SAH TIDAKNYA ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH MASUK PARTAI POLITIK
on
SAH TIDAKNYA ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
DAERAH MASUK PARTAI POLITIK
Oleh:
Putu Wawan Suryawan I Ketut Rai Setiabudhi
Program Kekhususan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Keberadaan lembaga Dewan Perwakilan Daerah memiliki peran penting dalam rangka mengakomodir kepentingan daerah secara efektif dan adil dalam pembuatan keputusan politik yang bersifat nasional dan untuk memperdayakan potensi daerah. Keanggotaan dari DPD diambil dari masing-masing daerah provinsi, yang notabenya akan mewakili kepentingan daerahnya sendiri. Permasalahanya anggota DPD yang maju untuk mewakili kepentingan daerahnya yang bersifat individu justru setelah menjadi anggota DPD malah masuk partai politik. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui persyaratan menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah dan memahami prosedur bisa tidaknya ketika seseorang yang telah menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan ranggkap jabatan, khususnya menjadi anggota partai politik. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Mencermati Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan keanggotaan DPD dilarang untuk merangkap jabatan dengan badan yang anggaranya berasal dari APBN/APBD. Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menegaskan bahwa keuangan partai politik salah satunya berasal dari APBN/APBD, sehingga jika dilihat tentunya tidak sah ketika anggota DPD masuk partai politik.
Kata Kunci: Dewan Perwakilan Daerah; Keanggotaan; Partai Politik
ABSTRACT
The existence of Regional Representative Council institutions have an important to accommodate regional interests effectively and
fairly at making political decision there are national and to empower the potential of the region. The membership of the Regional Representative Council is chosen from each region concerned, which postscript will represent the interests of the region itself. However, the problem of running into the Regional Representative Council members to represent the interests of the region that is individual just after becoming a member of the Regional Representative Council instead of entering a political parties. The purpose of this scientific journal writing is to better understand the existence of membership Regional Representative Council whether to enter a member of a political party. The research method used is normative legal research with conceptual approach and approach of legislation. Sources of legal materials used are primary, secoundary, and tertiary legal materials. Observing of Law of the Republic of Indonesian Number 17 Years 2014 there is a statement that the membership of the Regional Representative Council is prohibited to concurrently occupy positions with bodies whose members come from state’s budget/regional’s budget. Meanwhile if referring to the Law of the Republic of Indonesian Number 2 Years 2008 on Political Parties confirms that the political party finances one of them comes from state budget/regional’s budget. It becomes certainly not valid when members of the Regional Representative Council entered the political party.
Keyword: Regional Representative Council; Membership;
Political Parties
Salah satu tujuan perubahan UUD NRI 1945 adalah agar terciptanya fungsi Check and Balances dalam lembaga kenegaraan dengan demikian kekuasaan tidak bertumpu hanya pada satu institusi negara saja. Perubahan UUD NRI 1945 membawa implikasi yang luas terhadap semua lembaga negara, salah satunya reformasi yang terjadi adalah - lahirnya lembaga baru yaitu Dewan Perwakilan Daerah. Pembentukan Dewan Perwakilan
Daerah (senate atau upperhouse) dimaksud agar mekanisme Check and Balances berjalan relative seimbang.1
Dewan Perwakilan Daerah (selanjutnya disingkat DPD) merupakan lembaga yang memiliki kedudukan sebagai wakil dan representasi dari daerah (Provinsi)2. Melihat pada sejarah ketatanegaraan Moh. Yamin pada saat itu mengungkapkan keberadaan daerah di parlemen sangat penting, keterlibatan daerah dalam menjalankan pemerintahan di pusat bisa menjadikan tolak ukur atau batasan bagi pemerintah pusat untuk menyusun kebijaksanaan maupun kebijakan nantinya. Awal mula ide gagasan ini lahir saat Moh. Yamin mengingat sejarah Sumpah Pemuda tahun 1928, bahwa dengan ditandatanganinya sumpah pemuda maka setiap daerah menginginkan kemerdekaan atas Indonesia3.
