KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENGATUR DAN PENGENDALIAN BANGUNAN DI SEPANJANG KAWASAN SEMPADAN PANTAI
on
KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM MENGATUR DAN PENGENDALIAN BANGUNAN DI SEPANJANG KAWASAN SEMPADAN PANTAI
OLEH :
Ni Luh Gede Debby Andriani Lestari** Ibrahim R***
Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Pembangunan di daerah Bali telah berkembang dengan pesat di bidang pariwisata khususnya pembangunan fasilitas kepariwisataan, antara lain yang berada di sepanjang sempadan pantai dipergunakan sebagai akomodasi pariwisata, sehingga terjadinya pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029. Adapun permasalahannya
adalah bagaimana pelaksanaan kewenangan pemerintah Kota Denpasar dalam Penataan wilayah sempadan pantai ? dan sanksi hukum apa yang dapat diterapkan terhadap bangunan yang melanggar ketentuan sempadan pantai di Kota Denpasar?. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan bahan hukum berupa buku dan peraturan perundang-undangan. Tujuan penataan kawasan sempadan pantai di Kota Denpasar untuk menjadikan kawasan yang asri, ruang terbuka umum, kenyamanan dan kesegaran baik wisatawan mancanegara maupun nusantara, pedoman bagi pembangunan sepanjang pantai sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan menimbulkan rasa memiliki tanggung jawab dari segenap komponen masyarakat.
Kata Kunci : Kewenangan ; pengendalian; sempadan pantai
ABSTRACT
Development in Bali has grown rapidly in the field of
tourism. The development especially for the tourism facilities including those along the coastline that used as tourism
acomodation that situation resulting in violations of Bali Provincial Regulation Number 16 of 2009 concerning the Bali Province Spatial Plan for 2009 - 2029. The problems arise : how is the implementation of the authority of the Denpasar City government in the Beach-worthy Regional Arrangement? And what legal sanctions can be applied to buildings that violate the provisions concerning coastal borders in Denpasar City? The method used in this study is the normative legal research using legal materials in the form of books and legislations. The purposes of structuring the coastal border area in Denpasar City are make the area beautiful, public open space, comfort and freshness of both foreign and domestic tourists, guidelines for development along the coast so that it is beneficial for the community and creates a sense of ownership of all components of society.
Keywords: Authority; control; beach border
Pelaksanaan pembangunan sebagai kegiatan yang makin meningkat mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistemnya yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak karenanya.1 Peningkatan kegiatan produksi selain akan berdampak positif berupa hasil-hasil pembangunan, juga dapat menimbulkan dampak negatif, pencemaran lingkungan. Pembangunan di daerah Bali telah berkembang dengan pesat, khususnya di bidang pariwisata, sehingga perlu diwujudkan penataan ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis, serta tetap memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan filsafah Tri Hita Karana
yang memiliki makna yakni keseimbangan hubungan antara manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam lingkungannya. Kegiatan penataan ruang, mencakup proses perencanaan tata ruang, pelaksanaan pemanfaatan ruang, dan pengandalian pemanfaatan ruang yang dalam lingkungan Provinsi, diwujudkan dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali, sebagai matra ruang dari Pola Dasar Pembangunan Daerah yang diatur dalam peraturan daerah. Peraturan daerah yang dimaksud adalah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029 (selanjutnya ditulis Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009) . Sehingga dalam pembahasan ini dipakai Peraturan Daerah Provinsi Bali (RTRWP). Sedangkan di Kota Denpasar yakni Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011 – 2031 (selanjutnya ditulis Perda Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011)
Berdasarkan Pasal 1 angka 48 Perda Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011 menyebutkan bahwa Kawasan sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Namun demikian, dari pantauan di masyarakat pelanggaran sempadan pantai dijumpai sudah sangat parah, bangunan-bangunan usaha jaraknya tidak lebih dari 10 meter dari titik pasang tertinggi kea rah daratan, bahkan ketika pasang air laut sampai menyentuh pondasi belasan warung yang berjejer di sepanjang pantai. Salah satunya yakni di sempadan pantai Sanur, Kota Denpasar yang tidak menghiraukan paraturan daerah yang telah ada, jika terus dibiarkan maka pelanggaran akan terus terjadi karena pantai merupakan tempat yang menjanjikan dalam sektor pariwisata.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
