KEDUDUKAN WAKIL PRESIDEN DALAM MEMPERKUAT SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA BERDASARKAN UUD 1945
on
KEDUDUKAN WAKIL PRESIDEN DALAM MEMPERKUAT
SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA
BERDASARKAN UUD 1945∗
Oleh
Mozes Raynoldly Cantona Harahap∗∗ I Nengah Suantra∗∗∗
Edward Thomas Lamury Hadjon∗∗∗∗
Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Sistem pemerintahan presidensial dipimpin oleh seorang Presiden dan Wakil Presiden. sering kali tugas dan wewenang Wakil Presiden tidak diketahui secara jelas. Penelitian ini ditujukan terhadap dua masalah pokok. Pertama, bagaimana kedudukan Wakil Presiden dalam sistem presidensial di Indonesia? Kedua, bagaimana pertanggungjawaban Wakil Presiden selama masa jabatannya?
Permasalahan tersebut diteliti dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan melakukan pendekatan konseptual dan juga pendekatan perundang-undangan. Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan teknik studi kepustakaan lalu dilanjutkan dengan teknik analisis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tugas dan wewenang Wakil Presiden tidak diatur secara tegas melalui Undang-Undang Dasar 1945 maupun peraturan perundang-undangan dibawahnya sehingga pemberian tugas dan wewenang Wakil Presiden dilakukan oleh Presiden. dengan kemungkinan faktor objektif dan faktor subjektif dalam pemberian tugas dan wewenang. Sementara itu, dalam berbagai kesempatan Wakil Presiden juga dapat bertindak sebagai pendamping bagi Presiden dalam melakukan kewajibannya. Dengan demikian Wakil Presiden memiliki lima kemungkinan posisi yaitu sebagai wakil yang mewakili Presiden, sebagai pengganti yang menggantikan Presiden, sebagai pembantu yang membantu Presiden,
∗ Makalah ini disarikan dan dikembangkan lebih lanjut dari skripsi yang ditulis oleh Penulis atas bimbingan Pembimbing Skripsi I I Nengah Suantra, SH.,MH dan Pembimbing Skripsi II Edward Thomas Lamury Hadjon, SH.,LLM.
∗∗ Mozes Raynoldly Cantona Harahap adalah mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Udayana.
∗∗∗
I Nengah Suantra adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.
∗∗∗∗
Edward Thomas Lamury Hadjon adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.
sebagai pendamping yang mendampingi Presiden, sebagai Wakil Presiden yang bersifat mandiri.
Dari hasil penelitian mengenai pertanggungjawaban Wakil Presiden, Masalah seputar Wakil Presiden yang berhubungan dengan tanggungjawab seorang Wakil Presiden belum jelas. Wakil Presiden tidak bertanggungjawab kepada Presiden karena Wakil Presiden tidak diangkat oleh Presiden melainkan oleh rakyat. Tidak ada Pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur pertanggungjawaban Wakil Presiden, baik sebagai Wakil Kepala Pemerintahan maupun sebagai Wakil Kepala Negara.
Kata Kunci: Kedudukan dan wewenang ; Pertanggungjawaban ; Wakil Presiden.
ABSTRACT
The Presidential Government system is led by a President and Vice President. Often the duties and authority of The Vice President are not clearly known. This study addresses two main problems. First, how is the position of Vice President in presidential system in Indonesia? Second, how is the Vice President accountable during his tenure?
The problem is investigated by using normative legal research method by using conceptual approach and also approach of legislation. Techniques of collecting legal materials using literature study techniques and then followed by analytical techniques.
The results of research indicate that the duties and authorities of the Vice President are not expressly regulated through the 1945 Constitution and the laws and regulations under it so that the granting of duties and authority of the Vice President shall be conducted by the President. with the possibility of objective factors and subjective factors in the assignment of duties and authority. Meanwhile, on various occasions the Vice President can also act as a companion for the President in performing his obligations. Thus the Vice President has five possible positions as representatives representing the President, in place of the President, assisting the President, as a companion who accompanies the President, as an independent Vice President.
From the results of research on Vice Presidential accountability, the issue surrounding the Vice President related to the responsibilities of a Vice President is unclear. The Vice President is not responsible to the President because the Vice President is not
appointed by the President but by the people. There is no article in the 1945 Constitution which governs the accountability of the Vice President, either as Deputy Head of Government or as Deputy Head of State.
