IMPLIKASI AKTIVITAS PRAMUWISATA ILEGAL

TERHADAP ASPEK KEPARIWISATAAN DI BALI

DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PRAMUWISATA

Oleh

Putu Indra Dananjaya Putra I Ketut Suardita Cokorde Dalem Dahana

Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

This research entitled “The Implication of Illegal Guides Activity Towards Tourism Aspects in Bali Reviewed from Provincial Regulation of Bali No. 5 Year 2016 of Tourist Guides”. This research’s background based on phenomenon of illegal guides activity that caused misconception of meaning towards Bali’s tourism destination and Hindus Balinese Culture. The purpose of this research is to find out the reason why illegal guides didn’t look for license, and to find out what kind of implication caused by illegal guides towards tourism aspects in Bali. This research’s method used the empirical legal approach to law, fact, and also analytical and conceptual approach. The conclusion of this research is the implication of illegal guides activity towards tourism aspect and causing the Provincial Regulation of Bali No. 5 Year 2016 on Tourism Guide to be not well executed.

Keywords : Implication, Illegal Guides Activiy, Tourism Aspect, Local Regulation

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul implikasi aktivitas pramuwisata ilegal terhadap aspek kepariwisataaan di Bali ditinjau dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata. Penulisan ini berlatar belakang dari fenomena pramuwisata ilegal yang menyebabkan miskonsepsi terhadap makna dari daya tarik wisata di Bali serta makna dari budaya masyarakat Hindu di Bali. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui alasan pramuwisata ilegal tidak mencari lisensi, dan untuk mengetahui bagaimana implikasi yang ditimbulkan oleh pramuwisata ilegal terhadap aspek kepariwisataan di Bali. Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum empiris dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta, dan pendekatan analisis konsep hukum. Kesimpulan dari penulisan ini adalah implikasi dari aktivitas pramuwisata ilegal terhadap aspek kepariwisataan di Bali yang menyebabkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 tentang Pramuwisata tidak dapat terlaksana dengan baik.

Kata Kunci : Implikasi, Aktivitas Pramuwisata Ilegal, Aspek Kepariwisataan, Peraturan Daerah

burung yang dilindungi juga merupakan hewan endemik dari pulau ini, yaitu Burung Jalak Bali. Selain daya tarik yang berupa kekayaan alam, Bali juga memiliki tradisi dan kebudayaan yang dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat beragama Hindu di Pulau Bali. Tradisi dan kebudayaan tersebut melahirkan karya-karya yang khas dan unik, seperti pakaian adat, alat musik tradisional, kain-kain tradisional, hingga bangunan-bangunan suci yang disebut pura. Semua hal tersebut merupakan daya tarik yang sangat kuat dalam bidang pariwisata.

Hal tersebut menjadi salah satu syarat yang dibutuhkan oleh suatu tempat untuk menjadi sebuah tempat wisata, yaitu daya tarik. Pariwisata merupakan salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup,serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya.1 Pada umumnya masyarakat Bali menggantungkan hidup dari sektor pariwisata. Pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata, yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah. 2 Banyaknya wisatawan yang datang membuat Pulau Bali menjadi ikon wisata internasional. Hamparan tempat wisata, serta wisatawan yang datang berkunjung, tidak ada habisnya di pulau ini, menghasilkan berbagai lapangan pekerjaan baru.

Salah satunya adalah guide atau pramuwisata. Pramuwisata artinya seseorang yang bertugas memberikan petunjuk tentang suatu obyek wisata.3

Seorang pramuwisata harus memiliki kemampuan berbahasa asing yang baik, sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi wisatawan yang ingin dipandu ketika berlibur di Bali. Seorang pramuwisata juga harus menjelaskan maupun mengenalkan berbagai tradisi dan adat yang diemban oleh masyarakat yang mayoritas beragama Hindu tersebut. Pengenalan serta penjelasan tersebut selain bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi para wisatawan, juga bertujuan untuk menghindari kesalahan persepsi yang merugikan tentang tradisi di Bali. Karenanya, penjelasan maupun pengenalan yang akurat sangat perlu dilakukan oleh seorang pramuwisata. Hal tersebut otomatis membuat seorang pramuwisata selain dibekali kemampuan berbahasa asing, juga harus membekali diri dengan berbagai macam informasi yang berkaitan dengan tradisi masyarakat Bali yang tidak terlepas dari daya tarik wisata itu sendiri. Sehingga seorang pramuwisata haruslah seseorang yang pintar dan berpengetahuan luas.

