PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BURUH OUTSOURCING INDONESIA DITINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BURUH OUTSOURCING INDONESIA DITINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL*
Oleh :
Cokorda Istri Ardina Ratih**
Made Subawa***
Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Demi mencapai efisiensi, setiap perusahaan berusaha untuk mencari cara agar dapat mengeluarkan biaya yang minim namun dengan hasil yang maksimal.Salah satunya adalah melalui sistem Outsourcing. Outsourcing adalah penggunaan tenaga kerja oleh suatu perusahaan dari perusahaan penyedia jasa dalam jangka waktu tertentu. Tujuan dari penulisan ini untuk memperluas pengetahuan mengenai pengaturan Outsourcing serta
perlindungan hak-hak Buruh Outsourcingkhususnya mengenai Buruh Outsourcing Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian normatif yang mengkaji dari norma-norma hukum yang sudah ada. ILO merupakan sebuah wadah untuk membahas isu-isu buruh internasional.Hukum Internasionaljuga memberikan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Buruh Outsourcing melaluiUniversal Declaration of Human Rights (UDHR) dan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights(ICESCR). Indonesia sendiri sudah meratifikasi semua instrumen hukum diatas. Akan Tetapi, dalam prakteknya masih banyak terdapat pelanggaran hak terhadap Buruh Outsourcing seperti adanya diskriminasi antar Buruh berdasarkan riset yang dilakukan oleh Indrasari Tjandraningsih, Rina, dan Suhadmadi. Buruh Outsourcing sendiri seperti tidak mempunyai kepastian hukum dikarenakan kurang maksimalnya pelaksanaan dari peraturan yang ada.
Kata Kunci: Outsourcing; Hak Asasi Manusia; Perlindungan Hukum; Buruh Outsourcing
ABSTRACT
In order to achieve efficiency, every company tries to find ways to spend minimum cost but with maximum results. One of them is through Outsourcing system. Outsourcing is the use of laborsby a company from a service provider company within a certain period of time. The purpose of this paper is to expand the knowledge of Outsourcing arrangements as well as the protection of the rights of outsourced labors, especially for the Indonesian outsourced labors. The method used in this paper is a normative study that examines the existing legal norms. ILO is a forum for discussing international labors issues. Law of nations also gives human rights protection against outsourced workers through Universal Declaration of Human Rights (UDHR) and International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR). Indonesia itself has ratified all of the legal instruments mentioned above. However, in practice there are still many violations of rights of outsourced labors among other labors based on a research by Indrasari Tjandraningsih, Rina, and Suhadmadi. Outsourced labors themselves do not have legal security due to lack of implementation of the existing regulations.
Keywords: Outsourcing; Human Rights; Legal Protection; Outsourced Labors
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar atau dapat disebut dengan hak pokok manusia yang sudah ada sejak lahir maupun dalam kandungan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa dan hak asasi ini menjadi hak dasar dan bersangkutan dengan kewajiban yang lain. Untuk melindungi hal tersebut dibutuhkan hukum sebagai unsur kepastian.1 Negara dalam hal ini mempunyai kewajiban untuk melindungi apa yang menjadi hak asasi manusia dari
1
warga negaranya. Salah satunya dengan cara meratifikasi beberapa konvensi-konvensi internasional seperti Universal Declaration of Human Rights (UDHR), International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR), dan konvensi internasional yang dikeluarkan olehInternational Labour Organization (ILO). ILO merupakan sebuah organisasi dibawah badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dengan tanggung jawab internasional khususnya mengenai ketenagakerjaan.Salah satu peran ILO di Indonesia adalah menjaga kebebasan manusia khususnya kemerdekaan sipil bagi para serikat pekerja maupun serikat buruh.2Di Indonesia sendiri isu perburuhanOutsourcingsudah sering terjadi, khususnya bagi mereka yang mendapatkan perlakuan tidak adil ketika bekerja.
