PENGGUGURAN JANIN MASSAL SECARA PAKSA DALAM KONFLIK BERSENJATA
on
PENGGUGURAN JANIN MASSAL SECARA PAKSA DALAM KONFLIK BERSENJATA
oleh:
I Gusti Ayu Agung Nadia Srutia Jayanti
I Made Subawa
Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstract
This article aims to analyze the rules related to forced mass abortion in armed conflict. It is a normative legal research that uses statutory and fact approaches. From this journal could be known that forced mass abortion which executed by combatants of aggressor state is prohibited as it could be classified to the crimes against humanity and crime of genocide.
Keywords : Forced Mass Abortion, Armed Conflict, International Law
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan pengguguran janin massal secara paksa dalam konflik bersenjata. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan aturan hukum dan pendekatan fakta. Dapat disimpulkan bahwa pengguguran janin massal secara paksa oleh kombatan negara penyerang merupakan suatu tindakan yang dilarang dapat diklasifikasikan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan genosida.
Kata Kunci : Pengguguran Janin Massal Secara Paksa, Konflik Bersenjata, Hukum Internasional
Sejumlah fakta menunjukkan terjadinya praktik-praktik pengguguran janin dalam
perang, sebagaimana yang terjadi di Irak (Januari 2014 - sekarang), Sudan Selatan (15 Desember 2013 - sekarang), Kolombia (27 Mei 1964 - sekarang), 1dan Perang Dunia Ke-II (1 September 1939 - 2 September 1945).2 Praktik tersebut dilakukan oleh kombatan negara penyerang untuk menghambat regenerasi negara yang diserang, agar musnahnya ras negara tersebut.
Pengguguran janin atau yang biasa disebut aborsi (abortion) berasal dari kata bahasa
Latin “abortio” yang berarti pengeluaran hasil konsepsi dari uterus secara prematur pada
umur dimana janin itu tidak bisa hidup di luar kandungan. Secara medis aborsi berarti pengeluaran kandungan sebelum berumur 24 minggu dan mengakibatkan kematian.3 Dalam terminologi moral dan hukum, aborsi berarti pengeluaran janin sejak adanya konsepsi sampai dengan kelahirannya yang mengakibatkan kematian.4 Dari penjabaran tersebut dapat kita maknai bahwa pengguguran janin secara paksa merupakan tindakan pengeluaran janin dari rahim ibu tanpa adanya keinginan dari ibu yang mengandung tersebut dimana janin itu tidak dapat hidup atau tidak bernyawa di luar rahimnya.
Isu pengguguran janin secara paksa dalam konflik bersenjata ini tentu mengguncang nurani masyarakat internasional dalam konteks hukum internasional publik. Secara lebih spesifik, isu ini dapat dibahas dari perspektif hukum humaniter internasional, hukum pidana internasional, dan hukum hak asasi manusia internasional.
Artikel ini bertujuan untuk menganalisa pengguguran janin secara paksa dalam konflik bersenjata khususnya berkaitan dengan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida.
Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif yang dilakukan untuk menemukan suatu kebenaran hukum. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan aturan-aturan hukum (the statute approach) yang dilakukan dengan menganalisis ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Statuta Roma dan pendekatan fakta untuk menganalisis fakta-fakta yang berkaitan dengan isu yang dibahas.
Dalam Pasal 5 Statuta Roma diatur mengenai kejahatan yang termasuk dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, yakni kejahatan genosida (crime of genocide), kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), kejahatan perang (war crimes), dan kejahatan agresi (agression). Penyusunan Statuta ICC (Statuta Roma) disusun sedemikian rupa sehingga jaksa penuntut, dalam memutuskan apa harus mengadili, akan memiliki kemungkinan yang cukup dan tumpang tindih antara kategori kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida.5 Kejahatan berupa pengguguran janin massal secara paksa dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma dan kejahatan genosida yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Statuta Roma.
-
2.2.1. Pengguguran Janin secara Paksa sebagai Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes against Humanity)
Pengguguran janin massal secara paksa merupakan salah satu bentuk penyiksaan dalam sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma diatur mengenai pengertian kejahatan terhadap kemanusiaan, yakni suatu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil. Dalam ketentuan ini diatur pula mengenai bentuk-bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang berkaitan dengan pengguguran janin secara paksa yakni pembunuhan, pemusnahan, penyiksaan, dan perbuatan tidak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik.
