PERUBAHAN STATUS PERKAWINAN DI DALAM KTP ELEKTONIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
on
PERUBAHAN STATUS PERKAWINAN DI DALAM KTP ELEKTONIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
Oleh:
Ni Kadek Dessi Dwi Yanti∗
Cokorda Istri Anom Pemayun**
Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Dalam mewujudkan tujuan nasional melalui tertib administrasi, Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan program Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik yang masa berlakunya adalah seumur hidup. Dan dampak yang ditimbulkan adalah adanya masalah terkait perubahan data seperti mengubah status perkawinan dari belum kawin menjadi kawin. Tujuan dari penulisan jurnal ilmiah ini adalah untuk memahami pengaturan terkait perubahan data didalam e-KTP. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Sumber hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Kesimpulan dari penulisan jurnal ilmiah ini adalah untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat merugikan pemilik e-KTP maka sangat penting melakukan perubahan data status perkawinan didalam e-KTP dan perubahan tersebut dapat dilakukan dengan melaporkannya ke instansi pelaksana.
Kata Kunci : Administrasi Kependudukan, Perubahan Data, E-KTP.
ABSTRACT
In realizing national goals through an administrative order, the interior ministry issued an electronic-based identity card program that has a lifetime of validity, affecting the data changes if want to change the material status from unmarried to marry. The purpose of writting this journal is to understand the arragement of data changes in e-ktp. The research method use normative legal research with approach of
legislation and conceptual. Sourches of legal materials used in the form of primary, secondary, and tertiary, to anticipate things that could harm the owner of e-KTP it is necessary to make changes data marital status and changes can be done by reporting it to the executing agency.
Keywords: Population Administration, Data Change, Electronic Identity Card.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI) terbagi atas daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang memiliki tujuan dalam pembangunan nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Pemerintah mengeluarkan program Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP yang dilatarbelakangi dengan adanya KTP konvensional yang memungkinkan seseorang untuk memilikinya lebih dari satu. Munculnya hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah tidak adanya basis data yang terpadu. Dengan adanya Kartu Tanda Penduduk ganda tersebut dapat digunakan untuk melakukan perbuatan curang seperti mengindari pajak, dapat dengan mudah membuat paspor, sebagai pengamanan korupsi, dan untuk teroris dapat digunakan sebagai perisai identitas. Dari hal itu Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan program e-KTP yang berbasis pada teknologi.1
Kartu tanda penduduk atau e-KTP didalamnya terdapat dokumen kependudukan dengan pengamanan yang baik yang dilengkapi dengan rekaman sidik jari. Berbeda dengan KTP konvensional, e-KTP tidak memungkin adanya kepemilikan ganda, hal itu justru dapat meminimalisir perbuatan yang bertentangan
dengan hukum. Menurut E. Utrecht sumber hukum administrasi negara yang pertama dan kedua (UU dan Konvensi) dapat diterima oleh semua sarjana sebagai sumber hukum yang mandiri, sedangkan sumber hukum yang ketiga dan keempat (Yurisprudensi dan Doktrin) masih ditandai oleh adanya perbedaan pendapat dikalangan sarjana,2 dari pendapat E. Utrecht yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai sumber hukum administrasi negara maka dapat ditarik sumber hukum yang mandiri dari E-KTP diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Administrasi sebelumnya, Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional, serta Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010 tentang perubahan Perpres Nomor 26 Tahun 2009. Dengan dibentuknya peraturan tersebut menjadi dasar hukum e-KTP maka keberlakuannya menyeluruh wilayah NKRI.
