KARAKTERISTIK PASIEN HIV/AIDS DENGAN KOINFEKSI TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) BADUNG DAN KLINIK BALI MEDIKA KUTA
on
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.11,Nopember, 2018
Il--∖/—S A I DfRECTORY OF OPEN ACCESS I_^∖^/ ∖—J JOURNALS
KARAKTERISTIK PASIEN HIV/AIDS DENGAN KOINFEKSI TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) BADUNG DAN KLINIK BALI MEDIKA KUTA
Komang Leo Krisnahari1, Anak Agung Sagung Sawitri2
1Program Studi Pendidikan Dokter, 2Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kedokteran Pencegahan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali Email: leokrisnahari@gmail.com
ABSTRAK
Koinfeksi tuberkulosis (TB) paling sering dijumpai dan masih menjadi penyebab utama kematian pada pasien HIV/AIDS. Penelitian karakteristik koinfeksi TB pada pasien HIV/AIDS sangat terbatas di Indonesia, termasuk di Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di Badung. Penelitian deskriptif potong lintang dilakukan dengan menggunakan 643 rekam medik pasien HIV/AIDS yang menjalani pengobatan di RSUD Badung periode Februari 2006 - September 2015. RSUD Badung menerima rujukan pasien terbanyak dari Klinik Bali Medika Kuta. Variabel sosio-demografis (jenis kelamin, status perkawinan, usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan keberadaan pengawas minum obat (PMO) serta variabel klinis (faktor risiko penularan HIV, stadium klinis HIV, berat badan, hitung CD4, dan kadar Hb) dianalisis secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian koinfeksi TB pada pasien HIV/AIDS. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 76 pasien HIV/AIDS (11,8%) memiliki koinfeksi TB mayoritas adalah laki-laki (81,6%), kawin (54,4%), berusia 15-35 tahun (59,2%), pendidikan SMU atau perguruan tinggi (55,3%), dan bekerja (64,5%). Pasien dengan faktor risiko penularan melalui hubungan seksual sebanyak 95,9% dan memiliki PMO sebanyak 75%. Mayoritas pasien memiliki kondisi klinis kurang baik. Pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di Klinik Bali Medika Kuta berjumlah 7 orang (3%) dimana lebih rendah, didominasi oleh faktor risiko penularan melalui hubungan seksual, serta memiliki karakteristik klinis kadar Hb dan berat badan yang lebih baik jika dibandingkan dengan RSUD Badung. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diperlukan diagnosis lebih awal untuk mengetahui status koinfeksi lebih dini dan memberikan penanganan yang tepat.
Kata kunci : HIV/AIDS, koinfeksi TB
ABSTRACT
TB coinfection is often found and still the leading cause of death in patients with HIV/AIDS. Study about HIV/AIDS patients characteristics with TB coinfection is very limited in Indonesia, including Bali. This study aims to know HIV/AIDS patients characteristics with TB coinfection in Badung. Cross-sectional descriptive study was conducted using 643 medical records of HIV/AIDS patients who were receiving treatment in Badung Regional Public Hospital from February 2006 -September 2015. Badung Regional Public Hospital received the most patient referral from Bali Medika Clinic. Sociodemographic variables (sex, marital status, age, education history, employment status, and drug consumption controller) and clinical variables (transmission risk factor, clinical stage, weight, CD4 count, and Hb levels) were analyzed using univariate analysis to determine the frequency distribution of TB coinfection in HIV/AIDS patients. The result of research showed 76 (11.8%) HIV/AIDS patients with TB coinfection, the majority were male (81.6%), married (54.4%), aged 1535 years (59.2%), working (64.5%), high school or college education (55.3%). The percentage of patients with sexual transmission risk factors and patients who have drug consumption controller were 95.9% and 75%. The majority of patients had poor clinical conditions. The amount of HIV/AIDS patients with TB coinfection at Bali Medika Clinic were 7 patients (3%) which were lower, dominated by sexual transmission risk factors, and had clinical characteristics of Hb level and body weight were better than Badung Regional Public Hospital. The conclusion of this research is early diagnosis required to determine coinfection status earlier and provide appropriate treatment.