Keywords: Accountability; Status and authority; Vice President;
Negara Indonesia juga merupakan negara demokrasi, tercantum pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Pemilik kekuasaan tertinggi di negara adalah rakyat. Kekuasaan sesungguhnya adalah dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Dalam sistem pemerintahaanya, berdasarkan pertimbangan untuk mewujudkan pemerintahan yang stabil dan efisien, panitia ad hoc I MPR-RI membuat lima kesepakatan tentang prinsip-prinsip perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu di antara lima kesepakatan tersebut yakni mempertegas sistem pemerintahan Presidensial.1 Sistem Presidensial berasal dari Amerika Serikat. Di sana diterakpan asas Trias Politica dari Montesquieu dengan sistem Check and Balences.2 Bentuk pemerintahan seperti ini dimana adanya pemisahan yang tegas antara badan legislatif (parlemen), badan eksekutif, dan badan yudikatif. Menurut sistem pemerintahan presidensial, Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Eksekutif. Presiden tidak dipilih oleh Parlemen tetapi Presiden dan Parlemen bersama sama secara langsung dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Karena itu Presiden tidak bertanggung jawab pada Parlemen sehingga Presiden dan kabinetnya tidak dapat dijatuhkan oleh
Parlemen. Sebaliknya, Presiden pun tidak dapat membubarkan Parlemen. Ketentuan ini menunjukan bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan Presidensial. Artinya Presiden sebagai kepala negara dan juga kepala eksekutif/administratif.3
Kekuasaan dan tanggung jawab pemerintahan Presidensial berada ditangan satu orang yaitu dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Namun pada pelaksanaannya Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Jika melihat kembali dalam Batang Tubuh Undang-undang Dasar 1945, khususnya dalam Bab III mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara sangat jelas memuat mengenai kedudukan dan kewenangan Presiden sedangkan mengenai kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden tidak dimuat secara tegas dan jelas.4 Padahal dalam sistem pemerintahan presidensial di Indonesia, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden dan Wakil Presiden dimana dalam stuktur ketatanegaraan Indonesia kedudukannya sejajar, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dengan demikian ketidakjelasan sejauh mana kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden dalam sistem pemerintahan presidensial berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut. Untuk melihat pertanggungjawaban Wakil Presiden terlebih dahulu akan dikemukakan tentang kedudukan Wakil Presiden. Dengan mengetahui kedudukan Wakil Presiden akan lebih mudah untuk
memetakan pertanggungjawaban Wakil Presiden terutama dalam kaitannya dengan perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
Rumusan masalah dalam suatu penelitian menentukan arah dan tujuan yang jelas dalam melakukan penulisan. Rumusan masalah yang ditentukan dalam tulisan ini sebagai berikut :
-
1. Bagaimanakah kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden dalam hubungannya dengan Presiden berdasarkan sistem pemerintahan Republik Indonesia?
-
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban Wakil Presiden dalam menjalankan tugas dan wewenangnya?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kedudukan dan kewenangan Wakil Presiden dalam hubungannya dengan Presiden menurut konstitusi dan peraturan Perundang-undangan. serta untuk menganalisis pertanggungjawaban Wakil Presiden dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif yang meneliti hukum dari perspektif internal dengan objek penelitiannya adalah norma hukum. Penelitian hukum normatif berfungsi unutk memberi argumentasi yuridis ketika terjadi kekosongan, kekaburan dan konflik norma.5 Dikarenakan mengkaji masalah-masalah terkait dengan singkronisasi norma
hukum, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana, serta berkorelasi dengan sejarah hukum dalam hal ini sejarah perkembangan lembaga Negara , khususnya lembaga eksekutif yaitu Presiden dan Wakil Presiden.
