POLA BAGI HASIL PAJAK PROVINSI DENGAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DI BALI TERKAIT PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN PEMBERIAN SEBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK PROVIMSI BALI KEPADA KABUPATEN / KOTA
on
POLA BAGI HASIL PAJAK PROVINSI DENGAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DI BALI TERKAIT PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN PEMBERIAN SEBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK PROVIMSI BALI KEPADA KABUPATEN / KOTA
Oleh
Putu Aryandhi Pradnyana
Gede Putra Ariana
Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACK
Jurnal ini berjudul “Pola Bagi Hasil Pajak Provinsi Dengan Daerah Kabupaten / Kota Di Bali Terkait Perda Bali Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Penetapan Pemberian Sebagai Hasil Penerimaan Pajak Provinsi Bali Kepada Kabupaten / Kota”.Dengan metode penulisan normativ dan pendekatan undang-undang, tulisan ini menjelaskan tentang pola bagi hasil pajak provinsi dengan daerah kabupaten / kota di Bali terkait perda No. 15 Tahun 2001. Simpulan dari penulisan jurnal ini ini adalah hasil penerimaan pajak provinsi diperuntukan paling sedikit 10 % dan variabel yang dipakai untuk menentukan proporsi setiap daerah ditentukan berdasarkan luas wilayah Kabupaten.
Kata kunci : pola bagi hasil, bagi hasil pajak
ABSTRACT
The journal is titled "Revenue-Sharing With Provincial Tax District / Municipality in Bali Bali Related Regulation No. 15 of 2001". With normativ writing method and approach to legislation, this paper describes the pattern of provincial tax revenue sharing with local regencies / municipalities in Bali related regulations No. 15, 2001. The conclusion of the writing of this journal are the result of provincial tax revenues allocated at least 10% and the variables used to determine the proportion of each region is determined by the area of the District.
Keywords: revenue-sharing, tax sharing
Kebijakan perimbangan keuangan, sebagai bagian dari skema desentralisasi fiskal, memiliki paling kurang dua target utama, yakni mencukupkan pembiayaan daerah dalam mengurus limpahan kewenangan yang diterimanya dan memeratakan kemampuan/ kapasitas fiskal (fiscal capacity) antar daerah berdasar derajat kebutuhan (fiscal need) masing-masing. “Adapun cirri pokok desentralisasi memungkinkan pembentukan suatu daerah dengan keuangan sendiri untuk membiayai kebutuhan –
kebutuhannya.” 1Untuk keperluan itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 288 tentang Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 285 ayat (2) huruf a angka (1) terdiri atas : Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Belakangan,melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan, sumberbagi hasil pajak ini ditambah denganadanya ketentuan bagi hasil pajak penghasilan (PPh) perorangan, yang mencakup PPh karyawan (pasal 21) dan PPh orang pribadi (pasal 25/29). Ditetapkannya PPh perorangan inisebagai obyek bagi hasil dimaksudkansebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA namun memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN). Sementara dalam bagi hasil SDA, sebagaimana bisa diartikan dari aturan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, subyek penerima bagi hasil ditetapkan berdasarkan daerah penghasil, bukan daerah pengolah. Namun dalam perkembangannya, subyek yang bertindak dalam skema bagi hasil ini tidak hanya melibatkan pusat kepada propinsi dan kabupaten/ kota, tetapi juga bagi hasil pajak dari propinsi kepada kabupaten/kota di dalam wilayah yurisdiksinya. Bahkan lebih lanjut lagi, yakni adanya bagi hasilpajak dan retribusi kabupaten kepada desa di wilayah yurisdiksinya.
Sedangkan bagi hasil pajak dan retribusi kabupaten kepada desa mendapat dasar legalnya dalam pasal 94 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menetapkan bahwa hasil penerimaan pajak kabupaten diperuntukan paling sedikit 10% untuk desa di wilayahnya, dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar desa dan penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh desa penerima. Menyangkut bagi hasil retribusi, pasal 15Peraturan Pemerintah Nomor 66/2001 menetapkan bahwa sebagian hasil penerimaan retribusi tertentu diperuntukkan bagi desa ayat (1), dengan memperhatikan aspek keterlibatan desa tersebut dalam penyediaan layanan ayat (2), yang kemudian dalam bagian penjelasan diterangkan, bahwa retribusi tertentu itu diperuntukan kepada desa yang terlibat langsung dalam pemberian pelayanan, seperti retribusi penggantian biaya cetak KTP dan ACS).
Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk menganalisis Pola Bagi Hasil Pajak Provinsi Dengan Daerah Kabupaten adapun acuan yang penulis gunakan dalam analisis ini mengacu pada Perda Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Penetapan Pemberian Sebagai Hasil Penerimaan Pajak Provinsi Bali Kepada Kabupaten / Kota.
II ISI MAKALAH
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian normativ yuridis yang membahas mengenai doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum. 2 Metode penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau peraturan perundang-undangan.
Kebijakan perimbangan keuangan, sebagai bagian dari skema desentralisasi fiskal, memiliki paling kurang dua target utama, yakni mencukupkan pembiayaan daerah dalam mengurus limpahan kewenangan yang diterimanya dan memeratakan kemampuan/ kapasitas fiskal (fiscal capacity) antar daerah berdasar derajat kebutuhan (fiscal need) masing-masing. Untuk keperluan itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan tiga jenis dana perimbangan, yaitu dana bagi hasil (DBH); dana alokasi umum (DAU); dan dana alokasi khusus (DAK).Dalam perkembangannya, subyek yang bertindak dalam skema bagi hasil ini tidak hanya melibatkan pusat kepada propinsi dan kabupaten/ kota, tetapi juga bagi hasil pajak dari propinsi kepada kabupaten/kota.
