TANGGUNG JAWAB PENERIMA HIBAH UANG YANG BERSUMBER DARI APBD OLEH PEMERINTAH DAERAH
on
TANGGUNG JAWAB PENERIMA HIBAH UANG YANG BERSUMBER DARI APBD OLEH PEMERINTAH DAERAH
OLEH :
Ni Putu Kartini Candra Dewi
Novy Purwanto
Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak :
Salah satu pilar pokok otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengelola secara mandiri keuangan daerahnya. Pemerintah daerah provinsi selaku penyelenggara pemerintahan ditingkat provinsi dalam menyelenggarakan pemerintahan dapat memberikan bantuan sosial dan hibah ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011. Hibah tersebut ditetapkan melalui regulasi yaitu Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam pemberian hibah ini tidak hanya pemerintah saja yang mempertanggungjawabkan hibah yang sudah dberikan, dalam hal ini juga para penerima hibah itu sendiri. Makalah ilmiah ini menggunakan metode penelitian Hukum Normatif. Pengaturan mengenai pemenerian hibah berbentuk uang yang bersumber dari APBD oleh pemerintah daerah ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD. Pertanggungjawaban penerima hibah berbentuk uang yang bersumber dari APBD oleh pemerintah daerah adalah berupa laporan penggunaan hibah, surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD. Bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai dengan peraturan perudang-undangan. Dan apabila ada sis dana hibah yang masih tidak digunakan sampai dengan berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan maka, sisa dana hibah tersebut harus dikembalkan ke rekening kas daerah.
Kata Kunci : APBD, Dana Hibah, Pemerintah Daerah
Abstract :
One of the main pillars of regional autonomy is the regional authority to manage independently the regional finances. The provincial government as the provincial government in providing the government can provide social assistance and grant is based on the Minister of Home Affairs Regulation Number 32 year 2011. The grant is determined through the regulation of Regional Regulation (APBD) on Regional Revenue and Expenditure Budget (APBD). In this grant award not only the government is responsible for the grant that has been given, in this case also the
grantee itself. This scientific paper uses Normative Law research methods. The regulation concerning the grant-making grant derived from APBD by the local government is based on the Minister of Home Affairs Regulation Number 32 year 2011 on Guidance on Grant and Social Assistance derived from APBD. The accountability of grantees in the form of money sourced from APBD by the local government is a report on the use of grants, a statement of liability stating that the grant received has been used in accordance with the Regional Grant Agreement Document (NPHD). Complete and valid expenditure evidence in accordance with the regulations of the shrimp. And if there is a grant party that is still not used until the end of the relevant budget year, the remaining grant funds must be returned to the local treasury account.
Keywords: APBD, Grant Fund, Local Government
Keuangan Negara adalah urat nadidi dalam pembangunan negara dan amat menentukan kelangsungan perekonomian baik sekarang maupun yang akan datang.1 Keuangan Negara itu sendiri meliputi seluruh hak dan kewajiban Negara yang dinilai dengan uang demi terwujudnya pembangunan Negara demi terwujudnya cita –cita Negara sebagaimana tertera dalam Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terciptanya sebuah negara harus berpedoman kepada pengelolaan keuangan negara yang baik dan akuntabel. Karena pengelolaan keuangan negara memiliki arteri, manfaat dan pengaruh besar, segala kebijakan yang ditempuh dalam pengelolaan keuangan Negara bisa berakibat daripada kemakmuran serta kemunduran bagi suatu bangsa.2
Begitu juga pada tingkat daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Suatu Pilar Otonomi Daerah yaitu kewenangan daerah
1 Adrian Sutedi, S.H., M.H., 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, h. 10
2 Gunawan Widjaja, 2002, Pengelolaan Harta Kekayaan Negara Suatu Tinjauan Yuridis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 2