-
2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tugas Wakil Presiden hanya diatur melalui 1 Pasal saja yakni Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Arti kata “kewajiban” pada Pasal tersebut berarti mengandung hal yang mutlak harus dilaksanakan oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.6 Tugas dan kewenangan Wakil Presiden dapat diberikan dalam ranah kekuasaan eksekutif riil sebagai wakil kepala pemerintahan maupun dalam ranah kekuasaan eksekutif nominal sebagai kepala negara. Untuk lebih mengetahui tugas dan wewenang Wakil Presiden melalui Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dapat dilakukan pendekatan lebih lanjut melalui penafsiran dan interpretasi Pasal 4 ayat (2). Mengingat beragamnya cara penafsiran , melihat dari tujuan mengetahui makna Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, penafsiran ini dibatasi dalam tiga jenis penafsiran, yakni penafsiran leksiogarfis-terminologis, penafsiran sistematis-teleologis, penafsiran futuristik. Yang dimaksud dengan penafsiran leksigrafis-terminologis
adalah salah satu cara pemahaman terhadap sebuah ketentuan berdasarkan perkembangan istilah (term) yang digunakan sesuai dengan arti yang diberikan menurut metode penyusunan dalam kamus (leksiografis).7 Selanjutnya, yang dimaksud dengan penafsiran secara sistematis adalah cara pemahaman sebuah ketentuan didasarkan pada konsistensi pengaturan yang tedapat dalam naskah Undang-Undang sebagai suatu kesatuan yang utuh, lalu yang dimaksud dengan penafsiran teleologis dapat diartikan sebagai suatu cara penafsiran berdasarkan tujuan yang hendak dicapai pada rumusan ketentuan yang dimaksud.8 Dan yang terakhir yang dimaksud dengan penafsiran futuristik adalah suatu cara pemahaman didasarkan pada pertimbangan terhadap kecenderungan perkembangan segala hal yang terkait dengan jabatan negara, dalam hal ini adalah Wakil Presiden Republik Indonesia dan kemungkinan perwujudannya pada masa yang akan datang dalam pembahasan ini diajukan penafsiran kata “dibantu “ pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut:
Menurut pemafsiran leksiogarfis-terminologis dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. berdasarkan istilah yang digunakan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, yakni kata “dibantu” menunjuk pada kalimat pasif sehingga dapat dipahami bahwa Presiden (secara pasif) dibantu oleh Wakil Presiden (secara aktif) dalam melakukan kewajibannya. Dengan demikian, Presiden wajib meminta bantuan Wakil Presiden dalam menjalankan kewajibannya
sedangkan Wakil Presiden berkewajiban membantu Presiden.9 Berdasarkan penafsiran sistematis teleogis, meskipun Wakil Presiden bertugas membantu Presiden tetapi Wakil Presiden dapat menggantikan Presiden. Oleh karna itu kualifikasi keduanya tidak dapat dibeda-bedakan. Untuk mengantisipasi penggantian Presiden, Wakil Presiden harus memiliki legitimasi yang sederajat dengan Presiden sehingga lembaga yang memilih dan melantik Wakil Presiden harusnya sama dengan lembaga yang dipilih oleh rakyat secara langsung dan dilantik oleh Majelis Permusawaratan Rakyat.10
Berdasarkan penafsiran futuristik dapat disimpulkan bahwa beban tugas yang diemban oleh Wakil Presiden harus memperhatikan lembaga negara lain seperti DPD, DPR, MA maupun MK dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil kepala pemerintahan maupun wakil kepala negara.
Pemberian tugas Wakil Presiden oleh Presiden bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor objektif dan faktor subjektif. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata objektif dapat diartikan sebagai “ mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat ataupun pandangan pribadi” dengan demikian yang dimaksud sebagai faktor objektif adalah keadaan yang tidak menyangkut pribadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, antara lain:11
-
a. Berupa ketentuan yang mengatur hubungan antara kedua, baik itu dalam kekuasaan rill maupun kekuasaan nominal. Dengan adanya ketentuan yang mengatur tugas dan
kewewangan Wakil Presiden, hubungan antaa kedua pejabat Lembaga Kepresidenan menjadi pasti dan terarah.
-
b. Asal kekuatan politik yang mendukung Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini juga berpengaruh, jika Presiden dan Wakil Presiden berasal dari kekuatan politik yang sama, pembagian tugas antara Presiden dan Wakil Presiden cenderung memiliki ruang lingkup lebih luas. Sebaliknya, jika Presiden dan Wakil Presiden tidak berasal dari kekuatan politik yang sama, pembagian kekuasaan cenderung memiliki ruang lingkup lebih sempit.
-
c. Pengisian jabatan, serta sistem pertanggungjawaban kedua jabatan tersebut. Jika terdapat ketentuan mengenai sistem pengisian jabatan yang rinci, maka sistem pertanggungjawaban antara keduanya pun akan menjadi jelas,
Lalu ada juga faktor subjektif dalam pemberian tugas Wakil Presiden oleh Presiden, dalam kamus besar Bahasa indoensia, kata subjektif berarti “ mengenai atau menurut pandangan (perasaan) sendiri. Dapat dikatan faktor subjektif merupakan faktor faktor yang berasal pada diri Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut. Faktor subjektif ini antara lain:12
-
a. Tingkat kepercayaan Presiden pada Wakil Presiden, serta konsisi keduanya baik dari fisik, psikis serta finansial. Artinya jika kepercayaan Presiden pada Wakil Presiden relatif mendalam, maka tugas yang akan diberikan pada Wakil Presiden relatif lebih luas. Sebaliknya jika kepercayaan
Presiden pada Wakil Presiden relatif tidak mendalam, maka tugas Wakil Presiden relatif lebih sempit.
