PERANAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KASUS PENGHINAAN TERHADAP SIMBOL-SIMBOL NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA
on
PERANAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KASUS PENGHINAAN TERHADAP SIMBOL-SIMBOL NEGARA DI KAWASAN ASIA TENGGARA1
Oleh:
Putu Wikan Antarini Pratiwi2
Ida Bagus Erwin Rana Wijaya, SH.,MH3
Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Prinsip saling menghormati antar Negara dan Indentitas Nasional merupakan prinsip terpenting dalam Piagam ASEAN. Namun pada SEA GAMES 2017 terjadi pencetakan bendera Negara Indonesia secara terbalik dalam buku panduan SEA Games yang menyebabkan ketegangan di masyarakat Indonesia. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui peranan ASEAN dalam menyikapi penghinan terhadap simbol-simbol Negara yang terjadi di kawasan Asia Tenggara serta aturan hukum yang dapat diterapkan dalam menghadapi permasalahan itu.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menitikberatkan kepada kekosongan norma hukum di Organisasi ASEAN terkait peraturan perlindungan simbol-simbol Negara anggota ASEAN.
ASEAN Way sebagai mekanisme penyelesaian sengketa antar anggota ASEAN dianggap sudah tidak cocok diterapkan dengan prinsip non intervensi (pasif), padahal Organisasi ASEAN seharusnya memiliki peranan penting guna menyelesaikan sengketa antar Negara ASEAN. Sudah selayaknya ASEAN Way direformasi dengan menitikberatkan pada kemampuan ASEAN untuk menjadi penengah apabila terjadi sengketa antar Anggota ASEAN, dan membentuk badan serta aturan khusus tentang perlindungan simbol-simbol Negara sesama Anggota ASEAN.
Kata Kunci: Kedaulatan Negara, ASEAN Way, Simbol-Simbol Negara
ABSTRACT
Respect for the sovereignty of the country and its identity has been regulated in ASEAN charter. However, in the SEA GAMES 2017, there are national flag of Indonesia in the SEA games guide 2017 was printed upside down and causing tension of Indonesian society. The current study aims to find out the role of ASEAN in responding the contempt for national symbols in South East Asia as well as to find out the rule of law applied to address the problem.
Normative legal research, emphasizing on legal vacuum in ASEAN organization related the rule of law to protect sovereignty and the identity of ASEAN member, was applied as the method of the current study.
ASEAN way as one disputes settlement mechanism among ASEAN members to be unsuitable to be applied with non-intervention principle, whereas ASEAN organizations should have an important role to resolve disputes among ASEAN countries. ASEAN way should be reformed in terms of its principle by emphasizing on ASEAN's ability to be the mediator in the event of a dispute between ASEAN members and establishing a special institution and regulation concerning the protection of the national identity of other ASEAN members.