Outsourcing adalah pemindahan tanggung jawab kepada suatuperusahaan penyedia jasa, dimana perusahaan penyedia jasa tersebut akan mengirimkan sebuah jasa pada bidang tertentu (tidak untuk pekerjaan bersifat pokok) kepada suatu perusahaan pengguna jasa berdasarkan apa yang telah disepakati oleh para pihak. Sedangkan, Buruh Outsourcing yang dijadikan objek penelitian dalam artikel ini adalah Buruh Outsourcing Indonesia yang merasa hak-hak bekerja mereka dirugikan dan penelitian ini akan memfokuskan pada perlindungan HAM yang didapat Buruh Outsourcing dalam lingkup internasional maupun nasional. Indonesia sendiri sudah banyak meratifikasi konvensi-konvensi ILO salah satunya adalah tentang kebebasan
berserikat. Kantor ILO untuk perwakilan Indonesia bertempat di Menara Thamrin, Jakarta Pusat.
Untuk pengaturan buruh Outsourcing di Indonesia sudah tertuang secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Akan tetapi, masih terdapat beberapa hal yang dapat merugikan para Buruh Outsourcingyakni adanya upah yang lebih rendah,
mekanisme penghasilan yang tidak jelas, jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal dan hal lainnya yang dapat mengancam status pekerja/Buruh Outsourcing.3Dari latar belakang yang ada, penulis mengambil judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BURUH
OUTSOURCINGINDONESIA DITINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL”.
-
1. Bagaimanakah pengaturan buruh Outsourcing berdasarkan instrumen hukum Hak Asasi Manusia Internasional?
-
2. Bagaimanakah perlindungan buruh Outsourcing di Indonesia?
-
1. Untuk memahami pengaturan buruh Outsourcing berdasarkan instrumen hukum Hak Asasi Manusia Internasional.
-
2. Untuk memahami bentuk perlindungan hukum bagi buruh Outsourcing di Indonesia.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum
3
Muzni Tambusai, 2005. Seri 3 Outsourcing,Tanpa Penerbit,Jakarta, h.1.
normatif. Penelitian hukum normatif menggunakan banyak pendekatan yang dilakukan secara terpisah maupun secara kolektif. Penulis akan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (analitycal conceptual apporach). Dimana kedua pendekatan tersebut memiliki arti:4
-
a. Pendekatan perundang-undangan atau pendekatan yuridis, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap norma-norma hukum yang telah ada.
-
b. Pendekatan konseptual atau analisis konsep hukum, yaitu penelitian yang menggunakananalisis dari konsep-konsep hukum seperti sumber hukum, lembaga hukum, dan sebagainya.
-
III. PEMBAHASAN
Berdasarkan riset yang dilakukan di sektor industri metal di Indonesia oleh Indrasari Tjandraningsih, Rina Herawati, dan Suhadmadi memperlihatkan adanya diskriminasi terhadap Buruh Outsourcing seperti upah Buruh Outsourcing 26% lebih rendah dari pekerja tetap untuk jenis pekerjaan dan masa kerja yang sama dan Buruh Outsourcing tidak bisa menjadi anggota serikat pekerja, sehingga hak mereka tidak terlindungi.5 Buruh Outsourcing mendapatkan upah yang lebih kecil dibandingkan dengan buruh tetap maupun pekerjaan yang mereka lakukan sama hal ini bertentangan dengan pasal 23 (2) Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang menetapkan “everyone without any discrimination, has the right to equal pay for equal work” dan pada pasal 7 International Covenant
on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR) menetapkan dimana pekerja memilki hak untuk mendapatkan remunerasi (equal remuneration for work of equal value) atau imbalan atas jasa yang dilakukan yang setara untuk pekerjaan yang nilainya setara tanpa pembedaan apapun.
Di dalam urusan berserikat Buruh Outsourcing tidak diperbolehkan karena dianggap akan mengancam kelangsungan perusahaan hal ini juga bertentangan dengan pasal 8 huruf a ICESCR tentang hak pekerja dalam membentuk dan bergabung dengan serikat buruh tanpa batas-batasan apapun (the right of everyobe to form and join the trade union of his choice). Indonesia meratifikasi ICESCR melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Kovenan Internasional Ekosob).
