IMPLEMENTASI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH

Oleh:

I Kadek Suwawa Kiki Kesuma Dewa

I Ketut Sudiarta∗∗

Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih diterbitkan dalam rangka untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur Kawasan Pura Besakih. Yang diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang ada di Kawasan Pura Agung Besakih baik itu berupa masalah terkait pawongan maupun palemahan. Dalam artikel ini dibahas mengenai implementasi atau tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif atau disebut juga penelitian hukum doktrinal. Ada tiga implementasi utama yang diharapkan dari Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih, yaitu terkait pembentukan Badan Pengelola, Manajemen Operasional dan terkait perjanjian kerjasama. Mengenai Perjanjian Kerjasama diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2016 yang menentukan bahwa “Desa Pakraman Besakih dan Pemerintah Kabupaten Karangasem membuat perjanjian kerjasama tentang pembagian pendapatan bersih.” Desa Pakraman Besakih dan Pemerintah Kabupaten Karangasem telah membuat perjanjian kerjasama tentang pembagian pendapatan bersih pada hari Jumat, tanggal 23 Desember 2016 bertempat di Besakih.

Kata Kunci: Implementasi, Peraturan Gubernur, Pengelolaan, Besakih

ABSTRACT

The Bali Governor's Regulation No. 51 of 2016 concerning the Management of Pura Agung Besakih Area was issued in order to organize the authority of the regional government to regulate the

I Kadek Suwawa Kiki Kesuma Dewa adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, kikisuwawa@gmail.com

∗∗ I Ketut Sudiarta adalah Dosen Pengajar Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Besakih Pura Area. Expected able to overcome various problems that exist in Pura Agung Besakih area either in the form of problems related to pawongan and palemahan. This article discusses the implementation or follow up of the Bali Governor Regulation No. 51 of 2016 on the Management of Pura Agung Besakih Area. This study uses a normative juridical approach or also called doctrinal legal research. There are three major implementations that are expected from Governor Regulation No. 51 of 2016 on the Management of Agung Pura Besakih Area. That is related to the establishment of Management Agency, Operational Management and related cooperation agreements. Concerning the Cooperation Agreement, Article 9 paragraph (1) of Bali's Governor Regulation No. 51 of 2016 stipulates that "Desa Pakraman Besakih and the Government of Kabupaten Karangasem make a cooperation agreement on the distribution of net income." Besakih Pakraman village and the Government of Karangasem Regency have made a cooperation agreement on share of net income on Friday, December 23, 2016 located at Besakih.

Keywords: Implementations, Regulation of Governor, Management, Besakih

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Pura pada hakekatnya merupakan lambang alam semesta atau Bhuwana seperti tersirat dalam lontar Anda Bhuwana dan Kekawin Dharma Sunya. Dalam lontar Anda Bhuwana disebutkan sebagai berikut: ”Meru ngarania pratiwimbha, amdha Bhuwana tumpang nia pawakan patalaning Bhuwana agung alit” yang artinya “Meru namanya lambang alam semesta, tingkat atapnya sebagai lambang lapisan Bhuwana agung dan bhuwana alit”. Sedangkan dalam Kekawin Dharma Sunya disebutkan sebagai berikut: “Bhatara Siwa sira suwung, sipat ipun ikang kasar awujud donia ksanggap wangun ndi, yen karingkes dados meru kadi Himalaya, yen karingkes dados meru kadi ring tanah Bali, yen karingkes malih dados titiang” yang artinya “Bhatara Siwa amat

gaib, sifatnya yang nyata berbentuk dunia dianggap bangunan itu, kalau diringkas menjadi gunung di Himalaya, kalau diringkas lagi menjadi gunung di Bali, kalau diringkas lagi menjadi diri kita”.1

