda dengan hukum lainnya yang memiliki subjek hukum selaku pendukung kewajiban dan hak. Dalam hukum pajak, bukan subjek pajak sebagai pendukung hak dan kewajiban melainkan adalah wajib pajak.8 Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan atau pemotongan pajak tertentu. Pada hakikatnya, wajib pajak tidak boleh terlepas dari konteks perorangan agar tidak lepas dari kedudukannya sebagai orang pribadi. Sementara itu, badan sebagai wajib pajak dapat berupa badan hukum, dan badan yang berstatus badan hukum, baik yang tunduk pada hukum privat maupun yang tunduk pada hukum publik.9 Sehubungan dengan semakin berkembangnya transaksi perdagangan barang dan/atau jasa melalui sistem elektronik, yang seslanjutnya disebut ECommerce, perlu ada penegasan khusus terkait pemungutan pajak baik PPH maupun PPN atas transaksi E-Commerce tersebut. Hal ini

telah ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce. Dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Transaksi E-Commerce. Dalam aturan ini disebutkan terdapat 4 model E-Commerce yang akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 10%, yaitu :

  • 1.    Online Marketplace, Jenis model bisnis ini menyediakan tempat kegiatan usaha seperti Mall Online sebagai tempat menjual barang dan jasa, artinya penyedia Online Marketplace hanya menyediakan tempat berjaualan dan bukan merupakan pemilik dari barang dan jasa yang ada secara online.

  • 2.    Classified Ads, Model bisnis E-Commerce ini yang paling sederhana dan banyak digunakan di negara-negara berkembang. Classified Ads menyediakan tempat bagi pengiklan untuk memasang iklannya secara online.

  • 3.    Daily Deals, Model bisnis ini merupakan kegiatan usaha berupa situs Daily Deals sebagai tempat Daily Deals Merchant menjual baran dan/atau jasa kepada pembeli dengan menggunakan voucher sebagai sarana pembayaran.

  • 4.    Online Retail, Model Bisnis ini adalah kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh penyelenggara Online Retail kepada pembeli di situsnya.10

Berdasarkan hal tersebut, pelaku transaksi E-Commerce dapat dikategorikan sebagai subjek pajak yang berkewajiban untuk

membayar pajak kepada negara. Subjek pajak akan dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Dasar hukum dari Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam Undang-undang ini diatur mengenai pengenaan pajak terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.

Pajak yang dapat dikenakan terhadap transaksi E-Commerce adalah Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Dikarenakan belum ada aturan yang secara khusus mengatur mengenai perlakuan PPH atas Pengusaha E-Commerce sehingga pada dasarnya disamakan dengan toko konvensional. Berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang telah direvisi menjadi PP Nomor 23 Tahun 2018, pengusaha E-Commerce dengan penghasilan/omset bruto yang tidak melebihi 4,8 Miliar Rupiah dikenakan pajak sama dengan UMKM, yaitu 0,5% dari omset. Sedangkan Bagi pelaku usaha E-Commerce yang omsetnya mencapai Rp 4,8 Miliar per tahun atau melebihi itu, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.11

  • 2.2.2    Faktor penghambat serta solusi dalam pengenaan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce

E-Commerce merupakan salah satu dari subjek pajak yang mempunyai kewajiban untuk membayar pajak tanpa terkecuali.

Seharusnya dengan berkembangnya bisnis E-Commerce di Indonesia membuat peningkatan pendapatan negara juga karena pajak yang diterima negara lebih besar, tetapi kenyataannya penerimaan negara dari pajak masih jauh dari target. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa wajib pajak banyak yang tidak melaporkan kewajibannya dan ada pula wajib pajak yang melapor tetapi pajak yang disetor tidak sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku. Selain itu faktor penghambat lainnya adalah karena transaksi melalui E-Commerce mampu menembus batas geografis antar negara, selain itu bentuk barang atau jasa yang diperjualbelikan dapat berbentuk digital seperti perangkat lunak komputer, musik, majalah dan lain-lain. Sehingga transaksi fisik tidak diperlukan lagi dan diganti dengan perpindahan secara digital saja. Transaksi E-Commerce di seluruh dunia terjadi dengan begitu cepat dalam waktu yang singkat Sehingga dalam pengenaan pajak Transaksi E-Commerce diperlukan aturan khusus yang dapat menangkap potensi perpajakan berdasarkan kondisi-kondisi tersebut.

Belum terdatanya pelaku usaha online juga mengakibatkan pemungutan pajak dari sektor online menjadi tidak optimal. Karena kebenaran database sangat menentukan untuk menguji kebenaran pembayaran pajak dengan sistem Self-Assessment. Ketidakefektifan pengenaan pajak pelaku usaha online tersebut sangat disayangkan mengingat potensi pajak yang bisa didapatkan sangat besar dan belum dapat terjamah secara khusus oleh sistem perpajakan karena lemahnya upaya dalam menjaring potensi ini. Hal ini dapat disebabkan juga oleh tempat penjualan yang tidak jelas dan nyata, sehingga sulit mendeteksi kebenaran dari keberadaan suatu pelaku usaha online tersebut. Kesadaran pelaku usaha online selaku wajib pajak juga masih rendah sehingga hal ini menimbulkan celah yang

mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Pelaku usaha online selaku wajib pajak juga seharusnya diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan, yang berguna sebagai tanda pengendal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya yang dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan dan dapat menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.12 Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan guna mengurangi faktor-faktor penghambat dalam pengenaan Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai dalam pelaku usaha online.