Banyaknya wisatawan yang tentu saja tidak sebanding dengan jumlah pramuwisata di Bali, membuat banyak masyarakat mengambil peluang yang sedang tersebuka tersebut. Sehingga banyak bermunculan orang yang mengaku berprofesi sebagai guide freelance atau pramuwisata lepas, dimana seorang pramuwisata lepas ini tidak terikat dengan suatu perusahaan yang menyediakan jasa pramuwisata, ataupun jasa perjalanan,

dan pada umumnya pramuwisata lepas ini tidak mengantongin izin kerja atau tidak memiliki lisensi. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata, seseorang yang hendak menjadi pramuwisata harus memiliki lisensi yang disebut sebagai KTPP atau Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata. Tanpa adanya kartu tersebut, tidak ada jaminan bahwa seorang pemandu wisata lepas merupakan seorang pemandu yang memenuhi kriteria yang disebutkan dalam Pasal 35 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dimana disebutkan bahwa seorang pemandu wisata atau pramuwisata harus memiliki standar kompetensi yang dilakukan melalui sertifikasi kompetensi. Sertifikasi kompetensi ini dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Karenanya seorang pramuwisata lepas yang tidak memiliki lisensi tidak ada jaminan bahwa pemandu wisata tersebut dibekali dengan strandar kompetensi berdasarkan undang-undang tersebut. Maka dari itu tidak jarang ditemukan seorang pramuwisata yang tidak dibekali kemampuan berbahasa asing yang baik, dan pengetahuan dibidangnya, sehingga pramuwisata tersebut berkerja hanya semata-mata untuk mengantar para wisatawan ke tempat wisata tertentu, bukan memandu. Hal tersebut secara langsung tentu menimbulkan dampak yang negatif bagi pariwisata Bali, karena salah satu aspek kepariwisataan adalah seorang pramuwisata. Pramuwisata bagaikan ujung mata tombak dalam kepariwisataan Bali, karenanya tanpa seorang pemandu wisata yang baik dan memiliki izin, kepariwisataan Bali tidak akan berjalan secara maksimal, dan bahkan nantinya akan mengganggu kedatangan kembali wisatawan.

Wisatawan, maupun masyarakat Bali sendiri belum menaruh perhatian terhadap masalah tentang pramuwisata lepas yang tidak memiliki izin ini, kesadaran akan dampak negatif yang bisa ditimbulkan oleh pramuwisata lepas tanpa izin masih sangat kurang di kalangan wisatawan, maupun masyrakat.

Atas dasar tersebut ditemukan isu hukum yaitu : “Implikasi Aktivitas Pramuwisata Ilegal Terhadap Aspek Kepariwisataan di Bali Ditinjau dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Pramuwisata”

  • 1.    2. Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui alasan pramuwisata ilegal tidak mencari lisensi sehingga tidak terlaksananya Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata, dan untuk mengetahui bagaimana implikasi yang ditimbulkan oleh pramuwisata ilegal terhadap aspek kepariwisataan di Bali.

  • II. PEMBAHASAN

  • 2.    1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum empiris. Dalam penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris. Yaitu suatu gejala yang dapat diamati dalam kehidupan nyata. Sehingga permasalahan dalam skripsi ini dikaji dengan melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat maupun pramuwisata di daerah Bali untuk mengetahui apakah implikasi dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata sudah dilaksanakan atau belum efektif.

  • 2.    2. Hasil dan Pembahasan

  • 2. 2.  1. Dasar Hukum Kepramuwisataan dan Penyebab

Diabaikannya Lisensi Bagi Pramuwisata di Bali

Pramuwisata adalah seseorang yang bertugas memberikan petunjuk tentang suatu obyek wisata.4 Pramuwisata di Bali diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata yang isinya melingkupi semua pramuwisata umum maupun pramuwisata khusus yang berkerja di Bali. Berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) Perda Bali No. 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata untuk menjadi seorang pramuwisata dibutuhkan lisensi yang berupa Sertifikat Pramuwisata dan Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata (KTPP). KTPP bertujuan untuk mendukung peran pramuwisata sebagai penghubung antara wisatawan dan tempat wisata, yang bertugas tidak hanya sebagai pengantar wisatawan, melainkan memandu dan memberi pemahaman terhadap setiap daya tarik wisata di sebuah destinasi wisata yang menarik minat wisatawan.