Pura Besakih adalah gugusan 86 buah pura yang terdiri dari 18 pura umum, 4 pura Catur Lawa, 11 Padharman, 6 Pura non-Padharman, 29 pura Dadia, 7 pura berkaitan dengan pura Dadia dan 11 buah pura lainnya.2 Semua ini merupakan hasil kemegahan arsitektur religius cermin tingginya cita rasa estetik orang Bali. Pura Besakih adalah juga pusat kegiatan ritual jagat dimana bhuawana disucikan pada setiap siklus waktu tertentu. Yang paling penting, pada sisi terdalam, Pura Besakih adalah realisasi peradaban batin sebagaimana kahyangan jagat ini selalu ditempatkan sebagai inti kosmologi Hindu di Bali.3

Keberadaan Pura Agung Besakih yang merupakan simbol dan sumber kekuatan Bali dengan jalan melaksanakan Yadnya, Punia dan Kertih yang wajib dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah sebagai landasan pembangunan Bali yang maju, aman, damai dan sejahtera berlandaskan sastra-sastra suci agama Hindu.

Menurut Hindu, Politik harus dijalankan sesuai dengan petunjuk sastra, seperti yang dimuat dalam Niti Sastra, Manawa Dharma Sastra, Raja Dharma, Raja Niti, Itihasa maupun lontar-lontar yang telah ada. Apabila politik dilaksanakan sesuai dengan sastra akan lahir politik yang berkarakter, beretika, bijaksana

dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan dengan tujuan mencapai masyarakat yang sejahtera, damai adil dan makmur.4

Dalam konteks Bali sebagai bagian dari dunia luas, kebijakan ini mutlak diteruskan, karena inilah yang tepat. Lebih mengkhusus Pura Besakih, setiap rencana pengembangannya haruslah dapat dipertanggung-jawabkan pada kepentingan Hindu itu sendiri.5

Pengelolaan Pura Agung Besakih merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan yang wajib ditata dengan baik dan profesional, dirawat bangunan fisiknya serta pelaksanaan yadnya oleh Pemerintah Provinsi Bali dan kabupaten/kota se-Bali dalam rangka kebahagian hidup jasmani dan rohani masyarakat Bali.

Itulah kenapa kiranya dianggap perlu untuk menetapkan sebuah peraturan tentang pengelolaan kawasan Pura Agung Besakih seperti Peraturan Gubernur.

Peraturan Gubernur adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat pengaturan yang ditetapkan oleh Gubernur untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintah daerah.6 Seperti Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih yang lahir untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur Kawasan Pura Besakih yang bisa dibilang mempunyai fungsi sentral bagi masyarakat Bali, khususnya Umat Hindu.

Sebelum ditetapkannya Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih pernah

dikeluarkan sebuah produk hukum berupa keputusan gubernur, yaitu Keputusan Gubernur Bali Nomor 1417/01-E/HK/2016 tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Badan Pengelola Kawasan Pura Besakih namun sejalan dengan diberlakukannya Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih maka Keputusan Gubernur tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam kajian ini dibahas mengenai implementasi atau tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih.

  • 1.2    Tujuan Penulisan

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk implementasi atau tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif atau disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian ini, data yang digunakan berasal dari data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustkaan (library research).7 Studi kepustakaan dilakukan dengan meneliti bahan hukum primer yaitu Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih.

  • 2.2    Hasil Penelitian Dan Analisis

    2.2.1    Implementasi atau tindak lanjut Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2016

Ada tiga implementasi utama yang diharapkan dari Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih. Pertama adalah pembentukan Badan Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih. Kedua adalah pembentukan Manajemen Operasional. Ketiga adalah adanya sebuah kerjasama antara Desa Pakraman Besakih dan Pemerintah Kabupaten Karangsem untuk membuat perjanjian pembagian pendapatan bersih.

Ketiga hal diatas diharapkan mampu menjadi solusi atas permasalahan terkait sumber daya manusia seperti pengaturan pemedek, turis, pedagang, petugas parkir dan pramuwisata serta pengaturan sarana dan prasarana seperti tempat parkir, tempat berjualan, dan tata letak baliho di Kawasan Pura Agung Besakih.