Keywords: sovereignty, ASEAN way, national symbols
Penghormatan kedaulatan Negara dan Indentitas
Negara baik berupa simbol Negara, bendera, serta lagu kebangsaan Negara sesama anggota ASEAN telah diatur dalam Piagam ASEAN. Namun dalam prakteknya, masih saja terjadi pelanggaran atas Piagam ASEAN. Sebagai contoh, saat Panitia SEA Games 2017 Malaysia mencetak lambang Negara Indonesia secara terbalik dalam buku panduan SEA Games 2017. Terhadap kasus yang menimpa Indonesia pada ajang SEA GAMES 2017, Indonesia sendiri telah memiliki Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan yang mana pada Bagian Keempat yakni Larangan, Pasal 24a menyatakan tentang “setiap orang dilarang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara.”, yang kemudian diikuti oleh ancaman pidana pada Pasal 66. Namun ketentuan Undang-Undang tersebut tidak didukung secara tegas oleh Organisasi Internasional khususnya dalam ruang lingkup Asia Tenggara yakni ASEAN sebagai induk dari pelaksanaan SEA GAMES 2017 yang mana sampai saat ini tidak adanya suatu instrumen maupun perjanjian yang secara khusus mengenai upaya hukum yang dapat diterapkan terhadap pelecehan maupun perbuatan tidak menghormati terhadap simbol-simbol Negara seperti Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Adanya ASEAN WAY sebagai mekanisme informal penyelesaian sengketa di ASEAN yang berlandaskan prinsip non intervensi mewajibkan Negara anggota ASEAN untuk menyelesaikan sengketa melalui diskusi.4 Dr. Sefriani dalam bukunya yang berjudul Peran Hukum Internasional dalam Hubungan Internasional Kontemporer mengatakan bahwa adanya ASEAN Way menjadi boomerang bagi ASEAN sendiri, karena ASEAN sering dianggap sebagai organisasi Internasional yang tidak responsif, yang memunculkan kekhawatiran akan hilangnya kepercayaan masyarakat
terhadap kemampuan dan kapabilitas ASEAN.5 Hingga saat ini belum ada reaksi atau tanggapan dari ASEAN secara spesifik mengenai kasus perbuatan pelecahan Bendera Negara yang dialami oleh Indonesia pada ajang SEA GAMES 2017 yang telah menyulut kemarahan masyarakat. Walaupun sudah ada permintaan maaf secara langsung dan tertulis yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia, namun hal tersebut tidak mampu untuk meredam kemarahan masyarakat terlepas dari sengaja atau tidaknya kesalahan cetak pada Sang Merah Putih dilakukan. Setiap negara merdeka memiliki kedaulatan untuk mengatur segala sesuatu yang ada maupun terjadi di wilayah atau teritorialnya. Sebagai implementasi dimilikinya kedaulatan, negara berwenang untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dan untuk menegakkan atau menetapkan ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, kekayaan dan perbuatan. Kewenangan ini dikenal sebagai yurisdiksi dalam hukum internasional.6 Penerapan yurisdiksi menjadi masalah hukum internasional bila dalam suatu kasus ditemukan unsur asing. Hal tersebut yang membuat suatu Negara merdeka sekalipun sangat sulit untuk memberikan sanski hukum terhadap pelaku kejahatan dalam hal ini khususnya penghinaan terhadap simbol-simbol negara jika pelaku berada di luar dari wilayah Negara tersebut. Dalam tata krama pegaulan internasional dibutuhkan permohonan ekstradisi, dengan demikian, keterbatasan
teritorial bisa dijembatani melalui kerja sama dengan negara-negara lainnya untuk proses penegakkan hukumnya. Dengan keadaan yang seperti hal tersebut diatas, terlihat sangatlah lemah sanksi hukum yang dapat diberikan kepada pelaku penghinaan simbol-simbol negara. Sehingga diperlukan keterlibatan ASEAN dalam kasus penghinaan simbol-simbol negara di kawasan Asia Tenggara dalam bentuk pembuatan aturan khusus dengan skala internasional yang mengatur masalah sebagaimana penjabaran diatas yang menjelaskan adanya kekosongan norma hukum dalam hukum Internasional khususnya di ruang lingkup ASEAN.
Mengetahui dan memahami bagaimana peranan ASEAN dalam mengatasi permasalahan terkait dengan penghinaan terhadap simbol-simbol Negara yang terjadi di kawasan Asia Tenggara
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan, kaidah-kaidah, atau norma-norma sebagai patokan berperilaku yang dianggap pantas.7
Penelitian ini memfokuskan kepada kekosongan norma hukum terkait dengan aturan yang ada di Organisasi ASEAN sehubungan dengan Penghormatan atas Kedaulatan serta
Identitas Negara-Negara Anggota ASEAN dihubungkan dengan peranan ASEAN dalam penyelesaian sengketa apabila terdapat sengketa sehubungan dengan penghinaan atas kedaulatan serta identitas Negara Anggota ASEAN oleh Negara anggota ASEAN lainnya.
