PENEGAKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KETERTIBAN UMUM TERHADAP USAHA SPA PENYEDIA PROSTITUSI

Oleh:

Komang Arya Suzen Agustina∗∗ Made Gde Subha Karma Resen∗∗∗ Cokorda Dalem Dahana∗∗∗∗ Bagian Hukum Administrasi Negara,

Fakultas Hukum,

Universitas Udayana

ABSTRAK

Maraknya praktik prostitusi di Kota Denpasar muncul dengan model yang bervariasi, dimana praktik-praktik tersebut kini telah merambah dunia usaha dan hiburan seperti usaha spa dan karaoke yang secara terselubung menyediakan prostitusi. Satuan Polisi Pamong Praja sebagai aparatur penegak hukum yang berwenang dalam hal upaya penanggulangan dan penegakan Peraturan Daerah serta mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Metode yang digunakan adalah metode penelitian empiris. Adapun hasil dari penelitian ini faktanya adalah Penegakan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum Terhadap usaha spa penyedia prostitusi tidak berjalan dengan efektif. Dibutuhkan tindakan yang lebih tegas oleh Satpol PP Kota Denpasar untuk dapat memproses hukum lebih lajut usaha spa penyedia prostitusi hingga dapat dikenakan sanksi pidana.

Makalah ilmiah ini disarankan dan dikembangkan lebih lanjut dari skripsi yang ditulis oleh Penulis atas bimbingan Pembimbing Skirpsi I Dr. Made Gde Subha Karma Resen, SH., M.Kn., dan Pembimbing Skripsi II Cokorda Dalem Dahana, SH., M.Kn.,

∗∗ Komang Arya Suzen Agustina adalh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udaya. Korespodensi : Aryasuzen@gmail.com

∗∗∗ Made Subha Karma Resen adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.

∗∗∗∗ Cokorda Dalem Dahana adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas

Udayana.

Kata Kunci: Penegakan, Ketertiban Umum, Usaha Spa, dan Prostitusi

ABSTRACT

Rapid increment of prostitution in Denpasar comes up with varied model, such as provision of prostitution services at the spa and karaoke business. Public Order Enforcers was authorized to overcome and enforce the law and also have very important role in realizing public order and decent society. The method used is empirical legal research. The results of this study shows that the Enforcement of Denpasar Regional Regulation Number 1 years 2015 About Public Order against spa business prostitution provider are not effectively enforced. Public Order Enforcers must take firm action to enforce spa business imposed criminal sanctions.

Keywords: Enforcement, Public Order, Spa Business, Prostitution

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1  Latar Belakang

Prostitusi merupakan fenomena yang sudah ada sejak lama didunia, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa prostitusi menjadi salah satu jenis pekerjaan tertua didunia.1 Prostitusi merupakan perbuatan yang dipandang rendah dari sudut pandang moral dan akhlak serta tercela bagi masyarakat Indonesia. Prostitusi dapat didefinisikan sebagai perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badanya untuk berbuat cabul secara seksual dengan tujuan mendapatkan upah.2 Belakangan ini di Kota Denpasar yang juga merupakan Ibu Kota Provinsi Bali, praktik prostitusi muncul

dengan model yang bervariasi. Adapun dalam perkembangan saat ini tindakan asusila dan prostitusi kini merambah kepada dunia usaha dan hiburan seperti halnya Usaha Spa yang secara terselubung menyediakan jasa prostitusi. Menjamurnya praktik prostitusi terselubung yang terjadi pada dunia usaha dan hiburan seakan menjadi trend publik dalam perkembangan prostitusi. Banyak para pemilik usaha dalam hal ini Usaha Spa khususnya, semakin bertumbuh dengan pesat di Kota Denpasar. Para pengusaha Spa tersebut ingin menambah keuntungan dengan juga menyediakan pelayanan prostitusi kepada para pelanggannya.

Salah satu fungsi utama dari pemerintahan yaitu membuat kebijakan publik.3 Dengan disahkanya Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum, maka siapapun dilarang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan prostitusi. Adapun pelanggaran ketentuan-ketentuan pada Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000 ( lima puluh juta rupiah ). Peraturan Daerah Kota Denpasar tentang ketertiban umum sudah berlaku selama 2 (dua) tahun. Tapi pada pelaksanaanya masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan pada usaha khususnya Usaha Spa yang juga disinyalir menjadi tempat prostitusi terselubung di Kota Denpasar. Bahkan tidak jarang juga yang meragukan dari adanya Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum ini, dari kalangan pekerja seks komersial sendiri, menganggap Perda

tersebut hanya formalitas saja tanpa adanya upaya penegakan Perda yang jelas. Permasalahan prostitusi tidak dapat dipungkiri, sangat meresahkan kehidupan sosial masyarakat, serta akan merusak citra usaha spa secara keseluruhan yang ada di Kota Denpasar. Padahal tidak sedikit yang usaha spa yang memang memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Dari rumusan hukum diatas, Penjatuhan Sanksi merupakan bagian penting yang melekat pada norma hukum untuk menjamin penegakan hukum administratif. 4

Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan munculnya aspek-aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusian serta memastikan terlaksananya keadilan untuk semua warga Negara tanpa memandang dan membedakan kelas sosial, ras, etnis, agama, maupun gender.5 Upaya penegakan hukum sebagai salah satu pilar demokrasi paling tidak dipengaruhi empat faktor.6 Faktor yang pertama ialah hukum itu sendiri, baik dalam arti subtansial dari suatu peraturan perundang-undangan maupun hukum formal untuk menegakan hukum materiil. Kedua ialah profesionalisme penegak hukum. Ketiga, sarana dan prasarana yang cukup memadai dan yang keempat ialah persepsi masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Aparat penegak hukum yang berwenang dalam hal upaya penanggulangan dan penegakan hukum atas praktek prostitusi ialah Satuan Polisi Pamong Praja, yang seterusnya disingkat Satpol PP. Satpol PP mempunyai tugas menegakan Perda

dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan terhadap masyarakat, sesuai Paraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan urutan latarbelakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana penegakan Peraturan Daerah Kota Denpasar No

1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum terhadap Usaha Spa penyedia prostitusi?

  • 2.    Apa hambatan bagi pemerintah dalam penerapan sanksi Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum terhadap Usaha Spa penyedia prostitusi?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

  • 1.    Untuk mengetahui penegakan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum Terhadap Usaha Spa Penyedia Prostitusi.

  • 2.    Untuk mengetahui apa saja yang menjadi hambatan dalam penerapan sanksi Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum Terhadap Usaha Spa Penyedia Prostitusi.

  • II.   ISI MAKALAH

    • 2.1  Metode Penelitian

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis.7 Dalam penelitian ini digunakan penelitian hukum empiris. Pertimbangan dalam penggunaan jenis penelitian ini dikarenakan obyek kajian yang diteliti menitik beratkan pada hal yang diamati dalam sektor kehidupan bermasyarakat.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Penegakan Ketertiban Umum Terhadap Usaha Spa Penyedia
    Prostitusi Di Kota Denpasar

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan.8 Masih banyaknya Usaha Spa di Kota Denpasar yang melakukan pelanggaran dengan menyediakan protitusi pada pelayananya tentu menimbulkan suatu permasalahan hukum yang harus dihadapi. Menurut hasil wawancara dengan Bapak I Made Poniman, selaku Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Dinas Tratib dan Satpol PP Kota Denpasar. Sebagian besar kebijakan yang dilakukan oleh Dinas Trantib dan Satpol PP Kota Denpasar terhadap pelaku pelanggaran Usaha Spa Prostitusi adalah hanya dengan memberikan

sanksi administratif berupa peringatan-peringatan baik peringatan tertulis maupun peringatan lisan dan lebih menekankan pada pembinaan dan pengawasan serta menghimbau para pengusaha Spa untuk memenuhi segala perijinan dan kelengkapan identitas para terapisnya.

Bagi masyarakat Indonesia, lemah kuatnya penegakan hukum oleh aparat akan menentukan persepsi ada tidaknya hukum di dalam masyarakat.9 Padahal pengaturan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Usaha Spa penyedia prostitusi telah diatur secara jelas dan tegas dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum sesuai ketentuan pada Pasal 58 ayat (2) bahwa setiap orang yang melanggar Pasal 39 mengenai larangan asusila dan prostitusi diancam dengan pidana kurungan paing lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta). Akan tetapi kenyataan dilapangan, aparat berwenang dalam hal ini Satpol PP Kota Denpasar tidak disertai dengan tindakan tegas dan nyata dalam penjatuhan sanksi kepada Usaha Spa penyedia prostitusi, yang akan membuat pengaturan sanksi tersebut menjadi sia-sia dan tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan. Karena penegakan hukum sangat berkaitan erat dengan efektifitas hukum, maka seharusnya diperlukan tindakan tegas dari Satpol PP untuk dapat menegakkan sanksi tersebut.