Terkait Badan Pengelola Kawasan Pura Agung Besakih, Pasal 4 ayat (1) Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2016 mengatur susunan dari Badan Pengelola kawasan Pura Agung Besakih. Dalam ketentuan Pasal 4 (1) tersebut ditentukan bahwa, Susunan Badan Pengelola terdiri dari : a. Penasehat; b. Pengawas; c. Ketua; d. Wakil Ketua; e. Sekretaris; f. Wakil Sekretaris; g. Bendahara; h. Wakil Bendahara; i. Bidang Pawongan; dan j. Bidang Palemahan.” Selanjutnya pada ayat (2) Pasal tersebut mengatur terkait dengan pelaporan dan pertanggungjawaban seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Badan Pengelola. Ayat (2) tersebut menentukan bahwa badan pengelola melaporkan seluruh kegiatan kerja dan bertanggungjawab kepada gubernur. Lebih lanjut pada ayat (3) Pasal 4 Pergub 51/2016 mengatur terkait evaluasi yang dilakukan gubernur kepada badan pengelola. Ayat (3) Pasal 4 tersebut menentukan bahwa gubernur melakukan evaluasi terhadap Badan Pengelola setiap 1 (satu) tahun sekali.

Pasal 5 ayat (1) ditentukan bahwa “Anggota Badan Pengelola melibatkan unsur yang terdiri atas Pemerintah Provinsi, PHDI Provinsi, MUDP Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa Pakraman Besakih.” Dalam ayat selanjutnya dari Pasal 5, yaitu pada ayat (2) diatur mengenai pemilihan ketua badan pengelola. Dalam ayat tersebut ditentukan bahwa “Ketua Badan Pengelola dipilih dari dan oleh seluruh anggota Badan Pengelola.” Selanjutnya dalam Pasal 5 ayat (3) diatur mengenai Masa jabatan anggota badan pengelola. Dalam ayat tersebut ditentukan bahwa “Anggota Badan Pengelola diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun.” Sedangkan dalam ayat terakhir dari Pasal 5 Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih yaitu ayat (4) mengatur pengaturan lebih lanjut mengenai pembentukan dan susunan badan pengelola. Dalam ayat tersebut ditentukan bahwa “Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.”

Selain mengatur tentang ketentuan umum terkait dengan badan pengelola, dalam peraturan gubernur tentang pengelolaan kawasan Pura Agung Besakih juga diatur mengenai tugas pokok dari badan pengelola, yaitu pada Pasal 7 ayat (1). Tugas pokok badan pengelola sesuai dengan Pasal tersbut yaitu “Badan Pengelola mempunyai tugas pokok mencakup: a. merumuskan kebijakan pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih; b. membentuk, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan MO; c. menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Operasional Badan Pengelola; d. menetapkan program kerja dan anggaran operasional MO; e. melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan kepada Gubernur Bali”. Terakhir ketentuan mengenai sekretariat diatur dalam Pasal 8 ayat (1), yang menentukan bahwa

“Sekretariat Badan Pengelola serta perangkat pendukungnya

bertempat di Sekretariat Pemerintah Provinsi di Denpasar.”

Seperti yang telah diuraikan diatas, Badan Pengelola adalah salah satu implementasi atau tindak lanjut pertama yang diharapkan melalui Peraturan Gubernur tersebut. Hasil penelusuran terhadap bahan-bahan hukum primer ditemukan sudah diterbitkan Keputusan Gubernur Bali Nomor 1868/01-E/HK/2016, tanggal 30 September 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Badan Pengelola Kawasan Pura Agung Besakih. Jika dikaji ada beberapa hal perlu dicermati, seperti tugas Badan Pengelola yang awalnya tercantum dalam Pergub 51/2016 berjumlah lima tugas, dalam Keputusan Gubernur tersebut tugas Badan Pengelola hanya tiga saja, dua tugas yaitu menyusun anggaran pendapatan dan belanja operasional Badan Pengelola dan menetapkan program kerja dan anggaran operasional MO tidak dicantumkan dalam Keputusan Gubernur tersebut.