-
1. Bagaimana pelaksanaan kewenangan pemerintah Kota Denpasar dalam pengaturan kawasan sempadan pantai ?
-
2. Sanksi hukum apa yang dapat diterapkan terhadap bangunan yang melanggar ketentuan sempadan pantai di Kota Denpasar?
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Mukti Fajar dan Yulianto Achmad menjelaskan bahwa “Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan dan perjanjian serta doktrin (ajaran)”.2
Adapun sumber bahan hukum dalam penelitian ini berasal dari teknik kepustakaan (library research). Teknik kepustakaan (library research) merupakan cara pengumpulan data bermacam-macam material yang terdapat di ruang kepustakaan, seperti
koran, buku-buku, majalah, naskah, dokumen dan sebagainya yang relevan dengan penelitian.3
-
2.2. PEMBAHASAN
Kawasan sempadan pantai sebagaimana yang dimaksud pada pada Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilaya Kota Denpasar Tahun 2011 – 2031 Pasal 1 Angka 48 menyebutkan bahwa “Kawasan sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai”. Laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan wisata yang pesat di Kota Denpasar menyebabkan para pelaku usaha maupun investor merabah wilayah pesisir pantai untuk melakukan kegiatan usaha, bahkan ada bangunan yang didirikan melanggar sempadan pantai.
Segala kegiatan administrasi Negara harus menggunakan kewenangan (authority). Jadi kewenangan merupakan kunci bagi terselenggaranya tugas administrasi Negara. Tanpa adanya kewenangan maka tidak akan ada kegiatan administrasi Negara, sehingga tujuan
administrasi Negara tidak akan tercapai. Oleh karena itu agar tujuan administrasi Negara dapat tercapai harus ada kewenangan yang cukup luas dan seimbang dengan luas tujuan Negara.4
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa yang menjadi dasar kewenangan pengaturan sempadan pantai di wilayah Kota Denpasar yakni Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009, terletak pada Pasal 50 ayat (4) “Sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf c, ditetapkan dengan kriteria:
-
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat;
-
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai; dan
-
c. Gubernur menetapkan pedoman penyelenggaraan penanggulangan abrasi, sedimentasi, produktivitas lahan pada daerah pesisir pantai lintas kabupaten/kota.
Dengan mengeluarkan produk hukum berupa peraturan pemerintah dapat menjadi payung hukum badan pengelola sempadan pantai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Berdasarkan Pasal 83 Ayat (3) Perda Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011 menyebutkan bahwa “Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) huruf c, terdiri atas: a. pengelolaan pengaturan sempadan pantai terdiri atas
daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat.
-
b. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
-
c. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi;
-
d. pengaturan bangunan di kawasan sempadan pantai terdiri atas:
-
1. kawasan sempadan pantai terdiri atas ruang terbuka untuk umum dan bangunan yang diperkenankan terdiri atas bangunan-bangunan fasilitas penunjang wisata non permanen dan temporer, bangunan umum terkait keagamaan, bangunan untuk pengawasan dan pengamanan umum (pengunjung), bangunan untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai, pengamanan pesisir, kegiatan nelayan, kegiatan pelabuhan, permukiman penduduk setempat dan bangunan terkait pertahanan dan keamanan; dan
-
2. Bangunan-bangunan yang telah ada serta tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud angka 1, ditata kembali untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
-
e. pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan.
Tujuan pengaturan kawasan pantai di Kota Denpasar untuk menjadikan kawasan yang asri, ruang terbuka umum, kenyamanan dan kesegaran baik wisatawan mancanegara maupun nusantara, pedoman bagi pembangunan sepanjang pantai sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan menimbulkan rasa memiliki tanggung jawab dari segenap komponen masyarakat khususnya Kota Denpasar dan Bali pada umumnya, serta fungsi pantai sebagai biota laut dapat dilestarikan. Fenomena banyaknya bangunan-bangunan di sepanjang pantai dan
kerusakan lingkungan pantai serta kepentingan nelayan tradisional yang termajinalkan harus segera mendapat perhatian sekaligus penanganan serius. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pantai lebih jauh, diperlukan adanya kawasan sempadan pantai.
-
2.2.2 Sanksi Hukum Yang Dapat Diterapkan Terhadap Bangunan Yang Melanggar Ketentuan Sempadan Pantai Di Kota Denpasar
Penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas meliputi segi preventif dan represif. Penegakan hukum bersegi preventif berupa pemberian penerangan dan nasihat. Sedangkan sifat represif berupa sanksi yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku atau penanggungjawab kegiatan untuk mencegah dan menghakhiri terjadinya pelanggaran.5 Upaya hukum yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar yaitu upaya hukum yang bersifat represif yakni dengan pemberian sanksi administrative dan sanksi pidana kepada siapa yang tidak mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sanksi merupakan bagian penutup yang penting di dalam hukum termasuk hukum administrasi. Dengan demikian hakekat sanksi merupakan unsur yang memperteguh atau memperkuat suatu instrumen hukum sehingga terjadi kewibawaan hukum.6
Ditinjau dari segi sasarannya, menurut P. Nicolai dalam hukum administrasi dikenal dua jenis sanksi7 yaitu sanksi reparatoir (reparatoir sancties) dan sanksi punitif (punitieve
sancties). Sanksi reparatoir adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi yang semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum (legal situatie) dengan kata lain mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran. Sanksi punitif adalah sanksi yang semata-mata ditujukan untuk memberikan hukuman (struffen) pada seseorang. Contoh dari sanksi reparatoir adalah paksaan pemerintah (bestuursdwang) dan pengenaan uang paksa (dwangsom) sedangkan contoh dari sanksi punitif adalah pengenaan denda administrasi (bestuursbocte).
