1KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM KEJELASAN STATUS TENAGA HONORER SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
on
1KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM KEJELASAN STATUS TENAGA HONORER SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA*
Oleh :
Putri Aldila** I Ketut Suardita***
Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Tulisan ini berjudul KebijakanDalam Kejelasan Status Tenaga Honorer Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Adapun yang melatarbelakangi tulisan ini untuk memahami kebijakan dan tanggung jawab pemerintah dalam kejelasan status tenaga honorer. Banyak tenaga honorer yang tidak bisa diangkat menjadi CPNS sehingga perlu adanya kebijakan dan tanggung jawab dari pemerintah.
Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif berdasarkan analisis peraturan perundang-undangan dikaji dari aspek-aspek yang mengatur tenaga honorer dan aparatur sipil negara. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, tenaga honorer yang tidak dapat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil akan tetap sebagai tenaga honorer sampai batas pengabdiannya berakhir dan menunggu adanya peraturan yang baru.
Kata Kunci : Kebijakan Pemerintah, Tanggung Jawab, Tenaga Honorer.
Abstract
This article entitled Goverment Policy In The Description of Honorary Power Status After the enactment of Law No. 5 of 2014 concerning the State Civil Apparatus. The background of this paper is to find the government policy in the status honorary and the responsibility of local government on honorary staff.
The research method used is normative law based on the consideration that this research departs from the analysis of legislations interms of aspects that regulate honorary staff and state apparatus. Based on the result of the research, the honorary who can not become Civil Servant Candidate remains honorary staff until the limit of the dedications ends and waiting for new regulations.
Keywords: Government Policy, Responsibility, Honorary.
I.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara hukumdan bukannegara berdasarkan kekuasaan. Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum dan prinsip Negara Hukum harus mempunyai keadilan dan kebenaran termasuk juga adanya hak dan kewajiban harus dilandasi dan didasari berdasarkan Hukum.
Suatu Negara untuk mencapai tujuannya ada dukungan dari badan hukum beserta hak dan kewajiban. Untuk menjalankan hak dan kewajiban ini dilaksanakan oleh aparatur negara dan subjek hukum dari aparatur negara tersebut adalah Pegawai Negeri.2 Disisi lain adanya pihak pemerintah harus menghadapitugas terhadap masyarakat dengan cara
melaksanakan kebijkan lingkungan dengan bentuk wewenang.3
Kekuasaan ini disalahgunakan oleh penguasa Orde Baru untuk menguasai struktur birokasi pemerintahan dengan konsepmonoloyalitas.4 Konsep seperti ini yang akan menjadi dampak permasalahan dengan penataan kepegawaian dimana sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya di singkat ASN.
Keberadaan tenaga honorer dalam perkembangan di lingkungan instansi pemerintah bertujuan untuk membantu
kinerja Pegawai Negeri Sipil, karena Pegawai Negeri Sipil sudah sangat kewalahan untuk melaksanakan fungsi melalui pemerintah daerah selama melakukan pelayanan publik. Instansi-instansi pada pemerintah daerah sangat membutuhkan tambahan pegawai untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat, sehingga proses untuk pelayanan publik dapat berjalan dengan lancar dan bisa memuaskan masyarakat dengan maksimal.
Adanya perubahan suatu perundang-undangan seharusnya bisa mendapatkan manfaat yang lebih baik lagi untuk kedepannya dengan menginiginkan tujuan hukum yang ada. Tujuan utamanya apa yang di inginkan oleh masyarakat berharap adanya pada perubahan perundang-undangan itu adanya keadilan, ketegasan, kemanfaatan yang harus dipenuhi dalam suatu perubahan perundang-undangan.
Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebabkan ketidakjelasan dan tidak adanya kepastiaan pada status tenaga honorer, hanya menyebutkan 2 (dua) kategori seperti pada Pasal 6 terdiri atas : PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja).
Walaupun pada akhirnya tenaga honorer, tidak secara langsung bahwa tenaga honorer dapat berprofesi sebagai PPPK harus adanya test dan pemilihan dari pemerintah daerah.
Dengan demikian tindakan pemerintah daerah untuk pemberlakuan PPPK mau tidak mau eksistensi tehadap tenaga honorer akan hilang, sehingga pemerintah dalam hal ini seharusnya lebih memperhatikan keberadaan tenaga honorer yang sekarang dan kejelasan status tenaga honorer perlu untuk diberi keadilan agar tidak terjadi yang diinginkan dan menimbulkan permasalahan ke depannya.
Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas, maka penulis sangat ingin menganalisa secara mendalam, yang hasilya akan dituangkan dalam bentuk penelitian skripsi dengan judul “Kebijakan Dan Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Kejelasan Status Tenaga Honorer Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara”.
-
1. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam kejelasan status tenaga honorer setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tenatang Aparatur Sipil Negara?