Pembahasan terkait pembentukan Manajemen Operasional Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih sebagai salah satu bentuk implementasi dari Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih. Manajemen Operasional Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih selanjutnya disingkat MO, sesuai dengan Pasal 1 angka 13 dalam Peraturan Gubernur tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih yang menyatakan bahwa “Manajemen Operasional Pengelola Kawasan Pura Agung Besakih yang selanjutnya disingkat MO”. Pengaturan terkait MO yang pertama diatur yaitu dalam Pasal 6. Pasal 6 terdiri dari lima ayat. Ayat pertama mengatur tentang susunan daripada MO. Ayat tersebut menyatakan antara lain, “Susunan Organisasi MO terdiri dari: a. Badan Pengawas terdiri dari ketua dan anggota; b. Manager; c.

Wakil Manager; d. Sekretaris; e. Wakil Sekretaris, yang membawahi; 1. Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Bagian Perencanaan; 3. Bagian Keuangan; f. Bagian Pengembangan dan Promosi; g. Bagian Tiket; h. Bagian Parkir; i. Bagian Pasar; j. Bagian Humas; k. Bagian Keamanan; l. Bagian Kebersihan dan Pertamanan; dan m. Bagian Pramuwisata.

Selanjutnya dalam ayat (2) diatur mengenai pengaturan lebih lanjut terkait struktur organisasi dan susunan keanggotaan MO. Dalam ayat tersebut dinyatakan sebagai berikut “Pembentukan, Struktur Organisasi dan Susunan Keanggotaan MO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Badan Pengelola.” Dalam ayat (3) dari Pasal 6 mengatur tentang masa jabatan anggota MO, yang dinyatakan sebagai berikut “MO diangkat untuk masa jabatan 2 (dua) tahun.” Dalam ayat (4) dari Pasal 6 diatur mengenai pengaturan lebih lanjut terkait tata cara atau mekanisme pembentukan, pengangkatan, pemberhentian dan penggantian antar waktu MO, yang dinyatakan sebagai berikut “Tata cara/mekanisme pembentukan, pengangkatan, pemberhentian dan pengganti antar waktu MO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Badan Pengelola.” Terakhir terkait pengaturan MO dalam Pasal 6 yaitu terdapat pada ayat (5) yang mengatur mengenai susunan keanggotaan MO untuk pertama kalinya, yang ditentukan sebagai berikut “Susunan Keanggotaan MO untuk pertama kali dilakukan oleh Bendesa Pakraman Besakih sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang disepakati dan ditetapkan dengan keputusan Bupati Karangasem.”

Mengenai tugas pokok dari Manajemen Organisasi Kawasan Pura Agung Besakih atau MO diatur dalam Pasal 7 Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan

Pura Agung Besakih. Dalam Pasal tersebut ditentukan bahwa “MO mempunyai tugas dan kewenangan pokok mencakup: a. menyusun, merumuskan, melaksanakan, melaporkan dan mempertanggungjawabkan teknis operasional MO; b. melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan kepada Badan Pengelola melalui Bupati Karangasem”. Terakhir mengenai sekretariat yang diatur dalam Pasal 8 ayat (2), yang menentukan bahwa “Sekretariat MO serta perangkat pendukungnya bertempat di Kawasan Pura Agung Besakih, Karangasem.”