Prosedur pramuwisata untuk memperoleh KTPP adalah pertama harus melalui berbagai proses pelatihan standar kompetensi yang diadakan oleh lembaga pelatihan yang sudah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan pelatihan dan menerbitkan izin atau lisensi untuk melanjutkan ke proses berikutnya. Setelah itu, pramuwisata harus lulus uji kompetensi dan uji budaya Bali yang ditentukan oleh LSP (Lembaga Sertifikasi

Profesi), serta team yang terbentuk dari PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), akademisi, praktisi, MUDP (Majelis Utama Desa Pakraman). Setelah lulus kedua uji tersebut, barulah pramuwisata mendapatkan lisensi yang berupa Sertifikat Kompetensi Kepemanduan dari LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) dan Sertifikat Lulus Uji Budaya Bali yang kemudian dapat digunakan sebagai pelengkap syarat untuk memperoleh KTPP. Dengan dua sertifikat tersebut, seorang pramuwisata dapat dikatakan telah terbukti menguasai kompetensi kerja sesuai dengan (SKKNI) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Selanjutnya, pramuwisata diwajibkan untuk memenuhi sisa syarat untuk memperoleh KTPP sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 4 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata. Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata akan diberikan oleh Gubernur melalui Dinas Pariwisata Provinsi Bali (Dinas Pariwisata Provinsi Bali). Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Perda No. 5 tahun 2016 tentang Pramuwisata, dijabarkan bahwa pramuwisata harus berhimpun dalam suatu wadah organisasi pramuwisata yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan. HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) merupakan satu-satunya wadah organisasi kepramuwisataan, sehingga seorang pramuwisata yang sudah mendapatkan KTPP harus bergabung ke dalam HPI untuk mendapatkan KTA (Kartu Tanda Anggota) yang juga berguna untuk menunjang kelengkapan seorang pramuwisata.

Menurut I Ketut Pongres Language selaku Kepala Seksi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Provinsi Bali, kegiatan razia juga sudah sering dilakukan oleh gabungan Satuan Polisi Pamong Praja dengan beberapa anggota dari HPI, sebagai upaya

penegakan hukum terhadap pramuwisata ilegal. Hal-hal yang menjadi perhatian ketika razia dilakukan adalah kelengkapan pramuwisata, seperti KTPP, KTA, dan pakaian yang dikenakan pramuwisata tersebut ketika memandu wisatawan. Karena berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Perda No. 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata, seorang pramuwisata dalam melaksanakan kewajiban harus mengenakan Pakaian Adat Bali. Meskipun razia sudah gencar dilakukan di tempat-tempat wisata, masih banyak pramuwisata ilegal yang tetap berkerja memandu wisatawan.

Berdasarkan penuturan Bapak I Ketut Reden, selaku narasumber pramuwisata ilegal, penyebab pramuwisata tidak memiliki KTPP maupun lisensi atas standar kompetensi profesi mereka dikarenakan terbatasnya informasi tentang kapan pelatihan, maupun ujian untuk kepemandu-wisataan tersebut diselenggarakan, juga waktu penyelenggaraan yang tidak menentu. Hal tersebut bersumber dari kurangnya kesadaran pramuwisata tentang pentingnya membuat KTPP sebagai bukti kompetensi seorang pramuwisata untuk memandu wisatawan. Juga karena kurangnya sosialisasi tentang jadwal pelaksanaan pelatihan maupun uji kompetensi kepemanduan wisata.

  • 2.    2. 2. Implikasi yang Ditimbulkan oleh Pramuwisata Ilegal Terhdap Aspek Kepariwisataan di Bali

Setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia tentu akan menghasilkan dampak atau implikasi terhadap faktor maupun aspek yang bersangkutan seperti sebuah aksi yang menimbulkan reaksi. Aktivitas pramuwisata ilegal yang tetap berkerja memandu wisatawan juga dapat menimbulkan dampak atau implikasi yang akan berpengaruh terhadap aspek kepariwisataan di Bali. Aspek-

aspek tersebut adalah aspek daya tarik, aspek fasilitas, dan aspek transportasi5.

