EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH LIMBAH AIR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHSANJIWANI GIANYAR
on
EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH LIMBAH AIR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAHSANJIWANI GIANYAR
Oleh
I Gusti Ngurah Tommy Arizona I Gusti NgurahWairocana
Hukum Adminstrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Aktivitas rumah sakit terkait dengan banyaknya orang dengan segala kebutuhannya, misalnya situasi ramai yang tentu membutuhkan penertiban supaya tidak mengganggu aktivitas lainnya. Kebutuhan lahan yang cukup luas untuk bangun rumah sakit dan lokasi rumah sakit harus berlokasi yang mudah diakses. Lokasi juga terkait dengan fungsi pelayanan rumah sakit, terlebih dalam situasi gawat darurat, maka rumah sakit harus berlokasi di tempat yang mudah diakses. Sementara itu berkaitan dengan resiko lingkungan mengingat aktifitas rumah sakit, pastilah menghasilkan limbah yang digolongkan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), maka lokasi menjadi penting dengan perhitungan resiko terhadap lingkungan disekitarnya. Adapun masalah yang didapat dalam artike ini pertama bagaimanakah pengaturan mengenai limbah air rumah sakit dan Bagaimanakah implementasi pengaturan limbah air rumah sakit di Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar.
Untuk menjawab permasalahan diatas pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis empiris. Adapun kesimpulannya adalah bahwa pengaturan mengenai limbah air Rumah Sakit Umum Daerah sanjiwani Gianyar telah sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup Dan Kriteria Baku Kerusakan Hidup dan pelaksanaan pengaturan limbah air Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kata Kunci: Efektivitas, Pencemaran Lingkungan Hidup, Limbah Air.
ABSTRACT
Activities of the hospital must be related to the number of people with all their needs, such as crowded situations that would require curbing so as not to interfere with other activities. Needs of land that is wide enough to build Hospital and the location of the hospital must be conveniently located. The location is also related to hospital service function, especially in emergency situations, then the Hospital should be located in an easily accessible place. While it
is related to environmental risks considering the activities of the Hospital, it must produce waste that is classified as B3 waste (Hazardous and Toxic Material), then the location becomes important with the calculation of risk to the surrounding environment. The problem formulated in this research is first how the arrangement of hospital waste water and how implementation of hospital waste water management in Sanjiwani General Hospital of Gianyar.
To answer the above problems the research method used by the author is an approach that is juridical empirical. The conclusion is the regulation on waste water of Sanjiwani Gianyar General Hospital has been in accordance with Bali Governor's Regulation Number 16 Year 2016 About Environmental Quality Standard And Criteria of Raw Damage Lives and implementation of waste water management of SanjiwaniGianyar General Hospital has been in accordance with Law on Environmental Protection and Management.
Keywords: Prevention of Environmental Pollution, Hospital Water Waste and UUPPLH.
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional hal tersebut sejalan dengan penegasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa “Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, begitu juga Pasal 34 ayat (3) dinyatakan “Negara bertanggungjawab atas peneydiaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Kemajuan di bidang ilmu kesehatan telah memberikan harapan hidup yang lebih baik kepada seluruh umat manusia, namun terlepas dari keberhasilan ilmu kesehatan mengatasi berbagai permasalahan di bidang kesehatan, masalah-masalah lain yang berkaitan pun muncul di sisi yang lain.1 Oleh karena itu perlu diatur tentang penyelenggaraan rumah sakit agar tidak mencemari lingkungan dalam hal melayani dan beraktifitas pelayanan kesehatan. Dalam bagian ini diatur persyaratan penyelenggaraan rumah sakit yang antara lain meliputi syarat tentang:
