KAJIAN TERHADAP LEMBAGA PENGAWAS PENGELOLAAN DANA DESA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA
on
KAJIAN TERHADAP LEMBAGA PENGAWAS PENGELOLAAN DANA DESA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA
Oleh:
Ni Kadek Lisna Adnyani Dewi* I Ketut Rai Setiabudhi**
Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan menjadi dana desa sejak tahun 2015 mencapai puluhan triliun rupiah, sehingga memerlukan pengawasan ekstra untuk menghindari penyalahgunaan dana. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan fungsi pengawasan pemerintahan desa terletak pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pengawasan tersebut, perlu diperkuat karena dana desa merupakan bagian dari ruang lingkup keuangan negara yang seharusnya diawasi oleh pengawas keuangan negara. Berdasarkan hal tersebut, maka jurnal ini akan membahas mengenai peraturan perundang-undangan terkait lembaga pengawas pengelolaan dana desa di Indonesia dan kewenangan lembaga pengawas pengelolaan keuangan negara dalam mengawasi pengelolaan dana desa ditinjau dari perspektif hukum keuangan negara. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami lembaga pengawas Pengelolaan Keuangan Negara yang berwenang mengawasi pengelolaan dana desa ditinjau dari perspektif hukum keuangan negara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian, peraturan perundang-undangan terkait lembaga pengawas pengelolaan dana desa di Indonesia juga diatur pada Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, namun menitikberatkan pengawasan pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah Kabupaten/Kota. Lembaga pengawas pengelolaan keuangan negara yang berwenang mengawasi pengelolaan dana desa ditinjau dari perspektif hukum keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai supreme audit, didasarkan pada ketentuan Pasal 2 dan pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara.
Kata Kunci: Lembaga Pengawas, Dana Desa, Hukum Keuangan Negara
ABSTRACT
The State Budget (APBN) allocated to village funds since 2015 reaches tens of trilions rupiah, therefore requires extra supervision to avoid abuse. Law No. 6 of 2014 on Village states that, the supervisory of Village’s Government is the Village Consultative Board (BPD). The supervision need to be strengthened because village funds are parts of the state finances scope, that should be supervise by the state finance supervisory institution. Based on this matter, the journal will discuss regulatory legislation concerning the supervisory institution in the village funds management in Indonesia and the authority of the state financial management supervisory institution in oversee the management of village funds reviewed from the perspective of State Finance Law. This writing aims to know and understand the state financial management supervisory institution authorized to oversee the management of village funds in the perspective of State Finance Law. The research method used normative legal research based on statute approach. Based on the results of research, legislation related to village fund management supervisory institution in Indonesia also regulated in the Government Regulation and the Precident Regulation but emphasize the supervision on the BPD beside the supervision of Regional Inspectorate. The state financial management supervisory institutions authorized to oversee the management of village funds reviewed from the perspective of State Finance Law is the Supreme Audit Board (BPK) as supreme audit, reinforced by the provisions of Article 2 and Article 3 Paragraph (1) Law No. 15 of 2004 on Audit of Management and Responsibility of State Finance.
Keywords: Supervisory Institution, Village Fund, State Finance Law
Desa adalah organisasi pemerintah yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Keberadaan desa diakui dengan dianggap sebagai suatu sistem pemerintahan daerah, sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyatakan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa mempunyai peranan yang sangat strategis khususnya di bidang pelayanan publik karena dapat membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan yang lebih maksimal bagi masyarakat, seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat, pembangunan infrastruktur, serta berbagai hal yang dapat menunjang perkembangan dan kemajuan desa. Sehingga untuk mengoptimalkan berjalannya roda pemerintahan desa diperlukan guliran dana dari negara. Berdasarkan Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dijelaskan mengenai pengertian dana desa yaitu dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (yang selanjutnya disingkat APBN) yang diperuntukan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (yang selanjutnya disingkat APBD) Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Dana Desa ditransfer puluhan triliun sejak Tahun 2015. Diketahui total anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk dana desa mencapai Rp 127,74 triliun bagi 74.910 desa yang menerima bantuan. Dengan rincian per tahun yaitu, pada tahun 2015 sebesar Rp. 20,76 triliun, tahun 2016 sebesar Rp. 49,98 triliun, dan pada tahun 2017 sebesar Rp. 60 triliun.1 Dan pada tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp. 80-120 triliun. Besarnya dana desa tersebut memerlukan lembaga pengawas yang wewenangnya dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan
untuk memberikan kepastian hukum dalam mengawasinya. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (yang selanjutnya disingkat Undang-undang Desa) menyebutkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa (yang selanjutnya disingkat BPD) mempunyai fungsi pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa baik menyangkut administrasi maupun keuangan desa, namun pengawasan tersebut perlu diperkuat karena pada tahun 2017 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (yang selanjutnya disingkat Kementerian Desa PDTT) mencatat 900 kasus penyalahgunaan dana desa yang dilakukan oleh Kepala Desa. Sehingga pengawasan oleh BPD perlu diperkuat dengan lembaga pengawas yang memang mempunyai wewenang untuk mengawasi pengelolaan dana desa. Bila ditelaah, dana desa merupakan bagian dari keuangan negara karena berasal dari APBN, dimana APBN merupakan ruang lingkup dari keuangan negara sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Oleh karena itu, pengawasan terhadap pengelolaan dana desa haruslah kuat, sehingga lembaga yang mengawasi pengelolaan keuangan negara seharusnya juga berperan dalam mengawasi pengelolaan dana desa. Berdasarkan hal diatas, maka penulis membuat karya ilmiah yang berjudul “KAJIAN TERHADAP LEMBAGA PENGAWAS PENGELOLAAN DANA DESA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM KEUANGAN NEGARA”.
