PELAKSANAAN PENGATURAN DAERAH JALUR HIJAU DI KABUPATEN BADUNG *

Oleh:

Anak Agung Gede Pararaton**

Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati ***

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Pendapatan asli daerah Kabupaten Badung Sebagian besar dihasilkan dari sektor pariwisata. Namun disisi lain ada dampak negatif dan positif dari perkembangan sektor pariwisata yang begitu masif, salah satunya adalah masih adanya penyusutan RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang ada di Kabupaten Badung. maka bagaimanakah pengaturan mengenai daerah jalur hijau di Kabupaten Badung serta bagaimanakah tindakan pemerintah Kabupaten Badung dalam menegakkan daerah jalur hijau di Kabupaten Badung. Tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta. Pengaturan mengenai daerah jalur hijau di Kabupaten Badung memiliki dua landasan hukum yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 (PERDA RTRW Kabupaten Badung) dan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Larangan Mendirikan Bangun-Bangunan di Daerah Jalur Hijau Di Kabupaten Tingkat II Badung (PERDA Jalur Hijau Kab. Badung). Tindakan pemerintah Kabupaten Badung dalam menegakkan daerah jalur hijau di Kabupaten Badung adalah dengan melakukan penerapan hukum, hal tersebut dianggap sebagai sistem administratif yang antara lain mencakup interaksi antara aparatur penegak hukum yang merupakan sub. sistem peradilan yang berupa tindakan administratif serta tindakan pemerintah dalam mengakkan Daerah Jalur Hijau diatur

berdasarkan Pasal 144 Perda Kabupaten Badung Nomor 6 Tahun 2009 Tentang RTRW Kabupaten Badung Nomor 6 Tahun. 2009 Tentang RTRW Kabupaten Badung yang menerapkan sanksi pidana terhadap Pelanggaran Jalur Hijau.

Kata Kunci: Pengaturan, Kebijakan, Jalur Hijau.

Abstract

Badung regency is one of the regencies in Bali Province whose original revenue is mostly from the tourism sector. But on the other hand there is negative and positive impact of the development of the tourism sector is so massive, one of which is Green Open Space that is still the depth of green open space in Badung regency. The method was used emperical juridical research method which is the research use The Statue Approach and The Fact Approach. The regulation on the green area in Badung regency has two legal basis on green line that is Badung Regency Regulation No. 26 of 2013 On Spatial Plan of Badung Regency Of 2013-2033 (Regional Regulation of Badung Regency RTRW) and Regional Regulation of Regency Level District II Badung No. 3 of 1992 on Prohibition to Establish Build-In on Green Line Area in Badung District Level II (Local Regulation Green Line of Badung Regency). The government action of Badung Regency in enforcing the green area in Badung regency is by applying the law, it is viewed as an administrative system which includes interaction between various law enforcement apparatus which is the subsystem of justice in the form of administrative action as well as government action in enforcing Region The Green Line is regulated Based on Article 144 of Badung District Regulation No. 6 of 2009 on Badung Regency RTRW that implements criminal sanctions against Green Line Violations.

Keywords: Setting, Policy, Green Line.

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1  Latar Belakang

Perkembangan pariwisata di Kabupaten Badung memberikan dampak positif yaitu dapat meningkatkan pendapatan daerah, memajukan perekonomian seperti dalam hal

lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja, serta meningkatnya fasilitas sarana dan prasana wisata seperti pembangunan bangunan hotel, restaurant, tempat rekreasi dan lain-lain. Di sisi lain perkembangan wisata di Kabupaten Badung juga memberikan dampak negatif yaitu menimbulkan kemacetan, meningkatnya kriminalitas, dan penyempitan ruang terbuka hijau.

Pengertian RTH (Ruang Terbuka Hijau) terdapat dalam Pasal 1 angka 38. Sedangkan Pengertian jalur hijau terdapat dalam Pasal 1 huruf f PERDA Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Larangan Mendirikan Bangun-Bangunan Pada Daerah Jalur Hijau Di Kabupaten Tingkat II Badung (PERDA Jalur Hijau Kab. Badung).

Keterbatasannya lahan mengakibatkan keberadaan RTH (Ruang Terbuka Hijau) menjadi berkurang karena terdesak oleh fungsi lain yang muncul seiring dengan perkembangan kebutuhan akan bangunan di Kabupaten Badung. RTH seringkali mengalami alih fungsi lahan menjadi bangunan maupun menjadi lahan yang diperkeras yang tidak dapat ditanami tumbuhan. Selain itu pemerintah Kabupaten Badung juga tidak konsisten dalam menjaga RTH yang ada, karena banyak alih fungsi lahan atau pelebaran atau pengembangan jalan yang tidak diimbangi dengan peremajaan RTH. Hal tersebut mengakibatkan kondisi lingkungan RTH menjadi memburuk dan mengalami penurunan dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan Kabupaten Badung yang dinamis serta kebutuhan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat membuat keberadaan RTH semakin terdesak. Dikarenakan luasnya jenis RTH ini maka tulisan ini akan menjurus mengenai kawasan jalur hijau yang merupakan bagian dari RTH.