-
1. Syarat umum;
-
2. Lokasi;
-
3. Bangunan;
-
4. Prasarana
-
5. Sumber daya manusia (SDM);
-
6. Kefarmasian;
-
7. Peralatan.
Dari ketentuan ini, dapat diartikan bahwa rumah sakit termasuk salah satu kegiatan yang beresiko menimbulkan dampak penting, terutama dilihat dari identitas dampak serta sifat kumulatif dampak, sehingga rumah sakit wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkuangan (selanjutnya disingkat AMDAL). Berdasarkan persyaratan teknis sebagaimana diuraikan di atas tampak sekali bahwa pendirian rumah sakit harus pada lokasi yang sangat tepat, artinya bahwa didirikannya sumah sakit harus benar-benar sehat secara fisik dan lingkungan, serta harus benar-benar dijamin kemanfaatannya bagi masyarakat sekitarnya. Menurut Otto Soemarwoto2, Lingkungan adalah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Sebelum menetapkan lokasi maka harus dilakukan berbagai studi kelayakan, untuk menghindari hal-hal yang justru tidak menimbulkan kemanfaatan tetapi malah menimbulkan kerugian bahkan problema baru bagi masyarakat di sekitarnya. Pengaturan yang sangat rinci terkait dengan persyaratan penyelenggaraan memang harus dilakukan, namun sebagai catatan lebih tepat jika tidak dengan merumuskannya dalam undang-undang, tetapi dalam peraturan teknis saja yang lebih operasional. Terkait dalam hubungannya pembangunan dan lingkungan, Barlin mengemukakan :
Kegiatan pembangunan selalu akan menghasilkan manfaat dan resiko lingkungan hidup, dimana lingkungan sebagai media selalu akan menerima resiko dan hasil sampingan kegiatan pembangunan yang tidak kita inginkan yaitu berupa limbah dan keadaan ini pada akhirnya akan menurunkan kualitas sumber daya alam.3
Sebagaimana diketahui bahwa aktivitas rumah sakit pastilah terkait dengan banyaknya orang dengan segala kebutuhannya, misalnya situasi ramai yang tentu membutuhkan penertiban supaya tidak mengganggu aktivitas lainnya. Kebutuhan lahan yang cukup luas tidak hanya untuk bangun rumah sakit, melainkan kebutuhan sarana pendukung seperti tempat parkir, menjadi kebutuhan yang tidak dapat dikesampingkan. Lokasi juga terkait dengan fungsi pelayanan rumah sakit, terlebih dalam situasi gawat darurat, maka rumah sakit harus berlokasi di tempat yang mudah diakses.
Sementara itu berkaitan dengan resiko lingkungan mengingat aktifitas rumah sakit, pastilah menghasilkan limbah yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat, seperti pencemaran limbah rumah sakit maka lokasi menjadi penting dengan perhitungan resiko terhadap lingkungan disekitarnya. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan terjadinya beberapa kasus pencemaran sumur pendidik disekitar rumah sakit akibat limbah rumah sakit yang tidak dikelola dengan baik yang sangat merugikan penduduk disekitar rumah sakit, karena mengganggu pemenuhan kebutuhan sehari-hari yaitu air bersih.4
Dari latar belakang tersebut, penulis mengangkat judul
“Efektivitas Pengaturan Pencegahan Pencemaran Lingkungan Hidup Oleh Limbah Air Di Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar”
Adapun tujuan penelitian ini antara lain untuk memahami secara detail pengaturan mengenai limbah air rumah sakit dan implementasi pengaturan mengenai limbah air rumah sakit di Rumah Sakit Umum Daerah SanjiwaniGianyar.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam membahas permasalahan penelitian ini adalah metode penelitian yang bersifat yuridis empiris.
Data yang dipergunakan dalam pnelitian ini didapat dari 2 sumber antara lain: (1) sumber data primer, yaitu data yang diperoleh berasal dari informan melalui penelitian lapangan dengan melakukan wawancara yang dilakukan di Rumah Sakit Umum (selanjutnya disebut RSU) Sanjiwani Kabupaten Gianyar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh sumber-sumber yang dapat memberikan kebebasan dan arah yang jelas. (2) sumber data sekunder, yaitu data tertulis yang diperoleh daari penelitian kepustakaan yang dilakukan untuk menggali data-data didasarkan pada literatur-literatur dan buku-buku yang terkait dengan pengaturan limbah RSU Sanjiwani Gianyar, dan implementasi pengaturan limbah RSU Sanjiwani Gianyar, peraturan perundang-undangan, koran maupun data-data yang tertulis lainnya. Sumber data sekunder terdiri dari dua bahan hukum yakni bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer meliputi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian bahan hukum sekunder berupa buku-buku literature yang berkaitan dengan permaasalahan yang dibahas dalam penulisan ini, yang menegaskan mengenai bahan-bahan hukum primer.