-
b. Melihat pengalaman dan kemampuan yang dimiliki oleh Wakil Presiden.
-
c. Kondisi kesehatan Presiden baik fisik maupun psikis.
Artinya, jika kondisi fisik dan psikis Presiden relatif baik maka tugas dan kewenangan Wakil Presiden relatif sempit.
Hubungan Presiden dan Wakil Presiden yang paling jelas terdapat pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa Presiden dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Untuk Pemilihan Wakil Presiden dipertegas kembali melalu Pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dalam berbagai kesempatan dimana Presiden tidak dapat memenuhi kewajiban konstitusionalnya karena sesuatu alasan yang dapat dibenarkan menurut hukum, maka Wakil Presiden dapat bertindak sebagai pengganti Presiden.
-
2.2.3 Kedudukan dan Kewenangan Wakil Presiden dalam Rancangan Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan
Pada dasarnya dalam Rancangan Undang-Undang ini juga belum dijelaskan secara mendalam mengenai tugas dan wewenangan Wakil Presiden. Memang pada Pasal 5 ayat (2) sudah dijelaskan mengenai wewenang Wakil Presiden dalam melaksanakan tugasnya di bidang pemerintahan dan dalam melakukan tugas khusus pada Pasal 5 ayat (3) dalam penjelasannya dalam melakukan tugas-tugas khusus Wakil Presiden hanya bertindak jika Presiden berhalangan sementara atau dalam hal-hal yang dirasa perlu. Indikasi pemberian
tugas dan wewenang yang jelas kepada Wakil Presiden hanya terdapat pada Pasal 5 ayat (2) Rancangan Undang-Undang Lembaga Kepresidenan ini.
Wakil Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan menjadi orang nomor dua setelah Presiden. Itu artinya bahwa Wakil Presiden sesungguhnya menjadi orang yang sangat penting bersama dengan Presiden dalam menjalankan pemerintahan. Wakil Presiden tidak bertanggungjawab kepada Presiden karena Wakil Presiden tidak diangkat oleh Presiden melainkan oleh rakyat. Dalam pertanggungjawaban dikenal dengan dua macam pengertian pertanggungjawaban. Pertama ialah tanggung jawab secara sempit, yaitu tanggung jawab tanpa sanksi, dan kedua ialah tanggung jawab secara luas, yaitu tanggung jawab dengan sanksi.13
Perihal pertanggungjawaban ini Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan dibawahnya tidak ada yang mengatur mekanisme pertanggungjawaban Wakil Presiden. Tidak ada Pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur pertanggungjawaban Wakil Presiden, baik sebagai Wakil Kepala Pemerintahan maupun sebagai Wakil Kepala Negara. Konsekuensi logis dari ketentuan diatas bahwa “yang dipilih mengemban kewajiban pertanggungjawaban kepada yang memilih, sebaliknya yang memilih memiliki kewenangan meminta pertanggungjawaban kepada yang dipilih”. Pertanggungjawaban Wakil Presiden juga dipengaruhi oleh Presiden. Karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan, baik keduanya berasal dari partai
politik yang sama, maupun keduanya berasal dari partai politik yang berbeda.