Di Indonesia pemungutan pajak menggunakan Sistem Self-Assesment dimana wajib pajak sendiri yang menghitung dan menilai pemenuhan kewajiban perpajakannya.13 Hal ini menimbulkan ketidakefektifan pemungutan pajak penghasilan yang adil bagi setiap pihak di Indonesia. Seharusnya pemerintah membuat aturan yang secara khusus mengatur mengenai pengenaan pajak baik Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai bagi transaksi E-Commerce dan juga bagi transaksi secara konvensional, sehingga keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia dapat tercipta. Faktor Penegak hukum juga memegang peranan penting dalam hal ini. Penegak hukum harus tegas dan melakukan pengawasan secara berkala sehingga tidak ada celah bagi wajib pajak untuk lalai dalam kewajibannya membayar pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan di Indonesia.

Pengawasan terhadap pemerintah pun sebaiknya ditingkatkan sehingga dapat mengurangi potensi timbulnya penyalahgunaan dari pajak yang telah dikumpulkan.

Masyarakat sebagai wajib pajak sebaiknya diberikan edukasi mengenai pentingnya membayar pajak bagi suatu negara dan diberi arahan yang baik dan benar mengenai tata cara membayar pajak, sehingga diharapkan masyarakat dapat sadar dan membayar pajak tepat waktu serta sesuai dengan ketentuan perpajakan. Sehingga sistem self assesment di Indonesia dapat berjalan dengan efektif. Pemerintah pun sebaiknya tetap terbuka dan dapat memberikan manfaat yang sebanding terhadap pembangunan negara dan jika memungkinkan dapat mewajibkan tiap pelaku usaha online untuk memiliki Izin Usaha online dan didaftarkan sehingga dapat memudahkan dalam pengawasan serta pengenaan pajak terhadap pelaku E-Commerce di Indonesia.

  • III.    Penutup

    1.1.    Kesimpulan

  • 1.    Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai dapat dikenakan terhadap E-Commerce di Indonesia dan sangat berpotensi dalam meningkatkan pendapatan negara. Pengaturan mengenai hal itu dapat dilihat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi ECommerce dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce yang mengacu pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan Atas Barang Mewah, yang dibagi menurut omset atau penghasilan tahunan pelaku bisnis online tersebut.

  • 2.    Faktor-faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce di Indonesia dapat dilihat dari faktor kesadaran pelaku usaha online dalam membayar pajak yang masih rendah, lemahnya penegakan hukum terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya, tidak ada kewajiban memiliki NPWP bagi pelaku usaha online, serta belum adanya peraturan yang secara khusus mengatur mengenai pengenaan pajak terhadap pelaku usaha online tersebut. Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan, yaitu dengan menerbitkan aturan pelaksana yang sesuai dan dapat secara khusus menjangkau potensi perpajakan dari E-Commerce tersebut, kemudian meningkatkan pengawasan dari penegak hukum baik bagi pemerintah agar tidak terjadi penyalahgunaan serta bagi wajib pajak agar menuntaskan kewajibannya.

  • 1.2.    Saran

  • 1.    Pemerintah perlu lebih sering untuk mengadakan sosialisasi terhadap wajib pajak khususnya bidang E-Commerce mengenai pentingnya membayar pajak sesuai peraturan perpajakan di Indonesia

  • 2.    Dirjen  Pajak perlu untuk lebih  meningkatkan upaya

pendataan terhadap E-Commerce, sehingga pelaku usaha online dapat tercatat secara jelas, yang berakibat dapat terjangkaunya potensi pajak yang sangat besar dari usaha-usaha online yang ada.

  • IV.    Daftar Pustaka

    1.    Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin. 2004, Pengantar Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan kedelapan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ayza, Bustamar, 2017, Hukum Pajak Indonesia, Penerbit Kencana, Jakarta.

Bohari, H., 2014, Pengantar Hukum Pajak, Rajawali Pers, Jakarta.

Devany, Sony, 2006, Perpajakan : Konsep, Teori, dan Isu, Edisi Kesatu, Cetakan Kesatu, Kencana, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2015, Penelitian Hukum, Prenamedia Group, Jakarta.

Nurmantu, Safri, 2005, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta.

Saidi, Muhammad Djafar, 2014, Pembaharuan Hukum Pajak Ed. Baru Cet. 4, Rajawali Pers, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

  • 2.    Jurnal Ilmiah

Lubis, Melisa Rahmaini, 2017, “Kebijakan Pengaturan Pajak

Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Sitorus, Riris Rotua, 2017, “Pengaruh E-Commerce Terhadap Jumlah Pajak yang Disetor dengan Kepatuhan Wajib Pajak Sebagi Variabel Intervening”, Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

  • 3.    Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Surat Edaran Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce.

Surat Edaran Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Transaksi ECommerce.

  • 4.    Internet

Agus Sahbani, 2018, “Pemerintah Finalisasi Aturan Pajak E-

Commerce”,URL:https://www.hukumonline.com/berita/baca /lt5a61d5ce22d72/pemerintah-finalisasi-aturan-pajak-e-commerce , diakses pada tanggal 11 Januari 2019

15