Lahirnya DPD merupakan lembaga sebagai jembatan antara daerah dan pusat. Keberadaan lembaga DPD pada hakikatnya adalah untuk memelihara dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala hambatan, serta yang paling penting adalah memperjuangkan kepentingan daerah dan merangkul para tokok-tokoh masyarakat di daerah demi kemajuan daerah itu sendiri tentunya. Keberadaan DPD diharapkan mampu meminimalisir adanya keinginan daerah dalam memerdekakan daerahnya sendiri, hal ini karenaada anggapankurangnya perhatian pusat terhadap daerah. Keberadaan peranan DPD semakin sangat penting, ditambah dengan pada tahun 2012
dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) Nomor 92/PUU-X/2012 yang intinya menyebutkan penguatan kedudukan DPD, salah satunya adalah pelibatan DPD dalam pembahasan RUU mengenai daerah, dan pengelolaan anggaran pembangunan dari pusat untuk daerah.
Pertama kalinya anggota DPD dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 1 Oktober 2004. Anggota DPD berjumlah 128 orang dan saat ini jumlahnya berkembang menjadi 132 orang, dengan setiap provinsi mempunyai 4 orang perwakilan. Namun permasalahan yang kini timbul adalah ketika pada konteksya anggota DPD yang seharusnya mengemban perwakilan daerah yang bersifat individu malah ikut masuk menjadi anggota partai politik.
Contoh kasus yang terjadi, berdasarkan Indonesian Parliamentary Center ada sebanyak 53 anggota DPD berafiliasi pada partai politik dan sekitar hampir 27 anggota DPD bergabung dengan partai politik yaitu masuk Partai Hanura, bahkan ke 27 anggota DPD itu diakomodasikan dalam kepengurusan Partai Hanura. Memang sejumlah anggota DPD secara serentak bersama-sama ikut bergabung dengan Partai Hanura termasuk Ketua DPD Oesman Sapta Oedang yang bahkan menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura menggantikan Bapak Wiranto.4 Timbulnya permasalahan tersebut maka dalam penulisan ini menggunakan judul “SAH TIDAKNYA ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH MASUK PARTAI POLITIK”
Adanya Latar Belakang diatas maka timbul permasalahan (1) Bagaimana persyaratan menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah; (2) Apakah sah atau tidak anggota Dewan Perwakilan Daerah yang masuk Partai Politik.
Tujuan penulisan jurnal ini diharapkan lebih memahami tentang prosedur persyaratan menjadi anggota DPD dan untuk mengetahui keabsahan warga negara Indonesia yang telah terpilih menjadi anggota DPD dapat melakukan ranggkap jabatan, khususnya menjadi anggota partai politik.
-
II. Isi Makalah
-
2.1. Metode Penelitian
-
1.1.1 Jenis Penelitian
-
-
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode ini digunakan sebab penelitian ini menguraikan permasalahan-permasalahan yang terjadi, dan selanjutnya akan dikaji dan dibahas berdasarkan teori-teori hukum agar selanjutnya dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang sedang berlangsung pada praktek hukum5. Penelitian inventarisasi yang diterapkan dalam penelitian hukum normatif6. Penelitian ini hanya mengenal data sekunder, yang terdiri dari: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Oleh karena itu, dalam mengelola dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa dilepaskan dari penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum7. Penelitian hukum normatif pada hakikatnya menekankan pada metode deduktif
sebagai tata kerja penunjang. Penelitian normatif terutama mempergunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai bahan hukum penelitiannya.8
Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah terhadap berbagai aturan hukum yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani, dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai permasalahan yang diangkat. Penilaian hukum positif dalam hal ini lebih mengacu pada Undang-Undang, yang menekankan ilmu hukum normatif dengan bebas nilai tetapi sarat nilai, hal ini karena berkaitan langsung dengan rechtsidee yang nantinya akan menjadi tujuan hukum.9 Pendekatan lain yang digunakan dalam penulisan ini adalah Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) yaitu pendekatan beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum yang dapat digunakan sebagai pijakan dalam menyelesaikan suatu isu hukum yang dihadapi.10 Oleh karena itu akan ditemukan ide-ide yang melahirkan pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan permasalahan yang diangkat.