-
2.2 Hasil dan Pembahasan
Simbol-simbol negara merupakan bagian dari identitas nasional yang mampu menjadi suatu pembeda antara negara satu dengan negara lainnya. Secara etimologi, pengertian simbol berasal berasal dari istilah bahasa Yunani yakni Symboion dari Syimballo yang berarti menarik kesimpulan berarti kesan. Secara terminologi, pengertian simbol adalah sarana atau media untuk membuat dan juga menyampaikan pesan, menyusun sistem epistemologi dan menyangkut soal keyakinan yang dianut.8 Simbol-simbol negara biasanya berisikan makna tentang cita-cita, ciri khas serta ideologi negara itu sendiri, sehingga simbol-simbol negara menjadi suatu hal yang vital yang wajib untuk dilindungi oleh Undang-Undang sebagai bentuk kedaulatan negara itu sendiri.
Di Indonesia, bentuk perlindungan terhadap simbol-simbol negara tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Beberapa negara-negara di Asia Tenggara
juga memiliki peraturan mengenai perlindungan terhadap simbol-simbol negara khususnya bendera negara. Adapun Negara-negaranya yakni adalah Negara Thailand dan Filiphina, sedangkan Malaysia tidak memiliki aturan secara khusus mengenai perlindungan terhadap bendera negara. Tindakan hukum dapat diambil pada mereka yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap bendera nasional di bawah KUHP (UU 574), Sedition Act 1948 (Babak 15) dan Emblem & Nama (Pencegahan Pengendalian Penggunaan yang Tidak Tepat) 1963 (UU 193)9yang mana pada tahun 2013, Menteri Hukum Nancy Sukhri mengumumkan bahwa ketentuan pada klausul 5 amandemen KUHP Malaysia yang mengusulkan untuk mendenda atau memenjarakan siapapun yang dituduh mencoreng bendera Malaysia Jalur Gemilang atau negara asing untuk jangka watu antara lima sampai lima belas tahun telah dihapus dan akan ditambahkan kedalam Undang-Undang Kerukunan Nasional.10
Selain negara-negara di Kawasan ASEAN, banyak negara-negara di dunia yang juga mengatur mengenai perlindungan terhadap simbol-simbol negara khususnya bendera negara. Adapun beberapa contoh negara yang memiliki pengaturan mengenai perlindungan terhadap simbol-simbol negara antara lain Perancis, Portugal dan Jepang.
Bahwa terdapat beberapa perbandingan yang dapat ditemui dari semua aturan masing-masing Negara diatas, yakni sebagai berikut:
-
1. Pengaturan di negara Indonesia dan Filipina mengatur secara spesifik mengenai tindakan-tindakan apa saja yang termasuk ke dalam penghinaan simbol-simbol negara. Negara Portugal hanya menyebutkan sebatas pada kata-kata, isyarat atau publikasi cetak, atau dengan sarana komunikasi publik lainnya. Sedangkan Thailand, Perancis dan Jepang hanya menjabarkannya secara umum sehingga dapat menyebabkan multitafsir terhadap tindakan-tindakan yang termasuk ke dalam penghinaan terhadap simbol-simbol negara.
-
2. Berkaitan dengan simbol-simbol negara, Indonesia dan Filiphina memiliki aturan yang bersifat khusus mengenai perlindungan terhadap Bendera Negara, sedangkan Thailand, Perancis, Portugal dan Jepang pengaturan dalam Pasal tersebut mencakup bendera negara, lagu kebangsaan, lambang negara serta lambang-lambang lainnya yang kemudian disimbolkan sebagai suatu negara.
-
3. Mengenai penjatuhan hukuman, Indonesia, Thailand, Filipina, dan Perancis hanya mencakup tindakan penghinaan simbol-simbol negara yang terjadi di negara itu sendiri. Di Negara Portugal, penjatuhan hukuman dapat dilakukan oleh negara yang dihina dengan syarat negara tersebut melakukan timbal balik berupa menghukum orang
yang menghina simbol-simbol negara Portugal apabila terjadi di negaranya. Sedangkan di Jepang, penjatuhan hukuman hanya dapat dilakukan apabila terdapat terdapat permintaan dari negara yang bersangkutan.