Keywords : HIV/AIDS, TB coinfection
I-∖f—x A i DtRECTORY OF OPEN ACCESS
I_/k^/ X—J JOURNALS
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan permasalahan kesehatan yang serius dan penyebab utama morbiditas serta mortalitas pada pasien HIV/AIDS. Menurut laporan WHO, pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus baru TB dan 1,2 juta (11%) kasus diantaranya pada pasien HIV. Jumlah pasien meninggal akibat TB pada pasien HIV-positif mencapai 400 ribu dan 95% kematian TB terjadi pada negara dengan penghasilan rendah hingga menengah.1,2 Di Indonesia, koinfeksi TB pada pasien HIV/AIDS mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 dilaporkan terdapat 10,5% koinfeksi TB pada pasien HIV/AIDS dan meningkat menjadi 12,8% pada tahun 2015.3-5Di Bali, koinfeksi TB pada pasien HIV/AIDS juga mengalami perubahan yaitu sebanyak 26% pada tahun 2012 dan meningkat menjadi 30% pada tahun 2013.6,7
Human immunodeficiency virus (HIV) dan TB memiliki korelasi yang sangat erat. Infeksi HIV meningkatkan kerentanan seseorang untuk menderita TB karena rendahnya fungsi dan integritas sistem imun.8 Sementara, infeksi TB memperburuk prognosis pasien HIV bahkan dapat berujung pada kematian.1,8 Pada seseorang yang mengidap HIV, risiko untuk menderita TB 26-31 kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan seseorang yang tidak mengidap HIV.9 Risiko munculnya TB pada pasien HIV meningkat 5-15% setiap tahunnya yang disebabkan oleh reaktivasi infeksi laten TB dan derajat immunocompromised pasien HIV/AIDS.2 Hal ini mengindikasikan bahwa infeksi TB pada pasien HIV/AIDS memiliki urgensi yang sangat tinggi mengingat manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh kedua penyakit tersebut.
Beberapa penelitian mengenai karakteristik koinfeksi TB pada penderita HIV/AIDS pernah dilakukan di luar Indonesia. Beberapa penelitian di Brazil dan Afrika Selatan menunjukkan bahwa penderita HIV/AIDS dengan koinfeksi TB mayoritas memiliki rata-rata usia 41 tahun, jenis kelamin laki-laki, tidak bekerja, tidak menikah, memiliki tingkat pendidikan dibawah 8 tahun, memiliki rata-rata CD4 sebesar 169 sel/mm3, dan stadium klinis lanjut (3 dan 4).1,9 Penelitian serupa di Indonesia masih terbatas. Penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Gunaseelan10 dengan menggunakan data sekunder di RSUP Haji Adam Malik Medan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penderita HIV/AIDS dengan koinfeksi TB mayoritas berusia 21-50 tahun, laki-laki, berpendidikan SMU, bekerja, dan memiliki faktor risiko penularan heteroseksual. Sementara, penelitian cross-sectional Widiyanti dkk11 di Rumah Sakit Mitra Masyarakat Mimika Papua menunjukkan bahwa mayoritas pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB berusia 15-35 tahun, perempuan, tamat SMU atau perguruan tinggi, tidak bekerja, belum menikah, memiliki nilai CD4 dibawah 350 sel/mm3, dan Hb < 12 g/dL. Penelitian serupa pernah dilakukan di Yayasan Kerti Praja Bali oleh Nyoko dkk6 dengan
hasil pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB mayoritas didominasi oleh laki-laki, usia > 31 tahun, pendidikan rendah (tidak bersekolah, SD, atau SMP), bekerja, tidak memiliki PMO, kadar Hb > 10, berat badan > 55 kg, kadar CD4 < 200, dan faktor risiko penularan melalui hubungan seksual. Penelitian di YKP menyasar populasi risiko tinggi terutama pekerja seks perempuan.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Badung memiliki layanan konseling dan testing HIV dimana sejak dibukanya layanan tersebut hingga September 2015, RSUD Badung telah menerima sebanyak 643 pasien. Selain pasien yang datang sendiri, rumah sakit ini juga menerima rujukan terapi antiretroviral (ARV) dari puskesmas, RS lain maupun klinik-klinik lainnya. Klinik Bali Medika Kuta merupakan salah satu klinik di Kabupaten Badung yang melayani konseling dan testing HIV. Jika terdapat pasien yang terdiagnosis HIV dan membutuhkan terapi ARV, maka pasien di Klinik Bali Medika akan dirujuk ke RSUD Badung. Penelitian ini bertujuan untuk melengkapi hasil penelitian sebelumnya dan mengamati karakteristik koinfeksi TB pada pasien yang menderita HIV/AIDS di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika.