Bahan hukum yang digunkan dalam jurnal ilmiah ini adalah sebagai berikut:
-
1. Bahan Hukum Primer, adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif). Bahan Hukum tersebut
terdiri dari: (a) peraturan perundang-undangan, (b) catatan
resmi atau risalah dalam pembuatan suatau peraturan perundang-undangan, (c) putusan hakim.11 Dalam penulisan jurnal ilmiah ini bahan hukum primer yang digunakan adalah: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,
-
2. Bahan hukum sekunder, meliputi bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer12, Dalam
penulisan jurnal ilmiah ini bahan hukum sekunder yang digunakan adalah hasil-hasil penelitian, atau pendapat
pakar hukum dan internet.
Setelah isu hukum ditetapkan, disini akan dilakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terkait isu hukum yang akan dianalisis. Oleh karena dalam penelitian menyebutkan teknik sistem kartu (card system), yang dilakukan selanjutnya adalah mencari peraturan perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan isu tersebut. Pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan mengadakan studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan dan bahan hukum dengan menafsirkan dan mengkaji peraturan perundang-undangan.
Bahan hukum yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisa secara argumentatif yaitu suatu cara analisis data yang dilakukan dengan menyusun secara sistematis dan menyeluruh menyangkut fakta yang berhubungan dengan penelitian serta dianalisis secara cermat sehingga diperoleh hasil dan selanjutnya disajikan dengan deskriptif analisis yaitu suatu cara analisis data yang dilakukan dengan menyususun secara sistematis dan menyeluruh menyangkut fakta yang berhubungan dengan penelitian serta selanjutnya diolah dalam bentuk evaluatif yaitu dengan pengumpulan hasil analisis data atau informasi, untuk dibandingkan dengan kriteria, kemudian didapatlah kesimpulan.
Meskipun sekarang tidak ada lagi sebutan lembaga tinggi dan lembaga tertinggi Negara. Namun ditinjau dari segi hierarki ke 34 lembaga Negara dapat dibedakan menjadi tiga lapis. Organ lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi Negara. Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga Negara saja, sedangkan organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Perkembangan yang terjadi sekarang untuk memudahkan pengertian, organ-organ konstitusi pada lapisan pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi Negara, yaitu terdiri dari: (a) Presiden dan Wakil Presiden, (b) DPR, (c) DPD, (d) MPR, (e) MK, (f) MA, (g) BPK .13
Salah satu lembaga tinggi Negara yaitu DPD keberadaannya bersifat utama (main constitutional) yang sederajat dan sama penting dengan DPR, tetapi dalam bidang legislasi, fungsi DPD itu hanyalah sebagai co-legislator disamping DPR. Sifat dan tugasnya
dibidang legislasi hanya menunjang (auxiliary agency) tugas konstitusional DPR. Pembentukan suatu Undang-Undang atau legislasi, DPD tidak mempunyai kekuasaan untuk memutuskan atau berperan dalam proses pengambilan keputusan, padahal, persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPD jauh lebih berat daripada persyaratan dukungan untuk menjadi anggota DPR14. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, DPD, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disingkat UU MD3) di sebutkan pada Pasal 252:
-
(1) Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 (empat) orang;
-
(2) Jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 (satu per tiga) jumlah anggota DPR;
-
(3) Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden;
-
(4) Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah pemilihannya;
-
(5) Masa jabatan anggota DPD adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disingkat UU Pemilu) Pasal 182 menyebutkan:
Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 dapat menjadi Peserta Pemilu dalam hal ini mencalonkan menjadi anggota DPD setelah memenuhi persyaratan:
-
a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;
-
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
-
c. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
-
d. Dapat berbicara, membaca, dan atau menulis dalam Bahasa Indonesia;
-
e. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan,
madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat;
-
f. Setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika;
-
g. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;
-
h. Sehat jasmani dan rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika;
-
i. Terdaftar sebagai Pemilu;
-
j. Bersedia bekerja penuh waktu;
-
k. Mengundurkan diri sebagai Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Kepala Desa dan Perangkat Desa, Badan Permusayawaratan Desa, Aparatur Sipil Negara, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisisan Negara Republik Indonesia, Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas, dan Karyawan pada Badan Usaha Milik Desa, atau Badan Lain yang anggaranya bersumber dari keuangan Negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali;
-
l. Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai Akuntan Publik; Advokat; Notaris, Penjabat Pembuat Akta Tanah, dan/atau tidk melakukan pekerjaan penyediaan barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan Negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
-
m. Bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai
penjabat Negara lainnya, Direksi, Komisaris, Dewan
Pengawas, dan Karyawan pada Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuanga Negara;
-
n. Mencalonkan hanya untuk 1 (satu) lembaga perwakilan;
-
o. Mencalonakan hanya untuk 1 (satu) daerah pemilihan; dan mendapat dukungan minimal dari pemilih di daerah yang bersangkutan.