Seperti yang telah diuraikan diatas, Manajemen Operasional atau MO adalah Implementasi kedua yang diharapkan melalui Peraturan Gubernur tersebut, maka menarik untuk mengkaji apakah sudah diterbitkan keputusan untuk membentuk MO. Ternyata Sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (5) memang sudah diterbitkan sebuah Peraturan Ketua Badan Pengelola Kawasan Pura Agung Besakih Nomor: 01/BPKPAB/XII/2016 tentang Manajemen Operasional Kawasan Pura Agung Besakih pada tanggal 8 Desember 2016 dan Keputusan Bupati yaitu Keputusan Bupati Karangasem Nomor 585/HK/2016 tentang Penetapan Susunan Organisasi Manajamen Operasional Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih pada tanggal 16 Desember 2016. Hal yang menarik disini adalah diterbitkannya sebuah peraturan Ketua Badan Pengelola bukan sebuah Keputusan Badan Pengelola. Padahal dalam Peraturan Gubernur Bali tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih jelas-jelas disebutkan untuk membuat suatu Keputusan tetapi yang dibuat adalah suatu peraturan.

Negara sebagai organisasi kekuasaan umum dapat membuat tiga macam keputusan yang mengikat secara hukum bagi subjek-subjek hukum yang terkait dengan keputusan-keputusan itu,

yaitu keputusan-keputusan yang bersifat umum dan abstrak (general and abstract) biasanya bersifat mengatur (regeling), sedangkan yang bersifat individual dan konkret dapat merupakan keputusan yang bersifat atau berisi penetapan administrtif (beschikkig) ataupun keputusan yang lazimnya disebut dengan istilah putusan.8

Pembahasan mengenai Kerja sama sebagai bentuk implementasi dari Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih. Terkait dengan kerja sama pengelolaan kawasan pura agung besakih, diatur dalam Pasal 9. Yang pertama diatur dalam Pasal 9 ayat (1) yang mengatur terkait pihak dan kerjasama yang akan dibuat, Pasal tersebut menentukan bahwa “Desa Pakraman Besakih dan Pemerintah Kabupaten Karangasem membuat perjanjian kerjasama tentang pembagian pendapatan bersih.” Yang kedua pada Pasal 9 ayat (2) yang menentukan bahwa “MO dapat menjalin kerjasama dalam bidang pengembangan dan promosi wisata dengan pihak ketiga berdasarkan persetujuan Badan Pengelola.”

Terkait dengan ketentuan Pasal tersebut, Desa Pakraman Besakih dan Pemerintah Kabupaten Karangasem telah membuat perjanjian kerjasama tentang pembagian pendapatan bersih pada hari Jumat, tanggal 23 Desember 2016 bertempat di Besakih. Pihak yang bertanda tangan dalam perjanjian tersebut antara lain Bupati Karangasem, I Gusti Ayu Mas Sumatri dan Kelihan Desa Pakraman Besakih, I Wayan Gunatra.

Dalam kerjasama tersebut mengatur antara lain: Subyek Perjanjian, Obyek Perjanjian, Jangka Waktu, Pendapatan, Biaya,

Pembagian Hasil, Keadaan Memaksa/Force Majeur, Perjanjian Batal, Perselisihan, dan Penutup.

Subyek dari perjanjian tersebut adalah Pemerintah Kabupaten Karangasem dan Desa Pakraman Besakih.

Obyek dari perjanjian tersebut adalah : a. Pawongan mencakup pengaturan, pemberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia (masyarakat) di kawasan Pura Agung Besakih dan Masyarakat pengunjung Pura Agung Besakih; dan b. Palemahan mencakup perencanaan, pengorganisasiaan, pengarahan, pengendalian hingga evaluasi terhadap keseluruhan sarana dan prasana lingkungan di kawasan Pura Agung Besakih.

Jangka Waktu dari perjanjian tersebut adalah berlangsung untuk waktu 10 tahun, terhitung mulai tanggal 1 Januari sehingga berakhir pada tanggal 31 Desember 2026. Pemberhentian kerjasama dapat dilakukan atas persetujuan PARA PIHAK dengan pemberitahuan kepada pihak lain secara tertulis sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelumnya.

Pendapatan dari Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih bersumber dari Penerimaan penjualan karcis masuk, Penerimaan penjualan karcis parkir, lain-lain penerimaan yang sah.

