PERSPEKTIF KEBIJAKAN PEMBATASAN PASAR MODERN BERJEJARING DESA PAKRAMAN BERMODUL SINERGITAS PEREKONOMIAN DALAM HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
on
PERSPEKTIF KEBIJAKAN PEMBATASAN PASAR MODERN
BERJEJARING DESA PAKRAMAN BERMODUL SINERGITAS PEREKONOMIAN DALAM HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Oleh :
Ni Komang Sayu Sri Anita Dewi* I Gde Putra Ariana**
ABSTRAK
Kebijakan yang diterapkan oleh desa pakraman dalam hal membatasi peredaran pasar modern di wilayahnya secara tidak langsung telah menyimpang dari komitmen nasional yakni ratifikasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisis dan sintetis dan pendekatan fakta. Hasil dari penelitian ini adalah bentuk partisipasi desa pakraman dalam menjalankan pemerintahan termasuk didalamnya menentukan quantitatif restriction adalah partisipasi pasif dan seharusnya tidak bertentangan dengan hukum nasional serta konsekuensi pembatasan pasar modern berjejaring yang dilaksanakan oleh pihak desa sejatinya telah menyimpangi komitmen nasional dan akan berimplikasi pada hubungan diplomatik dan Politik Luar Negeri Indonesia.
Kata Kunci: TRIMs, Perdagangan, Desa Pakraman, Pembatasan, Non Diskriminatif
ABSTRACT
The policy adopted by pakraman village in terms of restricting the circulation of modern markets in its territory has indirectly deviated from the national commitment that the ratification Law of Republic Indonesia Number 7 in 1994 about Ratification of Agreement Establishing The World Trade Organization. How are the consequences of modern market restrictions networked by Pakraman village in relation to the ratification of the World Trade Organization? The method used in the preparation of this journal is the normative method with the statue approach, analytical and synthetic approach and the fact approach. The result of this discussion is the form of participation of Pakraman village in running the government including determining quantitative restriction is a passive participation and should not conflict with national law, and the consequences of modern networking restrictions implemented by the village in fact have deviated from the national commitment and it will have implications on diplomatic relations and Indonesian Foreign Policy.
Keywords: TRIMs, Trade, Pakraman Village, Restriction, Non-Discriminatory
Perekonomian merupakan salah satu aspek yang menentukan besaran pembangunan dalam sebuah negara. Hal ini dikarenakan bahwa konsep perekonomian yang berkembang tersebut, memberikan dana kontribusi tidak hanya kepada pemerintah saja namun juga kepada masyarakatnya sehingga bisa terjalin sinergitas dalam konsep pembangunan.1 Pertumbuhan perekonomian yang bagus dalam jangka waktu beberapa tahun terakhir turut mempengaruhi tingkat kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan jumlah pembelian sebuah barang dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga ataupun kebutuhan kantor, perusahaan maupun kebutuhan kolektif lainnya.2 Sejalan dengan itu, merupakan sebuah hal yang lazim jika masyarakat cenderung menggunakan jasa yang ditawarkan oleh Pasar Modern (modern market) seperti Alfamart, Indomaret, Hypermart, LotteMart, Circle Key (CK) dan pasar modern lain untuk memenuhi kebutuhannya. Banyak pertimbangan yang membuat masyarakat cenderung menggunakan Pasar Modern, disamping harga barang yang ditawarkan cenderung bersifat stabil, jaminan atas kualitas yang bermutu serta produk yang ditawarkan cenderung lebih lengkap.3
Berbeda halnya dengan pasar tradisional yang cenderung masih memiliki keterbatasan dalam hal produk yang ditawarkan, jaminan atas produk yang ditawarkan, harga yang bervariasi dan
tidak konsisten. Pendapat Kuncoro dalam Jurnal Endy Sarwadoko mengungkapkan bahwa beberapa permasalahan yang lazimnya dihadapi oleh sebuah pasar modern diantaranya meliputi pasar yang terkesan kumuh, rendahnya kesadaran untuk membayar retribusi, kesan yang tidak higenis terhadap produk yang diperdagangkan, harga relatif tinggi sehingga mudah untuk disaingi oleh pasar modern.4 Kelemahan tersebut yang menjadi sebuah “batu penghalang” bagi seorang pedagang tradisional untuk bisa bersaing dengan para pedagang modern di Indonesia.