BAHAN DAN METODE
Penelitian observasional potong-lintang menggunakan data rekam medik pasien HIV/AIDS periode Februari 2006 hingga September 2015 dilakukan di RSUD Badung. Sampel penelitian adalah pasien HIV/AIDS yang berusia lebih dari 14 tahun dan terdaftar di klinik voluntary conseling and testing (VCT) RSUD Badung, serta memiliki data rekam medik yang cukup lengkap. Jumlah rekam medik pasien HIV/AIDS yang memenuhi syarat di atas sebanyak 643 orang.
Karakteristik sosiodemografis, klinis, dan status koinfeksi TB pada pasien HIV/AIDS adalah status rekam medis pada saat pertama kali mengunjungi RSUD Badung setelah terdiagnosis HIV. Karakteristik sosiodemografis terdiri dari jenis kelamin, status perkawinan, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan keberadaan pengawas minum obat (PMO). Karakteristik klinis terdiri dari faktor risiko penularan HIV, stadium klinis HIV menurut WHO,12,13 berat badan (kg), nilai hitung CD4 (sel/mm3), dan kadar Hb (g/dL). Status koinfeksi TB pada pasien HIV/AIDS adalah status pasien HIV/AIDS yang dinyatakan terinfeksi TB pada saat memulai terapi ARV sesuai yang tercatat pada catatan medik.
Analisis data dilakukan secara deskriptif. Selama pengumpulan data, peneliti menggunakan kode untuk menjaga kerahasiaan identitas pasien HIV/AIDS. Penelitian ini telah mendapatkan surat kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar No.280/UN.14.2/ Litbang/2015.
HASIL
I-∖f—x A i DtRECTORY OF OPEN ACCESS
I_/k^/ X—J JOURNALS
Distribusi sosiodemografis pasien
HIV/AIDS di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika tersedia pada Tabel 1. Pasien HIV/AIDS di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika yang disertai dengan koinfeksi TB sebesar 76 orang (11,8%). Hasil analisis univariat karakteristik sosiodemografi menunjukkan bahwa pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB didominasi oleh laki-laki (81,6%), kawin (54,4%), dan usia 15 hingga 35 tahun (59,2%). Berdasarkan
tingkat pendidikan, proporsi pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB terbesar adalah SMU atau perguruan tinggi (55,3%). Sebesar 64,5% pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB memiliki pekerjaan. Mayoritas pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB memiliki pengawas minum obat (PMO) (75%), sehingga mayoritas pasien mampu dalam menjalani pengobatan secara disiplin dan teratur.
Tabel 1. Karakteristik sosiodemografi pasien HIV/AIDS dengan atau tanpa koinfeksi TB di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika
Tabel 2 menunjukkan karakteristik klinis pasien HIV/AIDS di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika. Pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB mayoritas memiliki faktor risiko penularan HIV melalui hubungan seksual (95,9%) dibandingkan dengan jarum suntik (4,1%). Pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB juga mayoritas memiliki kondisi klinis yang buruk seperti stadium klinis HIV 3 atau 4 (stadium lanjut) (92,1%), berat badan kurang dari 55 kg (59,2%), dan hitung CD4 sama atau kurang dari 200 sel/mm3 (87,5%). Hanya kadar Hb yang mayoritas dimiliki oleh pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB dalam keadaan baik dimana kadar Hb lebih dari atau sama dengan 10 g/dl (88,9%).