Daya tarik wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat, dilakukan, dibeli, atau dapat dinikmati pada suatu destinasi pariwisata. Merupakan aspek utama dari industri pariwisata tanpa adanya daya tarik di suatu lokasi, tidak akan ada destinasi tujuan wisata. Daya tarik yang terdapat pada Pulau Bali tidak hanya berupa keindahan alam yang beragam, tapi banyak dari wisatawan yang datang ke Bali untuk melihat kebudayaan, agama, serta adat-istiadat yang dianut oleh masyarakat Bali secara turun-temurun. Ketiga hal tersebut begitu unik dan menjadi identitas dari Pulau Bali itu sendiri, begitu uniknya hingga dibutuhkan pemahaman yang mendalam untuk dapat menguak makna dari setiap aktivitas masyarakat Bali yang sarat akan kebudayaan, agama, maupun adat-istiadat mereka.

Pramuwisata yang ideal haruslah mampu memenuhi ekspektasi dari wisatawan yang dipandunya, salah satunya adalah keinginan untuk mendapatkan informasi terhadap aktivitas masyarakat Bali tersebut. Sehingga, pramuwisata harus memahami terlebih dahulu kebudayaan masyarakat Bali sebelum terjun untuk memandu wistawan, maka dari itu, salah satu uji kompetensi yang terpenting untuk mendapatkan lisensi atau ijin adalah Uji Pengetahuan Budaya Bali. Secara tidak langsung seorang pramuwisata yang tidak melengkapi diri dengan KTPP yang didapat setelah lulus pelatihan dan pengujian, akan menimbulkan keraguan di kalangan wisatawan terhadap standar kompetensi yang dimiliki pramuwisata tersebut.

Menurut Bapak I Komang Puji, selaku Sekretaris DPD HPI Bali, tanpa dibekali kemampuan mumpuni dan diakui secara hukum, tidak menutup kemungkinan jika nantinya ada seorang pramuwisata ilegal yang memberikan informasi yang salah akan suatu daya tarik wisata di salah satu lokasi wisata di Bali, bahkan tidak jarang seorang pramuwisata ilegal tidak dapat memberikan informasi apapun yang berkaitan dengan daya tarik suatu wisata di Bali, mereka hanya sekedar mengantar wistawan ke tempat wisata tersebut, tanpa ‘memandu’ mereka. Sehingga, harapan dari wisatawan tidak dapat terpenuhi secara maksimal.

Aktivitas pramuwisata ilegal seperti yang dijabarkan tersebut, akan menimbulkan dampak yang berpengaruh terhadap aspek daya tarik tempat wisata. Dampaknya bisa berupa miskonsepsi terhadap daya tarik wisata itu sendiri. Contohnya, berdasarkan penuturan Bapak I Wayan Sarnawan, selaku narasumber pramuwisata berlisensi, pada tempat wisata Goa Gajah di Desa Bedulu, Kabupaten Gianyar, beberapa pramuwisata yang tidak dibekali pelatihan dan pemahaman terhadap tempat wisata Goa Gajah tidak akan bisa menjelaskan makna dari tugu batu berbentuk tiang kecil yang terdapat dalam goa tersebut, kebanyakan dari mereka hanya akan menjelaskan bahwa masyarakat Hindu di Bali menyembah tugu tersebut tanpa memberitahu makna dari simbol tugu batu tersebut, padalah tugu tersebut disebut sebagai “lingga” yang merupakan simbol laki-laki dari Dewa Siwa, kemudian “yoni” yang merupakan simbol perempuan dari Dewa Siwa, pramuwisata yang tidak mengetahui informasi tersebut, akan memberikan informasi yang salah pada wisatawan yang memang ingin mengetahui makna kebudayaan masyarakat Bali, sehingga apa makna sebenarnya dari daya tarik tempat wisata tersebut menjadi tidak tampak, kurangnya

pengetahuan tentang lokasi wisata tersebut tentu akan menimbulkan persepsi yang salah di kalangan wisatawan, yang nantinya akan menimbulkan beredarnya informasi yang salah akan makna suatu daya tarik dari tempat wisata di Bali.

Kasus lain yang mengancam aspek daya tarik dari suatu tempat wisata juga diceritakan oleh Bapak I Wayan Sarnawan, selaku narasumber pramuwisata berlisensi, yaitu kasus yang terjadi baru-baru ini tentang wisatawan asing yang menduduki pelinggih atau bangunan yang disakralkan oleh umat Hindu di Bali, kejadian tersebut juga terjadi karena kurangnya pengawasan maupun panduan dari pramuwisata yang memandu wisatawan tersebut. Pemberian informasi yang salah, maupun kepemanduan yang tidak tepat, tentu akan mengancam daya tarik tempat wisata itu sendiri, pasalnya tujuan yang sebenarnya ingin disampaikan oleh daya tarik wisata itu tidak dapat tersampaikan dengan baik karena penghubung antara tempat wisata dengan wisatawan yaitu pramuwisata, tidak memahami maksud maupun makna dari daya tarik wisata tersebut.