Fenomena seperti yang diungkapkan tersebut turut terjadi di Provinsi Bali. Keberadaan atau eksistensi dari pasar modern dipandang sebagai sebuah kendala bagi masyarakat untuk bisa melakukan aktifitas perdagangan. Hal ini kemudian disikapi dengan cara merumuskan sebuah kebijakan oleh Desa Pakraman melalui pembatasan pasar modern berjejaring. Implementasi kebijakan pembatan pasar modern berjejaring tersebut merupakan sebuah tindakan antisipatif yang dilakukan demi menjamin stabilitas perekonomian dalam sebuah desa bagi setiap masyarakatnya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Ella Alfianita mengungkapkan bahwa pelaksanaan revitalisasi pasar modern telah sesuai dengan prinsip good governance dengan pemenuhan terhadap asas akuntabilitas, partisipasi, predictibility (rule of law), dan transparansi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administasi Pemerintahan.5 Hal yang turut diungkapkan ialah pelaksanaan konsep revitalisasi pasar tradisional ditujukan untuk memperbaiki perekonomian masyarakat lokal dalam konteks governance dan
good governance serta menggunakan pedoman pelaksananya yakni Surat Keterangan Bupati Nomor 180/432/KEP/421.013/2012 pada tanggal 1 Maret 2014.6 Namun pertanyaan selanjutnya adalah apakah Desa Pakraman merupakan pelaksana tugas pemerintah yang diberikan kompetensi dan kapasitas untuk dapat membatasi perkembangan pasar modern yang sejatinya memiliki ijin setingkat Nasional? Hal ini yang menjadi sebuah pertanyaan yang belum dapat terjawab. Dalam menjalankan tugasnya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman telah ditentukan bahwa salah satu kewenangan dari Desa Pakraman adalah untuk mengatur pemerintahan di wilayahnya terutama yang berkenaan dengan Tri Hitta Karana. Dalam konteks seperti ini, hal yang sejatinya patut dipertanyakan adalah sejauh mana batasan pelaksanaan Tri Hitta Karana tersebut dapat dibenarkan?
Dalam kaitannya dengan fenomena yang diungkapkan diatas, kebijakan Desa Pakraman dalam membatasi penyebaran pasar modern tersebut dapat ditinjau dari perspektif hukum internasional. Sebagai salah satu negara anggota yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organisation dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), maka secara de jure, Pemerintah Indonesia patut menghormati kebijakan yang tertuang dalam instrumen hukum internasional berupa WTO dan bentuk instrumen hukum yang mengikutinya.
-
(1) Bagaimana partisipasi yang seharusnya dilaksanakan oleh desa pakraman dalam perkembangan perekonomian
di bidang pasar modern dalam perspektif hukum internasional?
-
(2) Bagaimana konsekwensi pembatasan pasar modern berjejaring oleh desa pakraman dalam kaitannya dengan ratifikasi Word Trade Organisation?
-
(1) Untuk menjelaskan sejauh mana partisipasi desa pakraman yang seharusnya dilaksanakan oleh desa pakraman dalam perkembangan perekonomian di bidang pasar modern jika ditinjau dari perspektif hukum internasional.
-
(2) Untuk menjelaskan sebuah konsekwensi yang akan diterima oleh desa pakraman dalam menetapkan kebijakan revitalisasi pasar tradisional melalui pembatasan pasar modern dalam kaitannya dengan komitmen nasional di bidang perdagangan melalui ratifikasi World Trade Organisation.