Berpijak dari masalah tersebut diatas, maka penting kiranya melakukan penelitian mengenai “PELAKSANAAN PENGATURAN DAERAH JALUR HIJAU DI KABUPATEN BADUNG”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan mengenai daerah jalur hijau di Kabupaten Badung?

  • 2.    Bagaimanakah tindakan pemerintah Kabupaten Badung dalam menegakkan daerah jalur hijau di Kabupaten Badung?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk :

  • 1.    Mengetahui dan menganalisa pengaturan mengenai daerah jalur hijau di Kabupaten Badung.

  • 2.    Mengetahui dan menganalisa tindakan pemerintah Kabupaten Badung dalam menegakkan daerah jalur hijau di Kabupaten Badung.

  • II.   ISI MAKALAH

    • 2.1  Metode Penulisan

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah penelitian hukum yuridis empiris. Metode Penelitian yuridis empiris adalah suatu metode penulisan hukum yang digunakan untuk mengatasi kesenjangan antara das sollen dan das sein. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah mengenai daerah jalur hijau di Kab. Badung.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Pengaturan Mengenai Daerah Jalur Hijau Di Kabupaten Badung

pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu negara.1 Pelaksanaan prinsip otonomi daerah yang bertanggung jawab menandakan bahwa pemberian otonomi daerah itu benar-benar sesuai dengan tujuannya.2

Peraturan perundang-undangan menjadi sangat penting dan tidak bisa diabaikan terutama dalam suatu negara hukum.3 Pemerintah Kab. Badung memiliki dua landasan hukum mengenai jalur hijau yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 (PERDA RTRW Kab. Badung) dan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung No. 3 Tahun 1992 Tentang Larangan Mendirikan Bangun-Bangunan Pada Daerah Jalur Hijau Di Kabupaten Tingkat II Badung (PERDA Jalur Hijau Kab. Badung). Terjadi perbedaan yang mendasar antara PERDA RTRW Kab. Badung dengan PERDA Jalur Hijau Kab. Badung hal ini merupakan bentukdari ketidakpastian hukum, disebabkan adanya konflik norma. Kondisi tersebut akan berdampak negatif dalam menjalankan fungsi pemerintah, mengingat peraturan perundang-undangan merupakan unsur dari teori negara hukum yang dikemukakan oleh Frederich Julius Stahl terdiri atas 4 (empat) unsur pokok, yaitu asas legalitas,

prmbagian kekuasaan, perlindungan HAM, dan adanya peradilan administrasi.4

Penerapan asas legalitas menurut Indroharto, akan menunjang keberlakunya kepastian hukum dan kesamaan perlakuan di samping itu asas legalitas bertujuan untuk memberikan jaminan kedudukan hukum warga negara terhadap pemerintah.5

Salah satu atribut penting yang menandai suatu daerah otonom adalah memiliki aparatur pemerintahan tersendiri yang terpisah dari aparatur pemerintahan pusat yang mampu untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya.6 Berdasarkan dasar hukum dari Satuan Polisi Pamong Praja Kab. Badung yang mendasari pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya untuk melaksanakan penegakkan Peraturan Daerah Kab. Badung yaitu:

  • a.    Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No.

23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).

  • b.    Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja (PP Satpol PP).

  • c.    Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 40 Tahun 2011 Tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja.

  • d.    Pasal 2 huruf e angka 6 Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 7 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Badung.

  • e.    Pasal 1 angka 4 Peraturan Bupati No. 19 Tahun 2011 Tentang Pedoman Prosedur Tetap Operasional Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung.

Mengenai hierarki peraturan mengenai Satpol PP sudah jelas terlihat bahwa fungsi dan tujuan dari Satpol PP mewujudkan ketentraman dan perlindungan bagi masyarakat serta menegakkan Perda dan Perkada. Penerapan PERDA RTRW Kab. Badung dan PERDA Jalur hijau Kab. Badung sudah ditegakkan secara baik tetapi masih banyak terjadinya pelanggaran terhadap kawasan jalur hijau dan peran serta masyarakat yang belum optimal. Selama ini proses penegakkan hukum dilaksanakan oleh Satpol PP Kab. Badung yang memperoleh kewenangan berdasarkan undang-undang (atribusi), namun kenyataannya (das sein), Satpol PP belum mampu melaksanakan tugas sebagaimana mestinya diakibatkan belum adanya pemahaman yang baik atas kawasan jalur akibat tidak diaturnya secara jelas mengenai hal tersebut didalam substansi Perda.