Bagi hasil pajak dan retribusi kabupaten kepada desa mendapat dasar legalnya dalam pasal 94 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menetapkan bahwa hasil penerimaan pajak kabupaten
diperuntukan paling sedikit 10% untuk desa di wilayahnya, dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar desa dan penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh desa penerima. Menyangkut bagi hasil retribusi, pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 66/2001 menetapkan bahwa sebagian hasil penerimaan retribusi tertentu diperuntukkan bagi desa (ayat 1), dengan memperhatikan aspek keterlibatan desa tersebut dalam penyediaan layanan (ayat (2), yang kemudian dalam bagian penjelasan diterangkan, bahwa retribusi tertentu itu diperuntukan kepada desa yang terlibat langsung dalam pemberian pelayanan, seperti retribusi penggantian biaya cetak KTP dan ACS)
Berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penetapan Pemberian Sebagai Hasil Penerimaan Pajak Provinsi Bali Kepada Kabupaten / Kota adapun jenis dan proporsi pajak yang akan dibagihasilkan adalah. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air dan bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, dengan porsi bagi hasil untuk kabupaten/kota sebesar 30% . Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, dengan porsi bagi hasil untuk kabupaten/kota sebesar 70%. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, dengan porsi bagi hasil untuk kabupaten/kota sebesar 70% · Sedangkan bagi hasil PPh Perseorangan, yang diatur dalam SK Gubernur Nomor 65/2001, adalah sebesar 40% untuk propinsi dan 60% untuk kabupaten/kota (pasal 1). Pembagian porsi 60% ini dibagi secara tidak merata kepada 8 kabupaten dan 1 kota yang ada, dengan mempertimbangkan faktor jumlah penduduk, PAD, luas wilayah, potensi penerimaan PPh Perseorangan dan jumlah penduduk miskin setiap daerah (pasal 2).Merujuk pada prinsip itu, maka alokasinya adalah: Buleleng (15,7), Jembrana (11%), Tabanan (8,4%), Badung (11%), Gianyar (8,3%), Bangli (11,2% Klungkung (9,3%), Karangasem (14,1%) dan Kota Denpasar (11%). Hal ini merujuk kepada Undang-Undang Nomor 17/2000 dan PP Np.115/2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PPh antara Pusat dan Daerah.
Secara umum, variabel yang dipakai untuk menentukan proposi setiap daerah, berbeda menurut jenis obyek bagi hasil. Bagi hasil pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air dan bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air berdasar variabel jumlah penduduk, PDRB per kapita, PAD, luas wilayah, jumlah
kendaraan, panjang jalan, jumlah penduduk miskin, dan potensi pajak; bagi hasil pajak bahan bakar kendaraan bermotor menurut variabel jumlah penduduk, PDRB per kapita, PAD luas wilayah, jumlah kendaraan, jumlah penduduk miskin dan potensi pajak; dan bagi hasil pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan berdasar variabel jumlah penduduk, PDB per kapita, PAD, luas wilayah, jumlah penduduk miskin, potensi air bawah tanah dan luas hutan lindung.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah, titik berat otonomi ada di daerah kabupaten/kota. Sementara kabupaten/kota mendapatkan otonomi yang amat luas, propinsi hanyalah sebagai daerah otonom terbatas (otonomi parsial).
Menurut sistem anggaran rumah tangga daerah yang dalam hal ini merupakan pola bagi hasil harus menjamin keikutsertaan rakyat dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah baik dalam bidang pengaturan maupun pengurusan - pengurusan rumah tangga daerah. Dikarenakan urusan rumah tangga daerah yang dalam hal ini bagi hasil pajak bukan sesuatu yang diserahkan oleh satuan pemerintahan tingkat lebih atas.3
III PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan Pembahasan dapat disimpulkan bahwa hasil penerimaan pajak provinsi diperuntukan paling sedikit 10 % dan variabel yang dipakai untuk menentukan proporsi setiap daerah ditentukan berdasarkan luas wilayah Kabupaten.Kebijakan perimbangan keuangan, sebagai bagian dari skema desentralisasi fiskal, memiliki paling kurang dua target utama, yakni mencukupkan pembiayaan daerah dalam mengurus limpahan kewenangan yang diterimanya dan memeratakan kemampuan/ kapasitas fiskal (fiscal capacity) antar daerah berdasar derajat kebutuhan (fiscal need) masing-masing.
IV DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Amrah Muslimin, 1978, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung.
Hanif Nurcholis, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah, Gramedia Widiarsana Indonesia, Jakarta.
Josef Riwu Kaho, 2007, Prospek Otonomi Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Perda bali nomor 15 tahun 2001 tentang Penatapan Pemberian Sebagian Hasil Penerimaan Pajak Provinsi Bali Kepada Kabupaten/Kota.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan Pusatdan Daerah.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
Peraturan Pemerintah Nomor 84/2001 tentang Dana Perimbangan.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Peraturan PemerintahNomor 65/2001 tentang Pajak Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 66/2001 tentang Retribusi Daerah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
6
Discussion and feedback