Ketentuan mengenai penerapan KTP berdasarkan NIK menjadi landasan dalam pembentukan e-KTP yang dalam Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 menentukan KTP berbasis NIK adalah KTP yang memiliki spesifikasi khusus yang berlaku sebagai identitas resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana. Disamping berbasis NIK, E-KTP juga dilengkapi dengan sistem pengamanan khusus dimaksudkan untuk melindungi data dan informasi pribadi penduduk. Selain itu terkait dengan masa berlakunya e-KTP berbeda dengan KTP konvensional, yang dimana E-KTP memiliki masa berlaku yang ketentuannya tercantum pada pasal 64 ayat 7a pada
intinya menyatakan e-KTP untuk Warga Negara Indonesia adalah dengan masa berlaku seumur hidup. Dengan masa berlakunya tersebut menimbulkan dampak yaitu terkait pada E-KTP yang hendak dilakukannya perubahan pada elemen data khususnya status perkawinan dari belum kawin menjadi kawin. Perubahan data status perkawinan didalam e-KTP merupakan hal yang penting untuk kelangsungan kehidupan bernegara karena didalam kehidupan bernegara tidak terlepas dari hal-hal yang sifatnya administrasi. Berdasarkan pada hal tersebut maka penulis mengkaji analisa yang berjudul “PERUBAHAN STATUS PERKAWINAN DIDALAM KTP ELEKTRONIK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN”
Dengan adanya latar belakang tersebut, maka adapun rumusan masalah yang menurut penulis patut di angkat adalah :
-
1. Apakah urgensi mengubah status perkawinan didalam e-KTP ?
-
2. Bagaimanakah pengaturan tentang melakukan perubahan elemen data khususnya status perkawinan didalam e-KTP dilihat dari dari Undang-Undang Administrasi Kependudukan ?
Tujuan penulisan jurnal ilmiah ini dimaksudkan untuk lebih memahami pengaturan tentang perubahan status perkawinan didalam e-KTP ditinjau dari Undang-Undang Administrasi Kependudukan.
Penulis menggunakan penelitian normatif dalam membuat jurnal ilmiah ini. Penelitian normatif atau penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai sistem norma. Sistem norma tersebut adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari perturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.3
Pada penulisan jurnal ilmiah ini diperggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan yang meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang ditangani. Sedangkan pendekatan konseptual melihat dari doktrin atau pandangan yang berkembang di dalam ilmu hukum.4
Berikut bahan hukum yang dipergunakan dalam jurnal ilmiah ini yaitu :
-
1. Bahan hukum primer yang terdiri dari bahan hukum yang mengikat yaitu UUD NRI 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
-
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan dari pada bahan hukum primer, seperti misalnya rancangan hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan lain sebagainya.
-
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus dan indeks kumulatif.5
Dalam jurnal yang menggunakan penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan dan bahan hukum dengan menafsirkan dan mengkaji peraturan perundang-undangan. Dengan mencari bahan-bahan dalam buku-buku terkait permasalahan untuk kemudian dikutip bagian-bagian penting dan selanjutnya di susun secara sistematis sesuai dengan pembahasan dalam penelitian ini.6
Dalam penelitian hukum normatif, pada analisis normatif dipergunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber penelitiannya. Adapun tahapannya meliputi, merumuskan dasar-dasar hukum, merumuskan pengertian hukum, pembentukan standar-standar hukum, perumusan kaidah-kaidah hukum.7
Administrasi kependudukan merupakan suatu kegiatan penataan dan penertiban dokumen, data kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, Pengelolaan Informasi Penduduk. Kegiatan administrasi kependudukan tersebut dilakukan melalui program e-KTP. Kartu Tanda Penduduk Elektronik dimiliki oleh Penduduk dengan keberlakuan yang nasional didalam BAB X UUD 1945 Pasal 26 ayat (2) mencantumkan penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Sehingga Kartu Tanda Penduduk atau e-KTP merupakan dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan atau pengendalian yang berbasis database kependudukan nasional. Penduduk hanya boleh memiliki satu kartu tanda penduduk, dan untuk Warga Negara Indonesia tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK) didalamnya. NIK merupakan dasar identitas yang tunggal dan berlaku seumur hidup.
Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) bertujuan untuk mempercepat dan mendukung dibangunnya database kependudukan secara nasional. Terkait dengan urgensi penduduk melakukan perubahan pada data didalam kartu tanda penduduk elektronik baik itu menambah gelar, mengganti alamat tempat tinggal, dan khususnya dalam mengganti status perkawinan.