  • 2.2.2    Tindakan Pemerintah Kabupaten Badung Dalam Menegakkan Daerah Jalur Hijau Di Kabupaten Badung

Pemerintah Kabupaten mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, dan mengawasi pelaksanaan penataan ruang wilayahnya sendiri. banyaknya pelanggaran jalur hijau yang terjadi terutama bangunan yang berdiri diatas jalur hijau, membuat daerah jalur hijau tersebut tidak tertata dengan rapi hingga saat ini. Untuk pelanggaran jalur hijau dalam hal ini sudah dilakukan tindakan berupa peringatan oleh Polisi Pamong Praja dengan memberikan surat panggilan terhadap pelanggar jalur hijau. Namun hal tersebut tidak diindahkan oleh para pelanggar sehingga membuat Satuan Polisi Pamong Praja berburu

pelanggaran jalur hijau yang dianggap melanggar sehingga dapat membuat efek jera terhadap para pelanggar jalur hijau itu sendiri dengan menerapkan sanksi administrasi maupun sanksi pidana.

Hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang yang melanggar hukum merupakan suatu tindakan yang diambil oleh pemerintah kab. Badung dalam pelaksaan kewajibannya untuk memaksa ditaatinya Hukum. Dalam hukum administrasi Sanksi adalah alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma hukum administrasi Negara.7 Pelanggaran Daerah Jalur Hijau banyak menimbulkan konflik sosial dimasyarakat dan juga dipemerintahan kab.badung. pemerintah kab.badung telah melakuan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, namun hingga saat ini belum membuahkan hasil yang optimal.

Dari hasil wawancara dengan Anak Agung Bagus Adi Suwantara yang merupakan anggota Satuan Polisi Pamong Praja menyebutkan bahwa tahapan-tahapan yang dilakukan dalam rangka penertiban di daerah jalur hijau kab.badung yaitu Pertama, Melakukan Koordinasi terlebih dahulu kepada Dinas/Instansi terkait dalam melaksanakan hukum administrasi. Kedua, Melakukan pendataan terhadap semua bangunan liar yang berada di jalur hijau. Ketiga, Melakukan pemanggilan terhadap pelanggar daerah jalur hijau.

Tindakan pemkab badung dalam menegakan daerah jalur hijau dilakukan dengan 2 cara yaitu tindakan hukum administrasi dan tindakan hukum pidana.

  • III.  PENUTUP

    • 3.1  Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap permasalahan di atas maka dalam hal ini peneliti dapat menyimpulkan yaitu:

  • 1.    Pengaturan mengenai daerah jalur hijau di Kabupaten Badung memiliki dua landasan hukum yaitu PERDA Kab. Badung Nomor 26 Tahun 2013 dan PERDA Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1992

  • 2.    Tindakan pemerintah Kabupaten Badung dalam menegakkan daerah jalur hijau di Kabupaten Badung dengan 3 tahapan yaitu, tahap pertama, koordinasi dengan Dinas/instansi terkait, dalam melaksanakan tindakan hukum administrasi, tahap kedua dengan melakukan pendataan, tahap ketiga adalah panggilan yang ditujukan kepada pelanggar jalur hijau yang dilakukan oleh pihak Satpol PP.

  • 3.2    Saran

Berdasarkan pembahasan terhadap kesimpulan diatas maka dalam hal ini peneliti memberikan saran, yaitu:

  • 1.    Disarankan Kepada Pemerintah hendaknya lebih mempertegas batas – batas titik jalur hijau di kabupaten badung untuk menghindari adanya pelanggaran yang

semakin marak dilakukan oleh masyarakat. Sehingga dengan demikian ekosistem terkait dengan pelestarian lingkungan hidup dapat terjaga dengan baik.

  • 2.    Disarankan Kepada masyarakat hendaknya melaporkan ke Pemerintah Daerah atau pihak- pihak terkait apabila di sepanjang daerah jalur hijau masih ada bangunan –

bangunan liar yang masih berdiri. Sehingga, kawasan daerah Jalur Hijau masih terjaga dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Gautama, Sudargo, 1983, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung.

H.R., Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja

Grafindo, Jakarta.

Riwu, Jose, 2002, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Cet. VI, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Syarifin, Pipin dan Debah Jubaedah, 2005, Hukum Pemerintah Daerah, Pustaka Bani, Bandung.

Widjaja, 2005, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia, Jakarta.

JURNAL

I Komang Iwan Saputra et, al., 2018, Pengelolaan Objek Wisata Ceking Terrace Di Kabupaten Gianyar, OJS Kertha Negara Universitas Udayana Vol. 06 No. 4, Denpasar.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033.

Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Larangan Mendirikan Bangun-Bangunan Pada Daerah Jalur Hijau Di Kabupaten Tingkat II Badung.

10