Teknik pengumpulan data lapangan dilakukan dengan melakukan pencatatan terhadap data yang didapat dengan studi dokumen dan juga mengadakan wawancara dengan informan.
Untuk pengolahan data dilakukan dengan mengolah data-data yang telah diperoleh baik itu berupa angka atau tabel ataupun data lain yang diperoleh dilapangan kemudian dilakukan
suatu uraian ataupun penjelasan dari permasalahan yang akan dibahas, sedangkan analisa data dilakukan secara deskriptif analisis. Setelah data dianalisa, kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapat kesimpulan secara umum tentang masalah yang dibahas.
Sebagai bagiandari hukum kesehatan maka hakekat hukum rumah Sakit adalah penerapan hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi negara, maka ruang lingkup tangggung jawab rumah sakit juga meliputi tangggungjawab perdata, tanggung jawab pidana dan tanggungjawab administrasi negara. a. Tanggung Jawab Perdata
Sebagaimana diketahui hubungan hukum yang terjalin antara Rumah Sakit dengan pasien dalam perspektif hukum perdata merupakan hubungan kontraktual yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak.
Dari berbagai kasus yang pada umumnya terjadi masalah-masalah keperdataan umumnya berupa "onrechtmatigedaad atau perbuatan melawan hukum” dan wanprestasi. Dalam hukum dikenal ada tiga bentuk dari perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yaitu sama sekali tidak melakukan prestasi, tidak melakukan prestasi pada waktunya, dan salah atau keliru dalam melakukan prestasi.5
Dalam hukum dikenal ada tiga bentuk dari perbuatan ingkar janji (wanprestasi) yaitu sama sekali tidak melakukan prestasi, tidak melakukan prestasi pada waktunya, dan salah atau keliru dalam melakukan prestasi. Mengingat bentuk pelayanan rumah sakit merupakan perikatan upaya (inspaningverbintenis) dan bukan perikatan hasil (resultaatverbintenis), dalam praktek pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, bentuk perikatan pada umumnya lebih berupa perikatan ikhtiar dimana tenaga
kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan di rumah sakit melakukan upaya semaksimal mungkin tanpa menjanjikan hasilnya akan baik atau sembuh. Maka pada umumnya bentuk wanprestasinya adalah salah atau keliru dalam melakukan upaya pelayanan kesehatan. Pasien yang dirugikan sebagai akibat dari tindakan wanprestasi yang dilakukan rumah sakit dalam pelayanan kesehatan kepada pasien, berdasar ketentuan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, atau secara khusus menurut Pasal 55 Undang-Undang Kesehatan, dapat menggugat ganti kerugian. Sebagaimana diketahui prinsip yang dianut dalam pertanggungjawabanhukum perdata adalah bahwa barang siapa menimbulkan kerugian kepada pihak lain akibat dari perbuatannya, maka diwajibkan padanya untuk mengganti kerugian. Dalam ruang lingkup hukum perdata yang diatur adalah hubungan antar subyek hukum yang bersifat individual atau perorangan.
-
b. Tanggung Jawab Pidana
Hal penting yang perlu diketahui bahwa sifat pemindanaan adalah personal. Oleh karenanya perlu dikemukakan berbagai pendapat para ahli hukum pidana yang antara lain menyebutkan bahwa seseorang dikatakan telah melakukan tindak pidana paling tidak harus ada tiga unsur yakni: pertama, adanya pelanggaran terhadap hukum tertulis; kedua perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum; dan ketiga, perbuatan tersebut ada unsur kesalahan (dolus). Adapun unsur kesalahan dapat berupa kesengajaan dan dapat berupa kelalaian (culpa, negligence). Kesengajaan maksudnya bahwa sifatnya sengaja dan melanggar undang-undang, sedangkan kelalaian sifatnya adalah tidak sengaja, lalai, tidak ada motif ataupun tujuan untuk menimbulkan akibat yang terjadi.