Membebaskan Wakil Presiden dari suatu sistem pertanggungjawaban adalah menyalahi prinsip pemerintahan negara demokrasi. Dalam negara demokrasi setiap jabatan atau pejabat harus ada pertanggungjawaban dan tempat bertanggungjawab, sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur masalah pertanggungjawaban Wakil Presiden.14
Menurut Jimly Asshiddiqie secara politik, Presiden dan Wakil Presiden adalah satu institusi yang tidak terpisahkan. Oleh karena itu, keduanya tidak dapat dijatuhkan atau diberhentikan karena alasan politik. Sebab, jika karena alasan politik, maka keduanya harus berhenti secara bersama-sama. Akan tetapi, jika ada alasan yang bersifat hukum (pidana), maka sesuai dengan prinsip yang berlaku dalam hukum, bahwa pertanggungjawaban pidana pada pokoknya bersifat individual (individual responsibility). Maka, siapa saja di antara keduanya yang bersalah secara hukum dapat diberhentikan sesuai prosedur yang ditentukan dalam konstitusi.15 III. PENUTUP
-
1. Tugas dan wewenang Wakil Presiden Republik Indonesia tidak diatur secara tegas dalam konstitusi meskipun sampai sekarang Undang-Undang Dasar 1945 sudah mengalami empat kali perubahan. Tugas Wakil Presiden hanya diatur melalui 1
Pasal saja yakni Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Tugas dan kewenangan Wakil Presiden dapat diberikan dalam ranah kekuasaan eksekutif riil sebagai wakil kepala pemerintahan maupun dalam ranah kekuasaan eksekutif nominal sebagai kepala negara. Dengan tidak tegasnya Undang-Undang Dasar 1945 dalam mengatur tugas dan wewenang Wakil Presiden, pemberian tugas Wakil Presiden oleh Presiden bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor objektif dan faktor subjektif. Dalam berbagai kesempatan dimana Presiden tidak dapat memenuhi kewajiban konstitusionalnya karena sesuatu alasan yang dapat dibenarkan menurut hukum, maka Wakil Presiden dapat bertindak sebagai pengganti Presiden. Sementara itu, dalam berbagai kesempatan Wakil Presiden juga dapat bertindak sebagai pendamping bagi Presiden dalam melakukan kewajibannya. Dengan demikian Wakil Presiden memiliki lima kemungkinan posisi yaitu sebagai wakil yang mewakili Presiden, sebagai pengganti yang menggantikan Presiden, sebagai pembantu yang membantu Presiden, sebagai pendamping yang mendampingi Presiden, sebagai Wakil Presiden yang bersifat mandiri.
-
2. Wakil Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan menjadi orang nomor dua setelah Presiden. Itu artinya bahwa Wakil Presiden sesungguhnya menjadi orang yang sangat penting bersama dengan Presiden dalam menjalankan pemerintahan. Masalah seputar Wakil Presiden yang berhubungan dengan tanggungjawab seorang Wakil Presiden belum jelas. Wakil
Presiden tidak bertanggungjawab kepada Presiden karena Wakil Presiden tidak diangkat oleh Presiden melainkan oleh rakyat. Hal ini dipertegas melalui Pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Perihal pertanggungjawaban Wakil Presiden ini Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan dibawahnya tidak ada yang mengatur mekanisme pertanggungjawaban Wakil Presiden. Tidak ada Pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur pertanggungjawaban Wakil Presiden, baik sebagai Wakil Kepala Pemerintahan maupun sebagai Wakil Kepala Negara.
-
1. Untuk menghilangkan multi interpretasi makna kata “dibantu” pada Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 sebaiknya diperjelas kembali melalui undang-undang sampai sejauh mana atau dalam batasan batasan apa saja Wakil Presiden membantu Presiden sebagai Wakil Kepala Pemerintahan maupun Wakil Kepala Negara.
-
2. Membuat peraturan perundang-undangan untuk mengatur wakil preisden akan membuat kurang leluasanya Presiden dalam megatur Tugas dan wewenang Wakil Presiden. Untuk mempertegas eksistensi Wakil Presiden, maka Wakil Presiden harus memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan sendiri dalam koridor pelaksanaan tugas yang didelegasikan oleh Presiden, yang kebijakannya tetap harus
dipertanggungjawabkan kepada Presiden.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Al Rasjid,Harun; 1968, Hubungan Presiden dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Pelita Ilmu, Jakarta.
Busroh, Abu Daud; 2011 , Ilmu Negara , PT bumi aksara , Jakarta.
Diantha,I Made Pasek; 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Prenada Media Group, Jakarta.
Hamidi,Jazim dan Mustafa Lutfi; 2010, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, PT Alumni, Bandung.
Ramdan,Mochamad Isnaeni; 2015, Jabatan Wakil Presiden Menurut Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Jurnal Ilmiah
Ansori, Lutfil; 2014, “Pertanggungjawaban Wakil Presiden Menurut Sistem Pemerintahan di Indonesia”, Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Vol 1 No 1, Jakarta.
Nuhulima, Elvina; 2014, ”Wakil Presiden pada Sistem Pemerintahan Presidensial”, Karya Tulis dari Universitas Gadjah Mada , Jogjakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Rancangan Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan
15
Discussion and feedback