Dengan latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, rumusan masalah yang diangkat yaitu :
-
1. Bagaimanakah pengaturan terkait lembaga pengawas
pengelolaan dana desa di Indonesia ?
-
2. Bagaimanakah kewenangan lembaga pengawas pengelolaan keuangan negara dalam mengawasi pengelolaan dana desa ditinjau dari perspektif hukum keuangan negara?
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaturan terkait lembaga pengawas pengelolaan dana desa di Indonesia dan untuk mengetahui kewenangan lembaga pengawas pengelolaan keuangan negara dalam mengawasi pengelolaan dana desa ditinjau dari perspektif hukum keuangan negara.
Merujuk pada latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka jenis penulisan jurnal ilmiah ini adalah penelitian hukum normatif, karena yang diteliti adalah bahan pustaka atau data sekunder.2
Pendekatan yang diterapkan dalam penulisan ini adalah Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.3
Sumber bahan hukum adalah subjek darimana bahan hukum dapat diperoleh.4 Penulisan ini dilakukan dengan meneliti bahan pustaka yang merupakan data dasar dalam penelitian digolongkan sebagai jenis data sekunder.5 Kemudian sumber data sekunder yang penulis gunakan yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari UUD NRI 1945, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan obyek pembahasan. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yakni rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian seperti jurnal hukum dan buku-buku hukum.
Penulisan ini merupakan penelitian hukum normatif sehingga penulis memilih menggunakan studi kepustakaan sebagai alat pengumpul data dengan mengumpulkan berbagai bahan yang relevan dengan permasalahan yang dikaji dalam jurnal ilmiah ini.
Teknik Analisis dalam penulisan ini yaitu teknik deksripsi, dan teknik argumentasi. Yang dimaksud teknik deskripsi yaitu uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari
berbagai proposisi hukum bahkan non hukum. Sedangkan teknik argumentasi berkaitan dengan teknik evaluasi karena didasarkan pada alasan yang bersifat penalaran hukum.
-
2.2 Hasil dan Analisis
-
2.2.1 Pengaturan terkait Lembaga Pengawas Pengelolaan Dana Desa di Indonesia
-
Pengawasan dari segi hukum administrasi negara dimaknai sebagai proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan.6 Pengawasan terhadap Pengelolaan dana desa sangat penting untuk mencegah adanya penyalahgunaan dana dari oknum-oknum tertentu. Pengaturan terkait lembaga Pengawasan Pengelolaan Dana Desa di Indonesia terutama terdapat dalam Pasal 55 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memuat mengenai fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa terhadap kinerja Kepala Desa. Pengawasan dimaknai sebagai pengawasan dalam hal penggunaan anggaran yakni pengelolaan dana desa. Pengaturan terkait Lembaga Pengawas Pengelolaan Dana Desa di Indonesia, selain Pasal 55 Undang-undang Desa tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
-
1. Ditinjau dari Pasal 48 huruf c juncto Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa, kepala Desa wajib menyampaikan laporan keterangan penyelengaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan
Desa setiap akhir tahun anggaran yang paling tidak memuat pelaksanaan peraturan Desa, dimana laporan tersebut akan digunakan oleh BPD dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa.
-
2. Ditinjau dari Pasal 2 dan 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, yang menyatakan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa meliputi administrasi pemerintahan desa yang salah satunya dilakukan terhadap keuangan desa (meliputi dana desa) dimana pengawasan tersebut dilakukan oleh Pejabat Pengawas Pemerintah pada Inspektorat Kabupaten/Kota.