Tabel 3 menunjukkan perbandingan karakteristik sosiodemografis dan klinis pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika. Jumlah pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di RSUD Badung mencapai 16,9% dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan Klinik Bali Medika yang hanya berjumlah 3%. Perbedaan karakteristik sosiodemografis pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika terdapat pada karakteristik status perkawinan, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan. Pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di RSUD Badung mayoritas merupakan kelompok yang tidak kawin (19,3%), memiliki tingkat pendidikan
Variabel |
HIV dengan koinfeksi TB |
HIV tanpa koinfeksi TB |
Total % | |||
N |
% |
N |
% |
N | ||
Jumlah Jenis kelamin |
76 |
11,80 |
567 |
88,20 |
643 |
100 |
Laki-laki |
62 |
81,6 |
441 |
77,8 |
503 |
78,2 |
Perempuan Status perkawinan |
14 |
18,4 |
126 |
22,2 |
140 |
21,8 |
Tidak kawin |
31 |
45,6 |
325 |
64,2 |
356 |
62,1 |
Kawin Usia |
37 |
54,4 |
181 |
35,8 |
218 |
37,9 |
15-35 tahun |
45 |
59,2 |
404 |
71,3 |
449 |
69,8 |
>35 tahun Tingkat pendidikan |
31 |
40,8 |
163 |
28,7 |
194 |
30,2 |
Tidak bersekolah, SD, atau SMP |
34 |
44,7 |
193 |
34,1 |
227 |
35,3 |
SMU atau perguruan tinggi Status pekerjaan |
42 |
55,3 |
374 |
65,9 |
416 |
64,7 |
Bekerja |
49 |
64,5 |
419 |
73,9 |
468 |
72,7 |
Tidak bekerja Keberadaan PMO |
27 |
35,5 |
148 |
26,1 |
175 |
27,3 |
Tidak ada |
19 |
25 |
317 |
55,9 |
336 |
52,2 |
Ada |
57 |
75 |
250 |
44,1 |
307 |
47,8 |
I-∖f—x A i DtRECTORY OF OPEN ACCESS
I_/k^/ X—J JOURNALS
SMU atau perguruan tinggi (17,5%), dan tidak bekerja (17,9%). Sementara, pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di Klinik Bali Medika mayoritas merupakan kelompok kawin (20%), tidak bersekolah, SD, atau SMP (10,3%), dan bekerja (3,4%).
Pasien yang datang ke RSUD Badung didominasi oleh karakteristik klinis yang lebih buruk seperti berat badan < 55 kg (18,1%) dan pasien yang memiliki
kadar Hb < 10 g/dL (16,3%) dibandingkan dengan pasien di Klinik Bali Medika (0%). Namun, pada beberapa karakteristik klinis seperti stadium klinis dan nilai hitung CD4 baik RSUD Badung dan Klinik Bali Medika didominasi oleh karakteristik klinis yang buruk seperti stadium klinis 3 atau 4 dan nilai hitung CD4 < 200 sel/mm3.
Tabel 2. Karakteristik klinis pasien HIV/AIDS dengan atau tanpa koinfeksi TB di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika
Variabel |
HIV dengan koinfeksi TB |
HIV tanpa koinfeksi TB |
Total | |||
N |
% |
N |
% |
N |
% | |
Jumlah |
76 |
11,80 |
567 |
88,20 |
643 |
100 |
Faktor risiko penularan | ||||||
Melalui hubungan seksual |
71 |
95,9 |
552 |
97,6 |
623 |
97,5 |
Melalui jarum suntik (IDU) |
3 |
4,1 |
13 |
2,4 |
16 |
2,5 |
Stadium klinis HIV | ||||||
Stadium 3 atau 4 |
70 |
92,1 |
235 |
41,7 |
305 |
47,7 |
Stadium 1 atau 2 |
6 |
7,9 |
329 |
58,3 |
335 |
52,3 |
Berat badan | ||||||
<55 kg |
45 |
59,2 |
271 |
48,1 |
316 |
49,4 |
> 55 kg |
31 |
40,8 |
293 |
51,9 |
324 |
50,6 |
Hitung CD4 | ||||||
<200 sel/mm3 |
63 |
87,5 |
299 |
54,5 |
362 |
58,3 |
>200 sel/mm3 |
9 |
12,5 |
250 |
45,5 |
259 |
41,7 |
Kadar Hb | ||||||
<10 g/dl |