-
2. Bagaimana tanggung jawab pemerintah terhadap tenaga honorer?
Maksud dari tujuan penelitian dari tulisan ini yakni mengetahui kebijakan pemerintah dan tanggung jawab terhadap tenaga honorer setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang berarti bahwa semua masalah yang dikaji dalam penelitian ini akan selalu mengacu pada tujuan secara hukum, baik secara normatif maupun berdasarkan pandangan-pandangan dari pakar hukum.
-
2.2 Hasil Dan Pembahasan
-
2.2.1 Kebijakan Pemerintah Dalam Kejelasan Status Tenaga Honorer Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
-
Keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ini sudah disahkan dan patut diaspresiasi karena adanya harapan melakukan perubahan pada sistem kepegawaian dan dalam sistem manajemen sumber daya manusia aparatur di indonesia. Salah satu paradigma yang berubah di dalam penerapan Undang-Undang ASN yakni adanya PPPK. Selain itu terkait dengan manajemen PPPK, mengenai penetapan kebutuhan, mengenai penggajian dan tunjangan atau tanggungan ada di dalam Undang-Undang ASN.
Tenaga honorer masih menyebabkan banyak kesulitan karena pemerintah tak sanggup memenuhi kebutuhan jaminan kepada tenaga honorer untuk diangkat sebagai CPNS. Sehingga pemerintah daerah masih banyak mengangkat tenaga honorer tanpa mempertimbangkan kuantitas yang diperlukan oleh instansi pemerintah. Pada PP Nomor 48 Tahun 2005 pemerintah juga dilarang mengangkat tenaga honorer. Sebagai konsekuensinya penyelenggraan pemerintah belum dapat maksimal dengan secara baik, sehingga masih saja adanya tenaga honorer yang statusnya belum jelas hingga saat ini.
Walaupun sudah adanya UU ASN ini tetap saja instansi tersebut masih mengangkat tenaga honorer. Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Nyoman Suyatna, selaku Kepala Bagian Kepegawaian di Universitas Udayana, pada hari Jumat, tanggal 7 Juli 2017, menyebutkan bahwa Universitas Udayana pada saat ini, memiliki pegawai Negeri Sipil (PNS) juga memiliki Pegawai Kontrak atau Non Pegawai Negeri Sipil (Non PNS). Pegawai yang dimiliki oleh Universitas Udayana terdiri dari Tenaga
Pendidik (dosen) dan Tenaga Kependidikan. Khusus untuk tenaga kependidikan tenaga kontrak dibuatkan perjanjian kerja selama setahun dan dievaluasi setiap setahun. Sumber dana untuk menggaji tenaga kependidikan tenaga kontrak adalah bersumber pada dan BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) dan dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Sumber dana yang dari BOPTN ini sewaktu-waktu akan berkurang sehingga perlu dipikirkan ke depan sumber dana yang lain.
Di Universitas Udayana tidak lagi merekrut tenaga kependidikan kontrak atau tenaga honorer atau non PNS karena kebutuhan sudah mencakupi kecuali tenaga kontrak atau tenaga honorer atau non PNS yang mempunyai kompetensi programer dan pustakawan masih kurang. Melainkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak mengklasifikasikan perihal hak dan kewajiban tenaga honorer atau sejenisnya, menyebabkan tenaga honorer atau tenaga kontrak atau non PNS yang tidak bisa di rikrut sebagai CPNS setelah tahun 2005 akan tetap sebagai tenaga honorer atau tenaga kontrak atau non PNS sampai batas waktu pengabdiannya berakhir kepada daerah atau instansi tempat mereka bekerja selama belum ada peraturan baru yang mengaturnya.
-
2.2.2 Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Terhadap Tenaga Honorer
Pelaksanaan atau implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik. Pada pelaksanannya kebijakan publik dapat manjadi batu sandungan bagi pembuat kebijakan itu sendiri. Pada pembuatan
kebijkan publik pun seringkali tidak melihat pada apa yang sebenarnya masyrakat butuhkan dalam pembuatan.5
Pemerintah seharusnya berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang akan menjadi panduan menetapkan penerimaan tenaga honorer, maka yang dibuat oleh pemerinah tidak maksimal dan ada saja tenaga honorer ini yang masih tidak jelas akan statusnya.
Dalam hal ini pengelolaan yang dikerjakan oleh pemerintah masih banyak terjadi konflik norma, seperti peraturan yang rendah menentang peraturan yang lebih tinggi. Menyebabkan surat keputusan yang dikeluarkan dari kepala daerah bertentangan dengan peraturan pemerintah. Maka surat keputusan yang dibuat oleh kepala daerah sudah sangat jelas telah melampaui dan berlawanan dengan PP 48 Tahun 2005. Sehingga yang digunakan ialah lex superior derogate legi inferiori.
Tindakan seperti itu pemerintah masih belum berjalan dengan baik, karena masih banyak terjadi konflik norma atau permasalahan yang kemudian hari akan berdampak negatif dalam mejalankan fungsi pemerintah.