Sebuah badan khusus PBB yang memiliki tujuan utama, yaitu mempromosikan hak-hak pekerja di tempat kerja , mendorong terciptanya peluang kerja yang layak, meningkatkan perlindungan sosial serta mengatasi permasalah-permasalahan yang terkait dengan dunia kerja adalah ILO.6 Selain itu, ILO merupakan sebuah organisasi yang membahas mengenai isu buruh internasional, didalamnya terdapat konvensi-konvensi yang mengikat
secara hukum.7Konvensi ILO merupakan sebuah traktat Internasional yang perlu diratifikasi oleh seluruh negara anggota ILO. Indonesia telah meratifiasi setidaknya 17 konvensi ILO. Kerangka umum yang digunakan ILO sebagaiprinsip dan hak-hak dasar di tempat kerja yang berkaitan dengan Outsourcing adalah:
-
a. Konvensi ILO no. 111 (1958) (Discrimination
Employment and Occupation) tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi tenaga kerja (equality and non discrimination).Kovensi ini melindungi hak-hak tenaga kerja dari diskriminasi langsung maupun tidak langsung (giving protection for all workers againts direct and indirect discrimination)8. Konvensi ini telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 1999. Akan tetapi, masih adanya diskriminasi yang terjadi pada Buruh Outsourcing seperti diskriminasi upah antara Buruh Outsourcing dengan buruh tetap dan adanya perlakuan-perlakuan diskriminasi lain yang bertentangan dengan HAM. Contoh kasus terjadi pada Buruh Outsourcing Petrokimia Gresik yang mendapatkan perlakuan yang tidak adil ketika bekerja. Buruh Outsourcing tersebut menuntut persamaan hak, keselamatan kerja, dan upah yang layak. Para Buruh Outsourcing merasakan adanya diskriminasi akan perlindungan kerja, dimana
mereka hanya mendapat sepatu karet dan masker berkualitas rendah, sedangkan para buruh tetap mendapat sepatu kerja yang memberi keamanan lebih serta masker berkualitas tinggi yang diganti setiap 3 (tiga) bulan. Selain itu, para Buruh Outsourcing hanya menerima upah sebesar Rp. 1,34 juta per bulan, sedangkan gaji para buruh tetap Petrokimia berkisar Rp.3,84 juta tiap bulan. Selain masalah diskriminasi kerja, praktik Outsourcing di Petrokimia telah menyalahi aturan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu menerapkan Outsourcing pada jenis pekerjaan yang berhubungan dengan core business(pekerjaan pokok). 9Realisasi konvensi ini dalam hukum nasional terletak pada pasal 6 UU No. 13 Tahun 2003 yang menetapkan bahwa setiap buruh memperoleh hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi di tempat kerja serta pada pasal 66 UU No. 13 Tahun 2003 juga menetapkan bahwa pekerjaan yang dapat dilakukan oleh Buruh Outsourcing adalah hanya pada pekerjaan yang tidak bersifat pokok melainkan hanya pada pekerjaan penunjang saja.