-
4. Mengenai hukuman, sebagian besar negara seperti Indonesia, Thailand, Filipina, Perancis dan Portugal menerapkan hukuman penjara dan denda. Di Indonesia, Thailand dan Filipina lamanya hukuman penjara dan denda sudah ditentukan. Di Perancis, penjatuhan hukuman denda baru dapat dilakukan apabila tindakan penghinaan simbol-simbol negara dilakukan di ranah publik dan pertandingan olah raga besar namunn tidak termasuk dalam pidato pribadi dan karya seni atau artistik, apabila dilakukan pada saat pertemuan maka, hukuman berupa penjara tidak lebih dari 6 bulan dengan denda sebesar €7,500. Di Portugal, penjatuhan hukuman dapat berupa penjara atau pengenaan denda selama 120 sampai 240 hari berdasarkan tindakan penghinaan yang dilakukan, dengan besaran denda sesuai
dengan penghasilan terdakwa. Sedangkan di Jepang, pemberian hukuman berupa kerja paksa dan pengenaan denda yang besarnya sudah
ditetapkan.
-
2.2.2 PERANAN ASEAN DALAM PENYELESAIAN KASUS PENGHINAAN TERHADAP SIMBOL-SIMBOL NEGARA
Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia 1976 (TAC) menerangkan dalam Chapter I about Purpose and Principles Article 2d, Settelement of differences or disputes by peaceful means, yang diterjemahkan menjadi penyelesaian perbedaan atau sengketa dilakukan secara damai, bahwa mekanisme penyelesaian konflik di kawasan Asia Tenggara yang dilandasi prinsip non intervency diplomacy, saling menghormati, konsesus, dialog dan konsultasi juga larangan kekerasan bersenjata itu disebut sebagai ASEAN Way. Bahwa berdasarkan penjelasan dalam piagam ASEAN tersebut, telah jelas ASEAN mengakui bentuk penyelesaian sengketa baik secara konsiliasi, mediasi, arbitrase, serta penyelesaian sengketa berdasarkan instrumen-instrumen tertentu milik ASEAN. Sefriani dalam bukunya yang berjudul Peran Hukum Internasional dalam Hubungan Internasional Kontemporer mengatakan, bahwa adanya ASEAN Way menjadi boomerang bagi ASEAN sendiri, karena ASEAN sering dianggap sebagai organisasi Internasional yang tidak responsif, yang memunculkan kekhawatiran akan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kapabilitas ASEAN. Penerapan prinsip non intervensi yang kaku akan memaksa ASEAN berperan sebagai pihak yang pasih ketika sebenarnya dituntut untuk mengambil kebijakan yang responsive terhadap dinamika hubungan regional, apalagi dengan kondisi di mana Negara anggota ASEAN belum sepenuhnya berada dalam skala keamanan yang stabil.11
Dengan adanya kekurangan dari ASEAN Way tersebut, maka sudah seharusnya prinsip ASEAN Way yang membuat
ASEAN bersifat non intervensi menjadi flexible engangement12, dalam artian ASEAN dapat masuk menjadi pihak yang menengahi dalam penyelesaian sengketa antar anggota ASEAN. Dengan adanya kelemahan tersebut, sudah selayaknya prinsip ASEAN Way harus diubah dan perlu kiranya ASEAN segera merancang aturan khusus mengenai perlindungan kedaulatan Negara dalam hal perlindungan terhadap simbol-simbol negara. Harold Jacobson sebagaimana dikutip oleh Marc Imber mengemukakan tentang lima tujuan yang diemban organisasi internasional, yaitu Pertama, organisasi internasional memberikan informasi-informasi untuk kepentingan anggota-anggotanya. Informasi ini diberikan kepada semua anggota tersebut. Kedua, organisasi internasional menciptakan norma-norma dan standar perilaku. Norma ini menjadi acuan anggota-anggotanya dalam berperilaku. Ketiga, organisasi internasional menciptakan aturan-aturan yang mengikat anggota-anggotanya. Aturan yang ini mengikat bisa menimbulkan kontroversi bila tidak ada kekuatan pemaksanya. Keempat, organisasi intenasional bisa mengamati aturan-aturan yang dibuatnya. Kelima, organisasi internasional menyediakan program-program atau pelayanan pada anggota-anggotanya dan pada komunitas internasional pada umumnya.13
Berdasarkan hal tersebut, ASEAN sebagai wadah dari negara negara di Kawasan Asia Tenggara memiliki tanggungjawab untuk membentuk suatu aturan berkaitan
dengan perlindungan terhadap simbol-simbol negara. Mekanisme rancangan penyelesaian sengketa terkait dengan penghinaan terhadap simbol-simbol negara dapat diupayakan dalam bentuk rumusan dibagi menjadi dua bagian, yakni penyelesaian menggunakan cara diplomatik, lalu bila tidak tercapainya suatu kesepakatan dalam tahap ini maka dapat dilakukan upaya kekerasan non perang.