untuk mengelola keuangan yang dimiliki daerahnya.3 Pemerintah Daerah Provinsi selaku penyelenggara pemerintahan ditingkat provinsi menyelenggarakan pemerintahan dapat memberikan bantuan sosial dan hibah ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (selanjutnya disebut Permendagri Nomor 32 Tahun 2011). Permendagri ini sudah mengalami 2 (dua) kali penyempurnaan dengan dikeluarkanya Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Hibah untuk dapat digulirkan haruslah melalui penetapan di dalam produk hukum peraturan daerah (Perda) yang di dalamnya diatur mengenai Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Anggaran untuk pemberian hibah yang ditetapkan pada sidang paripurna melalui instrumen Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan bertujuan untuk kegiatan dan program yang dilaksanakan.4 Guy Peter menyebutkan ada 3 tipe akuntabilitas yaitu akuntabilitas keuangan, akuntabilitas administrasi dan akuntabilitas kebijakan publik.5 Akuntabilitas keuangan adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan
-
3 W.Riawan Tjandra, 2013, Hukum Keuangan Negara, PT Grasindo, Jakarta, h. 139
-
4 Hadriyanus Suharyanto, 2005, Konsep Anggaran Kinerja Dalam Anggaran Berbasis Kinerja Konsep dan Aplikasinya, Magister Adminitrasi Publik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, h. 4
-
5 Andrian Sutedi , S.H., M.H., 2009, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, h. 397
penyelenggaraan keuangan pemerintah dapat dipertanggung jawabkan secara terbuka oleh pelaku.6
Akuntabilitas penerima hibah dari dana APBD berupa laporan pertanggungjawaban agar penggunaan dana hibah yang diberikan sesuai dengan apa yang dipermohonkan kepada pemerintah jelas penggunaanya dan tepat guna. Adapun permasalahan yang sering terjadi dalam pemberian dana hibah diantaranya, kelemahan didalam perencanaan sebuah proposal, pertanggungjawaban dari pengunaan dana hibah yang masih banyak fiktif, penyaluran yang tidak prioritas, anggaran hibah yang diajukan tidak rasional, penerima yang tidak jelas dan tidak tepat sasaran. Berdasarkan latar belakang diatas sehingga relevan untuk dilakukan analisa dengan judul “TANGGUNG JAWAB PENERIMA HIBAH UANG YANG BERSUMBER DARI APBD OLEH PEMERINTAH DAERAH”.
-
1. Bagaimana pengaturan pemberian hibah berbentuk uang
yeng bersumber dari APBD oleh Pemerintah Daerah ?
-
2. Bagimana pertanggung jawaban penerima hibah berbentuk
uang yang bersumber dari APBD oleh Pemerintah Daerah ?
Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisa pengaturan pemberian hibah berbentuk uang yeng bersumber dari APBD oleh Pemerintah Daerah dan pertanggungjwaban penerima hibah berbentuk uang yang bersumber dari APBD oleh Pemerintah Daerah.
6Ibid.
Makalah ilmiah ini menggunakan metode penelitian Hukum Normatif. Penelitian Hukum Normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menganalisa bahan pustaka atau kepustakaan yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum yang bertitik tolak dari bidang-bidang tata hukum tertentu, dengan cara mengidentifikasi terlebih dahulu kaidah-kaidah tertentu yang telah dirumuskan dalam perundang-undangan tertentu.7 Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach), yang dimana permasalahan yang ada dianalisis melalui peraturan perundang-undangan yang sesuai dan relevan, sehingga mampu memberikan jawaban yang sesuai.
-
2 .2.1 Pengaturan Pemberian Hibah Berbentuk Uang Yang Bersumber Dari APBD Oleh Pemerintah Daerah
Pemerintah merupakan bagian penting dalam suatu negara yang bertugas untuk mewujudkan kedamaian dan keamanan internal serta melindungi masyarakat. Walaupun pemerintah bisa juga diartikan sebagai organisasi yang melaksanakan kekuasaan dari negara, akan tetapi pemerintah bukan satu-satunya organ dalam negara dan bukan pula pembuat semua peraturan perundang-undangan untuk masyarakat.8 Urusan Otonomi
7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.15
Daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah tidaklah statis tetapi berkembang dan berubah.