-
b. Konvensi ILO no. 87 (1948) (Freedom of Association and Protection of the right to Organise) tentang kebebasan untuk berserikat dan pengakuan untuk melakukan perundingan bersama. Konvensi ini
menetapkan bahwa “all workers have the rights without any distinction to join a organization of their own choosing without previous authorisation.”10. Konvensi ini telah diratifikasi Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998. Buruh Outsourcing dilarang untuk bergabung kepada serikat buruh apapun dengan ancaman adanya pemutusan kontrak dan tidak diperkerjakan kembali. Contoh kasus yang terjadi adalah pelaporan pemecatan Buruh OutsourcingPT. Shandy Putra Makmur setelah mendirikan sebuah serikat ketika bekerja pada PT. Telkomsel.Di dalam kasus tersebut dijelaskan bahwa Buruh Outousrcing bernama Edy yang merupakan salah satu pengurus di sebuah serikat bernama PT. SPM (Sepaham) dengan maksud meningkatkan kesejahteraan dan menuntut dijadikan sebagai pekerja tetap di tempat ia bekerja, PT. Telkomsel. Edy sudah lima tahun menjadi sekuriti di kantor PT. Telkomsel di Jakarta. Selama bekerja Edy diperlakukan seperti karyawan tetap, namun tidak pernah mendapatkan uang penghargaan maupun hak atas upah lembur. Edy hanya ingin meminta kejelasan dalam status bekerjanya, namun pada akhirnya Edy dipecat setelah PT. Telkomsel mengetahui tentang keterlibatan Buruh
Outsourcing tersebut pada serikat PT. SPM.11 Realisasi Konvensi ILO no. 87 ini adalah melalui Undang-Undang no. 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/buruh dalam undang-undang tersebut pada pasal 28 dijelaskan bahwa siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat buruh salah satunya adalah dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja.
Pengaturan hukum Outsourcing di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Di dalam UU Ketenagakerjaan memang tidak dapat ditemukan kata Outsourcing secara langsung, namun Undang-undang ini merupakan tonggak baru yang mengatur dan mendelegasi permasalahan Outsourcing. Pasal 64 dan pasal 65 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian secara tertulis pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh. Di dalam pasal 66 UU Ketenagakerjaan mengatakan bahwa pekerjaan yang dapat dijadikan dalam perjanjian Outsourcing adalah pekerjaan yang tidak berhubungan
langsung dengan kegiatan pokok atau proses produksi suatu perusahaan.12
Hak-hak buruh Outsourcing yang dituangkan dalam UU Ketenagakerjaan relatif sangat banyak. Beberapa hak yang diperoleh adalah hak non diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan terdapat dalam pasal 5, hak memperoleh perlakuan dan hak-hak yang sama di tempat kerja terdapat dalam pasal 6 jo pasal 65 ayat (4) dan pasal 66 ayat (2) huruf C, memperoleh upah lembur apabila dipekerjakan melebihi waktu kerja normal terdapat dalam pasa 1 angka 30 dan pasal 78 ayat (2) jo pasal 77 ayat (2), hak dan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terdapat dalam pasal 86 ayat (1) jo pasal 2 ayat (1). Jika dikaitkan dengan kasus pada rumusan masalah satu dapat dilihat masih adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak buruh Outsourcing mengenai memperoleh hak atas perlindungan keselamatan kerja.13 Menurut pasal 66 ayat (2) huruf C UU Ketenagakerjaan, penyelesaian perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja. Jadi, walaupun yang dilanggar oleh Buruh Outsourcing adalah peraturan perusahaan pemberi pekerjaan, yang berwenang menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa.
-
1. Perlidungan hak asasi manusia terhadap Buruh Outsourcing secara Internasional sudah tertera di berbagai instrumen hukum. Buruh Outsourcing yang mendapatkan perlakuan tidak adil (diskriminasi), ketidakbolehan untuk berserikat, dan tidak mendapat kepastian status bekerja hal ini bertentangan dengan apa yang tertera didalam pasal 23 ayat 2 UDHR, dan pada pasal 7 dan 8 huruf a ICESCR.ILO dengan konvensi tentang kebebasan untuk berserikat (no. 87) dan penghapusan terhadap segala bentuk diskriminasi (no.111). Konvensi-konvensi ILO sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi instrumen nasional namun dalam prakteknya masih belum dapat berjalan dengan maksimal. Buruh Outsourcing yang merasa dirugikan juga dapat melaporkan masalahnya kepada ILO. ILO merupakan sebuah wadah untuk menampung dan membahas isu-isu buruh secara internasional.