7 |
11,1 |
36 |
7,5 |
43 |
7,9 |
> 10 g/dl |
56 |
88,9 |
445 |
92,5 |
501 |
92,1 |
I—∖/—∖ λ i Directoryof OPEN ACCESS
I_∕,^J∕ X-J JOURNALS
Tabel 3. Karakteristik sosiodemografis dan klinis pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika Kuta
RSUD Klinik Bali Variabel Badung Medika Kuta |
Total |
N %a N %b |
N %c |
Jumlah (%) 69 16,9 7 3 Jenis kelamin |
76 11,8 |
Laki-laki 55 20,1 7 3,1 Perempuan 14 10,1 0 0 Status perkawinan Tidak kawin 26 19,3 5 2,3 Kawin 35 16,8 2 20 Usia |
62 12,4 14 10 31 8,7 37 16,9 |
15-35 tahun 40 16 5 2,5 >35 tahun 29 18 2 6,1 Tingkat pendidikan Tidak bersekolah, SD, atau SMP 30 16 4 10,3 SMU atau perguruan tinggi 39 17,5 3 1,6 Status pekerjaan Bekerja 42 16,2 7 3,4 Tidak bekerja 27 17,9 0 0 Keberadaan PMO |
45 10 31 16 34 15 42 10,1 49 10,4 27 15,4 |
Tidak ada 13 11,3 6 2,7 Ada 56 18,9 1 9,1 Faktor risiko penularan Melalui hubungan seksual 64 16,4 7 3 Melalui jarum suntik (IDU) 3 18,8 0 0 Stadium klinis HIV |
19 5,6 57 18,6 71 11,4 3 18,75 |
Stadium 3 dan 4 64 22,1 6 40 Stadium 1 dan 2 5 4,2 1 0,5 Berat badan |
70 23 6 1,8 |
Hitung CD4
Kadar Hb |
45 14,2 31 9,6 63 17,4 9 3,4 |
<10 g/dl 7 16,3 0 0 > 10 g/dl 49 17,9 7 3,1 |
7 16,2 56 10,3 |
aPembagi adalah pasien yang terinfeksi HIV/AIDS di RSUD Badung pada masing-masing kategori, bpembagi adalah pasien yang terinfeksi HIV/AIDS di Klinik Bali Medika pada masing-masing kategori, cpembagi adalah pasien yang terinfeksi HIV/AIDS di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika pada masing-masing kategori
I—∖/—∖ λ i Directoryof OPEN ACCESS
I_∕,^J∕ X-J JOURNALS
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini ditemukan bahwa karakteristik sosiodemografi pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB didominasi oleh laki-laki, kawin, rentang usia antara 15 hingga 35 tahun, tingkat pendidikan SMU atau perguruan tinggi, memiliki pekerjaan, dan memiliki PMO. Hal ini sejalan dengan penelitian Braulio dkk1 di Brazil dan Gunaseelan dkk10 di Indonesia yang menunjukkan bahwa pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB didominasi oleh laki-laki1,10, berpendidikan SMU, dan bekerja.10 Penelitian lainnya yang dilakukan di Indonesia oleh Widiyanti dkk11 juga menunjukkan bahwa mayoritas pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB berusia 15-35 tahun dan tamat SMU atau perguruan tinggi. Sementara, penelitian yang dilakukan di Yayasan Kerti Praja Bali oleh Nyoko dkk6 menunjukkan pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB mayoritas didominasi oleh laki-laki dan bekerja.
Karakteristik klinis pada penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB memiliki stadium klinis lanjut (3 atau 4) dan nilai hitung CD4 <200 sel/mm3. Hal ini sejalan dengan penelitian Braulio dkk1 yang menunjukkan bahwa rata-rata nilai hitung CD4 pada pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB lebih rendah yaitu sebesar 169 sel/mm3 jika dibandingkan dengan pasien HIV/AIDS tanpa koinfeksi TB yaitu sebesar 377 sel/mm3. Penelitian Stephen dkk9 juga menunjukkan bahwa pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB mayoritas dialami oleh kelompok dengan stadium klinis lanjut (3 atau 4) sebesar 78%.