Aspek fasilitas adalah sarana yang mendukung kegiatan kepariwisataan di tempat wisata. Selain terhadap aspek daya tarik, aktivitas pramuwisata ilegal juga memberi implikasi terhadap aspek fasilitas yaitu besarnya kemungkinan untuk terjadinya tindakan kriminalitas terhadap wisatawan karena sulitnya memantau aktivitas pramuwisata ilegal, wisatawan juga menjadi enggan menggunakan fasilitas di tempat wisata. Sehingga fasilitas yang seharusnya disediakan secara khusus pada suatu tempat wisata menjadi tidak dapat dimanfaatkan dengan baik karena kurangnya informasi yang dimiliki oleh pramuwisata ilegal terhadap fasilitas yang disediakan di tempat wisata yang

bersangkutan. Hal tersebut tentu berdampak lebih lanjut terhadap kegagalan usaha agen perjalanan selaku penyedia aspek fasilitas.

Aspek transportasi juga tidak luput dari implikasi aktivitas pramuwisata ilegal, Transportasi atau pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa transportasi merupakan aspek yang penting karena dunia pariwisata tidak dapat terpisahkan dari proses pengangkutan yang identik dengan perjalanan ke berbagai tempat tertentu dengan alat pengangkutan atau transportasi. Kegiatan wisata mutlat membutuhkan aspek transportasi, begitupula tanpa adanya aspek transportasi, aspek kepariwisataan lainnya tidak akan berjalan dengan baik.

Aspek transportasi merupakan aspek yang vital, karena aspek inilah yang mampu mendukung kegiatan wisatawan untuk mencapai suatu tempat wisata. Destinasi wisata yang tidak didukung dengan transportasi mumpuni untuk menuju tempat tersebut, tidak akan mendatangkan wisatawan, sehingga aspek lain di tempat wisata tersebut juga tidak akan berjalan dengan baik.Wisatawan tahu bahwa pramuwisata tanpa kartu tanda pengenal, merupakan pramuwisata ilegal yang berkerja dengan mengabaikan aturan-aturan hukum yang berlaku, hal tersebut berdasarkan penuturan Jasper Ho, selaku narasumber wisatawan dari Cina, yang memilih untuk bertanya pada pramuwisata yang ingin digunakan jasanya, untuk menunjukkan KTPP atau kartu identitas mereka, karena berwisata dengan seorang pramuwisata ilegal tentu menimbulkan kekhawatiran maupun ketidaknyamanan di kalangan wisatawan terhadap perjalanan

wisata mereka ketika melakukan transportasi bersama pramuwisata ilegal tersebut.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah maupun mengatasi implikasi terhadap aspek kepariwisataan di Bali adalah dengan mengikutkan diri di sebuah pelatihan untuk pramuwisata untuk mendapatkan lisensi serta menambah pengetahuan dan kemampuan pada diri seorang pramuwisata yang tentunya akan sangat berguna dalam menjalankan profesinya. Selain itu, razia di tempat-tempat wisata juga sudah dilakukan sebagai bentuk penegakan hukum sekaligus menekan jumlah pramuwisata ilegal.

  • III.    KESIMPULAN

  • 1.    Bahwa penyebab pramuwisata tidak mencari lisensi adalah karena terbatasnya informasi tentang waktu pelatihan, maupun kapan ujian kepemandu-wisataan diselenggarakan, sehingga Peraturan Daerah Provinsi Bali No.5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata tidak dapat terlaksana dengan baik.

  • 2.    Bahwa implikasi yang ditimbulkan oleh aktivitas pramuwisata ilegal dapat mempengaruhi aspek kepariwisataan di Bali seperti aspek daya tarik, aspek fasilitas, maupun aspek transportasi. Sebagai upaya mengatasi kendala dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ismayanti, 2010, Pengantar Pariwisata, PT. Gramedia Widiasarana Indonsia, Jakarta.

Spillane, James J. 1994, Pariwisata Indonesia : Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2016 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 5).

15