Otonomi Daerah dan Desentralisasi bertujuan untuk mengembangkan kemampuan, pemberdayaan serta kemampuan daerah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, dapat dikatakan bahwa seluruh proses pembentukan hukum keuangan negara dan hukum keuangan daerah diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan negara yang tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9
Makin luas isi dari Otonomi Daerah, makin besar pengeluaran biayanya. Untuk itu daerah perlu mempunyai wewenang dan kemampuan uang guna membiayai pengeluaran-pengeluaran akibat dari tugasnya mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah harus tepat guna agar dapat diberikan kepada masyarakat yang sedang membutuhkan bantuan sosial baik dalam ekonomi, sosial dan budaya baik yang mengandung resiko maupun tidak.
Ruang lingkup pengelolaan keuangan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasaan dan pertanggungjawaban keuangan.10 Keuangan Negara sesungguhnya mempunyai arti luas, yaitu di samping meliputi milik negara atau kekayaan negara yang bukan semata-mata terdiri dari semua hak, juga meliputi semua
-
8 Karmila, Cokorda Dalem Dahana, 2018, “Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Bali Terhadap Pemberian Dana Bantuan Sosial”, Kertha Negara, Vol. 06, No.01,Januari2018,h.8-
9,ojs.unud.ac.id,URL:https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/vi ew/36790,diakses tanggal 4 April 2018
-
9 Ibid. h. 9
-
10 M. Djafar Saidi, 2011, Hukum Keuangan Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.15.
kewajiban.11 Pelaksanaan pemberian hibah oleh pemerintah daerah dapat berbentuk uang, barang atau jasa, yang telah diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Permendagri Nomor 32 Tahun 2011. Hibah merupakan pemberian uang, barang atau jasa bertujuan untuk menunjuang penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, BUMN/BUMD, badan, lembaga dan organisasi kemasyarakatan di Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukanya.
Tujuan adanya hibah tercantum pada Pasal 4 ayat (3) Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 bahwa hibah bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat memberikan hibah sesuai dengan kemampuan keuangan daerahnya sendiri,setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib di daerahnya. Dalam pemberian dana hibah ada pengalaman asas yang dijadikan pedoman yaitu :
-
a. asas keadilan artinya setiap warga yang berdomisili di daerah dan menjadi warga di daerah tersebut berhak untuk dibantu sesuai dengan kebutuhan yang layak diberikan bantuan dengan dana hibah;
-
b. asas kepatutan artinya dalam pengimplementasian pemberian dana hibah sudah diterapkan dengan baik, dilihat dari proses awal pengajuan proposal dana hibah yang diajukan oleh kelompok masyarakat akan dievaluasi langsung oleh Dinas/Instansi yang terkait dalam proposal;
-
c. asas rasionalitas artinya kesesuaian penggunaan anggaran dana hibah yang direalisasikan dengan
11 Yuswar Zainul Basri dan Mulyadi Subri, 2003, Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.1
pelaporan pertanggungjawaban yang dilaporkan oleh penerima hibah;
-
d. asas manfaat artinya manfaat yang diberikan dari pemberian dana hibah yang dilakukan oleh pemerintah dapat membantu meringankan beban masyarkat.
Bantuan Hibah adalah dua buah rekening belanja APBD. Banyak kepentingan yang perlu diakomodir, baik kepentingan kesejahteraan masyarakat maupun kepentingan politik dalam arti luas. Hibah berupa uang, dianggarkan dalam kelompok belanja Tidak Langsung, yang artinya hibah bukan berhubungan langsung dengan program atau kegiatan pemerintah, melainkan sebagai penunjang saja, diatur Pasal 11 ayat (1) Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 yang telah diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) merupakan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
Diberlakukannya Permendagri No. 32 Tahun 2011 maka kriteria-kriteria sebagai pembatasan pemberian hibah dan penerima hibah dapat lebih diperketat , agar dapat memberikan suatu tindakan preventif dalam mencegah penyimpangan dalam mekanisme pemberian dana hibah. Tindakan preventif tersebut dapat dilakukan pada tahap permohonan sampai dengan tahap pertanggungjawaban dan evaluasi.