Metode dilandasi oleh sebuah isu hukum yang menurut Mark P. Painter merupakan bagian yang paling penting dalam penelitian.7 Metode yang digunakan dalam proses penyusunan naskah ilmiah ini adalah metode normatif. Diyah Ochtorina Susanti berpendapat bahwa metode normatif merupakan sebuah metode yang bertujuan untuk memberikan eksposisi.8 Jenis Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta dan pendekatan analisis dan sintetis.9
Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat secara konstitusional telah diatur dalam Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945. Hal tersebut memberikan batasan bahwa masyarakat hukum adat (termasuk didalamnya adalah Desa Pakraman) dianggap tetap sepanjang masih hidup dan relevan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai negara.10 Disamping itu, hadirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) turut memperkuat kedudukan dari desa sebagai prakarsa pemerintah. Berkenaan dengan itu, desa diberikan kewenangan untuk menyelesaikan urusannya sendiri namun bersifat terbatas pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pasal 19 UU Desa. Kewenangan yang dimiliki oleh pihak desa tersebut diantaranya adalah hak asal usul, kewenangan lokal berskala desa serta penugasan yang diberikan oleh pihak Pemerintah Saerah maupun Pemerintah Pusat. Hal ini menjadikan desa sebagai salah satu pelaksana fungsi pemerintahan yang bersifat pasif sebab mengacu pada sistem penugasan.11
Desa dapat menjalankan tugas apapun sejauh pemerintah memberikan kewenangan demikian. Pembatasan pasar modern berjejaring yang dilaksanakan oleh desa pakraman, dapat dianulir bahwa tindakan tersebut dapat dibenarkan sejauh peraturan daerah mengatur dan melimpahkan kewenangan untuk melakukan pembatasan. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman (untuk selanjutnya disebut dengan Perda Desa Pakraman), telah ditentukan bahwa kewenangan desa yang berkenaan dengan pembatasan pasar modern berjejaring hanya dimungkinkan pada Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 huruf b sebab berkenaan dengan pembangunan. Namun jelas bahwa keutamaan pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d adalah berkenaan dengan kebudayaan, keagamaan dan kemasyarakatan. Menurut Jawahir Tantowi, pembatasan kewenangan desa tersebut ditujukan pada pengakuan dan penghormatan terhadap pluralisme hukum (legal pluralism) terhadap hukum yang berkembang (the living law) di Indonesia.12
Komponen pelaksanaan tugas pemerintahan dengan scope yang lebih kecil, desa juga sejatinya harus memiliki pemikiran yang sama dengan komitmen nasional dalam dunia pembangunan, perindustrian, perdagangan maupun kegiatan lain yang dibenarkan dalam sistem hukum nasional. Penting untuk memahami bahwa pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat adalah bersifat terbatas oleh karena itu, maka pihak desa pakraman tidak dapat semata-mata menyimpang dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh hukum nasional. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengakuan tersebut bersifat limitatif, oleh karena terdapat frasa “sepanjang masih diakui dan sesuai dengan
perkembangan zaman dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (untuk selanjutnya disingkat NKRI)”.13
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) Pemerintah Indonesia telah menyetujui pembentukan organisasi Internasional beserta dengan hak-hak dan kewajiban yang termaktub didalamnya. Trade Related Investment Measures (selanjutnya disingkat TRIMS) menjadi salah satu dari 15 (lima belas) topik yang dibahas dalam Putaran Uruguay. Hal yang dititikberatkan dalam TRIMS ialah bebas-liberalisasi sebagai sebuah fondasi utama (Non Discrimination Principle).14 Dalam penjelasannya, Ni Ketut Supasti Dharmawan dan Tuni Cakabawa menyatakan bahwa prinsip non diskriminasi yang dimaksudkan tidak terbatas pada tindakan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil tetapi juga dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan.15 Untuk menjamin keberlangsungan dari perjanjian tersebut maka Pemerintah Indonesia merumuskan sebuah kebijakan melalui Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang hanya menekankan pada aspek National Treatment, Quantitative Restriction dan Transparancy.16 National Treatment diatur dalam Article 2 menjadikan Article III dan Article XI General Agreement on Tariff and Trade 1947 (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan Tahun 1947 yang selanjutnya disingkat GATT), perihal National Principles sebagai acuan. Prinsip
Transparency dalam Article 6 TRIMs diintegrasikan dalam Pasal 3 Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Kebijakan dari desa pakraman dalam membatasi keberadaan pasar modern sejatinya telah jauh menyimpangi komitmen nasional yang terlihat diwujudkan dalam ratifikasi WTO tersebut. Disamping itu, pihak desa telah secara tidak langsung melaksanakan kebijakan quantitatif treatment sebagaimana diungkapkan dalam TRIMs dengan ditunjang oleh GATT yang merupakan bagian dari persetujuan WTO.