Dihubungkan dengan terjadinya pelanggaran Negara Malaysia saat mencetak lambang Negara Indonesia pada ajang SEA Games 2017 Malaysia, diharapkan ASEAN sebagai organisasi yang menaungi Negara Indonesia dan Negara Malaysia tidaklah boleh pasif, dimana seharusnya ASEAN tetap menjembatani penyelesaian insiden yang terjadi tersebut. Bahwa sebagaimana hal tersebut, tentunya ASEAN harus segera membentuk rancangan peraturan guna mengatasi permasalahan sebagaimana diterangkan diatas guna mengatasi apabila dikemudian hari terjadi masalah-masalah serupa, dan terhadap insiden sebagaimana diatas, setidak-tidaknya secara formal ASEAN dapat membentuk panitia kecil guna menjadi penengah dalam insiden sebagaimana hal diatas serta memberikan saran agar kedutaan besar masing-masing Negara untuk sementara waktu dikembalikan ke Negaranya masing-masing, selain sebagai bentuk saran, hal tersebut juga bisa dilihat sebagai bentuk sanksi pemutusan diplomatik sementara waktu, serta dapat pula bertujuan menghindari adanya ancaman-ancaman yang berbahaya terhadap kedutaan besar Negara masing-masing yang ada di Indonesia dan Malaysia.
-
III. PENUTUP
-
1. Organisasi ASEAN mengatur mengenai kewajiban tiap-tiap anggota Negara organisasi ASEAN untuk saling menghormati keadulatan Negara-negara anggota, hal tersebut sebagaimana tertera dalam Piagam ASEAN. Akan tetapi aturan tersebut hingga saat ini tidak memiliki kekuatan hukum dikarenakan tidak adanya ketentuan hukum dalam Organisasi ASEAN yang menjelaskan mengenai sanski yang dapat dikenakan apabila salah satu Negara melakukan penghinaan terhadap simbol dan lambang Negara anggota ASEAN lainnya. Beberapa Negara memiliki aturan mengenai perlindungan serta sanksi hukum sehubungan dengan simbol Negara baik untuk Negaranya sendiri maupun Negara sahabat, dan terhadap aturan-aturan Negara-negara tersebut, seharusnya dapat diadopsi oleh Organisasi ASEAN sebagai bentuk implementasi dari komitmen Organisasi ASEAN yang mewajibkan tiap-tiap Negara Anggota Organisasi ASEAN harus menghormati kedaulatan Negara (salah satunya adalah identitas nasional Negara) tiap anggota Organisasi ASEAN.
