KONSEKUENSI YURIDIS TERHADAP ADDENDUM NASKAH PERJANJIAN HIBAH DAERAH YANG TELAH DITANDA TANGANI

Oleh

Dewa Ayu Made Nita FitrianingratI Ketut Markeling**

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pada dasarnya merupakan suatu naskah perjanjian hibah yang dilakukan antara pemerintah daerah dengan penerima hibah dimana dana hibah tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Hibah daerah harus digunakan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam NPHD. Apabila NPHD sudah ditanda tangani maka artinya telah melekat hak dan kewajiban yang mengikat bagi kedua belah pihak untuk mengikuti segala ketentuan dalam NPHD tersebut. Oleh karena itu apakah dimungkinkan apabila NPHD yang telah disepakati atau telah ditanda tangani diubah (addendum) padahal NPHD tersebut dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam melaksanakan kegiatan yang disepakati. Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk melakukan addendum terhadap NPHD dan untuk mengetahui bagaimanakah konsekuensi yuridis terhadap addendum NPHD tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan analisa konsep hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk melakukan addendum terhadap NPHD karena hibah daerah merupakan salah satu perbuatan hukum bersegi satu. Selain itu addendum NPHD membawa akibat hukum yaitu tidak diperlukan adanya registrasi ulang terhadap NPHD hasil addendum untuk menghindari adanya kekacauan dalam pertanggungjawaban hibah daerah tersebut.

Kata Kunci: naskah perjanjian, hibah daerah, addendum.

Abstract

The Regional Grant Agreement Document (NPHD) is basically a grant agreement between the local government and the grantee in which the grant is sourced from the Regional Revenue Budget. Regional grants should be used in accordance with what has been specified in the NPHD. If the NPHD has been signed, it means that it has attached the binding rights and obligations for both parties to comply with any provision in the NPHD. Therefore is it possible if NPHD that has been agreed or has been signed (addendum) when NPHD is used as a reference or guidance in carrying out activities agreed. The purpose

of this study is to find out whether local governments have the authority to addendum to the NPHD and to know how the juridical consequences of the NPHD addendum. The method used in this research is the normative legal research method that uses the approach of legislation and legal concept analysis. The research result shows that local governments have the authority to addendum to NPHD because the grant awarding area is one of the actions of one-sided law. Additionally, the NPHD addendum brings legal consequences: no re-registration of NPHD of addendum is needed to avoid any confusion in the accountability of the grant.

Keywords: agreement document, regional grant, addendum.

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1  Latar Belakang Masalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “hibah” dapat diartikan sebagai pemberian secara sukarela dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.1 Kata “hibah” memiliki 2 (dua) makna yaitu hibah yang berkaitan dengan personal atau individu sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan hibah yang terkait dengan keuangan negara atau keuangan daerah.2 Pasal 1666 KUHP Perdata pada dasarnya menentukan bahwa hibah merupakan persetujuan atau perjanjian dimana pihak yang menghibahkan menyerahkan atau melepaskan sesuatu benda untuk keperluan penerima hibah secara cuma-cuma dan tak dapat ditarik kembali. Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 27 ayat (7) huruf f PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dijelaskan bahwa hibah diberikan dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak secara terus menerus. Tujuan dari adanya hibah dalam pengelolaan keuangan daerah

adalah untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Jadi pada dasarnya terdapat kesamaan konsep antara hibah dalam hukum perdata dengan hibah dalam hukum keuangan negara yang berarti pemberian secara sukarela. Akan tetapi objek hibah dalam hukum keuangan negara lebih luas karena objek yang dapat dihibahkan dapat berupa uang/barang atau jasa.

Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Begitupula dengan hibah daerah juga harus dituangkan dalam suatu naskah perjanjian yang disebut dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Berdasarkan Permendagri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD, NPHD pada dasarnya merupakan suatu naskah perjanjian hibah yang dilakukan antara pemerintah daerah dengan penerima hibah dimana dana hibah tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Bertitik tolak dari pengertian tersebut maka ruang lingkup pembahasan hibah daerah yang dimaksud adalah hibah antara pemerintah daerah sebagai pemberi hibah dengan subjek hukum lain sebagai penerima hibah.

Dalam Pasal 44 Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Permendagri No. 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Permendari No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menentukan bahwa hibah harus digunakan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam NPHD. Dalam Hal NPHD sudah

ditanda tangani berarti telah melekat hak dan kewajiban yang mengikat bagi kedua belah pihak untuk mengikuti segala ketentuan dalam NPHD yang tersebut. Oleh karena itu apakah dimungkinkan apabila NPHD yang telah disepakati atau dalam hal ini telah ditanda tangani diubah padahal NPHD tersebut dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam melaksanakan kegiatan yang disepakati?