Biaya pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih terdiri dari biaya operasional manajemen, biaya promosi dan pengembangan. Biaya Manajemen Operasional dianggarkan setiap tahun melalui rapat Badan Pengelola bersama Manajemen Operasional dan ditetapkan dengan keputusan Badan Pengelola. Biaya pengembangan dan promosi dianggarkan sebesar 15% dari penerimaan setelah dikurangi biaya Operasional Manajemen. Perubahan biaya Operasional Manajemen dapat dilakukan setiap tahun sekali atas persetujuan Badan Pengelola. Penggunaan biaya Operasional Manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

digunakan untuk gaji/upah pengurus, karyawan/karyawati Manajemen Operasional, honor Badan Pengelola, dan biaya lain-lain yang diperlukan dalam Manajemen Operasional. Laporan pertanggungjawaban Manajemen Operasional dibuat setiap tahun dan dipertanggungjawabkan pada rapat Badan Pengelola.

Pembagian Hasil pendapatan setelah dikurangi Biaya, maka para pihak sepakat mengatur pembagian hasilnya yaitu, Pemerintah Kabupaten Karangasem sebesar 25% (dua puluh lima persen), Desa Pakraman Besakih sebesar 25% (dua puluh lima persen), dan Pura Besakih sebesar 50%. Penggunaan pembagian hasil untuk Pura Besakih sebesar 50%, diatur lebih lanjut oleh Desa Pakraman Besakih. Pembagian hasil dilakukan setiap akhir tahun.

Keadaan Memaksa/Force Majeur adalah bahwa para pihak sepakat apabila tidak dipenuhinya kewajiban oleh salah satu pihak menurut perjanjian kerjasama tersebut tidak dianggap cidera janji apabila hal tersebut disebebkan oleh keadaan memaksa/force majeur sepeti huru hara, banjir, kebakaran, pemogokan umum, perang dan bencana alam lainnya yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya perjanjian ini. Para pihak sepakat tidak akan bertanggung jawab dan/atau dituntut bertanggung jawab atas setiap keterlambatan atau kegagalan untuk memenuhi satu dan/atau beberapa kewajiban sebagaimana diatur dalam perjanjian tersebut apabila hal tersebut diakibatkan oleh keadaan memaksa/force majeur.

Perjanjian Batal, perjanjian tersebut batal demi hukum atau dapat dilibatkan karena antara lain tidak sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku, Hilangnya /rusaknya obyek perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 2, sehingga tidak berfungsi lagi dan adanya kesepakatan para pihak.

Dalam hal perjanjian batal maka para pihak dapat menuntut ganti rugi.

Perselisahan diselesaikan oleh para pihak secara musyawarah dan mufakat, jika tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat maka akan diselesaikan melalui proses peradilan.

Penutup dari perjanjian tersebut menyatakan bahwa jika ada hal-hal yang belum diatur dan/atau diperlukan mengadakan perubahan atas ketentuan dalam perjanjian kerja sama dengan suatu addendum yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja sama tersebut. Perjanjian tersebut dibuat serta ditandatangani pada hari Jumat, tanggal 23 Desember 2016. Perjanjian kerjasama tersebut dibuat rangkap dua, dan masing-masing dibubuhi materai yang cukup serta mempunyai kekuatan yang sama.

  • III.    Penutup

    • 3.1    Kesimpulan

Dapat ditarik kesimpulan yaitu:

  • a.    Ada tiga implementasi utama yang diharapkan dari Peraturan Gubernur Nomor 51  Tahun 2016 tentang

Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih. Pertama adalah pembentukan Badan Pengelolaan Kawasan Pura Agung

Besakih. Kedua adalah pembentukan Manajemen Operasional. Ketiga adalah adanya sebuah kerjasama antara Desa Pakraman Besakih dan Pemerintah Kabupaten Karangsem untuk membuat perjanjian pembagian pendapatan bersih.

  • b.    Sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) sudah diterbitkan sebuah Keputusan Gubernur Nomor 1868/01-E/HK/2016 tentang Pembentukan dan Susunan Badan Pengelola Kawasan Pura

Agung Besakih sepuluh hari setelah ditetapkannnya Pergub 51/2016 yaitu pada tanggal 30 September 2016.