Mekanisme hukum yang dijabarkan secara hirarki dengan norma-norma, kesahaan pada setiap norma terkait pada norma yang lebih tinggi.6 Tetapi peraturan lebih bawah tidak dapat bertentangan dengan Undang-Undang yang lebih tinggi tingkatanya.7
Selain itu untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dengan memakai asas-asas penyelesaian konflik (asas preferensi). Tindakan yang dilakukan pemerintah ialah tindakan berdasarkan menimbulkan akibat hukum dari pemerintah itu sendiri dan bersifat hanya sepihak, karena keputusan dan ketetapan yang dibuat oleh pemerintah bergantung sepihak melalui pemerintah itu sendiri, juga tidak bergantung kepada pihak yang berbeda. Oleh sebab itu diperlukan adanya perlindungan hukum dari pemerintah kepada warga negara yang merasa dirugikan. Pemerintah daerah yang masih melakukan pengangkatan untuk tenaga honorer sebenarnya sudah jelas di ketentuan PP Nomor 48 Tahun 2005 dan secara tidak langsung melanggar asas legalitas.
Pemerintah yang sudah menimbulkan akibat khususnya dalam hal menimbulkan kerugian kepada masyarakat, dibutuhkan sebuah tanggung jawab oleh pemerintah.Pertanggungjawaban yang berarti dimana suatu keadaan wajibmempertanggungjawabkan dan menanggung segala sesuatu, jadi tanggung jawab pemerintah ini adalah kewajiban dalam penataan hukum dari pejabat pemerintah untuk menjalankan fungsi pemerintah sebagai akibat dari adanya suatu keberatan, gugatan yang diajukan oleh masyarakat.
Penyelesaian masalah tenaga honorer secara preventif bertujan agar terwujudnya kedamaian antara pemerintah dan pegawai, tanpa harus menempuh jalur pengadilan, karena pemerintah dan aparaturnya harus mengedepankan asas kerukunan dalam menjalankan pemerintah agar tercipta hubungan yang serasi.Perlindungan hukum preventif yaitu diberikannya untuk menganjurkan keberatan atau anggapanya sebelum suatu ketentuan dari pemerintah menerima dalam
bentuk definitife dan tujuan dari perlindungan ini untuk menghindari terjadinya sengketa.8
Berdasarkan wawancara dengan Bapak I Nyoman Sumiarta, selaku Kasubag Pendidik Kepegawaian di Universitas Udayana, pada hari Jumat, tanggal 7 Juli 2017, untuk tanggung jawab terhadap tenaga honorer atau tenaga kontrak atau non PNS. Tindakan seperti ini tergantung pada jabatan yang dimiliki tiap tenaga kontrak atau tenaga honorer atau non PNS di instansi tersebut. Dalam memberikan pertanggungjawabannya atas tindakan dari setiap tenaga kontrak atau tenaga honorer atau non PNS dengan Jabatan Fungsional dan diberikan perlindungan berupa jaminan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan selama mereka mengabdi di instansi tersebut.
-
1. Kebijakan pemerintah dalam hal mengenai kejelasan pada status tanaga honorer belum menemui sebuah titik terang dan tetap sebagai tenaga honorer hal ini dapat disimpulkan masih banyak masalah terhadap tenaga honorer, karena pemerintah seharusnya memberikan sebuah jaminan untuk tenaga honorer yang tidak dapat menjadi CPNS. Maka pemerinatah daerah dalam hal ini belum maksimal memberikan yang terbaik kepada tenaga honorer yang statusnya tidak jelas sampai saat ini.
-
2. Pada tanggung jawab pemerintah daerah memberikan secara preventif dan memberikan jaminan kerja selama usia produktif di lingkungan tempat mereka bekerja.
-
1. Bahwa untuk menghindari permasalahan dikemudian hari, sebaiknya pemerintah diharapkan tidak melakukan pengakatan tenaga honorer sesusai dengan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menajadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Jika pemerintah daerah ingin perekrutan pegawai hendaknya dilakuan dengan melalui jalur umum sesuai dengan peraturan yang ada.
-
2. Sebagai pemerintah daerah yang telah menjadi panutan di dalam masyarakat hendaknya memenuhi tanggungjawabnya secara preventif terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil untuk kesejahteraan pegawai dan pemerintah berpedoman pada Asas-Asas Umum Yang Baik dalam menjalankan pemerintah agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Cahyadi dan E. Fernando, 2007, Pengantar Kefilsafat Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta.
Hadjon, Philipus M, 1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadja Mada Universitas, Yogyakarta.
Hartini, Sri, 2008, Hukum Kpeegawaian di Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta.
Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Jakarta: Bina Aksara.
Soeroso, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Triwulan, Titik, 2011, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494.
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Penagkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4561.
Jurnal Ilmiah
Agus Astra Wigoena, I Putu; R., Ibrahim; Suardita, I Ketut. Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Badung Terhadap Tenaga Honorer Yang Tidak Dapat Diangkat Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Kertha Negara, nov. 2017. Volume 05, Nomor 05.
12
Discussion and feedback