-
3. Ditinjau dari Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Pasal 44 ayat (1) menyebutkan bahwa, Pemerintah Provinsi wajib membina dan mengawasi pemberian dan penyaluran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, dan Bagi hasil Pajak dan Retribusi Daerah dari Kabupaten/Kota kepada Desa, serta pasal 44 ayat (2) menyatakan bahwa, Pemerintah Kabupaten / Kota wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Namun, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang dinyatakan dalam ketentuan pasal tersebut tidaklah spesifik dan masih mengandung makna yang luas, karena tidak menyebutkan lembaga atau institusi mana dalam Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang berwenang mengawasi pengelolaan dana desa.
Berdasarkan paparan diatas, lembaga pengawas yang lebih dominan disebutkan dalam peraturan perundang-undangan
untuk mengawasi pengelolaan dana desa adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa dengan ditetapkan secara demokratis yang disebut Badan Permusyawaratan Desa (BPD), disamping pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait lembaga pengawasan pengelolaan dana Desa terbilang minim, karena menitikberatkan pengawasan pada BPD. Hal ini akan disinyalir membuka peluang terjadinya penyalahgunaan dana desa yang berujung pada tindak pidana korupsi. Berdasarkan hal tersebut Penulis berpandangan bahwa, pengawasan dana desa perlu diperkuat dan dikoordinir oleh lembaga pengawas yang mempunyai wewenang untuk memperkuat pengawasan yang dilakukan oleh BPD.
-
2.2.2 . Kewenangan Lembaga Pengawas Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Mengawasi Pengelolaan Dana Desa Ditinjau Dari Perspektif Hukum Keuangan Negara
Pengawasan memegang peranan penting dalam memastikan agar pengelolaan dana desa berjalan dengan akuntabel, transparan, dan partisipatif demi kemaslahatan umum masyarakat desa. Pengawasan yang ketat, terkontrol, profesional dan berintegritas menjadi prasyarat penting, Pengawasan pengelolaan keuangan desa sesungguhnya diawasi secara berlapis oleh banyak pihak.7 Apabila ditelaah dari perspektif hukum keuangan negara, dana desa merupakan bagian dari keuangan negara karena berasal dari APBN yang ditransfer ke APBD
kemudian dialokasikan ke Desa menjadi APBDes. Sehingga lembaga pengawas pengelolaan dana desa seharusnya adalah lembaga yang mengawasi pengelolaan keuangan negara. Hukum keuangan negara mengenal dua jenis pengawasan dalam pengelolaan keuangan negara menurut ruang lingkupnya yaitu pengawasan intern (internal control) dan pengawasan ekstern (extern control). Pengawasan Intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh unit pengawas intern organisasi yang diawasi, dimana tugasnya adalah membantu fungsi pengawasan pimpinan organisasi serta membantu menyusun laporan pelaksanaan kegiatan organisasi, dengan membentuk suatu organisasi khusus yang menangani secara menyeluruh pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran negara.8 Pengawasan intern pengelolaan keuangan negara dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional yang terdiri dari:
-
1. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang merupakan aparat pengawasan internal pemerintah;
-
2. Inspektorat Jenderal Departemen yang merupakan aparat pengawasan internal departemen yang bersangkutan;
-
3. Inspektorat Daerah Provinsi yang merupakan aparat pengawasan internal pemerintah daerah tingkat I yang bersangkutan;
-
4. Inspektorat Daerah Kabupaten/Kota yang merupakan aparat pengawasan internal pemerintah daerah tingkat II/ kotamadya yang bersangkutan.9
Penekanan pengawasan intern ditekankan pada BPKP karena merupakan koordinator dari pengawas internal
dibawahnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (APIP) yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden dan berwenang melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi: kegiatan yang bersifat lintas sekoral, kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan kegiatan lain berdasarkan penugasan lain dari Presiden. Kemudian berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menyatakan bahwa BPKP mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan Nasional. Terkait dengan kewenangan dalam mengawasi dana desa, belum ada aturan secara spesifik yang mengatur mengenai wewenang BPKP, karena peraturan yang menyangkut BPKP masih sebatas Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. BPKP dibentuk Pemerintah Orde Baru dengan struktur organisasi yang menjangkau ke seluruh daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, namun BPKP melakukan pengawasan hanya dari segi kegiatan pemerintahan dan pembangunan.10
Pengawasan eksternal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh badan yang terdapat di luar lingkungan unit organisasi yang bersangkutan. Pengawasan ini dilakukan oleh suatu badan yang ditetapkan dalam Pasal 23 ayat (5) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa, “untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang, hasil
pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” Dengan ketentuan tersebut, secara filosofis tugas yang diatur UUD NRI 1945 kepada Badan Pemeriksa Keuangan (yangs elanjutnya dissingkat BPK), yaitu sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang ditekankan pada supreme audit. Serta Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) sebagai suatu lembaga ekstrastruktural (state auxiliary agency) dalam hal terdapat indikasi kuat dilakukannya tindak pidana korupsi.11 Dalam hukum keuangan negara, penekanan pengawasan eksternal yaitu terletak pada Badan Pemeiksa Keuangan (BPK). Wewenang BPK terdapat pada ketentuan Pasal 2 dan pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara, menyatakan bahwa BPK diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara yang meliputi seluruh unsur keuangan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dimana salah satu ruang lingkupnya adalah APBN yang merupakan sumber dari dana desa. Sehingga dana desa merupakan bagian dari keuangan negara yang wajib diawasi dan diaudit oleh BPK, sebagai lembaga yang membantu pengawasan yang dilakukan oleh BPD, namun untuk mengefisiensikan dana dan waktu, pengawasan dilakukan secara sampling audit berbasis resiko dengan mempertimbangkan tingkat resiko dan rawannya penyalahgunaan dana desa yang ada di setiap daerah di Indonesia. Dengan kedudukannya tersebut, BPK sebagai lembaga pengawas yang “makro strategis”, yang secara filosofis BPK seharusnya memandang keuangan negara dari persfektif “hutannya” keuangan negara, bukan “jenis kayunya”
keuangan negara. Dengan demikian, tujuan utama untuk memeriksa tanggungjawab keuangan negara secara agregat dapat terpenuhi, disamping menilai kinerja berdasarkan kebijakan mikro maupun makro ekonomi.12 Dalam menjalankan fungsinya BPK dapat menjalin kerjasama dengan aparat pengawas intern, yakni BPD melalui mekanisme koordinasi.
-
1. Pengaturan terkait lembaga pengawas pengelolaan dana desa di Indonesia, selain diatur dalam Undang-undang Desa, juga diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014, Permendagri Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa serta Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang menitikberatkan pengawasan dana desa pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD), disamping pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah Kabupaten/Kota.
-
2. Dana desa bersumber dari APBN yang merupakan unsur dari keuangan negara, sehingga wajib diawasi oleh pengawas pengelolaan keuangan negara. Dalam Hukum Keuangan Negara dikenal dua jenis pengawasan menurut ruang lingkupnya yaitu internal (BPKP) dan eksternal (BPK). Dari kedua lembaga tersebut yang berwenang mengawasi dana desa adalah Badan pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai supreme audit, didasarkan pada ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1)
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara, menyatakan bahwa BPK diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara yang meliputi seluruh unsur keuangan negara. Dari ketentuan tersebut, dana desa juga merupakan bagian dari “seluruh keuangan negara” yang dimaksud. Namun untuk mengefisiensikan dana dan waktu, pengawasan yang dilakukan BPK, secara sampling audit berbasis resiko dengan mempertimbangkan tingkat resiko dan kerawanan penyalahgunaan dana desa melalui mekanisme koordinasi dengan BPD sebagai lembaga pengawas intern desa.
Pemerintah selaku penyusun peraturan perundang-undangan perlu menyusun peraturan tentang pengawasan terkait alokasi dana dari APBN ke desa, yang mengamanatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang membantu BPD dalam mengawasi dan mengaudit pengelolaan dana desa melalui mekanisme koordinasi dengan BPD.
-
IV. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharismi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud, 2009, Penelitian Hukum, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.
Soekanto, Soerjono 2004, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
-
, 2015, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Atmadja, Arifin P. Soeria 2010, Keuangan Publik Dalam Persfektif Hukum: Teori, Praktik dan Kritik, Cet. II, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta.
Tjandra, Riawan, 2009, Hukum Keuangan Negara, PT Grasindo, Jakarta.
Reflay Ade Sagita dan Widayati, 2017, “Pengawasan Penggunaan Dana Transfer Untuk Menjamin Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa Di Kabupaten Wonosobo”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas UNISULLA, Semarang.
Jumadil Awwal, 2018, “Presiden Akui Ada 900 Kades Tersangkut Kasus Dana Desa”, Republika.co.id, URL: http://m.republika.co.id/amp_version/oy00if409 diakses tanggal 10 Januari 2018.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495).
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400).
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286).
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717).
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Indonesia Tahun 2015 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5694).
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890).
Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 400)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Negara.
16
Discussion and feedback