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diangkat dua rumusan masalah yaitu apakah pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam melakukan perubahan (addendum) terhadap naskah perjanjian hibah daerah? Selain itu bagaimana konsekuensi yuridis terhadap perubahan naskah perjanjian hibah daerah tersebut?

  • 1.2    Tujuan

    • 1.2.1    Untuk mengidentifikasi apakah Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam melakukan addendum terhadap naskah perjanjian hibah daerah.

    • 1.2.2    Untuk mengetahui bagaimana konsekuensi yuridis terhadap addendum naskah perjanjian hibah daerah tersebut.

  • II.   ISI MAKALAH

    • 2.1  Metode Penelitian

      • 2.1.1    Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau dapat diartikan dengan

hukum yang dikonsepkan sebagai kaedah serta dijadikan pedoman bagi manusia dalam berperilaku.3

  • 2.1.2    Jenis Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, serta pendekatan analisa konsep hukum. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah pendekatan yang menggunakan legislasi dan regulasi namun tidak hanya melihat bentuk perundang-undangannya saja melainkan juga mengkaji materi yang termuat didalamnya, alasan lahirnya undang-undang dan ratio legis dari ketentuan undang-undang.4 Sedangkan pendekatan analisa konsep hukum (analytical and conceptual approach) digunakan untuk menelaah konsep-konseo hukum yang terkandung dalam berbagai instrument hukum primer, maupun sumber lain yang berkaitan dengan isu yang sedang dibahas.

  • 2.1.3    Sumber Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan bahan hukum yang bersumber dari bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa doktrin, buku-buku hukum, dan jurnal hukum. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan sumber yang didapat dari internet dalam hal ini diposisikan sebagai bahan hukum tersier yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.5

  • 2.1.4    Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah suatu teknik pengumpulan bahan hukum yang dilaukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analysis.6 Teknik ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan konsekuensi yuridis addendum NPHD antara pemerintah daerah sebagai pemberi hibah dengan subjek hukum lain sebagai penerima hibah.

  • 2.1.5    Teknik Analisis Bahan Hukum

Seluruh bahan hukum yang sudah dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya dianalisa dengan teknik deskripsi yaitu suatu teknik yang menguraikan suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum secara apa adanya.7

  • 2.2    Hasil Dan Analisis

    • 2.2.1    Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Melakukan

Addendum Terhadap Naskah Perjanjian Hibah Daerah

Kewenangan adalah kekuasaan yang diberikan oleh atau berasal dari perundang-undangan, sedangkan wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan hukum publik. Jadi dari kewenangan tersebut akan melahirkan beberapa wewenang.8

Kewenangan didalamnya mengandung hak dan kewajiban9. Hak berisi kebebasan untuk melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban adalah keharusan dalam melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.10 Jadi kewenangan untuk melakukan suatu tindakan tertentu harus berasal dari suatu peraturan perundang-undangan yang artinya tindakan-tindakan yang dimaksud merupakan tindakan pemerintah yang berdasarkan atas hukum.

Tindakan pemerintah yang berdasarkan atas hukum adalah suatu tindakan pemerintah kepada masyarakat yang dapat menimbulkan akibat hukum yang terdiri dari tindakan hukum privat dan tindakan hukum publik. Tindakan hukum privat yaitu dalam menjalankan tugasnya pemerintah menggunakan aturan-aturan hukum privat. Sedangkan tindakan hukum publik dapat dibagi menjadi 2 (dua) hal yaitu tindakan hukum publik bersegi satu dan tindakan hukum publik bersegi dua. Tindakan hukum publik bersegi satu adalah tindakan hukum oleh pemerintah yang bersifat sepihak karena dilakukan atau tidak dilakukannya tergantung pada kehendak pemerintah. Sedangkan tindakan hukum publik bersegi dua adalah tindakan hukum oleh pemerintah yang akibat hukumnya baru dapat timbul setelah adanya kata sepakat antara pemerintah dengan pihak lainnya.