-
2. Di dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 sudah dijelaskan walaupun tidak secara spesifik mengenai arti Outsourcing, pekerjaan pada bidang apa yang diperbolehkan untuk menggunakan sistem Outsourcing, dan apa saja yang menjadi hak-hak bekerja bagi Buruh Outsourcing. Salah satu contoh hak bekerja mereka adalah memperoleh perlakuan yang sama dalam hal upah maupun keselamatan kerja. Dalam menyelesaikan
perselisihan maupun masalah yang timbul UU Ketenagakerjaan juga menjelaskan siapa yang berwenang dalam menyelesaikan masalah tersebut dalam hal ini yang berwewenang adalah perusahaan penyedia jasa.
-
1. Pemerintah sudah seharusnya menerapkan sistem upah layak dan membuat regulasi buruh yang menyejahterakan buruh. Di dalam perekrutan Buruh Outsourcing seharusnya dilakukan dengan lebih jelas dan terperinci lagi agar menghindari adanya kesalahpahaman antar Buruh Outsourcing.
-
2. Walaupun dalam UU Ketenakerjaan No. 13 Tahun 2003 belum dapat menuangkan secara rinci mengenai pengaturan Outsourcing dan menjawab semua permasalahan Outsourcing yang begitu luas dan kompleks, namun setidaknya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap buruh terutama yang menyangkut tentang HAM seperti adanya perlindungan dalam bekerja dan penghapusan segala bentuk diskriminasi. Setidaknya, UU Ketenagakerjaan dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan apabila terjadi permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
ILO, 2017, Guideto International Labour Rightsand Standardsat Works YoungsConcerning People, International Labour Office, Geneva.
Kusumaatmadja, M., Etty R. Agoes, 2002, Hukum Pengantar Internasional, PT Alumni, Bandung.
Nasutiona, Bahder Jr., 2008, Penelitian Ilmu Metode Hukuman, Mandar Maju, Bandung.
Tambusai, Muzni, 2005,Seri 3 Outsourcing, Tanpa
Penerbit,Jakarta.
Tjandraningsih, Indrasari, Rina Herawati, 2010, Diskriminatif dan Eksploitatif, AKATIGA-FSPMI-FES, Bandung.
Wibowo, Adhi, 2004, Evaluasi Tentang Analisis Trade Non Issues dalam Internasional Perjanjian di Bidang Dagangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta.
Thesis:
Caroline, Theresia, 2003, “Peranan ILO; Kebebasan Serikat Pekerja Di Indonesia”, Thesis, Fakultas Hukum Unika Atma Jaya.
Jurnal:
Margareta, Cindy, 2016, “Peran International Labour Organization (ILO) Terhadap Pelanggaran HAM Berupa Perdagangan Orang Yang Terjadi Pada Anak Buah Kapal (ABK)”, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Trisna Mayasari, Ni Made,2016, “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing” Jurnal Hukum Vol. 04, No. 5., Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Internet:
Ady, 2012, “Pekerja Outsourcing Dipecat Setelah Berserikat”, URL: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f46666fa487e/pe kerja-iOutsourcingi-dipecat-setelah-berserika t diakses pada
tanggal 9 Juli 2018 pk. 12:44
Ady, 2012, “Buruh Outsourcing Petrokimia Gresik Gugat
Diskriminasi Kerja”
URL:http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f509ad39c2 b1/buruh-iOutsourcingi-petrokimia-gresik-gugat-diskriminasi-kerjaDiakses pada tanggal 22 Agustus 2018 pk: 17:05 WITA
Tanpa Nama Pengarang, 2013, “Hak-hak Pekerja Outsourcing (Alih Daya)”, URL:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt510be64fa4f3f/h ak-hak-pekerja-outsourcing-(alih-daya) diakses pada tanggal 16 September 2018 pk: 21:32 WITA.
Instrumen Internasional:
Universal Declaration of Human Rights (UDHR).
International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights 1996 (ICESCR).
ILO Co87 “Freedom of Association and Protection of the right to Organise” Convention, 1948 (No. 87).
ILO C111 “Discrimination Employment and Occupation” Convention, 1958 (No. 111).
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).
Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989).
15
Discussion and feedback