Dalam Pemberian Hibah Pemerintah Daerah sebelumnya harus menganggarkan dana hibah yang akan diberikan diatur dalam Pasal 42 Permendagri Nomor 2 Tahun 2011, setelah itu pemberian dana hibah sebelumnya telah diatur dan ditetapkan lebih lanjut dalam produk hukum berbentuk Peraturan Daerah.
Pemerintah daerah bisa menganggarkan suatu hibah apabila telah menetapkan Peraturan Kepala Daerah agar pelaksanaanya tidak bertentangan dengan perturan perundang-undangan yang ada.
-
2.2.2 Pertanggung jawaban Penerima Hibah Berbentuk Uang Yang Bersumber Dari APBD Oleh Pemerintah Daerah
Penerima hibah adalah pihak-pihak yang dimana mempunyai hak secara perundang-undangan untuk menerima hibah dari pemerintah daerah. Agar bisa menerima dana hibah para calon penerima hibah harus mengajukan permohonan terlebih dahulu. Sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh Permendagri Nomor 32 Tahun 2011. Pemerintah Daerah tidak berkewajiban untuk mengabulkan keseluruhan dari permohonan yang diajukan oleh calon penerima hibah, dana hibah boleh diberikan sebagai bantuan kegiatan, bukan untuk dana operasional yang setiap tahun dianggarkan diatur dalam Pasal 4 ayat (4) Permendagri Nomor 32 Tahun 2011. Penerima hibah juga ditentukan pada Pasal 5 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 ini, bahwa yang mempunyai hak menjadi penerima hibah adalah :
-
a. pemerintah;
-
b. pemerintah daerah lainnya;
-
c. perusahaan daerah;
-
d. masyarakat dan;
-
e. organisasi kemasyarakatan.
Dalam pemberian dan penerimaan dana hibah ini pertanggungjawaban secara formal dan material dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai pemberi dana hibah dan penerima dana hibah. Pertanggungjawaban Penerima hibah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 meliputi :
-
a. laporan penggunaan hibah harus disampaikan kepada
kepala daerah dalam hal ini Gubernur, Bupati atau Walikota dengan melalui PPKD lalu ditembuskan kepada SKPD terkait;
-
b. surat pernyataan tanggung jawab isi dari surat pernyataan tersebut berisikan penggunaan hibah yang diterima dari pemerintah daerah sudah sesuai dengan peruntukanya dalam permohonan yang diajukan diawal;
-
c. bukti-bukti pengeluaan riil atau nyata yang digunakan oleh penerima hibah terhadap uang hibah tersebut dan bukti-bukti tersebut haruslah sah demi hukum, artinya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan harus sesuai atau balance dengan apa yang tertulis pada laporan;
-
d. pertanggungjawaban disampaikan kepada kepala daerah paling lambat tanggal 10 Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah atas pemberian dana hibah Pasal 18 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 meliput i
-
a. usulan dari calon penerima hibah kepada kepala daerah;
-
b. keputusan kepala daerah tentang penetapan daftar penerima hibah;
-
c. Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD);
-
d. Fakta Integritas dari penerima hibah yang menyatakan bahwa hibah yang diterima akan digunakan sesuai dengan NPHD;
-
e. bukti transfer uang atas pemberian hibah berupa uang.