Negara dan daerah sebagai badan hukum publik sering disebut sebagai badan hukum sui generis, artinya negara atau daerah sebagai badan hukum publik secara bersamaan tidak hanya dapat berstatus badan hukum publik, tetapi sekaligus juga dapat berperan sebagai badan hukum privat. Dengan demikian,

negara atau daerah tidak hanya dapat melaksanakan fungsi publik saja, tetapi juga dapat bertindak sebagai subjek hukum perdata.11

Pendapat para sarjana lain juga mengemukakan bahwa pemerintah daerah bertindak melalui dua macam peranan yakni sebagai pelaku hukum publik (public actor) yang artinya menjalankan kekuasaan publik dan sebagai hukum keperdataan (civil actor) yang artinya melakukan berbagai perbuatan hukum keperdataan seperti misalnya mengadakan perjanjian seperti jual beli, sewa menyewa bahkan penghibahan.12

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa hibah atau hibah daerah dapat dikategorikan sebagai perbuatan hukum bersegi satu karena beranjak dari pengertian hibah itu sendiri yang merupakan pemberian secara cuma-cuma dari satu pihak ke pihak yang lain. Seiring dengan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam melakukuan addendum terhadap suatu NPHD. Walaupun hibah dituangkan dalam bentuk perjanjian yang berarti memerlukan adanya persesuaian kehendak diantara kedua belah pihak, tetap saja bahwa hibah daerah yang dituangkan dalam NPHD mencerminkan adanya hubungan yang bersifat subordinatif antara pemberi hibah yang dalam ini adalah pemerintah daerah dengan penerima hibah. Hal tersebut dikarenakan segala hal yang berkaitan dengan pemberian hibah bergantung pada kesanggupan dari pemberi hibah. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam NPHD mencerminkan adanya hubungan hukum berupa penghibahan baik berupa uang/barang atau jasa dari pemerintah

daerah sebagai pemberi hibah dengan subjek hukum lain sebagai penerima hibah. Selain itu, hibah dituangkan dalam bentuk NPHD adalah dalam rangka menjaga komitmen penghibahan antara kedua belah pihak.

  • 2.2.2    Konsekuensi Yuridis Terhadap Addendum Naskah Perjanjian Hibah Daerah

Penyerahan wewenang, sifat dan isi wewenang serta pelaksanaan wewenang memiliki batasan-batasan yuridis. Selain itu akan ada pertanggungjawaban hukum dalam setiap penggunaan kewenangan pemerintahan. Wewenang menjadi faktor penting dalam hubungannya dengan masalah pemerintahan, karena berdasarkan pada wewenang inilah pemerintah dapat melakukan berbagai tindakan hukum.13

Menurut R.J.H.M. Huisman, tindakan-tindakan pemerintah berdasarkan atas hukum dapat menimbulkan akibat hukum tertentu yang memiliki relevansi dengan hukum seperti penciptaan hubungan hukum baru serta perubahan ataupun pengakhiran hubungan hukum yang ada. Berdasarkan hal tersebut maka akibat-akibat hukum (rechtsgevolgen) dapat berupa:

  • a.    Menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban atau kewenangan yang ada;

  • b.    Menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang atau objek yang ada;

  • c.    Terdapat hak-hak, kewajiban, kewenangan, ataupun status tertentu yang ditetapkan.14

Umumnya dalam NPHD terdapat ketentuan mengenai addendum atau perubahan yang dapat dilakukan antara kedua belah pihak yaitu pemerintah daerah sebagai pemberi hibah

dengan penerima hibah berdasarkan kesepakatan sebelumnya. Sebagai contoh yaitu ketentuan dalam Pasal 11 ayat (5) Permendagri No. 44 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Dana Kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota telah diatur ketentuan yang setidak-tidaknya harus ada dalam sebuah NPHD mengenai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yaitu terdiri dari pemberi dan penerima hibah, tujuan pemberian hibah, besaran dan rincian penggunaan hibah, hak dan kewajiban para pihak serta tata cara penyaluran hibah. Selain 5 (lima) ketentuan wajib tersebut, terdapat hal-hal lain yang dipandang perlu diatur dalam sebuah NPHD yaitu meliputi ketentuan khusus atau perkecualian, sanksi dan perubahan (addendum) serta tata cara pertanggungjawaban dan pelaporan.

Berdasarkan hal tersebut maka ketentuan mengenai addendum memang sangat perlu diatur dalam suatu NPHD. Ketentuan addendum memberikan kesempatan bagi para pihak untuk melakukan perubahan terhadap NPHD yang telah ditanda tangani. Apabila dilakukan addendum terhadap suatu NPHD maka terdapat persyaratan administrasi yang harus diajukan ke Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) karena NPHD diregistrasi oleh DJPPR. Persyaratan tersebut antara lain yaitu surat permohonan addendum hibah, lampiran NPHD awal, lampiran dari NPHD addendum yang merujuk pada nomor dan tanggal NPHD awal dan perubahan nilai hibah dari nilai semula menjadi nilai setelah di addendum serta ringkasan hibah yang merujuk pada nomor, tanggal dan nilai dari NPHD addendum tersebut.