-
2.3 Konsekuensi Kebijakan Pembatasan Pasar Modern oleh
Desa Pakraman dalam implikasinya terhadap Pelaksanaan Kebijakan antara Negara Anggota dalam World Trade Organisation
Jimly Assiddiqie mengemukakan pendapatnya bahwa sebuah aturan hukum adalah mati ketika tidak memiliki oprasional berupa sanksi.17 Dasar pemikiran ini membuktikan bahwa sanksi turut menentukan kepatuhan dari masyarakat terhadap realisasi dari sebuah kebijakan. Prinsip hukum internasional pada World Trade Organisation, sejatinya apa sanksi yang akan berlaku ketika ketentuan tersebut tidak dipatuhi? Menjawab pertanyaan tersebut, berkaitan dengan prinsip pertanggungjawaban negara dalam implementasi sebuah hukum internasional, Sefriani menjawab bahwa “tidak ada sebuah negara yang dapat menikmati hak-haknya jika negara tersebut tidak menghormati hak negara lain”.18 Hukum internasional dikenal eksistensi dari dua macam aturan yakni primary rules dan secondary rules. Primary Rules mengatur tentang hak dan kewajiban serta secondary rules merupakan sekelompok
aturan yang mengatur tentang tanggungjawab negara dalam implementasi sebuah kebijakan interansioanl.19 Sefriani menjelaskan bahwa terdapat dua unsur international wrongfull acts yakni unsur pelimpahan berdasarkan amanat hukum internasional dan unsur pelanggaran terhadap hukum internasional (breach of an international obligation).20 Hal ini memperkuat kedudukan dari desa pakraman bahwa sekalipun merupakan pelaksana tugas pemerintah dalam scope yang terbatas, namun pemerintah dapat dimintakan pertanggungjawabannya berdasarkan pada Pasal 8 Draft Articles on Responsibility of States for Internationallu Wrongfull Acts.
Pembentukan kebijakan pasar modern berjejaring oleh pihak desa pakraman merupakan sebuah fungsi yang diterapkan oleh pihak desa dalam mewujudkan sebuah kesetaraan antara perekonomian modern dan tradisional. Pelaksanaan kesetaraan tersebut adalah dengan membatasi peredaran pasar modern melalui revitalisasi pasar tradisional dan pembatasan intensitas pembangunan pasar modern dalam sebuah cangkupan wilayah tertentu.21 Eka Indriya mengungkapkan bahwa Pasar Tradisional merupakan sebuah budaya di masyarakat yang tidak seharusnya dapat dikesampingkan.22 Namun hal yang turut harus diperhatikan ialah pemerintah juga telah menunjukan adanya keterikatan dengan sebuah kesepakatan internasional (International Agreement) sehingga sudah seharusnya negara hingga komponen pelaksana tugas sendiri turut mematuhi komitmen dari negara tersebut.
Sulthon Sjahril Sabaruddin menyatakan bahwa Perekonomian Internasional dapat berdampak terhadap pelaksanaan pembangunan nasional karena berkontribusi dan meningkatkan pendapatan serta daya saing di masyarakat.23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk memperkuat kedudukan hukum (legal standing) dari aktifitas perdagangan dunia sekaligus menjadi sebuah sarana bagi setiap negara yang hendak melakukan aktifitas perdagangan melampaui batas-batas yurisdiksinya.