Hal ini menunjukan untuk menjadi calon anggota DPD harus mengikuti peraturan yang berlaku sesuai dengan persyaratan yang ada.
Keberadaan DPD sejak Amandemen ke-3 UUD NRI 1945 dilakukan untuk mengakomodir kepentingan daerah. DPD yang penyebarannya lebih luas dari DPR sebab mewakili setiap daerah yang berjumlah 4 orang untuk masing-masing daerah. Namun keberadaan yang banyak dari DPD tidak dimbangi dengan kewenangan yang diberikan kepada DPD. Menurut Ichsan Laulembah DPD seperti pohon Bonsai tumbuh tapi dikerdilkan, tumbuh tapi dipotkan. Kurang lebih itulah keberadaan DPD yang terbentuk dipilih oleh masing-masing daerah untuk mewakili kepentingan daerah namun setelah di pusat tidak memiliki kewenangan apa-apa.15
Melihat keadaan yang terjadi demikian membuat banyak anggota DPD malah bergabung menjadi anggota partai politik, sebab diharapkan ada keseimbangan nantinya antara DPD dengan DPR, sehingga peran DPD lebih diakui minimal memiliki kewenangan membangun daerah. Meskipun dalam hal ini UU MD3 tidak mengatur secara khusus apakah boleh anggota DPD masuk partai politik.
Tindakan anggota DPD menjadi anggota partai politik menyebabkan adanya kepentingan dalam tubuh DPD. Jika dikaji berdasarkan UU MD3 disebutkan dalam pasal 302 ayat 1:
-
(1) Anggota DPD dilarang merangkap jabatan sebagai:
-
a. pejabat negara lainnya;
-
b. hakim pada badan peradilan; atau
-
c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Sehingga pada Pasal 302 ayat 1 huruf c, yaitu anggota DPD dilarang merangkap jabatan pada suatu badan yang mana badan tersebut anggarannya berasal dari APBN/APBD. Perlu diperhatikan, merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (selanjutnya disingkat UU Parpol), dijelaskan pada Pasal 34 ayat 1 huruf c:
Keuangan Partai Politik bersumber dari:
-
a. Iuran anggota;
-
b. Sumbangan yang sah menurut hukum; dan
-
c. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pada huruf c dijelaskan bahwa keuangan partai politik bersumber salah satunya adalah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Frase yang disebutkan dalam huruf c tersebut jika dikaitkan dengan UU MD3 pada Pasal 302 ayat 1 huruf c sangat jelas bahwa badan yang anggaranya bersumber dari APBN/APBD anggota DPD dilarang melakukan rangkap jabatan pada badan tersebut. Hal ini juga sejalan dengan Pasal 182 UU Pemilu pada huruf m menyatakan yang mana anggota sebelum mencalonkan diri agar bersedia nantinya setelah terpilih untuk tidak merangkap jabatan pada badan usaha lain yang anggaranya bersumber pada keuangan Negara. Mengacu pada hal tersebut, jika diperhatikan partai politik sendiri anggaranya bersumber dari bantuan APBN/APBD. Menurut Refly Harun pakar Hukum Tata Negara Anggota DPD yang menjadi anggota partai politik menjalankan politik putus asa, karena DPD yang selama ini dianggap tidak diperhatikan, sehingga melakukan berbagai cara untuk memperkuat DPD salah satunya adalah dengan masuk menjadi anggota partai politik, padahal dalam hakikat kelembagaan politik setiap DPD tidak seharusnya bias kelompok ataupun bias partai politik. Penguatan DPD yang
dimaksud ada 3 cara diantaranya, formal amandemen atau amandemen konstitusi secara formal, uji materil ke Mahkamah Konstitusi, dan konvensi ketatanegaraan16.