Menurut WHO13, stadium klinis HIV dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu asimtomatik (stadium 1), ringan (stadium 2), sedang (stadium 3), dan berat (stadium 4). Pada HIV/AIDS stadium lanjut (stadium 3 dan stadium 4), maka telah terjadi destruksi sel CD4+ yang masif bahkan intensitas CD4+ mencapai dibawah 200 sel/mm3. Sel CD4+ adalah target utama dari HIV dan penghancuran progresif dari sel ini adalah karakteristik dari semua tingkatan penyakit HIV. Human immunodeficiency virus (HIV) dapat membunuh satu demi satu atau setelah terbentuknya sel giant dan sinsitium. Pembunuhan satu sel terjadi karena akumulasi dari DNA virus yang tak terintegrasi dan inhibisi sintesis protein selular. Pembentukan sinsitium dinduksi oleh strain virulen dari HIV dalam mekanisme yang bertahap. Sel CD4+ yang mengekspresikan antigen virus di permukaan akan menarik sel CD4+ yang tak terinfeksi, sehingga terjadi penggabungan membran yang membentuk
sinsitium. Satu sel terinfeksi HIV dapat merusak ratusan sel yang tak terinfeksi dengan pembentukan sinsitium.14,15 Pada kelompok yang mengalami destruksi CD4 khususnya di bawah 200 sel/mm3 maka integritas imun pada pasien HIV sangatlah rendah dan ditandai dengan hilangnya fungsi sistem imun dalam menjaga kesehatan tubuh, sehingga risiko untuk terpapar dan terinfeksi bakteri TB menjadi sangat tinggi.16
Karakteristik klinis lainnya yang mayoritas dialami oleh pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB adalah berat badan yang rendah (<55 kg). Penelitian Taha dkk17 dengan menggunakan IMT menunjukkan bahwa mayoritas pasien HIV/AIDS dengan TB memiliki IMT kurang dari 18,5 kg/m2 yaitu sebesar 54,3%.
Kekurangan gizi merupakan faktor risiko utama TB.17 HIV tidak hanya menyebabkan koinfeksi TB secara langsung, tetapi juga menyebabkan infeksi yang lainnya salah satunya adalah infeksi pada gastrointestinal tract (GI tract). Infeksi pada GI tract menyebabkan absorbsi D-xylose dan lemak menjadi abnormal pada usus halus. Selain itu, infeksi pada GI tract akan menyebabkan diare yang berakibat pada dehidrasi. Ditambah lagi obat-obatan HIV seperti highly active antiretroviral (HAART) memiliki beberapa efek samping seperti diare sehingga semakin memperparah hilangnya berat badan. Kurangnya asupan nutrisi seperti glukosa pada sel CD4 akan menyebabkan sel sistem imun kehilangan fungsi dan mekanisme utamanya dalam memberantas bakteri basil TB.18 Taha dkk17 juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara berat badan yang rendah dengan perkembangan TB. Pertama, TB dapat menyebabkan kekurangan gizi dan anemia melalui anoreksia, tingkat metabolisme yang meningkat, dan malabsorpsi.17,19 Di sisi lain, kekurangan gizi dapat memperburuk defisiensi imun dan meningkatkan risiko TB aktif.17,20
Jumlah pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di RSUD Badung jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Klinik Bali Medika Kuta. Selain itu, pasien yang datang ke RSUD Badung didominasi oleh karakteristik klinis yang lebih buruk seperti berat badan < 55 kg (18,1%) dan pasien yang memiliki kadar Hb < 10 g/dL (16,3%) dibandingkan dengan pasien di Klinik Bali Medika (0%). Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh karena Klinik Bali Medika lebih berperan sebagai lini depan dalam melakukan skrining dan deteksi awal HIV/AIDS. Dengan dideteksinya HIV/AIDS lebih awal maka pasien akan lebih cepat untuk tertangani, sehingga risiko untuk mengalami perburukan kondisi klinis akan
I—∖/—∖ λ i Directoryof OPEN ACCESS
I_∕,^J∕ X-J JOURNALS
menjadi lebih rendah dan pasien cenderung memiliki kondisi klinis yang lebih baik. Berbeda halnya dengan RSUD Badung dimana pasien datang cenderung pada tahap lanjut, sehingga probabilitas untuk mengalami perburukan kondisi klinis akan lebih besar. Keberhasilan Klinik Bali Medika Kuta dalam melakukan deteksi awal HIV/AIDS juga mungkin dapat disebabkan oleh karena Klinik Bali Medika Kuta fokus bergerak di bidang infeksi menular seksual selama beberapa tahun, sehingga pelayanan voluntary conseling and testing (VCT) telah berjalan cukup optimal khususnya mengenai edukasi HIV/AIDS dan penyakit koinfeksi yang menyertainya.21 Namun, pada beberapa karakteristik klinis seperti stadium klinis dan nilai hitung CD4 baik RSUD Badung dan Klinik Bali Medika didominasi oleh karakteristik klinis yang buruk seperti stadium klinis 3 atau 4 dan nilai hitung CD4 < 200 sel/mm3. Hal ini dapat disebabkan karena mayoritas pasien HIV/AIDS baik dengan atau tanpa TB yang datang ke Klinik Bali Medika memiliki stadium klinis 1 atau 2 (93,5%) dibandingkan dengan stadium klinis 3 atau 4 (6,5%). Dengan banyaknya penderita HIV/AIDS yang datang ke klinik Bali Medika pada stadium awal menyebabkan persentase koinfeksi TB pada stadium 1 dan 2 di klinik Bali Medika menjadi sangat rendah.