Selanjutnya H. Adami Chazawi menyebut adanya
Unsur-unsur kesalahan (kelalaian) sebagai tolak ukur di dalam hukum pidana yaitu: bertentangan dengan hukum (wederrechtelijkeheid), akibatnya dapat dibayangkan (voorzienbaarheid), akibatnya dapat dihindarkan (vermijdbaarheid) perbuatannya dapat dipersalahkan kepadanya (verwijtbaarheid).6
Adapun dalam penjatuhan sanksi sebagai bentuk pertanggung jawaban pidana harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
-
1. Perbuatan dilakukan oleh subyek hukum yang melaksanakan tugas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sebagaimana disebutkan diatas yakni tenaga kesehatan yang melaksanakan tugas profesionalnya di rumah Sakit yang bersangkutan.
-
2. Adanya kesalahan, bahwa kesalahan dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit pada umumnya terjadi karena kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Bentuknya bisa berupa: melakukan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan atau sebaliknya tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan.
-
3. Perbuatan yang dilakukan bersifat melawan hukum. Sifat
melawan hukum bisa terhadap hukum formil maupun hukum materiil.
-
4. Pelaku mampu bertanggungjawab, yakni sehat jiwa atau akalnya.
-
5. Tidak ada alasan yang menghapus pidana.
Wawancara dengan Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar bahwa :
Baku mutu air dirumah sakit telah memenuhi syarat sebagai ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya didalamair, baku mutu air inilah yang telah terpenuhi oleh limbah air yang dihasilkan oleh rumah sakit sehingga status mutu air limbah dapat dipertanggungjawabbkan ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Gubernur Bali tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. 7
Pengertian dari pencemaran lingkungan menurut Fuad
Amsyari adalah :
Pencemaran akan terjadi apabila lingkungan hidup manusia (baik lingkungan fisik, biologis, dan lingkungan sosialnya) terdapat suatu bahan dalam konsentrasi sedemikian besar, yang dihasilkan oleh proses kegiatan manusia itu sendiri yang akhirnya akan merugikan ekosistem manusia juga.8
Instrument penting dalam pengendalian pencemaran lingkungan hidup oleh limbah rumah sakit adalah baku mutu lingkungan hidup, perizinan yang berkaitan dengan pembuangan limbah, analisis mengenai dampak lingkungann dan audit lingkungan. Hasil wawancara penulis dengan Bapak Anak Agung Oka Bharata bahwa :
Baku mutu air limbah Rumah Sakit Umum Sanjiwani Daerah kabupaten Gianyar telah memenuhi kriteria baku mutu lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh Gubernur dimana tingkat kondisi mutu air menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu.9
Dengan demikian Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar telah melakukan upaya pengelolaaan lingkungan dan pengkajian penataan terhadap peraturan perundang-undangan
seperti KeputusanMenteri Lingkungan Hidup tentang pengelolaan limbah B3 oleh badan usaha.
Pada hakekatnya rumah sakit memilik fungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi yang dimaksud memiliki implikasi berupa tanggung jawab hukum rumah sakit atas pelayanannya kepada pasien. Sebagaimanna diketahui pula bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, disamping yang bertindak atau pelakunya dalah administrasi Negara atau pemerintah sendiri, maka dilakukan oleh juga pihak-pihak yang diberi ijin atau diberi wewenang oleh pemerintah. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh pemerintah diantaranya dalam bentuk penyelenggaraan rumah sakit publik. Sedangkan yang dilakukan oleh masyarakat adalah dalam bentuk rumah sakit privat. Oleh karena itu agar pelaksanaan tugas penyelenggaraan Rumah Sakit, baik oleh pemerintah maupun oleh swasta dapat berjalan dengan sebaik-baiknya dalam memenuhi tujuan pokok yaitu pelayanan kesehatan yang bermutu, maka ditetapkanlah berbagai pengaturan hukum penyelenggaraan rumah sakit sangat diperlukan agar pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat sesuai dengan tujuan utamanya, yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Pengaturan hukum penyelenggaraan rumah sakit terdiri dari beberapa ketentuan hukum, baik yang bersifat umum maupun yang bersidat khusus. Ketentuan tersebut berbentuk peraturan perundang-undangan maupun peraturan pelaksanaanya. Dilengkapi pula instrument yuridis yang berupa peraturan teknis
maupun bentuk-bentuk pengaturan lain seperti pedoman pelaksanaan dan lain sebagainya.