-
2. Organisasi ASEAN yang tidak memiliki aturan khusus mengenai perlindungan kedaulatan Negara-negara anggota Organisasi ASEAN menyebabkan terjadinya kekosongan norma hukum dalam Organisasi ASEAN, dan hal tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan hukum yang merusak hubungan antar anggota Organisasi ASEAN seperti kejadian terbaliknya pencetakan gambar bendera Indonesia di ajang perhelatan akbar SEA Games 2017 Malaysia, sehingga
sudah semestinya Organisasi ASEAN lebih
memperhatikan kekosongan norma ini dengan cara membentuk badan khusus dan membentuk aturan khusus mengenai perlindungan hukum terhadap kedaulatan Negara (baik lambang, simbol, serta bendera Negara) disertai dengan sanksi yang dapat diberikan kepada Negara yang melakukan pelanggaran.
-
1. Organisasi ASEAN seharusnya memberikan perhatian khusus kepada perlindungan terhadap kedaulatan Negara Anggota Organisasi ASEAN, serta harus pula ikut campur dalam penanganan sengketa yang terjadi terkait dengan terjadinya penghinaan kedaulatan Negara anggota organisasi ASEAN oleh Negara anggota Organisasi ASEAN lainnya.
-
2. Organisasi ASEAN sudah seharusnya membentuk badan khusus yang menangani mengenai sengketa terkait penghinaan kedaulatan Negara Anggota Organisasi ASEAN, membentuk aturan khusus mengenai Perlindungan terhadap Penghinaan Kedaulatan Negara Anggota Organisasi ASEAN, serta harus tegas dalam mengatur sanksi hukum yang dapat dikenakan apabila terjadi penghinaan Kedaulatan Negara Anggota Organisasi ASEAN (baik dalam bentuk simbol Negara, bendera Negara serta lainnya).
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku:
Ambarwati, dan Subarno Wijatmadja, 2016, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Intrans Publishing, Malang.
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Rajawali Press, Jakarta.
Hilton Tarnama Putra dan Eka An Aqimuddin, 2011, Mekanisme Penyelesaian Sengketa di ASEAN Lembaga dan Proses, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sefriani, 2014, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Pers.
_______, 2016, Peran Hukum Internasional dalam Hubungan Internasional Kontemporer, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Soerjono Soekamto, 2013, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Internet:
Azhar, Aylaa; Vinod, G., 2013, “Clause on Flag and Vandalism Omitted”,
URL: http://www.freemalaysiatoday.com/category/natio n/2013/10/22/clause-on-flag-and-vandalism-omitted/
International Press Institute, Criminal Defamation of the State and its Symbols, URL: http://legaldb.freemedia.at/legal-
Japanese Law Translation, Penal Code, URL:
http://www.japaneselawtranslation.go.jp/law/detail/
Legal, Siam, Offense Against Foreign States, http://library.siam-legal.com/thai-law/criminal-code-offense-internal-security-sections-113-118/
Machine, Wayback, 2008, República Portuguesa, URL:
https://web.archive.org/web/20080910230317/http:// www.legix.pt/docs/CP.pdf
Mallow, Muzaffar, 2017, Treat Jalur Gemilang with Respect, The Star Online,
URL: https://www.thestaronline.com.my/opinion/2017/ 08/31/treat-jalur-gemilang-with-respect/
MSN, 2017, Demo Kedubes Malaysia Soal Merah Putih, URL: https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/demo-kedubes-malaysia-soal-merah-putih/ss-AAqslA9
Pour la Securite Interieure, De l'outrage, URL:
http://www.legifrance.gouv.fr/affichCodeArticle
Republic Act No. 8491, 1998,the Flag and Heraldic Code of the
Philippines,Chan Robles Law Library,
URL:http://www.chanrobles.com/republicacts/republica ctno8491
Tirto, 2016, Dipisahkan oleh perang disatukan olahraga, URL:https://tirto.id/dipisahkan-oleh-perang-disatukan-olahraga-buk1
Wikipedia, Flag Desecration, URL:
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Flag_desecration.
Perundang-undangan:
United Nations Charter
ASEAN Charter
Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
Kitab Hukum Pidana Thailand
Kitab Hukum Pidana Filipina
Kitab Hukum PidanaPerancis
Kitab Hukum Pidana Portugal
Kitab Hukum Pidana Jepang
17
Discussion and feedback