Menyikapi pendapat Refly Harun sehingga kurang pantas ketika anggota DPD masuk partai politik selain keputusannya akan di intervensi juga akan terjadi rangkap jabatan ke badan yang anggarannya berasal dari APBD/APBN, dan kedepannya perlu kejelasan UU MD3 dalam menjelasakan bahwa bagaimana syarat pasti keberadaan calon anggota DPD agar dapat menjadi anggota DPD atau bahkan bagaimana batasan yang pasti setelah menjadi anggota DPD yang bisa dan tidak dilaksanakan serta sanksi apa yang akan diberikan jika melakukan pelanggaran.
Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari penulisan jurnal ilmiah ini adalah sebagai berikut:
-
1. Pembentukan DPD dimaksud agar mekanisme Check and Balances berjalan relatif seimbang. Keberadaan lembaga DPD pada hakikatnya adalah untuk memelihara dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala hambatan. Persyaratan menjadi anggota DPD dilihat dalam Pasal 252 UUMD3 jo Pasal 182 UU Pemilu.
-
2. Pasal 302 (1) UU MD3 menjelaskan bahwa anggota DPD
dilarang melakukan rangkap jabatan bahkan yang anggaranya berasal dari APBN/APBD, selanjutnya jika dilihat Pasal 34 ayat 1 huruf c UU Parpol sumber keuangan
Partai Politik salah satunya adalah berasal dari APBN/APBD, berdasarkan Pasal tersebut dapat diiterpretasikan bahwa anggota DPD tidak dapat merangkap jabatan sekaligus menjadi anggota partai politik.
-
1. Para pembentuk UU diharapkan mampu merevisi agar substansi pengaturan lebih jelas, terkait persyaratan sebelum atau sesudah menjadi anggota DPD, agar nantinya tidak ada kepentingan lain yang masuk mengintervensi tugas wewenang DPD.
-
2. Kedepan diharapkan terdapat sosialisasi bagi para anggota DPD yang telah terpilih, agar terdapat kejelasan apa yang bisa dilakukan sesudah menjadi anggota DPD dan bagaimana sanksi jika melanggar persyaratan tersebut, sehingga kedepan keberadaan DPD untuk mewakili kepentingan daerah di pusat berjalan dengan baik.
Ali, Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Amiruddin dan Zainal Asiki, 2014, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Aristeus, Syprianus, 2009, Hukum Nasional Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta
Hadjon, 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik, Hukum UNAIR, Surabaya.
Hamidi, Jazim dan Mustafa Lutfa, 2010, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, PT Alumni, Bndung.
Mahmud, Peter Marzuki, 2016, Penelitian Hukum, PT Kharisma Putra Utama, Jakarta.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Grafindo Persada, Jakarta.
Triwulan, Titik Tuti, 2010, Kontruksi Hukum ata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945, Kencana, Jakarta.
Evan, Stevanus Setio, 2013, “Fungsi Legislasi DPD Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali.
Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182. Tambahan Lembaran Negam Republik Indonesia Nomor 6109.
Indonesian Parliamentry Center, 2005, “DPD Perlu Berkaca”, URL : http: // ipc.id/?s=dpd, diakses tanggal 6 Juni 2018.
Suyanti, Bivitri, 2003, “Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia”, URL : https: / / id . wikipedia . org / wiki / Dewan_Perwakilan_Daerah_Republik_Indonesia#cite_ notea-3, diakses tanggal 6 Juni 2018.
Refly Harun, 2017, “Politis Jadi Anggota DPD”, URL : https : / / www. Youtube.com / watch ? v= BSm-RaP5Gyo, diakses 21 Juni 2018.
15
Discussion and feedback