Adapun dampak negatif dari pencemaran lingkungan yang timbul dapat mempengaruhi keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat disamping juga akan merusak lingkungan dan keindahan lingkungan sehingga kelestarian lingkungan tidak dapat terwujud. Untuk mencegah supaya pencemaran lingkungan tidak terjadi terus-menerus dan supaya tidak merugikan masyarakat akibat dampak negatif yang timbul karenanya, maka perlu diadakan upaya pencegahan.
Upaya penanggulangan limbah air dilakukan dengan dua macam upaya yaitu :
-
1. Upaya yang bersifat pencegahan (preventif), dilakukan dengan jalan melakukan pencegahan dengan mengambil langkah-langkah terhadap kegiatan yang dilakukan oleh rumah sakit yang berkaitan dengan limbah air rumah sakit
-
2. Upaya yang bersifat tindakan (represif), upaya ini dilakukan berupa tindakan terhadap warga sekitar rumah sakit yang tidak mau tertib atau yang berupa pelanggaran terhadap lingkungan.
Untuk menjalankan fungsi UUPPLH maka diperlukan pembentukan peraturan penegakan hukum lingkungan melalui sanksi administrasi. Dibentuknya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 76 ayat (1) UUPPLH. Pasal 63 UUPPLH mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah perihal tugas dan wewenang dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dikoordinasi bersama-sama dengan menteri lingkungan hidup. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Bapak I Gede Astina Kepala Bidang
peraturan Perundang-Undangan pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar mengatakan bahwa:
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2013 dapat dikatakan sebagai instrumen regulatif dan dapat dijadikan sebagai upaya memberi kepastian hukum, baik bagi pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi administrasi maupun bagi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan di bidang lingkungan hidup.10
Dari pembahasan dan analisis yang telah penulis paparkan diatas, dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:
-
1. Pengaturan mengenai limbah air Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar telah sesuai dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta peraturan Gubernur Bali dengan pelaksanaan jenis-jenis sanksi mulai dari teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, pencabutan izin lingkungan, dan denda administrasi.
-
2. Implementasi pengaturan limah air Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani Gianyar penanggulangan limbahnya dilakukan dengan dua macam upaya yaitu upaya preventif dilakukan dengan jalan melakukan pncegahan denngan mengambil langkah- langkah terhadap kegiatn yang dilakukan oleh rumah sakit yang berkaitan dengan limbah air rumah sakit dan upaya refresif dilaukan berupa tindakan terhadap warg sekitar rumah sakit yng tdak mau trtib atau yang berupa pelangaran trhadap lingkungan.
Adapun saran yang dapat dikemukakan penulis terkait dengan beberapa kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, yaitu:
-
1. Agar pengaturan mengenai limbah air rumah sakit dapat berjalan dengan baik, tertib, lancar dan tanpa mencemari lingkungan sekitar disarankan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar segera membentuk peraturan perundang-undangan apakah itu berupa Perda, Peraturan Bupati atau Keputusan Bupati tentang baku mutu lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
-
2. Perlu adanya kejelasan pembagian wewenang pengawasan baku mutu lingkungan hidup antara Satpol PP dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) dan Pegawai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Amsyari, Faud, 1981, Masalah Pencemaran Lingkungan Hidup, Galia Indonesia, Jakarta Timur.
Barlin, 1994, Laporan Akhir Tim Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Pencematan Akibat Limbah Rumah Sakit, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kahakiman, Jakarta.
Chazawi, H. Adami, 2007, Malpraktik Kedokteran, Tinjuan Norma dan Doktrin Hukum, Bayumedia Publishing, Malang.
Endang Wahyati Yustina, 2012, Mengenal Hukum Rumah Sakit, CV Keni Media Anggota IKAPI, Bandung.
Masrudi Muchtar, dkk, 2016, Hukum Kesehatan Lingkungan (Kajian Teori dan Perkembangan Pemikiran), Pustaka Baru, Pres, Yogyakarta.
Soemarwoto, Otto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, edisi, revisi, Djambatan, Jakarta.
JURNAL
Gede Wahyu Dananjaya, 2018, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen yang Dirugikan Atas Jasa Praktek Tukang Gigi di Kota Denpasar, Jurnal, Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072).
15
Discussion and feedback