Status mengikatnya WTO sendiri dalam perspekitif hukum Internasional sebagaimana disebutkan oleh Sefriana bahwa pada dasarnya sanksi dalam hukum internasional tidak bersifat imperatif (berpotensi menghadirkan bentuk pemidanaan). Namun cenderung mengikat secara moral antara para pihak yang tergabung didalamnya. Haula Adolf berpendapat bahwa pentingnya harmonisasi antara hukum internasional dan hukum nasional sebagai bentuk komitmen dan wujud jati diri bangsa. Harmonisasi antara produk hukum nasional dan komitmen internasional sejatinya merupakan hal yang sukar untuk dicapai oleh karena resistensi dan perbedaan sistem hukum antara setiap negara.24
Pembatasan pasar modern sebagaimana yang ditetapkan dalam kebijakan desa pakraman dalam awig-awig dan pararem bukanlah sebuah hal yang patut untuk dipersalahkan oleh karena cita hukum (rechtside) dalam penyusunan kebijakan tersebut telah
sesuai dengan kewenangannya yakni untuk mengatur pembangunan di wilayahnya dan beberapa hal yang berkenaan dengan krama desa (Vide Perda Desa Pakraman). Desa Pakraman pada dasarnya memegang fungsi pelaksana tugas pemerintahan namun bersifat pasif oleh karena menitikberatkan pada instruksi dari pemerintah yang lebih tinggi. Sekalipun tidak memiliki sanksi, sebuah konsekuensi yang akan dihadapi oleh pemerintah Indonesia oleh karena hadirnya kebijakan tersebut adalah dikucilkan dalam pergaulan internasional. Investasi yang dilakukan oleh pasar modern di Indonesia sebelumnya telah mendapatkan persetujuan dengan kementerian perdagangan dan presiden begitu pula dengan pihak pemerintah daerah. Kontrak tersebut memiliki konsekuensi hukum nsebagaimana yang diatur dalamthje united Nation Convention on Contracts for The International Sale of Goods (CISG), sama halnya dengan Eropa dengan kesekapatannya tentang mengikatnya kontrak dalam the principles of European Tract Law (PECL).
Revitalisasi pasar tradisional dan kesempatan dalam dunia usaha oleh masyarakat sejatinya harus didukung melalui keputusan ataupun ketetapan yang bersifat lebih tinggi dari kebijakan desa pakraman sebab sekalipun pengakuan diberikan, namun desa pakraman sendiri memiliki tetap kapasitas melaksanakan prestasi yang terbatas.
-
III. Penutup
-
3.1 Kesimpulan
-
-
(1) Partisipasi yang seharusnya dilaksanakan oleh desa pakraman dalam perkembangan perekonomian di bidang pasar modern dalam perspektif hukum internasional adalah partisipasi yang bersifat pasif. Oleh karena kepasifan dari partisipasi tersebut, maka pihak desa
pakraman harus memperhatikan sejauh mana kewenangannya dalam menetapkan sebuah kebijakan sekalipun berkenaan dengan wilayah hukumnya. Dalam tataran hukum internasional, desa pakraman merupakan kelompok masyarakat hukum adat yang tetap diakui sejauh masih hidup dalam masyarakat. Klausa dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 yang memaktubkan frasa “sesuai dengan perkembangan zaman dan prinsip NKRI” menjadi sebuah unsur yang harus diperhatikan oleh pihak desa pakraman sebab konsep tersebut menentukan sejauh mana kewenangan desa yang boleh menyimpangi komitmen nasional.
-
(2) Konsekwensi pembatasan pasar modern berjejaring oleh desa pakraman dalam kaitannya dengan ratifikasi Word Trade Organisationyakni dapat berimplikasi pada
hubungan kerjasama internasional dalam hal investasi dan kontrak. Setiap usaha yang dijalankan di Indonesia telah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu di tingkat nasional sehingga ketika negara mengesampingkan persetujuan yang sebelumnya dibentuk, maka hubungan diplomatik atau luar negeri antara Negara Indonesia dan negara lainnya yang melaksanakan investasi dapat terkendala. Hal-hal baru yang akan hadir dengan adanya penyimpangan terhadap komitmen yang telah dijalin sebelumnya adalah terhambatnya hubungan diplomatik atau bahkan dikucilkan dalam pergaulan internasional.