Mengacu pada Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011 – 2031, pada Pasal 116 ayat (1) menyatakan bahwa: “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam pasal 111 ayat (2) , dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”. Dalam pasal tersebut di atas jelas diterangkan apabila terjadi pelanggaran pembangunan melanggar sempadan pantai khususnya di Kota Denpasar, maka dijatuhi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Bestuurdwang merupakan salah satu sanksi hukum administrasi Negara yang khas yang berupa tindakan-tindakan nyata dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan Undang-Undang. Hal yang membedakan bestuurdswang dengan sanksi-sanksi lainnya (penarikan kembali keputusan, pengenaan denda administrasi, pengenaan uang paksa
oleh pemerintah) yakni dalam menjalankan bestuurdswang merupakan suatu tindakan penguasa dengan cara yang amat langsung seperti pembongkaran paksa suatu bangunan.
Berdasarkan pembahasan atas permasalahan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
-
1. Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Kota Denpasar dalam pengaturan dan penataan kawasan sempadan pantai di Kota Denpasar diatur pada Perda Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011 dan Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009. Tujuan pengaturan kawasan sempadan pantai di Kota Denpasar untuk menjadikan kawasan yang asri, ruang terbuka umum, kenyamanan dan kesegaran baik wisatawan mancanegara maupun nusantara, pedoman bagi pembangunan sepanjang pantai sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan menimbulkan rasa memiliki tanggung jawab dari segenap komponen masyarakat. Namun, nyatanya fenomena banyaknya bangunan-bangunan yang melanggar pada kawasan di sepanjang sempadan pantai.
-
2. Sanksi yang dapat diterapkan pada bangunan di kawasan sempadan pantai Kota Denpasar yaitu sanksi pidana dan sanksi hukum administrasi, seperti: peringatan, paksaan pemerintah (bestuursdwang), pengenaan uang paksa (dwangsom), penarikan/pencabutan ketetapan/keputusan, serta denda administrasi. Dari berbagai sanksi hukum tersebut, yang telah diterapkan terhadap bangunan yang melanggar sempadan pantai di Kota Denpasar yaitu berupa sanksi hukum administrasi yakni berupa pemberian
peringatan dan tindakan pembongkaran bangunan yang dilakukan secara bersama-sama antara pemilik dan pemerintah. Namun, nyatanya masih banyak masyarakat yang tidak memperdulikan peraturan yang berlaku pada kawasan sempadan pantai di Kota Denpasar tersebut.
-
1. Perlunya penanaman pemahaman baik dari pengusaha pariwisata, dan masyarakat lokal dalam pemanfaatan kawasan sempadan pantai untuk pemanfaatan pariwisata.
-
2. Sanksi yang diberikan lebih diperberat lagi bagi pelanggar yang memanfaatkan wilayah sempadan pantai untuk kepentinganya, seperti sanksi pidana kurungan lebih lama , agar para pihak yang ingin melanggar berpikir dua kali untuk melanggar peraturan yang telah ada dan pihak yang sudah melanggar akan merasa jera dan melakukan kesalahan yang sama lagi.
DAFTAR BACAAN
Buku-buku
Abdrurrahman, 1990, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti
Bagir Manan, 1983, Fungsi dan Materi Peraturan Perundang-Undangan, Makalah, Jakarta
Lutfi Effendi,2003, Pokok pokok Hukum Administrasi, Banyumedia Publishing, Malang
Ridwan, HR., 2002, Hukum Administrasi Negara, UII-Press, Yogyakarta
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2015, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, cet. III, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Jurnal Ilmiah
Widnyana, I Wayan Rizky, I Made Arya Utama dan Made Sarna, 2017, “Efektifitas Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Dalam Melindungi Sempadan Pantai Dari Bangunan Untuk Penginapan”, Volume 05, No. 01, Jurnal Kertha Negara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011 -2031
12
Discussion and feedback