  • c.    Sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (5) sudah diterbitkan sebuah Peraturan Ketua Badan Pengelola Kawasan Pura Agung Besakih Nomor: 01/BPKPAB/XII/2016 tentang Manajemen Operasional Kawasan Pura Agung Besakih pada taggal 8 Desember 2016 dan Keputusan Bupati yaitu Keputusan Bupati Karangasem  Nomor

585/HK/2016 tentang Pentepan Susunan Organisasi Manajamen Operasional Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih pada tanggal 16 Desember 2016

  • d.    Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Pergub 51/2016 sudah dibuat Perjanjian Kerjasama tentang pembagian pendapatan bersih antara Desa Pakraman Besakih dan Pemerintah Kabupaten Karangasem pada hari Jumat, tanggal 23 Desember 2016 bertempat di Besakih. Pihak yang bertanda tangan dalam perjanjian tersebut antara lain Bupati Karangasem, I Gusti Ayu Mas Sumatri dan Kelihan Desa Pakraman Besakih, I Wayan Gunatra. Dalam kerjasama tersebut mengatur antara lain: Subyek Perjanjian, Obyek Perjanjian, Jangka Waktu, Pendapatan, Biaya, Pembagian Hasil, Keadaan Memaksa/Force Majeur, Perjanjian Batal, Perselisihan, dan Penutup.

  • 3.2    Saran

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap bahan-bahan hukum primer terkait implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2016, perlu disesuaikan atau diselaraskan tugas-tugas Badan pengelola sebagaimana diatur dalam Pergub 51 Tahun 2016 dengan Keputusan Gubernur tentang Badan pengelola

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Buku

Asshiddiqie, Jimmly.2010, Perihal Undang-Undang, 2010, Rajawali Pers, Jakarta

DPD Tk. I Bali Peradah Indonesia (Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia), 1993, Pura Besakih Dan Pembangunan Spiritual. Bali.

Fox, David J.Stuart. 1987, Pura Besakih: Pura, Agama, dan Masyarakat Bali, Pustaka Larasan, Denpasar.

Latra, I Wayan S.Ag. M.Si. 2015, Modul Pendidikan Agama Hindu Dalam Membangun Karakter Bangsa, Udayana Press: Bali.

Soekanto, Soerjono. 2014, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Soekant, Soerjono dan Sri Mamudji. 2011, Penelitian Hukum Normatif,

Rajawali Pers, Jakarta

  • 2.    Jurnal

Astiti, Tjok Istri Putra et. al., 2011, “Implementasi Ajaran Tri Hita Karana Dalam Awig-Awig”, The Excellence Research Universitas Udayana, Denpasar.

  • 3.    Peraturan Perundang-Undangan

Keputusan Gubernur Bali Nomor 1868/01-E/HK/2016 tentang Pengelolaan Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Badan Pengelola Kawasan Pura Agung Besakih.

Keputusan Bupati Karangasem Nomor 585/HK/2016 tentang Penetapan Susunan Organisasi Manajemen Operasional Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih

Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih

Peratura Ketua Badan Pengelola Kawasan Pura Agung Besakih Nomor:   01/BPKPAB/XII/2016   tentang   Manajemen

Operasional Kawasan Pura Agung Besakih

  • 4.    Dokumen Lainnya

Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kabupaten Karangasem dan DesaPakraman Besakih Kecamatan Rendang Nomor 075/31/III/T.Pem/2016/Setda dan Nomor 08/DAB/2016 tentang Pembagian Pendapatan Bersih Pengelolaan Kawasan Pura Agung Besakih

Biro Hukum JDHI Jakarta, Tata Cara Penyusunan Peraturan Gubernur,Jdhi.jakarta.go.id/direktori-hukum/tata-cara-penyusunan -peraturan-gubernur,diakses terakhir pada tanggal: 23 Januari 2018.

16