Faktor risiko penularan pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di Klinik Bali Medika seluruhnya melalui hubungan seksual (3%) jika dibandingkan dengan pasien di RSUD Badung yang bersifat bervariasi yaitu melalui hubungan seksual (16,4%) dan jarum suntik (18,8%). Klinik Bali Medika Kuta merupakan klinik yang fokus bergerak di bidang infeksi menular seksual dan merupakan klinik kesehatan seksual pertama untuk pasien lelaki suka lelaki (LSL), sehingga hal tersebut mungkin menyebabkan faktor risiko penularan di Klinik Bali Medika seluruhnya didominasi oleh hubungan seksual.21 Faktor risiko penularan melalui jarum suntik berhubungan dengan kondisi klinis yang buruk pada pasien HIV/AIDS, sehingga meningkatkan probabilitas untuk terinfeksi TB. Opioid yang merupakan jenis narkotika injeksi dapat merangsang respon anti-inflamasi, mengurangi fagositosis, dan mampu menghambat proliferasi sel sistem imunitas. Selain itu, faktor risiko penularan melalui jarum suntik mampu meningkatkan probabilitas untuk terinfeksi Hepatitis C sebesar 50-90% dimana Hepatitis C dapat menurunkan efektivitas obat HAART, sehingga berpengaruh terhadap penurunan kadar CD4.6,22 Hal ini mungkin menyebabkan jumlah pasien HIV/AIDS dengan atau tanpa TB yang memiliki stadium klinis yang
buruk (3 atau 4) di RSUD Badung cukup tinggi yaitu sebesar 70,9%.
SIMPULAN
Pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB mayoritas memiliki kondisi klinis yang buruk. Jumlah pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di RSUD Badung lebih tinggi jika dibandingkan dengan Klinik Bali Medika Kuta. Penelitian ini menunjukkan jenis-jenis karakteristik yang mayoritas terdapat di pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB di RSUD Badung dan Klinik Bali Medika, sehingga jika terdapat pasien HIV/AIDS dengan gejala TB yang memiliki karakteristik sosiodemografis dan klinis tersebut maka para klinisi dapat dengan sigap dan cepat untuk melakukan pemeriksaan TB baik melalui uji sputum BTA maupun melalui uji radiologis dan dapat dengan cepat memberikan terapi OAT bila telah terbukti positif. Hasil penelitian ini juga diharapkan sebagai bukti tambahan untuk memperluas atau meningkatkan rekomendasi nasional dalam upaya menyusun algoritma skrining pasien HIV/AIDS dengan koinfeksi TB, serta menyusun strategi pelayanan kesehatan khususnya yang bersifat preventif dan promotif untuk meningkatkan pengendalian dan pencegahan TB pada pasien HIV/AIDS, sehingga diharapkan pasien HIV/AIDS yang terjaring pada tahap skrining memiliki stadium klinis dini dan tidak memiliki koinfeksi dengan penyakit yang lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak RSUD Badung yang telah memberikan izin penelitian. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada semua pihak yang turut membantu terselesaikannya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA
-
1. Bráulio MC, André JM, Roberto JP, Thalles BG, Cristiane CF. Factors related to
HIV/tuberculosis coinfection in a Brazilian Reference Hospital. Braz J Infect Dis 2008;12(4): 281-286.
-
2. Albalak R, Brein RJ, Kamemerer S. Trends in tuberculosis/human immunodeficiency virus comorbidity, United States, 1993-2004. Arch Inter Med 2007; 167(22): 2443-2452.
-
3. World Health Organization (WHO). Global tuberculosis report 2015. [serial online] 2015 [diakses 05 November 2017] Diunduh dari : http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/191102 /1/9789241565059_eng.pdf.