Melakukan perubahan status perkawinan didalam e-KTP sangatlah penting, karena timbulnya hak dan kewajiban yang baru setelah laki-laki dan perempuan melakukan perkawinan, missal untuk perempuan dan laki-laki yang telah menikah tidak dapat
melakukan hal-hal yang penting tanpa persetujuan pasangannya misal melakukan perjanjian jual beli asset, pengajuan kredit, kemudian didalam mencari nafkah seperti melamar pekerjaan dan hal yang paling penting adalah apabila memiliki keturunan maka diperlukan dokumen yang merupakan syarat pembuatan akta kelahiran salah satunya adalah e-KTP suami-istri, hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Selain merupakan identitas dari seorang anak, akta kelahiran juga menentukan status hukum seseorang yang dimana berdasarkan akta kelahiran seorang anak dapat mengetahui siapa orang tuanya yang sah menurut hukum negara, selain itu akan mempermudah anak tersebut menjalani kehidupannya kelak agar anak tersebut memperoleh pelayanan publik dari pemerintah dan non-pemerintah kedepannya. Apabila tidak dilakukannya perubahan status perkawinan didalam e-KTP tentu akan mempersulit dan bahkan merugikan pemilik e-KTP dan orang-orang disekitarnya baik itu keluarga maupun oranglain dimana pelayanan publik dari pemerintah dan non-pemerintah akan terkendala. Terkait dengan peran dan fungsi dari kartu tanda penduduk elektronik yang telah disebutkan diatas maka sangatlah penting melakukan perubahan status perkawinan didalam e-KTP. Sehingga penduduk dapat diberikan perlindungan dan pelayanan secara maksimal serta menciptakan keakuratan data penduduk yang dapat mendukung terwujudnya program pembangunan.
-
2.2.2 Pengaturan Tentang Melakukan Perubahan Elemen Data Khususnya Status Perkawinan Didalam E-Ktp Dilihat Dari Dari Undang-Undang Administrasi Kependudukan.
Dalam melaksanakan pembangunan pemerintah wajib mendata mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kependudukan tersebut dilaksanakan dengan pencatatan administrasi kependudukan.8 Salah satunya adalah melalui Kartu Tanda Penduduk. Kartu Tanda Penduduk adalah identitas yang memiliki kekuatan dan merupakan bukti diri yang dimana diterbitkan oleh instansi pelaksana yang keberlakuannya secara nasional atau diseluruh kawasan NKRI. Di dalam e-KTP terdiri dari nama, tempat dan tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, agama, pekerjaan, kewarganegaraan dan juga status perkawinan. Apabila seseorang hendak mengubah atau mengganti status perkawinannya itu merupakan suatu peristiwa penting. Dalam Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil tercantum bahwa peristiwa penting adalah kejadian yang dialami seseorang. Perkawinan merupakan salah satu dari peristiwa penting, maka dari itu melakukan perubahan status perkawinan merupakan hal yang sangat dapat menimbulkan akibat hukum bagi subjeknya. Melakukan perubahan status perkawinan harus memenuhi persyaratan seperti fotocopy Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk yang lama dan surat keterangan atau bukti perubahan peristiwa dan peristiwa penting oleh karena itu maka hal utama yang harus dilakukan adalah dengan terlebih dahulu mencatatkan perkawinan pada catatan sipil untuk mendapatkan akta perkawinan. Kemudian langkah selanjutnya dengan membuat kartu keluarga yang tidak
tergabung dengan orang tua. Selanjutnya dilaporkan pada perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggungjawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi Kependudukan setelah semua persyaratan terpenuhi.
Ketentuan Pasal 64 ayat (8) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyatakan dalam hal terjadi perubahan elemen data, adanya kerusak, atau kehilang, penduduk pemilik KTP-el memiliki kewajiban untuk melaporkannya kepada Instansi Pelaksana untuk dilakukan perubahan atau penggantian. Dilanjutkan pada ayat (9) dalam hal KTP-el rusak atau hilang, penduduk wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana yaitu dapat dilaporkan melalui camat atau lurah atau kepala desa paling lambat 14 (empat belas hari) dan melengkapi surat pernyataan terjadinya rusak atau kehilangan.