  • 2.2.2    Hamabatan Pemerintah Kota Denpasar Dalam Menerapkan

    Sanksi Bagi Usaha Spa Penyedia Prostitusi

Apabila dikaitkan dengan faktor-faktor yang dijelaskan oleh Soerjono Soekanto dengan kenyataan yang ada di masyarakat Kota Denpasar, dimana bedasarkan hasil wawancara dengan Dinas Trantib Dan Satpol PP, hambatan pemerintah Kota Denpasar yaitu :

  • 1.    Faktor Aparatur Penegak Hukum

Di dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan aparatur penegak hukum adalah Satpol PP yang memiliki wewenang dalam menindak pengaturan mengenai larangan asusila dan prostitusi yang dalam hal ini berkaitan dengan Usaha Spa yang menyediakan jasa prostitusi seharusnya dapat lebih tegas di lakukan, Satpol PP seharusnya dapat lebih tegas dalam menindak suatu pelanggaran, atau dalam hal ini dapat memproses lebih lanjut Usaha Spa yang terindikasi menyediakan jasa prostitusi hingga pada penjatuhan sanksi pidana bagi pengusaha Spa dan para terapisnya. Serta diperlukanya perbaikan kordinasi antara dinas terkait yang menangani permasalahan prostitusi.

  • 2.    Faktor Sarana dan Fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut, Antara lain mencakup peralatan yang memadai, khususnya peralatan bagi penyidik Satpol PP agar dapat menemukan bukti yang cukup untuk memproses lebih lanjut Usaha Spa yang terindikasi menyediakan prostitusi.

  • 3.    Faktor Masyarakat/Faktor Ekonomis

Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Dalam masyarakat, yang

menentukan terlaksana atau tidaknya suatu aturan hukum dapat dilihat dari tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat akan suatu aturan hukum. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan usaha yang bukan semestinya. Seakan tidak pernah jera setiap tahunnya selalu ada masyarakat yang melanggar peraturan dan bahkan dalam dua tahun terakhir jumlah pelanggar meningkat. Pelanggaran yang dilakukan masyarakat khusunya oleh Usaha Spa dikarenakan keinginan para Usaha Spa untuk mencari keuntungan yang lebih dari penyediaan jasa prostitusi pada pelayannya serta semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa prostitusi pada Usaha Spa.

  • 5.    Faktor Kebudayaan

Jika dikaitkan dengan pembahasan diatas hal ini dapat menjadi faktor yang menghambat untuk penerapan Peraturan Daerah tentang Larangan Asusila dan Prostitusi ini karena masyarakat sudah menganggap melakukan bisnis dengan memberikan jasa prostitusi pada pelayananya merupakan suatu yang biasa dan bagi masyarakat sendiri menggap menggunakan jasa prostitusi merupakan suatu hal yang wajar, sehingga secara sadar maupun tidak beberapa masyarakat akan melihat Usaha Spa Penyedia Prostitusi sebagai suatu yang wajar dalam masyarakat.

Jika dikaitkan dengan hal diatas pelanggaran yang dilakukan masyarakat khusunya oleh Usaha Spa dikarenakan keinginan para Usaha Spa untuk mencari keuntungan yang lebih dari penyediaan jasa prostitusi pada pelayannya, serta semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa prostitusi pada Usaha Spa.

Tidak adanya tindakan tegas dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar untuk menegakan larangan asusila dan prostitusi di Kota Denpasar.

Dalam mengatasi permasalahan dan hambatan untuk tetap menegakkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum. Maka ada beberapa upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah tersebut meliputi:

  • 1.    Upaya yang bersifat preventif

Upaya ini dilaksanakan dengan melakukan pencegahan agar tidak terjadinya pelanggaran terhadap larangan asusila dan prostitusi khusunya pada Usaha Spa di Kota Denpasar. Antara lain:

  • a.    Melakukan sosialisasi kepada masayarakat melalui berbagai cara, baik mengunakan media koran, radio maupun dengan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat dan pengusaha hiburan khusunya Usaha Spa. Agar setiap masyarakat mengetahui Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum.

  • b.    Melakukan pengawasan secara berkala terhadap Usaha Spa.

  • c.    Pemberian pemahaman terkait larangan asusila dan prostitusi dan sanksinya kepada masyarakat serta khusunya Usaha Spa apabila melanggar ketentuan larangan asusila dan prostitusi.

  • d.    Memanggil pengusaha Spa dan terapisnya ke kantor Satpol PP untuk menjelaskan kegiatan usahanya serta memberikan peringatan-peringatan tertulis.

  • e.    Meningkatkan kinerja dan mentalitas aparat penegak hukum.

  • f.    Memperbaiki kordinasi antara dinas terkait yang menangani permasalahan prostitusi.