Selanjutnya pemerintah daerah akan melakukan proses pengawasan penggunaan dana hibah atau proses monitoring
dengan turun langsung kelapangan. Proses monitoring yang dilakukan untuk mengawasi penggunaan dana hibah agar digunakan sesuai dengan peruntukannya. Pengawasan ini sangat penting dilakukan agar tidak terjadi penyelewengan penggunaan dana yang sudah diterima. Jika uang hibah yang diberikan tidak terpakai habis hingga waktu yang ditentukan, dalam hal ini adalah akhir tahun anggaran, maka sisa uang hibah tersebut harus dikembalikan kepada pemerintah daerah yang bersangkutan dan dimasukan ke dalam kas daerah.
-
III. PENUTUP
-
1. Pengaturan mengenai Pemberian Hibah Berbentuk Uang
Yang Bersumber Dari APBD Oleh Pemerintah Daerah ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pemerintah Daerah dapat memberikan hibah sesuai dengan kemampuan daerahnya dan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib daerahnya. Dalam Pemberian dana hibah pemerintah menggunakan asas keadilan , asas kepatutan , asas rasionalitas, asas manfaat sebagai pedoman. Dalam pemberian dana hibah perintah daerah harus menganggarkanya kedalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah terlebih dahulu dan telah ditetapkan di dalam Peraturan Kepala Daerah.
-
2. Pertanggung jawaban Penerima Hibah Berbentuk Uang Yang
Bersumber Dari APBD Oleh Pemerintah Daerah adalah berupa laporan penggunaan hibah, surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang
diterima telah digunakan sesuai NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah). Bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan, apabila ada sisa dana hibah yang masih tidak digunakan sampai dengan berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan maka sisa dana hibah tersebut harus dikembalikan ke pemerintah daerah yang bersangkutan dan dimasukan ke dalam kas daerah.
-
1. Pemberian hibah oleh Pemerintah Daerah yang bersumber
dari APBD hendaknya menggunakan prinsip kehati-hatian
kepada para calon penerima hibah, agar apa yang menjadi tujuan dari diberikanya dana hibah tersbut dapat tercapai. Kemudian sebaiknya dibuat aturan yang mengatur tentang waktu pemberian hibah atau interfal-interfal pemberian hibah, agar pemberian hibah tidak hanya menumpuk di suatu waktu atau masa saja. Ini untuk menghindari pemberian hibah untuk mengakomodasi kepentingan politis pejabat yang hendak mengikuti pemilihan Kepala Daerah atau pemilihan DPRD tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota.
-
2. Pertanggungjawaban dalam pemberian hibah tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah darah saja tetapi pelau penerima dana hibah juga harus bertanggungjawab, disini SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) diharapkan lebih ketat dalam melakukan pengawasan dan monitoring terhadap penggunaan hibah.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan Widjaja, 2002, Pengelolaan Harta Kekayaan Negara Suatu Tinjauan Yuridis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Yuswar Zainul Basri dan Mulyadi Subri, 2003, Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hadriyanus Suharyanto, 2005, Konsep Anggaran Kinerja Dalam Anggaran Berbasis Kinerja Konsep dan Aplikasinya, Magister Adminitrasi Publik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Adrian Sutedi, 2009, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta.
,2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta.
M. Djafar Saidi, 2011, Hukum Keuangan Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
W.Riawan Tjandra, 2013, Hukum Keuangan Negara, PT Grasindo, Jakarta.
Karmila, Cokorda Dalem Dahana, 2017, “Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Bali terhadap Pemberian Dana
Bantuan Sosial”, Kertha Negara, Vol.06, No.01, Januari
2017,h.8-9,URL:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/vie w/36790, diakses tanggal 4 April 2018.
Holmes Sianturi, 2016, “Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Pengelolaan Dana Hibah dan Bantuan Sosial Berdasarkan Perspektif Keuangan Negara”, Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Vol.01, No.01,
Maret 2017, h.95-96, URL: http://ejournal.sthb.ac.id/index.php/wawasanyuridika, diakses tanggal 4 April 2018.
-
c. Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.
14
Discussion and feedback