Ketentuan mengenai addendum tersebut tentunya juga akan membawa konsekuensi yuridis atau akibat hukum terhadap NPHD

hasil addendum. Sebagaimana persyaratan administrasi yang diajukan ke DJPPR terhadap perubahan NPHD, maka konsekuensi yuridis yang berkaitan dengan nomor registrasi NPHD itu sendiri yaitu NPHD hasil addendum tidak perlu di registrasi ulang. Registrasi ulang artinya adalah membatalkan nomor registrasi NPHD yang terdahulu dengan nomor registrasi NPHD hasil addendum. Apabila nomor registrasi NPHD yang terdahulu dibatalkan atau diganti dengan nomor registrasi NPHD hasil addendum justru akan mengakibatkan kekacauan dalam hal pertanggungjawaban terhadap hibah daerah tersebut. Hal ini dikarenakan setelah NPHD yang terdahulu ditanda tangani, maka sejalan pula dengan penerbitan-penerbitan berbagai instrumen yang diperlukan seperti seperti pembukaan rekening, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dan Surat Perintah Pengesahan Hibah langsung (SP2HL). Untuk menghindari terjadinya kekacuan terhadap administrasi pertanggungjawaban hibah daerah tersebut, maka NPHD hasil addendum tidak perlu diregistrasi ulang. Dengan demikian, setelah dipenuhi persyaratan yang diajukan ke DJPPR dan dinyatakan sesuai maka NPHD hasil addendum-lah yang digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam melakukan suatu tindakan yang berkaitan dengan pelaksanaan hibah daerah itu sendiri.

  • III.  PENUTUP

    • 3.1  Kesimpulan

  • 1.    Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk melakukan addendum terhadap suatu NPHD. Hal tersebut dikarenakan hibah dapat dikategorikan sebagai perbuatan hukum bersegi satu. Walaupun hibah dituangkan dalam bentuk perjanjian harus tetap diperhatikan bahwa dalam hal ini hubungan antara pemerintah daerah sebagai pemberi hibah bersifat

subordinatif dengan penerima hibah karena segala hal yang berkaitan dengan pemberian hibah bergantung pada kesanggupan dari pemberi hibah.

  • 2.    Diperlukan beberapa persyaratan administrasi untuk diajukan ke Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) terkait dengan addendum NPHD. Hal tersebut membawa konsekuensi yuridis atau akibat hukum terhadap NPHD hasil addendum yaitu tidak perlu meregistrasi ulang NPHD hasil addendum untuk menghindari    adanya    kekacauan    dalam    hal

pertanggungjawaban hibah daerah tersebut.

  • 3.2    Saran

Untuk menghindari adanya kerancuan dalam menentukan sah atau tidaknya bila pemberi hibah yang dalam hal ini adalah pemerintah daerah dengan penerima hibah melakukan addendum terhadap suatu NPHD, maka dipandang sangat penting untuk selalu mencantumkan ketentuan yang mengatur mengenai perubahan (addendum) dalam setiap NPHD. Berdasarkan ketentuan tersebut maka para pihak dapat melakukan tindakan yang tepat serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

  • A.    Buku

Atmadja, Arifin P. Soeria. 2010. Keuangan Publik dalam Perspektif

Hukum: Teori, Praktik dan Kritik. Jakarta: Rajawali Pers.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013. Denpasar: Tanpa Penerbit.

Hadjon, Philipus M. dkk. 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Cet. IX. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

HR, Ridwan. 2014. Hukum Administrasi Negara. Edisi Revisi. Cet. X. Jakarta: Rajawali Pers.

Juanda. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah. Bandung: Alumni

Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Cet. VIII.

Jakarta: Kencana Predana Media Group.

Sunggono, Bambang. 2016. Metodologi Penelitian Hukum. Cet. XVI. Jakarta: Rajawali Pers.

  • B.    Jurnal Ilmiah

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur. 2014. Pemberian Bantuan Hibah Oleh Pemerintah Daerah Berdasarkan Ketentuan Perundang-Undangan.

  • C.    Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).

Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4578).

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Permendagri No. 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Permendari No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310).

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang

bersumber dari APBD (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 450).

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 44 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Dana Kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 657).

  • D.    Sumber Lainnya

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online.

14