  • 2.    Upaya represif

Upaya represif merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah saat terjadinya pelanggaran terhadap larangan asusila dan prostitusi agar tidak terjadi pelanggaran lagi. Upaya ini antara lain:

  • a.    Melakukan pembinaan terhadap masyarakat yang melanggar larangan asusila dan prostitusi.

  • b.    Memberhentikan atau menutup Usaha Spa yang sudah diberi peringatan namun masih tetap melanggaranya.

  • c.    Memproses lebih lanjut untuk diajukan dan di adili di pengadilan sesuai dengan ketentuan pada Perda Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum.

Diharapkan dengan adanya upaya-upaya tersebut dapat menanggulangi dan mengurangi jumlah pelanggar Usaha Spa prostitusi di Kota Denpasar. Sehingga tidak menggagu ketertiban umum. Namun kurangnya ketegasan dari aparat penegak hukum dalam hal ini adalah Satpol PP untuk menegakan sanksi dalam Perda Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum mengakibatkan terus bertumbuh kembangnya Usaha Spa yang terindikasi menyediakan jasa prostitusi serta kurangnya peran aktif masyarakat dalam melaporkan kegiatan Usaha Spa yang disinyalir memberikan jasa prostitusi, sehingga mengakibatkan Pemerintah kesulitan dalam menghadapi perkembangan Usaha Spa di Kota Denpasar.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1    Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan yakni sebagai berikut:

  • 1.    Penegakan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum terhadap Usaha Spa penyedia prostitusi tidak berjalan dengan efektif. Masih ada Usaha Spa yang memberikan jasa pelayanan prostitusi, sehingga merugikan masyarakat lain dan menggagu ketertiban dan kenyamanan. Dibutuhkan tindakan yang lebih tegas oleh Satpol PP Kota Denpasar untuk dapat memproses hukum lebih lanjut Usaha Spa penyedia prostitusi hingga dapat dikenakan sanksi pidana. Sehingga dapat memberi efek jera pada Usaha Spa yang menyediakan Prostitusi.

  • 2.    Hambatan bagi pemerintah dalam menerapkan sanksi Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum terhadap Usaha Spa penyedia prostitusi yaitu, sulitnya menemukan barang bukti dalam Usaha Spa Prostitusi, sehingga sulit untuk memproses lebih lanjut. Tidak adanya program terpadu utuk mengatasi permasalahan prostitusi hingga kurangnya kordinasi antar instansi terkait. Selanjutnya adalah faktor aparatur penegak hukum yang mrupakan faktor sentral ,dimana kurangnya ketegasan dalam menerapkan aturan.

  • 3.2    Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan kesimpulan diatas adalah:

  • 1.    Pemerintah seharusnya memberikan lebih banyak sosialisasi ke masyrakat khususnya Usaha Spa agar mengetahui peraturan dan sanksi yang berlaku, dalam hal ini pemerintah diharuskan lebih banyak turun kelapangan untuk memantau kegiatan Usaha Spa agar meminimalisir pelanggaran yang dilakukan oleh Usaha Spa, sehingga

Perda pun dapat berjalan dengan baik. Serta dibutuhkan tindakan tegas oleh Satpol PP Kota Denpasar untuk

memproses lebih lanjut Usaha Spa Penyedia Prostitusi, sesuai ketentuan pada Perda Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum.

  • 2.    Pemerintah Kota Denpasar hendaknya menyediakan program terpadu untuk mengatasi permasalahan prostitusi serta memperbaiki kordinasi antar dinas terkait yang

menangani pengawasan dan pengendalian Usaha Spa,

sehingga penegakan Perda dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Bagong Suyanto, 2010, Masalah Sosial Anak, PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta.

HR Ridwan, 2006, Hukum Administrasi, PT. Raja Grafindo Persad, Jakarta.

Kartono Kartini, 2005, Patologi Sosial, PT. Raja Grafindo Press, Jakarta.

Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa Pokok Hukum Administrasi Negara, Laksbang Press Indo, Yogyakarta.

Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, 2006, Ilmu Hukum. Cet IV, Citra Aditya, Bandung.

Artikel Jurnal

Erdianto, 2001, Pengujian Perundang-Undangan Hukum Pidana oleh Mahkamah Konstitusi Dalam Kaitan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, Jurnal Konstitusi, vol VI, h.5.

St. Fatimah Tola & Ruliati, 2016, Praktek Prostitusi Terhadap Penyalahgunaan Izin Spa, Jurnal equilibrium Pendidikan sosiologi, Vol. No IV, h.1.

Zainab Ompu Jainah, 2012, Penegakan Hukum Dalam Masyarakat, Journal Of Rural and Development, Vol. 3 No.2.

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun

2015 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2015 Nomor 1).

16