-
(1) Desa Pakraman harus mampu memperhatikan kedudukannya yakni sebagai pelaksana tugas eksekutif yang bersifat pasif sehingga kebijakan yang hendak diambil tidak jauh melampaui status hubungan hukum internasional yang telah dijalin.
-
(2) Sekalipun tidak memiliki konsekuensi yang bersifat imperatif namun penghormatan terhadap komitmen internasional sebagai bagian dari WTO harus diperhatikan oleh pemerintah dalam segala lapisan hingga pelaksana tugas eksekutif yang paling rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Adolf, Huala. 2006. Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional (Edisi Revisi). Rafika Aditama, Bandung.
Asshiddiqie, Jimly 2006. Perihal Undang-Undang, Rajawali Press, Jakarta.
Sefriani, 2009, Hukum Internasional (Suatu Pengantar), Rajawali Pers, Yogyakarta.
Susanti,Diyah Ochtorina et.all, 2013, Penelitian Hukum (Legal Research), Sinar Grafika, Jember.
Windia,Wayan P, et.all, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Udayana Press, Denpasar.
Zainudin, Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Jurnal:
Dharmawan, Ni Ketut Supasti dan Tuni Cakabawa Landra, 2015, Penjabaran Standar Internasional Trims Dan Oecd Dalam Ketentuan Hukum Penanaman Modal Indonesia, Jurnal
Magister Hukum Udayana, Program Studi Magister Hukum Universitas Udayana, Volume 4, Nomor 3.
Ella Alfianita, et.all. (Tanpa Tahun), Revitalisasi Pasar Tradisional Dalam Perspektif Good Governance (Studi Di Pasar Tumpang Kabupaten Malang), Jurnal Administrasi Publik, Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang. Volume 3, Nomor 5.
Mochamad A.Z, et.all, 2015, Pengakuan Atas Kedudukan Dan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Pasca Dibentuknya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Jurnal Penelitian Hukum, Program Studi Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Volume 2, Nomor 2.
Megawati, Ni Ketut Dewi, 2016, Perpektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Pemukiman Terhadap Perlindungan Hak Konsumen Dalam Jual Beli Perumahan, Jurnal Magister Hukum Udayana, Program
Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, Volume 5, Nomor 1.
S, Eka Indriya, 2015, Analisis Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta Mengenai Pasar Tradisional Dan Pasar Modern, Jurnal Ilmu Ekonomi Pembangunan (JIEP), Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret. Volume 15, Nomor 1.
Sabaruddin, Sulthon Sjahril, 2015, Dampak Perdagangan Internasional Indonesia Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat: Aplikasi Structural Path Analysis, Jurnal Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Program Studi Ilmu Ekonomi. Volume 17, Nomor 4.
Tantowi, Jawahir, 2013, Perlindungan Dan Pengakuan Masyarakat Adat Dan Tantangannya Dalam Hukum Indonesia, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Volume 20, Nomor 1.
Sarwadoko, Endy, 2008. Dampak Keberadaan Pasar Modern
Terhadap Kinerja Pedagang Pasar Tradisional Di Wilayah Kabupaten Malang, Jurnal Ekonomi Modernisasi, Program Studi Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang. Volume 4, Nomor 2.
Peraturan Perundangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 3564.
Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67) Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4724.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Diundangkan di Jakarta Pada Tanggal 15 January 2014 dalam Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administasi Pemerintahan, Diundangkan Pada Tanggal 17 Oktober 2014, dalam Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292 dan Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5601.
Draft Articles on Responsibility of States for Internationallu Wrongfull Acts.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Diundangkan di Jakarta Pada Tanggal 30 Juni 2015, dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman, Diundangkan di Denpasar Pada Tanggal 14 Maret 2003, dalam Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2003 Nomor 11, Tambahan Lembar Daerah Provinsi Bali Nomor 3.
Surat Keterangan Bupati Malang Nomor
180/432/KEP/421.013/2012 pada tanggal 1 Maret 2014.
Discussion and feedback