-
4. The Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). Number of people living with HIV. 2017 [diakses 05 November 2017] Diunduh dari : http://aidsinfo.unaids.org/.
I—∖/—∖ λ i Directoryof OPEN ACCESS
I_∕,^J∕ X-J JOURNALS
-
5. World Health Organization (WHO). Global 14. tuberulosis report 2016. [serial online] 2016 [diakses 05 November 2017] Diunduh dari : http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/250441 15. /1/9789241565394-eng.pdf.
-
6. Nyoko Y, Artawan EP, Sawitri AA. Hubungan karakteristik demografi, klinis dan faktor risiko terinfeksi HIV dengan koinfeksi HIV/TB di 16. Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Denpasar.
E-Journal Universitas Udayana 2014; 2(2):
124-132.
-
7. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Laporan tahunan dinas kesehatan Provinsi Bali tahun 2013. 17.
Denpasar; 2013.
-
8. Desy AP. Faktor risiko terjadinya koinfeksi tuberkulosis pada pasien HIV/AIDS di RSUP DR. Kariadi Semarang [disertasi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2008.
-
9. Stephen DL, Motasim B, Robin W. Tuberculosis 18. among HIV-infected patients receiving HAART: long term incidence and risk factors in a South African cohort. AIDS 2005; 1: 2109– 2116.
-
10. Gunaseelan R. Karakteristik pasien HIV dengan tuberkulosis di RSUP Haji Adam Malik, Medan 19. Tahun 2008 – 2010 [disertasi]. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2010.
-
11. Widiyanti M, Eva F, Evi I. Karakteristik pasien koinfeksi TB-HIV di Rumah Sakit Mitra Masyarakat Mimika Papua. SEL 2016; 3(2): 4955. 20.
-
12. Wesnawa MAD dan Nama PN. Profil pasien koinfeksi TB-HIV. J Respir Indo 2016; 36(3):175-181.
-
13. World Health Organization (WHO). WHO case definitions of HIV for surveillance and revised 21. clinical staging and immunological
classification of HIV-related disease in adults and children. [serial online] 2007 [diakses 05 Maret 2018] Diunduh dari :
www.who.int/hiv/pub /guidelines/HIVstaging150307.pdf. 22.
Omoto S, Ito M, dan Tsutsumi Y. HIV-1 nef suppression by virally encoded microRNA. Retrovirology 2007; 1(4): 44.
Vermund SH dan Yamamoto N. Co-infection with human immunodeficiency virus and tuberculosis in Asia. Tuberculosis 2007; 87: 1825.
World Health Organization (WHO). Treatment of tuberculosis guideline fourth edition. [serial online] 2009 [diakses 27 Desember 2014]. Diunduh dari : http://www.who.int/ tb/publications/2010/9789241547833/en/.
Taha M, Deribew A, Tessema F, Assegid S, Duchateau L, Colebunders R. Risk factors of active tuberculosis in people living with HIV/AIDS in Southwest Ethiopia: A case control study. Ethiop J Health Sci 2011; 21(2): 131-9.
Mangili A, Murman DH, Zampin AM, Wanke CA. Nutrition and HIV infection: review of weight loss and wasting in the era of highly active antiretroviral therapy from the nutrition for healthy living cohort. Clinical Infectious Diseases 2006; 42: 836-84.
World Health Organization (WHO). Global tuberculosis control: WHO report 2011, Geneva. [serial online] 2011 [diakses 27 Desember 2014] Diunduh dari : http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/137094 /1/9789241564809_eng.pdf.
David M, Cheryl L, Paul E, Willy W, Gerald M, Peter S. Prevalence, incidence and mortality associated with tuberculosis in HIV-infected patients initiating antiretroviral therapy in rural Uganda. AIDS 2007; 2: 713–719.
Diwyami NP, Sawitri AAS, Wirawan DN. Sexual role dan riwayat infeksi menular seksual sebagai risiko serokonversi HIV pada laki seks dengan laki yang berkunjung di Klinik Bali Medika Badung, Bali. Public Health and Preventive Medicine 2016; 4(1): 12-19.
Patel P, Borkowf CB, Brooks JT. Estimating per-act HIV transmission risk: a systematic review. AIDS 2014: 1-10.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
8
Discussion and feedback