Pengguguran janin sama saja dengan tindakan pembunuhan dan pemusnahan terhadap janin yang belum sempat terlahir, yang mana janin tersebut telah memiliki hak asasi yang melekat padanya, yakni hak untuk hidup.6 Dalam praktek tersebut, secara tidak langsung juga termasuk penyiksaan terhadap ibu yang mengandung bayi tersebut karena bagaimanapun juga janin yang ada pada rahimnya dikeluarkan secara paksa dan itu juga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Pengguguran janin massal secara paksa juga berkaitan dengan Pasal 7 ayat
(1) huruf k Statuta Roma, karena praktek tersebut merupakan bentuk perbuatan atas kesengajaan dari kombatan negara penyerang yang mengakibatkan penderitaan bahkan luka serius baik fisik maupun psikis pada korban, misalnya pendarahan hebat yang terjadi pada saat pengguguran janin secara paksa tentunya menimbulkan penderitaan berat bagi yang mengalaminya, selain itu korban juga akan mengalami trauma berat sebagai akibat dari tekanan mental yang dihadapinya.
Kejahatan genosida memiliki definisi yang terbatas dimana terdapat elemen ‘destroy’ yang mengakibatkan kerusakan fisik atau biologis terhadap kelompok, sehingga kerusakan budaya saja masih belum dapat dikatakan sebagai genosida.7 Oleh karena itu, pengguguran janin yang sifatnya massal tergolong sebagai kejahatan genosida karena berakibat kerusakan biologis terhadap suatu kelompok.
Pengguguran janin massal secara paksa termasuk sebagai salah satu bentuk dari kejahatan genosida, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Statuta Roma, yaitu “genosida berarti setiap perbuatan berikut ini yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan” dengan mengacu pada norma tersebut dan melihat latar belakang dari terjadinya pengguguran janin secara paksa, yaitu untuk memusnahkan atau dengan kata lain membunuh generasi yang bahkan belum sempat lahir, dan perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk mencegah kelahiran dalam suatu kelompok nasional, etnis, ras, atau keagamaan.
Kombatan melakukan kejahatan genosida semacam ini karena melihat posisi budaya perempuan, terutama dalam struktur keluarga, maka mereka adalah target utama untuk tujuan penghancuran kelompok sasaran melalui budaya. Ini adalah bukti dari niat kejahatan genosida, yaitu pemilihan korban berdasarkan keanggotaan kelompok sasaran.8
Pengguguran janin massal secara paksa yang dilakukan oleh kombatan negara penyerang pada saat konflik bersenjata berlangsung merupakan perbuatan yang dilarang oleh hukum internasional, yang mana pengaturannya terdapat pada Statuta Roma. Pengguguran janin massal secara paksa diklasifikasikan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan kejahatan genosida (crime of genocide). Dikatakan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan karena salah satu bentuk kejahatan tersebut adalah pemusnahan jiwa dan raga seseorang, yang mana pada hakikatnya janin yang meskipun belum terlahir pun memiliki kedudukan yang sama dengan manusia dilihat dari perspektif hukum. Tindakan ini juga dapat diklasifikasikan ke dalam kejahatan genosida karena mengingat latar belakang terjadinya pengguguran janin massal secara paksa oleh kombatan negara penyerang adalah untuk pemusnahan suatu generasi serta ras dari suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal
Jessie, Soh Sie Teng, 2006, Forced Pregnancy: Codification in the Rome Statute and its Prospect as Implicit Genocide. New Zealand Journal of Public and International Law4.
Kusmaryanto, CB., 2005, Tolak Aborsi (Budaya Kehidupan Versus Budaya Kematian), Kanisius,Yogyakarta.
Kutlu, Aysegul Gokalp, 2014, Armed Conflicts and Sexual Violence Against Women: An Inevitable Accompaniment?, Departement of International Relations Kocaeli University, Turki.
Soetjipto, Ani W., 2015, HAM dan Politik Internasional : Sebuah Pengantar, Buku Obor, Jakarta.
Turangan, Anastasya M., 2015, Tinjauan Juridis terhadap Penghamilan Paksa menurut Hukum Humaniter, Jurnal Universitas Sam Ratulangi.
Woodhouse, Mark B., 2000, Berfilsafat : Sebuah Langkah Awal, Kanisius, Yogyakarta.
Instrumen Hukum
Universal Declaration of Human Rights 1948;
Rome Statute of the International Criminal Court 1998.
United Nations Security Council, S/2015/203, 23 March 2013.
5
Discussion and feedback