Melakukan perubahan status perkawinan didalam Kartu Tanda Penduduk Elektronik dilakukan dengan melakukan perubahan melalui penggantian e-KTP yang belum diubah menjadi e-KTP yang baru yang telah diadakan perubahan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil yang merupakan peraturan pelaksana yang pada Bab II mengenai Pendaftaran Penduduk , paragraf 3 hanya termuat mengenai Penerbitan Kartu Tanda Penduduk, dipenjelasannya dicantumkan cukup jelas. Rumusan pasal tersebut tidak memberikan penjelasan yang spesifik mengenai Penerbitan Kartu Tanda Penduduk. Dapat ditafsirkan Penerbitan atau diterbitkannya kembali sama dengan membuat ulang dengan yang baru, bukan melakukan perpanjangan. Pasal-Pasal
didalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan tidak secara tegas mencantumkan keberlakuan dari Kartu Tanda Penduduk Elektronik ini tetapi dapat dihat pada pasal 101 huruf c yang menyatakan bahwa KTP-e yang sudah diterbitkan sebelum Undang-Undang ini tetap berlaku seumur hidup. Dengan demikian perubahan elemen data dalam Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang telah diterbitkan sebelum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tetap dapat dilakukan sama halnya dengan KTP-e yang diterbitkan setelah Undang-Undang tersebut diberlakukan. Hal tersebut ditekankan kembali oleh Kementerian Dalam Negeri dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 470/295/SJ perihal KTP elektronik berlaku seumur hidup. Surat edaran yang dikeluarkan tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum tetapi hanya untuk memperjelas makna peraturan dan didalamnya memuat petunjuk. Surat edaran pada intinya didalamnya terdapat penginformasian, penjelasan-penjelasan dan/atau petunjuk cara melaksanakan sesuatu hal tertentu yang dianggap penting dan sangat genting serta kekuatan hukumnya tidak mengikat keluar Serta hanya merupakan peraturan kebijakan dan tidak ada sanksi hukum bagi yang tidak mematuhinya. Perubahan status perkawinan didalam e-KTP dapat dilakukan pada e-KTP yang telah diterbitkan sebelum Undang-Undang Administrasi Kependudukan berlaku dan e-KTP yang terbit setelah Undang-Undang Administrasi Kependudukan berlaku, walaupun e-KTP berlaku seumur hidup dan dilakukannya penerbitan pencetakan ulang e-KTP dengan data yang baru sehingga tidak perlu melakukan perpanjangan seperti halnya dalam Kartu Tanda Penduduk konvensional.
-
1. Urgensi Mengubah Status Perkawinan dalam e-KTP berkenaan dengan timbulnya hak dan kewajiban baru setelah melangsungkan perkawinan, seperti melamar pekerjaan, membuat akta kelahiran bagi keturunannya agar mendapatkan pelayanan publik dari pemerintah maupun non pemerintah, apabila perubahan status perkawinan didalam e-KTP tidak dilakukan maka pelayanan publik dari pemerintah maupun non pemerintah akan terkendala.
-
2. Pengaturan tentang melakukan perubahan elemen data khususnya status perkawinan didalam e-KTP dilihat dari dari Undang-Undang Administrasi Kependudukan adalah dapat dilakukan dengan melaporkannya kepada instansi pelaksana dengan dilakukannya perubahan serta penggantian terhadap e-KTP yang lama.
-
1. Melakukan perubahan status perkawinan di dalam e-KTP sangatlah penting bagi kehidupan bernegara agar penduduk mendapatkan pelayanan publik yang optimal, maka dari itu penulis berharap jurnal ini dapat dijadikan referensi pemerintah dalam membuat peraturan perundang-undangan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
-
2. Sebaiknya Pemerintah menetapkan sanksi administratif berupa denda bagi masyarakat yang belum melakukan perubahan elemen data dalam e-KTP, guna menimbulkan efek jera dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurus e-KTP.
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2014, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
-
E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Fakultas Hukum dan Pengetahuan masyarakat UNPAD, Bandung.
Marzuki, Peter Mahmud, 2016, Penelitian Hukum, Cet.XII, Kencana, Jakarta.
ND Fajar Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Hukum Empiris, Putaka Pelajar,
Yogyakarta.
Soenarjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.III, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Arya Andika Yasa, I Komang, 2017, Efektivitas Pencatatan Kelahiran Berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 2006 (Studi Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kab.Gianyar), Kertha Negara, Vol. 01, No. 03, Mei 2013, Denpasar.
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4674)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475).
Admin Situs Resmi e-KTP, 2011, “Apa dan Mengapa e-KTP”, URL:http:/www.e-ktp.com/2011/06/hello-world/, diakses
tanggal 19 Februari 2017.
14
Discussion and feedback